Powered By Blogger

Selasa, 23 Februari 2021

MEMBAHAGIAKAN DIRI DENGAN PRODUKTIF BERKARYA



 
Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Adakah di dunia ini orang yang tidak bahagia? Saya kira semua orang pasti ingin bahagia. Walaupun dalam kehidupan nyata kebahagiaan itu bukan seperti kurva linier yang lurus tetapi fluktuatif naik turun, terkadang bahagia dan di lain waktu terkadang tidak/kurang bahagia, tetapi setiap orang pasti ingin setiap saat merasakan bahagia. Setiap orang pasti menginginkan rata-rata waktu hidupnya didominasi oleh rasa bahagia.

 Semua orang pasti mengharapkan kehidupan yang bahagia. Tapi sayangnya tidak setiap orang mengetahui bagaimana cara menjalani hidup yang bahagia dan ternyata juga tidak setiap orang mampu  menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Karena tidak mudahnya mendapatkan kebahagiaan, Hendrik Ibsen, seorang filosof bangsa Norwegia (1828-1906) sampai berkeyakinan bahwa mencari bahagia itu hanya menghabiskan umur saja, karena jalan untuk menempuhnya sangat tertutup, setiap ikhtiar untuk melangkah ke sana senantiasa terbentur.

 Berbagai cara dilakukan orang agar hidupnya bahagia. Ternyata bahagia itu bersifat relatif. Ada orang yang merasa mudah bahagia. Tetapi ada juga orang yang merasa sulit bahagia. Ada orang yang hidupnya pas-pasan tapi merasa bahagia. Tetapi ada juga orang yang hidupnya bergelimang harta dan kemewahan tapi hatinya belum bahagia. Tetapi juga ada kebalikan dari dua kondisi tersebut.

 Bahagia memang misteri, mudah diucapkan tetapi sulit didefinisikan. Mudah dirasakan tetapi sulit dideskripsikan indikatornya. Akhirnya yang paling mudah dilakukan untuk mengukur indikator kebahagiaan adalah dikaitkan dengan kecukupan kebutuhan fisik. Padahal kebahagiaan itu ranahnya kebutuhan hati (jiwa, spirit), bukan ranah kebutuhan fisik. Sehingga di masyarakat umum lazim muncul pemahaman bahwa orang yang kaya pasti hidupnya bahagia, sedangkan orang yang kurang mampu pasti tidak bahagia. Benarkah demikian? Silakan buktikan sendiri.

 Bagaimana cara Anda menggapai hidup bahagia? Kalau saya pribadi merasakan kebahagiaan adalah ketika saya mampu menggunakan potensi dan kompetensi yang dikaruniakan Allah Swt. untuk menghasilkan karya. Setiap selesai menghasilkan sebuah karya, maka hati saya merasa sangat bahagia dan bangga. Maka dengan berusaha selalu berkreasi dan berkarya merupakan cara saya untuk membahagiakan diri sendiri.

 Jadi indikator kebahagiaan bagi saya adalah ketika saya mampu menghasilkan karya-karya baru. Kebahagiaan yang saya rasakan pada akhirnya juga ikut mendorong diri saya untuk terus meningkatkan produktivitas diri dengan terus menghasilkan karya-karya baru. Jadi bahagia, produktivitas diri, dan karya baru bagaikan sebuah siklus yang saling terhubung dan saling mensupport.

 Seperti saat tulisan ini saya buat. Menjelang berakhirnya bulan kedua tahun 2021 ini, beberapa karya buku antologi yang pernah saya ikut dalam program nulis bareng mulai memperlihatkan hasilnya. Ada 15 cover judul buku antologi yang sudah dirilis oleh panitia maupun penerbit penyelenggara nubar (nulis bareng). Bagi saya, cover-cover buku antologi tersebut merupakan kebahagiaan tersendiri bagi saya pribadi. Dirilisnya cover-cover buku antologi tersebut menjadi bukti dari tingkat produktivitas saya dalam berkarya. Maka cover-cover buku antologi tersebut merupakan indikator kebahagiaan saya. Saya bahagia telah berkarya. Saya bangga bisa memanfaatkan potensi dan kompetensi menulis saya yang merupakan karunia dari Allah Swt. Bagaimana dengan Anda? []

 

Gumpang Baru, 23 Februari 2021

 

 

BIODATA PENULIS

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan dasar dan menengah dijalani di madrasah, yaitu MI Al-Islam 1 Ngesrep, MTs Nurul Islam 2 Ngesrep, dan MAN 1 Surakarta. Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana tingkat Master (M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 36 judul buku (baik buku solo maupun buku antologi), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), Auditor internal Certified Internal Quality Audit SMM ISO 9001:2008, dan Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Sabtu, 20 Februari 2021

SILATURAHMI LITERASI

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro



Hari ini ada seorang teman kuliah S1 yang mengabari akan datang ke rumah saya. Tujuan beliau datang adalah ingin silaturahmi dan memiliki buku-buku karya saya. Memang sebelumnya saya pernah memberitahukan bahwa jika tertarik pada buku-buku tulisan saya silakan datang ke rumah.

Saya memang senang jika ada teman atau kolega yang mau datang ke rumah. Karena menurut saya, tamu itu membawa keberkahan bagi rumah yang dikunjungi. Apalagi jika kedatangan tamu tersebut terkait aktivitas literasi saya, maka saya sangat gembira menyambut kedatangannya. Saya memang senang berbagi buku-buku karya saya kepada siapapun yang menaruh minat pada aktivitas membaca dan menulis. Berbagi buku adalah bagian dari cara saya bersedekah dan berdakwah ilmu. 

Alhamdulillah...Terima kasih atas kunjungan silaturahminya pak R Andi Abi Fadhlullah. InsyaAllah kedatangan panjenengan membawa keberkahan untuk keluarga saya dan penyambung tali silaturahmi kita. Aamiin. 

Kecintaan pada dunia literasi  (membaca) telah menjadi sarana kedatangan panjenengan. Semoga buku-buku sederhana saya bisa bermanfaat dan menginspirasi njih.  🙏🙏

Kamis, 18 Februari 2021

KEBAHAGIAAN DAN KEBANGGAAN SEORANG PENULIS


 

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro



Jika ingin jadi orang sukses, bergaulah dengan orang-orang yang sukses. Jika ingin jadi orang baik, bergaulah dengan orang-orang baik. Jika ingin bisa menulis, bergaulah dengan para penulis. Dan jika ingin sukses akademik, bergaulah dengan para akademisi yang sukses.

Alhamdulillah...saya sangat bersyukur kepada Allah SWT karena diberikan kenikmatan ini. Kenikmatan yang belum tentu bisa dirasakan setiap orang. Kenikmatan tersebut adalah kebahagiaan dan kebanggaan karena bisa berkesempatan berbagi karya buku-buku sederhana saya dengan seorang akademisi yang sukses dan luar biasa produktif dalam berkarya. Beliau adalah seorang Dosen dan Profesor di Departemen Kimia Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang pernah menerima penghargaan "Young Scientist Scopus Award (2014)" dan penghargaan "Anugerah Kekayaan Intelektual Luar Biasa dalam Bidang Publikasi Internasional dari Kemenristek Dikti (2014)".

Matur nuwun sanget Prof. Dr.
Abdul Rohman
, M. Si., Apt. untuk kiriman buku-bukunya yang luar biasa dan menginspirasi. Semoga saya bisa mengikuti jejak kesuksesan panjenengan dalam menulis buku-buku akademik yang bermutu. InsyaAllah buku-buku panjenengan bermanfaat dan membawa keberkahan. Semoga panjenengan selalu dikaruniai kesehatan, kebahagiaan, dan kesuksesan untuk bisa terus berbagi ilmu dan inspirasi . Aamiin.
🙏

Senin, 15 Februari 2021

MENULIS, ANTARA PASSION DAN KEBAHAGIAAN DIRI


 

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Hari Sabtu, 6 Februari 2021 adalah hari yang membahagiakan saya dan juga membanggakan. Mengapa? Karena di hari tersebut tiga buku solo karya saya akan dilaunching di  acara seminar literasi dan Kopdar 6 Sahabat Pena Kita (SPK). Siapa yang tidak bahagia ketika karya tulisnya dilaunching di acara webinar literasi yang dihadiri ratusan orang? Siapa yang tidak bangga ketika karya tulisnya ditampilkan dalam video yang dilihat oleh ratusan orang dalam moment webinar literasi? Saya rasa semua orang pasti bangga dan bahagia ketika hasil karyanya diapresiasi dan diumumkan ke kalayak ramai.

Bisa menghasilkan karya tulis yang diapresiasi orang lain merupakan anugerah dan nikmat yang luar biasa. Menulis buku bukanlah suatu pekerjaan yang ringan. Saya tidak mengatakan mudah, mengapa? Karena banyak juga penulis-penulis professional yang mengganggap menulis buku itu tidak mudah, terutama untuk menghasilkan buku-buku yang berkualitas. Saya lebih suka memilih menggunakan kata “tidak ringan” karena memang untuk bisa menghasilkan tulisan dalam bentuk satu buku memerlukan kerja keras dan usaha yang tidak ringan. Perlu keseriusan dan kedisiplinan untuk mampu menyelesaikan penulisan buku. Perlu komitmen yang tinggi dan dilandasi rasa suka, senang, dan bahagia ketika menulisnya karena jika ada rasa terpaksa sedikit saja maka pasti bukunya tidak selesai-selesai.

Menulis itu harus dilandasi perasaan bahagia, tidak boleh karena terpaksa atau memaksakan diri. Mengapa? Karena menulis itu sebenarnya adalah proses menemukan diri sendiri. Demikianlah yang disampaikan oleh gus Ulil atau Ulil Abshar Abdalla, MA (Cendekiawan muslim yang produktif menulis) di webinar literasi SPK tanggal 6 Februari 2021. Setiap orang pasti menginginkan tahu tentang dirinya secara utuh, apa saja potensi dan passionnya dan seberapa besar kemampuannya untuk mewujudkan atau merealisasikan potensi, bakat dan minat dalam dirinya. Di sinilah pentingnya rasa senang dan bahagia dalam proses pencarian jati diri melalui aktivitas menulis. Menulis bukan sekadar menuangkan ide, gagasan, dan pemikiran ke dalam bentuk tulisan, tetapi menulis itu lebih merupakan wujud aktualisasi dan mengekspresikan diri dari seseorang. Sebuah tulisan –walaupun sederhana- berpotensi mampu membangkitkan semangat dan bakat terpendam pembacanya. Sebuah tulisan mampu memiliki energi yang luar biasa yang dapat mendorong ribuan orang untuk mengikuti ide gagasan yang terkandung dalam tulisan tersebut.

Kita ingat bagaimana awal mula berdirinya negara Israel. Jika Benyamin Ze-ev alias Theodore  Herzl  pada tahun 1894 tidak menulis dan menerbitkan buku tipis berjudul DER JUDENSTAAT (The Jewish State), mungkin negara Zionis Israel Raya tidak akan pernah ada. Dengan buku Der Judenstaat dan karya fiksinya berjudul Altneuland (Old New Land),  Herzl telah menginspirasi banyak orang Yahudi bergerak mendirikan negara Israel apapun taruhannya, meskipun harus dengan merampas hak-hak orang Palestina [1]. Inilah kekuatan energi yang terkandung dalam sebuah buku. Imaginasi penulis buku tersebut akhirnya ditangkap dan diwujudkan orang-orang Yahudi di seluruh penjuru dunia hingga saat ini kita dapat menyaksikan berdirinya negara Israel di kawasan Timur Tengah. Terlepas dari pro dan kontra tentang berdirinya negara Israel, tetapi penulis fokus pada kejadian asal mula munculnya gerakan mendirikan negara Isarel yang bermula hanya dari ide di sebuah buku tipis.

Dulu, bagi saya menulis buku itu sesuatu yang sangat berat dan mustahil bisa saya lakukan. Membayangkan menulis ratusan halaman itu pikiran saya sudah tidak sampai. Menulis beberapa halaman saja sudah terasa sangat berat, apalagi menulis sampai ratusan halaman. Tetapi walau begitu, cita-cita dan keinginan untuk suatu saat dapat menulis buku itu terus membayangi pikiran saya. Saya terus berusaha belajar menulis dan mengikuti event-event lomba penulisan. Memang awalnya saya lebih banyak menulis untuk lomba-lomba karya tulis ilmiah (tema akademik), tetapi minat saya pada tulisan-tulisan tema umum (tulisan populer) juga besar, sehingga akhirnya saya mulai juga belajar menulis tema-tema umum. Dari beberapa kali menulis tema-tema umum inilah di kemudian hari saya bisa menulis bukan hanya buku akademik tetapi juga buku genre lain.

Hingga tulisan ini dibuat, saya telah menulis lebih dari 36 judul buku, baik berupa buku solo maupun buku antologi dan kolaborasi. Saya mulai menulis buku tahun 2005 tetapi mulai intens dan serius menekuni aktivitas menulis buku mulai tahun 2018. Selama kurun waktu tahun 2005 -2017 saya hanya mampu menerbitkan 7 judul buku, tetapi sejak tahun 2018 hingga saat ini saya mampu menerbitkan buku rata-rata lebih dari 5 judul buku setiap tahunnya. Terakhir tahun 2020 kemarin saya mampu menerbitkan 4 judul buku mandiri (3 judul buku solo dan 1 judul buku tim penulis) dan 11 judul buku antologi maupun kolaborasi sehingga total sebanyak 15 judul buku. Ke-15 judul buku yang saya terbitkan tersebut tidak hanya tentang satu tema saja tetapi berbagai tema, mulai dari tema pendidikan, sistem manajemen mutu, nilai-nilai kehidupan, hingga tema keagamaan. Saya memang suka menulis berbagai tema karena dengan begitu saya akan banyak berpikir tentang berbagai hal sehingga pikiran saya selalu aktif, kreatif, dan segar dalam menemukan ide-ide.

Prinsip saya dalam menulis adalah menulis dan berkarya sebanyak-banyaknya semampu  yang dapat saya lakukan. Mumpung masih punya waktu saya pergunakan untuk menghasilkan karya tulis sebanyak-banyaknya. Entah karya tulis saya diniai bagus atau tidak, saya tidak terlalu memperdulikannya. Apakah buku-buku yang saya tulis itu akan diminati orang atau tidak juga tidak saya pedulikan. Keyakinan saya adalah bahwa setiap tulisan akan menemukan pembacanya sendiri dengan jalan yang tidak bisa diperkirakan. Karena tulisan yang saya hasilkan merupakan representasi dari ilmu pengetahuan yang saya miliki, maka menulis dan menerbitkannya dalam bentuk buku merupakan bagian dari ikhtiar saya untuk mengabadikan buah pemikiran dan ide gagasan saya dan membagikannya kepada kalayak umum. Karena buku adalah representasi dari ilmu pengetahuan dan Allah Swt. menyukai orang-orang yang berilmu, maka saya percaya bahwa Allah Swt. akan membantu mempertemukan ilmu dalam buku-buku saya tersebut dengan para pencari ilmu (pembaca) melalui sekenario-Nya. InsyaAllah. []

 

Gumpang Baru, 15 Februari 2021

 

Referensi

[1]  Habiburrahman El Shirazy. (2020). Menulis itu wajib. Materi webinar literasi “Literasi untuk Mengabdi dan Mengabadi”, diselenggarakan oleh komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK) bekerjasama dengan IAIN Syekh Nurjati Cirebon, 11 Juli 2020.

 


Sumber Artikel : https://sahabatpenakita.id/menulis-antara-passion-dan-kebahagiaan-diri/ 

----------------------------------------------------------------------------

BIODATA

 

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana Master (M. Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahapeserta didik doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 36 judul buku (baik buku solo maupun antologi), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), serta Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Minggu, 14 Februari 2021

HAJATAN PERNIKAHAN DI MASA PANDEMI COVID-19



Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Sejak pandemi Covid-19 saya tidak pernah menghadiri acara-acara pertemuan yang melibatkan orang banyak dan dalam waktu yang cukup lama. Hanya dua kali mendapat undangan rapat komite sekolah di rumah makan dan di ruang sidang sekolah, tetapi itu pun hanya melibatkan orang kurang dari 15 orang dan tetap mematuhi protokol kesehatan yaitu memakai masker selama mengikuti acara rapat dan posisi duduknya juga berjarak lebih dari satu meter. Semua aturan protokol kesehatan tersebut dijalankan demi menjamin semua orang yang hadir dalam rapat tetap terjaga kesehatannnya dan rapat berlangsung dengan lancar tanpa hambatan apapun.

Pernah satu kali bepergian ke luar kota untuk takziyah. Dua hari kemudian badan saya tiba-tiba demam tinggi hingga dua minggu baru sembuh. Sejak kejadian tersebut, maka saya mengurangi kegiatan di luar rumah. Saya sekeluarga keluar rumah hanya jika ada keperluan belanja kebutuhan sehari-hari ke supermarket dan itupun tetap menjaga aturan protokol kesehatan dengan ketat. Sempat pasca saya pulih dari demam, saya dapat undangan kembali untuk rapat anggota komite sekolah di ruang sidang sekolah. Saya sempat ragu-ragu mau menghadiri acara rapat komite tersebut atau tidak. Saya cukup trauma dengan sakit demam yang pernah saya derita. Ketika demam tersebut, saya merasakan badan benar-benar tidak nyaman dan tubuh terasa sangat lemah. Waktu sakit itu saya menyadari sekali bahwa manusia itu makhluk yang sangat lemah, tidak ada yang dapat disombongkan karena hanya untuk sekadar berdiri saja tidak mampu karena kepala terasa sangat sakit. Oleh karena itu, saya akhirnya memutuskan untuk tidak menghadiri undangan rapat komite sekolah tersebut dengan pertimbangan untuk mengantisipasi berulangnya kejadian sakit demam tersebut dan juga berbarengan dengan urusan rumah yang sedang repot.

Setelah hampir satu tahun lamanya tidak pernah mendapatkan undangan resepsi pernikahan dari kolega dosen maupun tetangga, tiba-tiba beberapa hari yang lalu saya menerima undangan resepsi pernikahan dari kolega dosen yang akan menikahkan anak perempuannya. Karena hubungan saya dengan beliau cukup dekat dan akrab, maka saya memutuskan untuk menghadiri undangan pernikahan tersebut. Apalagi ternyata tidak semua dosen mendapat undangan. Ini artinya beliau memilih hanya mengundang orang-orang tertentu saja dan saya termasuk yang dipilih untuk diundang beliau. Maka untuk menghormati beliau karena kedekatan hubungan pertemanan saya dengan beliau, walau masih ragu-ragu kawatir kalau nanti bertemu banyak orang dan dalam waktu yang cukup lama. Akhrnya setelah berdiskusi dengan istri, kami  sepakat berencana jika nanti ketika di gedung tempat berlangsungnya acara resepsi pernikahan kalau bisa memilih duduk di luar gedung yang udaranya terbuka, atau jika terpaksa harus duduk di dalam gedung maka tidak perlu berlama-lama mengikuti acara sampai selesai, cukup datang seperlunya yaitu jika bisa bertemu dengan tuan rumah dan mengucapkan selamat kemudian pulang. Demikianlah rencana yang saya buat bersama istri demi menjaga diri dari potensi tertulari virus Covid-19.

Setelah sampai ke lokasi gedung tempat dilangsungkannya acara resepsi pernikahan dan memarkir mobil di tempat parkir yang disediakan, saya perhatikan tidak banyak mobil yang diparkir. Biasanya kalau mendatangi undangan resepsi pernikahan kolega dosen, sering kesulitan mencari tempat parkir mobil karena banyaknya tamu undangan. Tapi ini kok sangat berbeda, hanya sekitar sepuluhan mobil saja yang terparkir. Di jalan di dekat gedung juga tidak ada deretan mobil yang terparkir. ini berarti tamu yang diundang hanya sedikit, mungkin terkait aturan batas maksimal menghadirkan orang dalam penyelenggaraan acara di masa pandemi Covid-19.  

Ketika sampai ke meja penerimaan tamu undangan, hanya ada beberapa orang tamu undangan yang antri mengisi buku tamu. Tetapi ketika masuk ke dalam gedung resepsi pernikahan, ternyata sudah ada puluhan tamu undangan yang berdiri berurutan dengan jarak sekitar 1 meter menyusuri hamparan karpet merah yang menuju ke arah kursi pelaminan di mana kedua mempelai dan orang tuanya duduk. Semua tamu undangan hendak memberikan doa dan ucapan selamat kepada kedua mempelai. Ternyata ketika saya datang, acara sedang dimulai sehingga semua tamu undangan menunggu acara ceremoni- seperti pembacaan doa, atur pambagyoharjo, sungkeman kedua mempelai kepada kedua orang tuanya, dan lain-lain- sampai selesai. Setelah selesai menyampaikan ucapan selamat kepada mempelai dan orang tua mempelai, tamu dipersilakan menuju meja konsumsi yang ternyata telah tersedia konsumsi yang dibungkus di dalam tas cantik. Setelah menerima tas berisi bungkusan konsumsi, tamu yang berkenan menikmati sajian makanan di tempat dipersilakan menuju kursi-kursi yang disiapkan dan bagi tamu yang ingin langsung meninggalkan lokasi resepsi juga dipersilakan.

Demikian pengalaman menghadiri acara hajatan resepsi pernikahan di masa pandemi Covid-19 ini. Semua proses dilangsungkan dengan mematuhi aturan protokol kesehatan secara ketat untuk menghindari terjadinya kontak fisik antar tamu dan waktu juga dipersingkat. Jadi alurnya adalah tamu datang, mengisi buku tamu, masuk gedung untuk memberikan ucapan selamat kepada mempelai, mengambil bungkusan konsumsi, pulang. Simple dan tidak banyak memakan waktu serta hampir tidak ada kesempatan terjadinya kerumunan orang dalam jumlah banyak.

Saya menilai model penyelenggaraan resepsi pernikahan di era pandemi Covid-19 ini mungkin bisa diteruskan nanti setelah berakhirnya pandemi Covid-19 dan menjadi model baru penyelenggaraan resepsi pernikahan. Model baru ini selain simple juga tidak memerlukan banyak personil serta juga tidak menyita banyak waktu tamu undangan. Tamu undangan hanya memerlukan waktu kurang dari 30 menit untuk menghadiri acara resepsi pernikahan yang mana pada model sebelumnya tamu undangan harus menyediakan waktu sekitar dua jam mengikuti acara resepsi pernikahan sampai selesai. Mungkin inilah sisi positif dari pandemi Covid-19 terhadap acara-acara yang menghadirkan banyak orang, yaitu efisien waktu dan seperlunya saja. Di era sekarang ini dimana semua orang memiliki kesibukan yang padat, maka waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Maka memangkas waktu untuk acara-acara social dengan menggunakan prinsip seperlunya dan efisien waktu merupakan pilihan yang tepat tanpa mengesampingkan esensi acara. []

 

Gumpang Baru, 15 Februari 2021

 

Sumber Artikel : https://sahabatpenakita.id/hajatan-pernikahan-di-masa-pandemi-covid-19/

 

BIODATA

 

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana Master (M. Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahapeserta didik doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 36 judul buku (baik buku solo maupun antologi), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), serta Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Minggu, 07 Februari 2021

MEMBANGUN TRADISI MENULIS KREATIF DAN PRODUKTIF : Menimbang antara “Yang Penting Nulis” atau “Tulisan Harus Berkualitas”

 



Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Sahabat Pena Kita (disingkat SPK) adalah sebuah komunitas menulis berbasis grup WhatsApp yang berdiri sejak tanggal 24 Maret 2018. SPK bukanlah komunitas menulis yang biasa-biasa saja, melainkan komunitas menulis “bergengsi” yang serius bergerak dalam membangun tradisi literasi menulis. Anggota SPK meliputi lintas daerah (kabupaten, provinsi, pulau, negara) dengan beragam latar belakang profesi, mulai dari professor, dosen, guru, widyaiswara, KPU, hingga ibu rumah tangga. Keseriusan SPK sebagai komunitas menulis yang serius membangun tradisi literasi di Indonesia dibuktikan dengan  sejak 23 Juli 2019 SPK sudah berbadan hukum, dengan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: AHU-001097.AH.01.04.Tahun 2019, tentang pengesahan pendirian badan hukum Yayasan Sahabat Pena Kita.

Selain program rutin setiap bulan yaitu tulisan setoran wajib dan tulisan setoran sunah, ada satu program rutin SPK yang lain yaitu Kopdar (Kopi Darat) setiap 6 bulan sekali. Acara Kopdar selalu dibarengi dengan kegiatan seminar literasi dengan menghadirkan para penulis yang telah sukses sebagai narasumber untuk memvotivasi para penulis pemula. Acara Kopdar biasanya dilaksanakan secara luring dari kampus ke kampus. Tetapi sejak masa pandemi Covid-19 ini acara Kopdar dilaksanakan secara daring. Maka kata Kopdar kemudian bisa diartikan  dengan “Kopi Daring” karena anggota bertemu secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting.

Di masa pandemic Covid-19 ini SPK telah mengadakan acara Kopdar secara daring sebanyak dua kali, yaitu Kopdar 5 di bulan Juli 2020 dan Kopdar 6 di bulan Februari 2021. Pada acara Kopdar 6 SPK ini, acara seminar literasinya diselenggarakan bekerja sama dengan STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang. Untuk acara seminar literasi tahun ini menggambil tema “Proses Menulis Kreatif dan Produktif” dengan menghadirkan dua pembicara yang merupakan para penulis hebat, yaitu Ulil Abshar Abdalla,MA (Cendekiawan Muslim yang Produktif Menulis) dan Nurul Chomaria,S.Psi. (Penulis Produktif, Menulis 72 buku selama 2007-2021). Sebelum memasuki sesi narasumber menyampaikan paparan materinya, Ketua STAI Ma’had Aly Al-Hikam Malang yaitu Prof. Dr. H. Kasuwi Saiban, M.Ag. dan ketua SPK yaitu Dr. M. Arfan Mu’ammar, M.Pdi., terlebih dahulu memberikan sambutan pada acara webinar literasi tersebut.

Memasuki sesi webinar yaitu paparan materi dari narasumber, maka sesi pertama webinar diisi oleh Gus Ulil (panggilan untuk Ulil Abshar Abdalla, MA). Pada paparan materinya, Gus Ulil mengungkapkan kegembiraan dan sekaligus kegusaran hatinya terkait tradisi menulis saat ini. Secara umum, beliau mengakui bahwa sekarang ini minat menulis generasi sekarang sudah lumayan tinggi. Generasi sekarang dimudahkan dalam menulis dengan adanya media menulis yang banyak dan beraneka ragam. Sekarang media untuk menulis sangat terbuka lebar, seperti Blog, Facebook, WhatsApp, dll. Di samping itu juga ada kemudahan untuk menerbitkannya. Sekarang media-media untuk menulis mengalami ledakan yang luar biasa. Siapapun sekarang bisa menulis. Sekarang para penulis dimudahkan untuk menulis dan dibaca orang lain serta dikomentari. Tradisi mengkomentari dan memberikan kritik pada tulisan seseorang adalah budaya yang baik.

Di paparan berikutnya, gus Ulil juga mengemukakan kegundahan hatinya. Beliau mengemukakan sisi negatif dari kemudahan menulis di generasi sekarang. Menurut beliau, karena mudahnya generasi sekarang ini menulis di berbagai media, maka proses filterisasi tulisan cenderung tidak terjadi yang mengakibatkan kurang terjaminnya kualitas tulisan. Sekarang tulisan kualitas apapun dapat diposting di media sosial dan dibaca orang. Akhirnya masyarakat disuguhi tulisan-tulisan yang beraneka ragam dengan kualitas yang belum tentu terjamin. Bahkan tulisan-tulisan yang masih jauh dari kelayakan pun, baik dari sisi gramatikal maupun kualitas ide gagasannya, banyak beredar di media sosial. Hal ini menuntut masyarakat pengguna media sosial untuk bersikap kritis dan selektif terhadap setiap bacaan di media sosial. Di sinilah tingkat literasi masyarakat perlu ditingkatkan agar tidak mudah termakan berita-berita hoaks.

  Era kemudahan dalam menulis sekarang ini telah memunculkan fenomena orang-orang yang narsis, yaitu suka memamerkan diri dan karya tulisnya tetapi tidak mau dikritik. Banyak penulis di era sekarang ini yang siap menerima pujian tetapi tidak siap menerima kritikan. Padahal menurut gus Ulil, surganya penulis adalah ketika tulisannya dibaca dan dikomentari. Itulah kebahagiaan sejati seorang penulis. Ketika tulisannya menjadi bahan perbincangan di masyarakat, maka saat itulah kebahagiaan dan kepuasan tertinggi seorang penulis karena hal itu menunjukkan tulisannya mampu menggerakkan orang banyak untuk membaca dan mengkritisinya. Artinya tulisannya mampu mempengaruhi orang untuk memikirkan dan memperbincangkannya. Kemudahan media menulis khususnya media sosial telah melahirkan banyak penulis yang tidak memiliki daya juang yang tinggi. Kemudahan yang disediakan teknologi media social telah memberikan efek buruk lemahnya mental penulis yang tidak tahan dikritik.

Oleh karena itu, kata gus Ulil, untuk dapat menjadi seorang penulis yang  berkualitas, seorang penulis harus memiliki tokoh model atau penulis idola. Penulis idola akan mempengaruhi bagaimana seseorang itu menentukan gaya tulisannya. Penulis idola akan menjadi standar seorang penulis dalam menghasilkan karya-karyanya. Menurut gus Ulil, menulis adalah proses menjadi manusia. Melalui menulis seseorang sebenarnya sedang mencari dirinya sendiri. Menulis merupakan proses pencarian jati diri yang sesungguhnya. Tulisan merepresentasikan diri yang sesungguhnya. Kapan seseorang telah menemukan dirinya sendiri dalam tulisannya adalah dia sendiri yang mengetahuinya. Akhir dari penemuan jati diri seorang penulis adalah terrepresentasikan dalam gaya tulisannya. Gaya tulisan mencerminkan jati diri penulisnya. Maka gaya tulisan menjadi ciri karakteristik seorang penulis. Setiap tulisan yang ditulis menurut diri penulisnya akan memancarkan aura kekhasan dari penulisnya. Tulisan yang telah merepresentasikan jati diri penulisnya akan sulit ditiru oleh penulis lain karena jati diri setiap orang berbeda-beda. Dari sinilah dapat dipahami mengapa setiap penulis tidak perlu menyamai gaya tulisan orang lain karena hal itu seperti membohongi dirinya sendiri. Menulislah sebagaimana gaya tulisan sendiri.

Untuk menjadi seorang penulis yang berkualitas memang tidak mudah. Menulis itu mudah tetapi untuk mampu menghasilkan tulisan-tulisan yang berenergi dan menggerakkan pembacanya tidaklah mudah dan harus diperjuangkan secara terus-menerus. Ibaratnya perlu perjuangan sampai berdarah-darah untuk mewujudkan sebuah tulisan yang unik, berenergi, menggema dan menarik orang untuk memperbincangkannya. Untuk penulis pemula, semangat yang penting nulis memang tepat karena untuk membangun dan membangkitkan semangatnya untuk menulis. Tetapi proses kreatif menulis tidak hanya sampai disitu, melainkan harus dilanjutkan dengan mengejar kualitas. Setiap penulis yang telah melewati tahap membangun semangat menulis dan memiliki tradisi menulis yang baik harus meningkatkan kualitas dirinya dalam menghasilkan tulisan-tulisan yang mengguncang. Proses kreatif menulis hingga sampai level menghasilkan tulisan yang berenergi dan menggunjang tidak lah mudah, melainkan memerlukan usaha dan perjuangan yang terus-menerus dan tidak mudah menyerah.

Di akhir paparan materinya, gus Ulil mengapresiasi SPK dalam menyelenggarakan acara seminar literasi secara rutin dengan menghadirkan pembicara dari penulis-penulis yang telah memiliki relam jejak kepenulisan yang teruji. Untuk mendorong agar SPK semakin dikenal masyarakat luar baik nama maupun karya-karya tulis anggotanya, beliau menyarankan agar SPK rutin memberikan award atau penghargaan kepada penulis yang telah menempuh perjuangan menjadi penulis berkualitas. Penghargaan tersebut bisa di kalangan internal maupun eksternal. Selain itu, gus Ulil juga memberikan saran agar di internal anggota SPK mulai dibangun tradisi saling mengkritisi tulisan agar tardisi literasi semakin kental. Dengan terbangunnya tradisi memberikan kritik kepada penulis lain, maka seseorang akan mengetahui letak kekuatan dan kelemahannya dalam tulisan yang dihasilkan sehingga akan terbangun semangat untuk terus memperbaiki kualitas tulisannya. Tetapi harus disadari bahwa memberikan kritik itu sangat berbeda dengan menghina. Jadi disinilah pentingnya semua anggota SPK untuk belajar bagaimana memberikan kritikan yang positif dan tidak menjatuhkan. Perlu kearifan dan hati yang bersih ketika mau memberikan kritikan kepada tulisan anggota lain agar tidak berdampak negative. Semangat menjaga persaudaraan harus tetap diutamakan karena SPK adalah rumah singgah bersama.

Webinar sesi kedua diisi oleh ibu Nurul Chomaria, S.Psi. Paparan materi yang disampaikan oleh ibu Nurul Chomaria sedikit berbeda dengan paparan materi dari gus Ulil. Kalau gus Ulil fokus pada bagaimana memotivasi peserta webinar agar menjadi penulis yang berkualitas dengan mengedepankan intelektualitas-kecendekiawanan, maka bu Nurul Chomaria lebih fokus pada bagaimana peserta webinar mau menulis. Oleh karena itu, judul materi webinar dari bu Nurul Chomaria diberi judul “Pokoe Nulis!”.  

Di awal paparan materinya, bu Nurul Chomaria menyodorkan pertanyaan “Posisimu dimana? Sebuah pertanyaan menggelitik bagi peserta webinar yang sedang membangun mimpi-mimpinya menjadi penulis. Bu Nurul Chomaria mengajak peserta webinar untuk merenungkan dan mengukur diri dimana posisi dirinya saat ini. Dalam paparan awal tersebut, beliau menjelaskan empat kuadran posisi seseorang dalam menulis, yaitu mampu dan mau menulis, tidak mampu tetapi mau menulis, mampu tapi tidak mau menulis, dan tidak mampu juga tidak mau menulis. Posisi ideal adalah mampu dan mau menulis. Tetapi bagi yang tidak mampu tetapi mau menulis masih ada peluang untuk menjadi penulis karena ia akan terus belajar menulis. Walaupun awalnya tidak mampu menulis tetapi kalau terus berlatih dan belajar menulis maka pasti suatu saat menjadi mampu menulis. Dimana ada kemauan, maka di situ ada kemajuan.

Dalam webinar literasi tersebut, secara umum bu Nurul Chomaria menyampaikan enam materi pokok, yaitu 1). mengetahui dimana posisi kita, 2). tips menjadikan diri peka akan ide-ide tulisan, 3). bagaimana menggali ide, 4). apa yang bisa ditulis, 5). bagaimana menjadikan aktivitas menulis sebagai profesi yang harus serius dalam menjalaninya, dan 6). bagaimana menjaga semangat menulis.   Beliau memberikan quote yang menarik sekali yaitu “Jangan merasa baik-baik saja jika hanya jalan di tempat”.

Kesulitan pertama yang sering dihadapi para penulis pemula adalah kebingungan mau menulis apa. Untuk permasalahan ini, bu Nurul Chomaria membagikan tips sederhananya, yaitu tulislah yang : 1). lekat, dekat, akrab., 2). dikuasai, 3). disukai, 4). bermanfaat, dan 5). menjual.  Sedangkan untuk membangkitkan daya kreatifitas dalam menulis buku, beliau juga membagikan tipsnya yaitu judul buku tidak harus baru, tetapi bisa dari buku lama yang dimodifikasi sesuai kondisi, dengan catatan tidak merugikan pihak lain (penerbit). Jadi buku yang dimodifikasi haruslah buku yang tidak terikat kontrak penerbitan atau telah habis masa kontraknya. Selain itu, bisa juga membuat judul yang sedikit mirip judul buku lain tetapi tetap menonjolkan perbedaan dan keunggulan dari buku lain. Tips lain yang sangat penting dari beliau adalah jangan pernah menunda-nunda ide. Jika ada ide langsung segera eksekusi, jangan menunda-nunda karena nanti ide bisa hilang atau malah kedahuluan orang lain yang memiliki ide yang sama. Jadi, jika punya ide langsung tulis.

Demikianlah ulasan saya terhadap materi webinar literasi yang diselenggarakan oleh SPK pada tanggal 6 Februari 2021. Kedua narasumber menyajikan paparan materi yang berbeda fokus tetapi tetap dengan keunggulannya masing-masing. Gus Ulil menekankan proses menulis yang berkualitas dengan menuntut penulis harus berjuang menjadi penulis berkualitas yang memiliki gema dan dampak kepada masyarakat pembaca, sedangkan bu Nurul Chomaria menekankan bagaimana kita bisa kreatif menangkap ide-ide tulisan yang menjual sehingga menulis dapat menjadi sebuah profesi yang menjanjikan. Kedua idealisme kedua narasumber tersebut menurut saya pribadi sama-sama baik. Memang di antara keduanya ada plus dan minusnya. Tetapi jika kita bisa berlaku bijaksana dengan mengkombinasikan kedua idealisme tersebut, maka kita kelak akan bisa menjadi seorang penulis yang berkualitas, melegenda, dan karya-karya tulis kita memiliki nilai jual yang tinggi sehingga bisa kita jadikan sebagai profesi yang menjanjikan. Menjadi idealis bukan berarti harus mengesampingkan manfaat dan keuntungan. Begitu pula mengejar keuntungan juga tidak harus meninggalkan idealisme kualitas. Jadi pilihan yang terbaik adalah menulis menghasilkan karya-karya yang monumental dan bernilai jual tinggi. Bagaimana dengan pilihan anda? []

 

Gumpang Baru, 8 Februari 2021


Sumber Artikel https://sahabatpenakita.id/membangun-tradisi-menulis-kreatif-dan-produktif-menimbang-antara-yang-penting-nulis-atau-tulisan-harus-berkualitas/

--------------------------------------------------------------------------------------------------

BIODATA PENULIS

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan dasar dan menengah dijalani di madrasah, yaitu MI Al-Islam 1 Ngesrep, MTs Nurul Islam 2 Ngesrep, dan MAN 1 Surakarta. Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana tingkat Master (M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 36 judul buku (baik buku solo maupun buku antologi), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), Auditor internal Certified Internal Quality Audit SMM ISO 9001:2008, dan Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

 

Jumat, 05 Februari 2021

MENGHIDUPKAN KEMBALI PENDIDIKAN KELUARGA DI MASA PANDEMI COVID-19

 




Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro


 

Pendahuluan

Tahun 2020 merupakan tahun yang berbeda bagi semua orang di dunia ini. Di tahun 2020 banyak orang yang kaget mau melakukan apa karena rencana, resolusi, dan target yang dibuat di akhir tahun 2019 menjadi buyar dan hancur berkeping-keping karena munculnya pandemic Covid-19. Pandemic covid-19 telah mengubah kondisi dunia. Semua bidang kehidupan terkena dampaknya sehingga harus dilakukan penyesuaian. Tidak terkecuali bidang pendidikan yang harus melakukan inovasi dalam proses pendidikannya.

Bidang pendidikan yang subjek dan objek garapannya adalah manusia harus segera mengambil langkah strategis untuk menyelamatkan calon tunas-tunas bangsa dari kemungkinan terpapar virus Covid-19 yang belum ada obatnya. Maka kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI adalah memindahkan tempat pendidikan dari sekolah ke rumah. Proses pendidikan diubah dari tatap muka di kelas dialihkan ke moda daring (dalam jaringan) dengan menggunakan perangkat gadget (laptop atau handphone). Kebijakan tersebut bukan yang paling baik, tetapi terpaksa harus diambil oleh pemerintah karena tidak ada cara lain selain merumahkan para pelajar (siswa, mahasiswa) untuk mengurangi dan memutus rantai penyebaran virus Covid-19. Walaupun banyak yang belum siap menggunakan teknologi internet untuk proses pembelajaran, kebijakan tersebut tetap harus diambil pemerintah karena model pembelajaran daring adalah model yang paling minim terjadi kontak fisik antar siswa sehingga dapat menghindarkan siswa dari kemungkinan terpapar virus corona.

Pada umumnya, ketika berbicara tentang pendidikan di masa pandemic Covid-19 pasti dikaitkan dengan pembelajaran daring melalui internet. Banyak jurnal ilmiah tentang pendidikan di masa pandemic Covid-19 yang berisi hasil riset tentang penggunaan internet dalam pembelajaran. Seakan-akan pendidikan di masa pandemic Covid-19 hanya berkaitan dengan pembelajaran daring melalui internet. Fenomena ini terjadi karena kebanyakan orang ketika membicarakan pendidikan maka yang dimaksud adalah pendidikan di sekolah. Padahal tempat pendidikan tidak hanya di sekolah, ada tempat pendidikan lain yang sering dilupakan yaitu pendidikan di rumah (keluarga) dan lingkungan pergaulan.

Karena di masa pandemic Covid-19 ini penulis berstatus sebagai dosen tugas belajar sehingga dibebaskan dari tugas pengajaran, maka penulis tidak memiliki pengalaman mengajar di kelas selama masa pandemic Covid-19. Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis tidak akan berbicara tentang pemanfaatan internet dalam pembelajaran daring, tetapi penulis akan membahas tentang implementasi pendidikan karakter berbasis pendidikan keluarga di masa pandemic Covid-19. Penulis akan menguraikan beberapa alternatif program pendidikan yang dapat diselenggarakan di rumah untuk mendukung pembelajaran sekolah.

Pengertian Pendidikan

            Istilah “pendidikan” dalam bahasa Inggris dikenal dengan “education” yang berasal dari kata to educate, berarti mengasuh dan mendidik. Arti “education” dalam Dictionary of Education adalah kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mengembangkan kemampuan-kemampuan, sikap-sikap, dan bentuk tingkah laku yang bernilai positif dalam masyarakat tempat ia hidup (Karman, 2018: 73).

            John A. Laska, (1976:6) mendefinisikan pendidikan sebagai, “Upaya sengaja yang dilakukan pelajar atau (yang disertai-ed.) orang lainnya untuk mengontrol (atau memandu, mengarahkan, mempengaruhi dan mengelola) situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar yang diinginkan”. Dari perspektif tersebut, George R. Knight (2007) menambahkan bahwa pendidikan (education) tidak terbatas pada sekolah (schooling), dan tidak juga terbatas pada kurikulum atau metodologi tradisional yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. Pendidikan adalah suatu proses sepanjang hayat yang bisa mengambil tempat di lingkungan dan konteks yang tidak terbatas (Knight, 2007).

Pendidikan bukan sekadar transfer informasi tentang ilmu pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu proses pembentukan karakter. Ada tiga misi utama pendidikan, yaitu pewarisan pengetahuan (transfer of knowledge), pewarisan budaya (transfer of culture), dan pewarisan nilai (transfer of value). Sebab itu, pendidikan bisa dipahami sebagai suatu proses transformasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya (Syahidin, 2009:2).

K.H.R. Zaenuddin Fananie (1934) alam bukunya Pedoman Pendidikan Modern menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya melingkupi bidang pengajaran di sekolah-sekolah atau di rumah, tetapi juga meliputi segala yang dapat mempengaruhi kebaikan jiwa manusia sejak kecil hingga dewasa dan hingga menjadi orang tua. Itulah definisi pendidikan (Fananie, 2011:4). Definisi ini berdampak pada pemahaman bahwa pendidikan tidak hanya berkaitan dengan urusan duniawi tetapi juga berkaitan dengan perkembangan jiwa anak didik. Prof. Dr. Abd. Majid, MA (2014: xvii) dalam bukunya Pendidikan Berbasis Ketuhanan menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya berkenaan dengan masalah-masalah dunia saja, tetapi juga berkenaan dengan bagaimana kehidupan setelah di akhirat kelak.

Sedangkan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah “Usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pendendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (Presiden RI, 2003).  

Mengenal Tempat Pendidikan

Ki Hadjar Dewantara tahun 1935 mengemukakan pendapatnya mengenai Tripusat Pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan gerakan kepemudaan. Masing-masing pusat pendidikan tersebut mempunyai tujuannya yang khas, namun tetp berhubungan satu dengan yang lain (Tilaar, 2015).

Sementara itu, K.H. Zainuddin Fananie (1934) menyatakan bahwa tempat pendidikan terbagi menjadi tiga bagian penting, yaitu rumah, sekolah, dan di luar dari keduanya tersebut, yaitu lingkungan dalam pergaulan masyarakat umum (sosial) (Fananie, 2011: xxiv). Pendidikan rumah atau pendidikan keluarga menempati posisi pertama dibandingkan tempat pendidikan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa rumah atau keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling utama bagi anak.

Pendidikan rumah adalah asas bagi segala pendidikan sesudahnya. Asas pendidikan dalam rumah ialah ‘kasih sayang” dan “kecintaan”. Asas hidup dalam dunia pergaulan umum ialah “keadilan” dan “kebenaran”. Sedangkan asas pendidikan sekolah ialah kedua-duanya, yaitu “kasih sayang” dan “keadilan” atau “kecintaan” dan “kebenaran” sebagai jembatan untuk menghubungkan kedua ruangan tersebut. Di dalam rumah, orang tualah yang menjadi pendidik. Di sekolah, gurulah yang mempunyai tanggung jawab pendidikan. Dalam dunia pergaulan, masing-masing diri yang mengalamilah yang menjadi pendidik, yang mempunyai kewajiban mengatur diri dan bertanggung jawab atas segala sesuatunya. Itulah pendidik yang paling berkuasa dan yang paling penting (Fananie, 2011: xxiv).

Profil Proses Pendidikan Sekolah di Masa Pandemi Covid-19

Tugas utama dari pendidikan di sekolah memang untuk pengembangan dan penajaman intelek, namun bukan berarti bahwa pendidikan di sekolah haruslah bersifat intelektualistik. Meskipun pendidikan di sekolah terutama ditekankan untuk pengembangan intelek, namun di dalam proses pengembangan itu selalu terselubung di dalam budi pekerti. Apalagi di dalam dunia modern dewasa ini di mana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat, manusia cenderung melupakan nilai-nilai moral (Tilaar, 2015: 21).

Praktik pembelajaran secara daring selama pandemi Covid-19 ini meninggalkan beberapa persoalan. Dari mini survey yang dilakukan, Suhubdy (2020 : 142) menemukan bahwa sebanyak 62,2% peserta didik mengalami kesulitan dalam pembelajaran secara daring. Dari survei tersebut juga terjaring beberapa alasan ayang mendukung tentang opini “kesulitan” melakukan pengajaran daring, di antaranya:

1)  Sebanyak  36% responden menyatakan jaringan internet yang tidak  memadai;

2) Sebanyak 23,4% responden menyatakan tidak tersedianya secara khusus fasilitas yang memadai;

3)  Sebanyak 19,8% responden menyatakan kurangnya pengetahuan tentang perangkat lunak yang dapat digunakan;

4) Sebanyak 8,1% responden menyatakan lingkungan tempat bekerja (WFH) kurang kondusif; dan

5)   Sebanyak 6,3% responden menyatakan infrastruktur teknis pengajaran tidak memadai (kurang tersedianya gawai canggih seperti komputer, handphone, dll). 

Sementara itu, Puspaningtyas & Dewi (2020) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa mayoritas peserta didik mengalami kendala terkait sinyal selama pembelajaran daring. Banyak peserta didik juga belum dapat menguasai aplikasi pembelajaran daring dengan baik sehingga berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Selain itu, peserta didik menyatakan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan guru dan lebih menyukai berdiskusi secara tatap muka serta peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami materi apabila hanya bersumber dari buku.

Penelitian lain yang dilakukan oleh  Padli & Rusdi (2020) menyimpulkan bahwa perilaku peserta didik dalam pembelajaran daring cukup baik karena alasan proses pembelajaran yang lebih fleksibel dan tidak menyita banyak waktu. Namun peserta didik tetap lebih memilih belajar di sekolah daripada pembelajaran jarak jauh secara daring karena alasan terkendala fasilitas dan biaya serta kurangnya interaksi kelas.

Menghadapi perubahan model pembelajaran selama pandemi Covid-19 tersebut, para orang tua dituntut untuk siap mendukung program sekolah daring. Bentuk dukungan dan peran aktif orang tua dalam mendukung kesuksesan proses belajar-mengajar anak-anaknya di rumah adalah dengan mendampingi proses belajar anak. Salah satu kelemahan dari pembelajaran daring menggunakan internet adalah sulitnya menyelenggarakan pendidikan karakter. Di sinilah momentum orang tua untuk memaksimalkan pendidikan karakter di rumah karena anak hampir sepanjang waktu berada di rumah. 

Mengembalikan Fungsi Keluarga sebagai Tempat Pendidikan Pertama

Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk bersosialisasi. Keluarga adalah sekolah pertama bagi setiap anak. Peranan keluarga di dalam menjamin keberlanjutan suatu keturunan tidak dapat diganti oleh lembaga lainnya. Setiap keluarga demi untuk menjaga keberlanjutan keturunan, maka keluarga itu akan mendidik putra-putrinya sebaik-baiknya dalam berbagai segi kehidupan. Dari lingkungan keluarga inilah lahir peradaban kemanusiaan karena dari situlah akan lahir budi pekerti manusia yang akan membina suatu hidup bersama, yaitu kebudayaan. Dengan demikian, keluarga sebagai pusat pendidikan yang pertama dan utama tidak dapat digantikan oleh lembaga pendidikan yang mana pun. Oleh sebab itu, anak-anak yang kehilangan orang tuanya sejak muda ataupun anak-anak yatim piatu atau anak-anak dalam keluarga yang pecah-belah akan mengalami kesulitan di dalam perkembangan kepribadiannya (Tilaar, 2015: 19).

