Oleh :
Agung Nugroho
Catur Saputro
Sejak
pandemi Covid-19 saya tidak pernah menghadiri acara-acara pertemuan yang
melibatkan orang banyak dan dalam waktu yang cukup lama. Hanya dua kali
mendapat undangan rapat komite sekolah di rumah makan dan di ruang sidang
sekolah, tetapi itu pun hanya melibatkan orang kurang dari 15 orang dan tetap
mematuhi protokol kesehatan yaitu memakai masker selama mengikuti acara rapat
dan posisi duduknya juga berjarak lebih dari satu meter. Semua aturan protokol
kesehatan tersebut dijalankan demi menjamin semua orang yang hadir dalam rapat
tetap terjaga kesehatannnya dan rapat berlangsung dengan lancar tanpa hambatan
apapun.
Pernah
satu kali bepergian ke luar kota untuk takziyah. Dua hari kemudian badan saya
tiba-tiba demam tinggi hingga dua minggu baru sembuh. Sejak kejadian tersebut,
maka saya mengurangi kegiatan di luar rumah. Saya sekeluarga keluar rumah hanya
jika ada keperluan belanja kebutuhan sehari-hari ke supermarket dan itupun
tetap menjaga aturan protokol kesehatan dengan ketat. Sempat pasca saya pulih
dari demam, saya dapat undangan kembali untuk rapat anggota komite sekolah di
ruang sidang sekolah. Saya sempat ragu-ragu mau menghadiri acara rapat komite
tersebut atau tidak. Saya cukup trauma dengan sakit demam yang pernah saya
derita. Ketika demam tersebut, saya merasakan badan benar-benar tidak nyaman dan
tubuh terasa sangat lemah. Waktu sakit itu saya menyadari sekali bahwa manusia
itu makhluk yang sangat lemah, tidak ada yang dapat disombongkan karena hanya
untuk sekadar berdiri saja tidak mampu karena kepala terasa sangat sakit. Oleh
karena itu, saya akhirnya memutuskan untuk tidak menghadiri undangan rapat
komite sekolah tersebut dengan pertimbangan untuk mengantisipasi berulangnya
kejadian sakit demam tersebut dan juga berbarengan dengan urusan rumah yang
sedang repot.
Setelah
hampir satu tahun lamanya tidak pernah mendapatkan undangan resepsi pernikahan
dari kolega dosen maupun tetangga, tiba-tiba beberapa hari yang lalu saya
menerima undangan resepsi pernikahan dari kolega dosen yang akan menikahkan
anak perempuannya. Karena hubungan saya dengan beliau cukup dekat dan akrab,
maka saya memutuskan untuk menghadiri undangan pernikahan tersebut. Apalagi
ternyata tidak semua dosen mendapat undangan. Ini artinya beliau memilih hanya
mengundang orang-orang tertentu saja dan saya termasuk yang dipilih untuk
diundang beliau. Maka untuk menghormati beliau karena kedekatan hubungan
pertemanan saya dengan beliau, walau masih ragu-ragu kawatir kalau nanti
bertemu banyak orang dan dalam waktu yang cukup lama. Akhrnya setelah
berdiskusi dengan istri, kami sepakat
berencana jika nanti ketika di gedung tempat berlangsungnya acara resepsi
pernikahan kalau bisa memilih duduk di luar gedung yang udaranya terbuka, atau
jika terpaksa harus duduk di dalam gedung maka tidak perlu berlama-lama
mengikuti acara sampai selesai, cukup datang seperlunya yaitu jika bisa bertemu
dengan tuan rumah dan mengucapkan selamat kemudian pulang. Demikianlah rencana
yang saya buat bersama istri demi menjaga diri dari potensi tertulari virus
Covid-19.
