Powered By Blogger

Senin, 04 Mei 2020

HIJRAH DAN PENGORBANAN


Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro


Setiap memasuki bulan Muharram, selalu dikaitkan dengan kata hijrah dan hijriyah.  Mengapa? Ya, karena bulan Muharram adalah bulan pertama di sistem kalender Hijriyah. Tanggal 1 Muharram diperingati oleh seluruh umat Islam di dunia sebagai tahun baru Islam atau tahun baru Hijriyah. Peringatan tahun baru Hijriyah sangat berkaitan dengan peristiwa hijrahnya Rasulullah Saw. Pada masa khalifah Umar bin Khaththab r.a ditetapkan sistem kalender Islam yang didasarkan pada peristiwa hijrahnya Rasulullah Saw meninggalkan kota Mekkah menuju ke kota Yatsrib (Madinah). Sistem kalender Islam tersebut dikenal dengan sistem kalender Hijriyah yang didasarkan pada perputaran bulan. Hal ini berbeda dengan sistem kalender Masehi yang didasarkan pada perputaran matahari.

Kata hijrah sendiri bukanlah kata yang asing bagi umat muslim karena berkaitan dengan sejarah dakwah Rasulullah Saw. Bahkan di dalam Al Quran juga ditemukan kata hijrah tersebut. Dalam Al-Quran ada ayat yang menyinggung tentang hijrah. Misalnya dalam surat Al Baqarah [2] : 218.

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS. Al Baqarah [2] : 218).

Hijrah juga disinggung di surat dan ayat lain :  

Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka Itulah orang-orang yang benar-benar beriman. mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia (QS. Al Anfaal [8] : 74).

 Kedua ayat ini sama-sama mengkaitkan kata hijrah dengan jihad. Jika kata jihad kita maknai berjuang di jalan Allah, maka kata hijrah sangat berkaitan dengan pengorbanan karena sebuah perjuangan pasti membutuhkan pengorbanan. Oleh karena itu, pada artikel ini akan dibahas tentang makna hijrah dan pengorbanan.

Fenomena Tren Hijrah di Masyarakat

Beberapa tahun terakhir ini, media sosial diramaikan dengan berita-berita tentang hijrahnya para artis dan selebritis. Fenomena hijrah yang dimaksud ini adalah berusaha untuk mempelajari Islam lebih dalam, sekaligus mengubah gaya hidup menjadi lebih kental dengan nuansa Islam. Kalau selebritis wanita tadinya tidak memakai hijab setelah menyatakan “hijrah”  berubah menjadi mengenakan pakaian hijab. Sedangkan selebritis pria yang tadinya penampilannya seperti umumnya selebritis dan orang biasa, yaitu berpakaian pada umumnya berubah penampilan memakai baju gamis dan memelihara (memanjangkan) jenggot. Tetapi muncul juga fenomena lain di kalangan selebritis yaitu selebiritis yang tadinya berhijrah kemudian kembali ke gaya kehidupannya yang semula. Ada selebritis wanita yang tadinya tidak berhijab, kemudian berhijab, dan akhirnya kembali tidak berhijab. Di kalangan selebritis pria juga muncul fenomena serupa. Mengapa ada selebritis yang terkesan hanya main-main dalam berhijrah?

Jawaban dari pertanyaan di atas adalah karena kemungkinan para selebritis tersebut  kurang memahami bahwa berhijrah itu memerlukan perjuangan. Berubah menjadi baik itu perlu perjuangan. Menjalani kehidupan sesuai aturan syariat agama demi meninggalkan kehidupan yang tidak sesuai syariat itu perlu perjuangan. Mungkin inilah yang kurang disadari oleh mereka sehingga ketika mereka telah memproklamirkan diri berhijrah ternyata mereka tidak siap dengan konsekuensinya. Mungkin mereka beranggapan bahwa setelah hijrah kehidupan mereka pasti dijamin Allah Swt akan lebih baik karena mereka telah menjadi orang baik. Mungkin mereka tidak memahami bahwa hijrah hanyalah langkah awal untuk menjadi baik, dimana Allah Swt kemudian akan menguji konsistensi mereka dalam berhijrah. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? 3). Dan Sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 2-3).

Makna Hijrah

Hijrah berasal dari bahasa Arab yang berarti “meninggalkan, menjauhkan dari dan berpindah tempat”. Dalam konteks sejarah perkembangan Islam, hijrah diketahui sebagai  kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad Saw. bersama para sahabat beliau dari kota Makkah menuju ke kota Madinah, dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa akidah dan syariat Islam. Jadi tujuan utama Rasulullah Saw dan para sahabatnya berhijrah adalah untuk mempertahankan akidah Islam dan melangsungkan dakwah syariat Islam. Hijrah yang dilakukan Rasulullah Saw. bukan sekedar pindah tempat tinggal, tetapi hijrah beliau memiliki tujuan yang mulia dan untuk tujuan jangka panjang demi keberlangsungan tercapainya tujuan dakwah Islamiyah yang diperjuangkan. Hijrah juga bukan karena keinginan pribadi Rasulullah Saw tetapi murni karena perintah Allah Swt.

Beragkat dari pemaknaan atas hijrah Rasulullah Saw di atas, maka hijrah dapat bermakna sebagai perjuangan dan pengorbanan. Hijrah berarti meninggalkan kehidupan yang tidak baik menuju kehidupan yang lebih baik sesuai tunturan syariat agama Islam. Hijrah berarti meninggalkan gaya hidup yang jauh dari tuntunan agama menuju gaya hidup yang sesuai tuntunan agama Islam. Hijrah berarti meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak baik menuju perbuatan-perbuatan yang baik dan diridhai Allah Swt. Perubahan menuju kondisi yang lebih baik itu semuanya memerlukan perjuangan dan yang pasti pengorbanan. Tidak ada perubahan menjadi lebih baik tanpa diiringi dengan sebuah pengorbanan. Mari kita simak kutipan kisah hijrahnya Rasulullah Saw sebagaimana diceritakan oleh Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya “Membumikan Al-Quran” (2001: 347).

Macam-macam Hijrah

Hijrah dapat dimaknai secara berbeda-beda oleh setiap orang, dimana tergantung konteks yang dipergunakan. Namun begitu, secara garis besar, hijrah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hijrah makaniyah (berpindah dari satu tempat ke tempat lain) dan hijrah maknawiyah (mengubah diri dari yang buruk menjadi lebih baik demi mengharap keridhaan Allah Swt.). Contoh hijrah makaniyah adalah peristiwa hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah serta hijrahnya Nabi Ibrahim dan Nabi Musa.

Maka Luth membenarkan (kenabian)nya. dan berkatalah Ibrahim: "Sesungguhnya Aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan) Tuhanku (kepadaku); Sesungguhnya dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al ‘Ankabuut [29] : 26)

Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: "Ya Tuhanku, selamatkanlah Aku dari orang-orang yang zalim itu". (QS. Al Qashash [28] : 21).

           Hijrah maknawiyah dibedakan menjadi empat, yaitu hijrah i'tiqadiyah (hijrah keyakinan), terjadi pada seorang Muslim ketika mencob a meningkatkan keimanannya agar terhindar dari kemusyrikan. Kedua, hijrah fikriyah (hijrah pemikiran), yaitu ketika seseorang memutuskan kembali mengkaji pemikiran Islam yang berdasar pada sabda Rasulullah Saw. dan firman Allah Swt. demi menghindari pemikiran yang sesat. Ketiga, hijrah syu'uriyyah adalah berubahnya seseorang yang dapat dilihat dari penampilannya, seperti gaya berbusana dan kebiasaannya dalam kehidupan sehari-hari. Hijrah ini biasa dilakukan untuk menghindari budaya yang jauh dari nilai Islam, seperti cara berpakaian, hiasan wajah, rumah, dan lainnya. Terakhir adalah hijrah sulukiyyah (hijrah tingkah laku atau kepribadian). Hijrah ini digambarkan dengan tekad untuk mengubah kebiasaan dan tingkah laku buruk menjadi lebih baik [2].

Belajar Makna Hijrah : Contoh Pengorbanan dari Rasulullah Saw.

     Ketika Rasulullah Saw menyampaikan kepada Abu Bakar r.a. bahwa Allah Swt. memerintahkannya untuk berhijrah, dan mengajak sahabatnya itu untuk berhijrah bersama, Abu Bakar menangis kegirangan. Dan, seketika itu juga ia membeli dua ekor unta dan menyerahkannya kepada Rasulullah Saw. untuk memilih yang dikehendakinya. Terjadilah dialog berikut : 
Rasulullah Saw.          : “Aku tidak akan mengendarai unta yang bukan milikku.”
Abu Bakar r.a.             : “Unta ini kuserahkan untukmu.”
Rasulullah Saw.          : “Baiklah, tapi aku membayar harganya.”
Setelah Abu Bakar bersikeras agar unta itu diterima sebagai hadiah, namun Rasulullah Saw tetap menolak, Abu Bakar pada akhirnya setuju untuk menjualnya. Mengapa Nabi Saw. bersikeras untuk membelinya? Bukankah Abu Bakar sahabat beliau? Dan, bukankah sebelum ini-bahkan sesudahnya- Nabi Saw selalu menerima hadiah dan pemberian Abu Bakar? Di sini terdapat suatu pelajaran yang sangat berharga.
          
           Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam bukunya tersebut menuliskan tentang hikmah dari kisah hijrahnya Rasulullah Saw. Beliau menuliskankan bahwa dalam dialog antara Rasulullah Saw. dengan Abu Bakar r.a. tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah Saw. ingin mengajarkan bahwa untuk mencapai suatu usaha besar, dibutuhkan pengorbanan maksimal dari setiap orang. Beliau bermaksud berhijrah dengan segala daya yang dimilikinya, tenaga, pikiran dan materi, bahkan dengan jiwa dan raga beliau. Dengan membayar harga unta itu, Nabi Saw. mengajarkan kepada Abu Bakar r.a. dan kepada kita bahwa dalam mengabdi kepada Allah Swt, janganlah mengabaikan sedikit kemampuan pun, selama kita masih memiliki kemampuan itu. Allah Swt. Berfirman, “Sesungguhnya kepada Tuhanlah tempat kembali” (Q.S.[96] : 8).[1]
             
             Berdasarkan kisah hijrah Rasulullah Saw sebagaimana diceritakan oleh Prof. Dr. M.Quraish Shihab di atas, dapat disimpulkan bahwa hijrah itu memerlukan pengorbanan. Orang yang menyatakan diri telah berhijrah harus siap berkorban agar tetap konsisten dalam kondisi kebaikan. Hijrah harus dilakukan secara totalitas dan niatnya murni karena mengharap ridha Allah Swt. Hijrah tidak boleh dilakukan hanya karena sekedar ikut-ikutan tren, karena biar dikatakan gaul, karena biar tampak syar’i, atau karena terpaksa. Semoga kita semua mampu berhijrah sesuai yang dicontohkan oleh sang suri tauladan Rasulullah Saw. Amin. 
Referensi :

[1] M. Quraish Shihab. (2001). Membumikan Al-Quran. Bandung : Penerbit MIZAN
[2] Agung Sasongko. 2018. Pahami Makna Hijrah dan Jenisnya. Harian Republika Online tanggal 26 Apr 2018. Tersedia di https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/04/26/p7rdj3313-pahami-makna-hijrah-dan-jenisnya.


Gumpang Baru, 23 September 2019 (23 Muharram 1441 H)
*) Penulis adalah dosen, penulis dan pegiat literasi di Universitas Sebelas Maret (UNS) yang telah menerbitkan lebih dari 20 buku yang mencakup buku solo maupun buku antologi. Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Program Studi S3-Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).


Postingan Populer