Kebijakan pemerintah mengalihkan proses pendidikan dari pembelajaran tatap muka (interaksi secara langsung) menjadi pembelajaran secara daring memang bukan pilihan yang terbaik, tapi itulah pilihan yang paling mungkin dan aman untuk dilakukan. Pendidikan model tatap muka yang masih menyisakan banyak persoalan terkait pendidikan karakter anak didik semakin terpuruk dengan dialihkannya ke model pembelajaran daring. Sekolah seakan semakin tak berdaya dalam menyelenggarakan pendidikan karakter kepada anak didik karena teknologi internet sangat terbatas untuk memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan karakter yang memerlukan ketauladanan dan praktik nyata. Di sinilah lembaga pendidikan sekolah memerlukan bantuan dan dukungan dari lembaga pendidikan lain yang sering terlupakan, yaitu lembaga pendidikan keluarga.

Rumah atau keluarga adalah lembaga pendidikan pertama yang diikuti anak sejak lahir tetapi kemudian banyak dilupakan setelah anak-anak masuk sekolah. Dengan adanya  musibah pandemic Covid-19 ini, pendidikan keluarga menemukan momentumnya kembali untuk eksis dan menunjukkan peranannya dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan karakter di negeri ini yang dinilai banyak orang belum maksimal hasilnya.

Alternatif Program Pendidikan di dalam Keluarga

Untuk memaksimalkan waktu kebersamaan di rumah, penulis menginisiasi beberapa program/kegiatan untuk mendidik anak-anak tentang karakter. Karena hampir setiap hari anak-anak berada di rumah, maka agar waktu kebersamaan bersama keluarga lebih bermakna, maka anak-anak perlu diberikan program kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi materi pelajaran dari sekolah yaitu pendidikan karakter. Beberapa program kegiatan yang penulis lakukan bersama-sama anak-anak di rumah adalah :

1. Program sholat berjamaah. Penulis sekeluarga selalu sholat berjamaah untuk menanamkan kesadaran dan kebiasaan kepada anak agar selalu sholat berjamaah. 

2.  Program membaca buku. Program membaca buku ini dilakukan di waktu sore hari bakda sholat Ashar. Waktunya sekitar pukul 16.30 sampai masuk waktu Maghrib. Penulis, istri dan anak semua membaca buku yang dipilih sendiri di ruang baca keluarga. Setiap minggu judul buku yang dibaca diganti. Di akhir pekan penulis meminta anak dan istri untuk menceritakan isi kandungan buku yang dibacanya. Metode ini penulis tempuh untuk melatih anak dan keluarga memiliki waktu khusus untuk membaca buku secara rutin setiap hari.

3.  Menemani anak main bersama. Kegiatan ini penulis lakukan dengan anak kedua yang masih balita. Aktivitas bermain bersama anak ini bermanfaat untuk menjalin kedekatan antara ayah dan anak sejak kecil. Juga sebagai sarana untuk menyalurkan kasih saya ayah ke putri kecilnya sehingga anak memiliki memori kedekatan, kebersamaan dan kasih sayang dari ayahnya.

4.   Kajian agama Islam bakda sholat maghrib. Program kajian agama ini penulis laksanakan secara rutin setiap hari bakda sholat Maghrib. Setelah sholat Maghrib berjamaah, semua anggota keluarga membaca Al-Qur’an. Setelah selesai membaca Al-Qur’an, penulis selaku kepala keluarga memberikan ceramah agama. Program kajian bakda Maghrib ini penulis selenggarakan untuk menambah pengetahuan tentang agama Islam pada istri dan anak. Di kegiatan kajian inilah sering juga kami pergunakan untuk mendiskusikan tentang berbagai hal, khususnya tentang kondisi keluarga dan juga monitoring proses belajar anak.

5.  Diskusi Keluarga. Program ini awalnya penulis lakukan saat selesai makan malam bersama. Sambil tetap di meja makan, penulis dan istri membahas berbagai hal tentang perkembangan anak dan permasalahan lain. Karena sesuatu hal, akhirnya program diskusi keluarga ini kami gabung dengan saat kajian bakda Maghrib.

6.  Makan bersama keluarga. Aktivitas makan bersama ini dilakukan untuk mendisiplinkan anak dan anggota keluarga makan secara teratur dan terjadwal sehingga diharapkan anak memiliki pola makan yang teratur sehingga kesehatan seluruh anggota keluarga tetap terjaga. Acara makan bersama ini terkadang kami lakukan di rumah makan sebagai variasi suasana dan sebaga sarana menjalin kedekatan dan kebersamaan anak dengan orang tua.

Program-program pendidikan keluarga di atas tidak penulis putuskan sendiri, tetapi penulis diskusikan dengan istri dan anak. Jadi program-program pendidikan keluarga tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama seluruh anggota keluarga. Karena merupakan kesepakatan bersama, maka semua anggota keluarga harus komitmen dan konsisten mendukung pelaksanaan program pendidikan keluarga tersebut.

Penutup

            Pendidikan karakter merupakan bagian terpenting dalam proses pendidikan. Implementasi pendidikan karakter memerlukan interaksi langsung antara guru dan siswa dan pemberian contoh ketauladanan. Di masa pandemic Covid-19 dimana proses pembelajaran dilakukan secara daring menggunakan internet, proses pendidikan karakter mengalami hambatan karena tidak memungkinnya interaksi secara langsung di kelas. Karena siswa selama berbulan-bulan belajar di rumah, maka proses pendidikan keluarga yang merupakan tempat pendidikan pertama dalam sistem pendidikan menemukan momentumnya. Dengan dilaksanakannya pendidikah karakter di rumah yang dilakukan langsung oleh orang tua, maka interaksi antara siswa (anak) dengan orang tuanya bisa lebih intens dan pemberian contoh ketauladanan dapat langsung diamati oleh siswa. []

 

Daftar Pustaka

Fananie, K. H. R. Z. (2011). Pedoman Pendidikan Modern. Surakarta: Tinta Medina.

Karman, K. (2018). Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Knight, G. R. (2007). Filsafat Pendidikan [Translated from Issues and Alternatives in Educational Philosophy by George R. Knight]. Yogyakarta: Gama Media.

Laska, J. A. (1976). Schooling and Education: Basic Concepts dan Problems. New York: Van Nostrand Company.

Majid, Abd. (2014). Pendidikan berbasis ketuhanan: Membangun manusia berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.

Padli, F., & Rusdi. (2020). Respon Siswa Dalam Pembelajaran Online Selama Pandemi. Social Landscape Journal, 1(3), 1–7.

Presiden RI. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah Republik Indonesia. Retrieved from https://pusdiklat.perpusnas.go.id/public/media/regulasi/2019/11/12/2019_11_12-03_49_06_9ab7e1fa524ba603bc2cdbeb7bff93c3.pdf

Puspaningtyas, N. D., & Dewi, P. S. (2020). Persepsi Peserta Didik terhadap Pembelajaran Berbasis Daring. Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif, 3(6), 703–712. doi: http://dx.doi.org/10.22460/infinity.v6i1.234

Suhubdy. (2020). Penyiapan dan Pengemasan Materi Perkuliahan Daring di Masa Pandemi Covid-19: Kendala, Tantangan, dan Solusi. In Potret Pendidikan Tinggi di Masa Covid-19 (1st ed., pp. 135–155). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Syahidin, H. (2009). Menelusuri metode pendidikan dalam al-Quran. Bandung: Alfabeta.

Tilaar, H. A. R. (2015). Pedagogik Teoritis untuk Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

 

 

 

_______________________________________________

BIODATA

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana Master (M. Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 46 judul buku (baik buku solo maupun buku antologi), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), dan Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

 

 

Postingan Populer