Setelah
sampai ke lokasi gedung tempat dilangsungkannya acara resepsi pernikahan dan
memarkir mobil di tempat parkir yang disediakan, saya perhatikan tidak banyak
mobil yang diparkir. Biasanya kalau mendatangi undangan resepsi pernikahan
kolega dosen, sering kesulitan mencari tempat parkir mobil karena banyaknya
tamu undangan. Tapi ini kok sangat berbeda, hanya sekitar sepuluhan mobil saja yang
terparkir. Di jalan di dekat gedung juga tidak ada deretan mobil yang terparkir.
ini berarti tamu yang diundang hanya sedikit, mungkin terkait aturan batas
maksimal menghadirkan orang dalam penyelenggaraan acara di masa pandemi
Covid-19.
Ketika
sampai ke meja penerimaan tamu undangan, hanya ada beberapa orang tamu undangan
yang antri mengisi buku tamu. Tetapi ketika masuk ke dalam gedung resepsi
pernikahan, ternyata sudah ada puluhan tamu undangan yang berdiri berurutan
dengan jarak sekitar 1 meter menyusuri hamparan karpet merah yang menuju ke arah
kursi pelaminan di mana kedua mempelai dan orang tuanya duduk. Semua tamu
undangan hendak memberikan doa dan ucapan selamat kepada kedua mempelai. Ternyata
ketika saya datang, acara sedang dimulai sehingga semua tamu undangan menunggu
acara ceremoni- seperti pembacaan doa, atur pambagyoharjo, sungkeman kedua
mempelai kepada kedua orang tuanya, dan lain-lain- sampai selesai. Setelah
selesai menyampaikan ucapan selamat kepada mempelai dan orang tua mempelai,
tamu dipersilakan menuju meja konsumsi yang ternyata telah tersedia konsumsi yang
dibungkus di dalam tas cantik. Setelah menerima tas berisi bungkusan konsumsi,
tamu yang berkenan menikmati sajian makanan di tempat dipersilakan menuju
kursi-kursi yang disiapkan dan bagi tamu yang ingin langsung meninggalkan
lokasi resepsi juga dipersilakan.
Demikian
pengalaman menghadiri acara hajatan resepsi pernikahan di masa pandemi Covid-19
ini. Semua proses dilangsungkan dengan mematuhi aturan protokol kesehatan
secara ketat untuk menghindari terjadinya kontak fisik antar tamu dan waktu
juga dipersingkat. Jadi alurnya adalah tamu datang, mengisi buku tamu, masuk
gedung untuk memberikan ucapan selamat kepada mempelai, mengambil bungkusan
konsumsi, pulang. Simple dan tidak banyak memakan waktu serta hampir tidak ada
kesempatan terjadinya kerumunan orang dalam jumlah banyak.
Saya
menilai model penyelenggaraan resepsi pernikahan di era pandemi Covid-19 ini
mungkin bisa diteruskan nanti setelah berakhirnya pandemi Covid-19 dan menjadi
model baru penyelenggaraan resepsi pernikahan. Model baru ini selain simple
juga tidak memerlukan banyak personil serta juga tidak menyita banyak waktu
tamu undangan. Tamu undangan hanya memerlukan waktu kurang dari 30 menit untuk
menghadiri acara resepsi pernikahan yang mana pada model sebelumnya tamu
undangan harus menyediakan waktu sekitar dua jam mengikuti acara resepsi
pernikahan sampai selesai. Mungkin inilah sisi positif dari pandemi Covid-19
terhadap acara-acara yang menghadirkan banyak orang, yaitu efisien waktu dan
seperlunya saja. Di era sekarang ini dimana semua orang memiliki kesibukan yang
padat, maka waktu adalah sesuatu yang sangat berharga. Maka memangkas waktu
untuk acara-acara social dengan menggunakan prinsip seperlunya dan efisien
waktu merupakan pilihan yang tepat tanpa mengesampingkan esensi acara. []
Gumpang Baru, 15
Februari 2021
Sumber Artikel :
https://sahabatpenakita.id/hajatan-pernikahan-di-masa-pandemi-covid-19/
BIODATA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar