Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label Sains & Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sains & Agama. Tampilkan semua postingan

Senin, 10 November 2025

MENGUATKAN KEMBALI SIMPUL-SIMPUL PERSATUAN BANGSA INDONESIA

Catatan Inspirasi (113)



MENGUATKAN KEMBALI SIMPUL-SIMPUL PERSATUAN BANGSA INDONESIA: Renungan Terhadap Hikmah Q.S. Al-Hujurat [49]: 13

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.





Indonesia adalah negara yang besar dengan ribuan pulau dan beraneka ragam suku bangsa. Indonesia didirikan di atas keanekaragaman suku, bahasa, budaya dan agama. Ada enam agama yang secara resmi diakui negara yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Walaupun begitu, di samping keenam agama tersebut, juga masih ada agama dan kepercayaan lain yang dianut rakyat Indonesia sejak dulu yang merupakan agama atau kepercayaan asli penduduk Indonesia (Nusantara). Keenam agama resmi tersebut semuanya bukan merupakan agama asli penduduk Indonesia, melainkan agama yang datang dari negara lain dan masuk ke Indonesia. Saat ini, agama dengan jumlah penganut mayoritas di Indonesia adalah agama Islam. Berdasarkan data Globalreligiusfuture, penduduk Indonesia yang beragama Islam pada 2010 mencapai 209,12 juta jiwa atau sekitar 87% dari total populasi.

Melihat banyaknya suku bangsa dan budaya daerah yang membentuk bangsa Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia adalah negara yang unik dan istimewa. Mungkin di dunia ini tidak banyak negara yang menyerupai karakteristik seperti bangsa Indonesia. Oleh karena itu, terkadang peristiwa-peristiwa yang terjadi di negara lain ketika terjadi di Indonesia ternyata menghasilkan dampak yang berbeda. Dampak yang diprediksi juga akan terjadi di Indonesia sebagaimana terjadi di negara-negara lain ternyata sering meleset. Sepertinya misalnya pilpres 2014 diprediksi oleh beberapa pengamat politik akan menyebabkan Negara chaos, tetapi ternyata pilpres tetap berlangsung aman dan proses pergantian pimpinan juga berjalan lancar walau sampai terjadi dugaan kecurangan oleh salah satu paslon dan proses penetapan hasil pilpres sampai di sidang Makamah Konstitusi.

Keanekaragaman suku, bahasa, budaya dan agama sebenarnya merupakan aset bangsa Indonesia yang sangat berharga. Tidak semua bangsa memiliki aset berharga seperti bangsa Indonesia. Keanekaragaman tersebut jika dikelola dengan baik akan mampu menjadi modal penting untuk pembangunan. Keanekaragaman tersebut jika dikelola dengan baik akan dapat menjadi alat pemersatu bangsa. Keanekaragaman tersebut jika dimanfaatkan dengan baik akan dapat menjadi alat untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Pertanyaannya adalah bagaimana bangsa Indonesia (baca : rakyat Indonesia) memandang makna keanekaragaman dan keberagaman tersebut? Apakah keanekaragaman dan keberagaman bangsa dipandang sebagai karunia Allah yang istimewa dan penuh manfaat atau malah dipandang sebagai sesuatu yang merugikan bangsa dan negara?

Marilah kita lihat bagaimana pandangan Allah Swt mengenai keanekaragaman dan keberagaman manusia sebagaimana termaktum dalam Al-Qur’an. Dalam Q.S. al-Hujurat [49]: 13 Allah Swt berfirman:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. al-Hujurat [49]: 13).
Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah Jilid 12, penggalan pertama ayat di atas “sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan” adalah pengantar untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dan yang lain. Tidak ada juga perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalam terakhir ayat ini yakni “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa”. Oleh karena itu, beliau menyarankan agar kita semua berusaha untuk meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang termulia di sisi Allah Swt.

Masih dalam kitab yang sama, Prof. Dr. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa kata ta’aarafuu terambil dari kata ‘arafa yang berarti mengenal. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal balik. Dengan demikian, ia berarti “saling mengenal”. Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena itu, ayat di atas menekankan perlunya ‘saling mengenal”. Perkenalan itu dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. yang dampaknya tercermin pada kedamaian dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi. “Saling mengenal” yang digarisbawahi oleh ayat di atas adalah “pancing”nya bukan “ikan”nya. Yang ditekankan adalah caranya bukan manfaatnya.

Berdasarkan penjelasan pakar tafsir terhadap ayat di atas, tampak jelas bahwa tujuan Allah Swt menciptakan umat manusia beranekaragam suku dan bangsa adalah agar saling mengenal sehingga dapat saling memberi manfaat satu dengan yang lain. Keberagaman suku, budaya, bahasa dan agama (atau keyakinan) hendaknya tidak menjadikan penyebab terjadinya perpecahan dan permusuhan. Justru Allah Swt yang mengengaja menciptakan umat manusia dalam wujud yang berbeda-beda suku, warna kulit, bahasa dan ras/bangsa. Dengan diciptakan berbeda-beda dan beragam, diharapkan manusia mau saling kenal-mengenal satu dengan yang lain dan saling memberi manfaat melalui interaksi yang mutualisme.

Merujuk penafsiran Prof. Dr. M. Quraish Shihab di atas, Allah Swt lebih menekankan tentang bagaimana cara saling mengenal dan memberi manfaat, bukan manfaat dari saling mengenal. Artinya melalui ayat di atas, Allah Swt menghendaki umat manusia yang ditakdirkan beranekaragam agar berupaya untuk saling mengenal. Untuk dapat saling mengenal antara umat manusia yang berbeda-beda, diperlukan saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain. Hanya pola interaksi yang saling menghormati dan menghargai saja yang akan dapat menghasilkan saling mengenal. Sedangkan pola interaksi yang diwarnai rasa saling curiga dan permusuhan hanya akan menghasilkan perpecahan dan peperangan, dan pola interaksi seperti ini jelas bertentangan dengan yang dikehendaki Allah Swt.

Firman Allah Swt di atas jika dipikirkan dan direnungkan, maka akan terlihat dengan jelas bahwa agama Islam sangat memperhatikan pola interaksi yang mutualisme dan persatuan antar manusia. Islam merupakan agama yang mencintai persatuan dan perdamaian. Allah Swt melalui firman-Nya tersebut di atas mengajarkan umat Islam dan umat manusia umumnya untuk saling mengenal satu sama yang lain walau berbeda suku, berbeda bahasa, berbeda tradisi, berbeda bangsa, berbeda warna kulit, berbeda ras, berbeda keyakinan maupun berbeda agama. Perbedaan yang terjadi pada umat manusia ternyata memang sudah ditakdirkan oleh Allah Swt, Tuhan yang Mahamenciptakan. Tugas umat manusia selaku makhluk-Nya hanyalah menjalani hidup sesuai yang dikehendaki oleh-Nya dan saling berinteraksi dengan penuh kerukunan dan kedamaian.

Dalam konteks ke-Indonesia-an, perenungan terhadap ayat di atas sangatlah relevan. Indonesia yang beranekaragam suku bangsa, bahasa, budaya dan agama dapat dijadikan sebagai model bagaimana tujuan ayat tersebut di atas diimplementasikan. Umat Islam dan rakyat Indonesia pada umumnya mendapatkan kesempatan berharga untuk mempraktikkan tujuan ayat tersebut di atas diturunkan, yakni mencari pola interaksi yang menghasilkan persatuan (hasil dari saling kenal-mengenal) dan perdamaian. Pola interaksi yang ditekankan oleh Allah Swt melalui firman-Nya di atas ternyata telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia melalui penetapan dasar negara yaitu Pancasila yang terdiri atas lima sila, dimana setiap sila-silanya telah mengakomodasi pola interaksi antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dan pola interaksi antar manusia dalam menghargai nilai-nilai kemanusiaan, meletakkan pondasi persatuan, bentuk permufakatan dan bagaimana mewujudkan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, PANCASILA merupakan salah satu contoh model interaksi yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan manusia diciptakan Allah Swt dalam wujud yang beranekaragam suku, budaya, warna kulit, bahasa dan agama.

Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa cara untuk mewujudkan tujuan penciptaan umat manusia yang beranekaragam sebagaimana tercantum dalam firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Hujurat [49]: 13 adalah dengan menjalankan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Indonesia adalah negara yang memiliki karakteristik sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Hujurat [49]: 13. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam khususnya dan sebagai rakyat Indonesia pada umumnya seharusnya bangga karena kita ditakdirkan Allah Swt lahir dan hidup di negara yang mirip dengan gambaran masyarakat yang diberikan Allah Swt melalui firman-Nya. Maka sudah sepantasnyalah tugas kita bersama untuk menjaga amanat Allah Swt tersebut dengan berusaha mengimplementasikan pola interaksi dan kehidupan yang penuh kerukunan, perdamaian dan saling menghargai satu dengan yang lain. Persatuan dan kerukunan serta perdamaian bangsa Indonesia tidak akan tercapai jika tidak dilandasi semangat saling menghormati, menghargai dan sikap toleransi antar rakyat Indonesia. Perbedaan yang menjadi karakteristik bangsa Indonesia seyogyanya menjadikan dasar untuk menciptakan negara yang baldatun wa rabbun ghafur. Marilah kita rajut benang-benang persatuan dan kita eratkan simpul-simpul persatuan bangsa Indonesia melalui sikap saling menghormati, menghargai perbedaan dan sikap toleransi antar umat beragama dan suku bangsa. Semoga Allah Swt selalu melindungi bangsa Indonesia dari upaya-upaya segelintir orang maupun kelompok sparatis yang ingin merusak persatuan dan kedamaian bangsa Indonesia. Amin. []


Referensi :
M. Quraish Shihab. (2002). Tafsir Al-Mishbah Jilid 12. Ciputat : Penerbit Lentera Hati.

Selasa, 28 Oktober 2025

BERBUAT SALAH DAN MEMINTA MAAF

Catatan Kehidupan (79)


BERBUAT SALAH DAN MEMINTA MAAF

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.



Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan kepada orang lain. Baik kesalahan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Kesalahan yang dilakukan kepada orang lain pasti akan menimbulkan sakit hati. Dan setiap sakit hati yang dirasakan seseorang akibat perbuatan orang lain akan terhitung dosa bagi pelakunya.

Dosa merupakan simbol representasi dari kedurhakaan dan/atau kejahatan. Kebalikannya adalah pahala sebagai simbol representasi dari perbuatan baik dan/ atau ketaatan. Orang yang melakukan perbuatan jahat kepada orang lain akan dinilai telah melakukan dosa. Sebaliknya orang yang melakukan perbuatan baik kepada orang lain akan dinilai mendapatkan pahala.

Pahala dan dosa adalah simbol representasi perbuatan yang berdimensi kualitatif. Pahala dan dosa tidak memiliki ukuran kuantitatif. Oleh karena itu, seseorang tidak bisa menghitung berapa jumlah pahala yang telah dimilikinya ataupun jumlah dosa yang dilakukannya. Karena merupakan sebuah simbol dari representasi perbuatan, maka pahala dan dosa bukan menjadi tujuan dari sebuah perbuatan.

Allah SWT memberikan pahala bagi seseorang yang taat beribadah dan melakukan amal kebaikan bukan untuk tujuan agar orang tersebut menumpuk-numpuk pahala. Tetapi Allah SWT memotivasi agar orang tersebut melakukan banyak ketaatan dalam ibadah dan melakukan amal kebaikan.

Sebaliknya, Allah SWT memberikan atau mencatatkan dosa atas seseorang yang telah melakukan tindakan kejahatan dan kedurhakaan bukan agar orang tersebut masuk neraka (mendapatkan siksaan di akhirat), tetapi agar orang tersebut terhindar atau mencegah diri dari melakukan kedurhakaan maupun perbuatan jahat.

Dosa adalah instrumen yang dipergunakan Allah SWT untuk mencegah seseorang melakukan kedurhakaan dan kejahatan. Adapun pahala adalah instrumen Allah SWT untuk mendorong seseorang melakukan ketaatan dan kebaikan. Baik dosa maupun pahala bertujuan untuk kebaikan manusia, yaitu menjadi hamba yang diridhai Allah SWT. Jadi dosa dan pahala seharusnya bukan menjadi tujuan atau alasan seseorang tidak melakukan perbuatan jahat ataupun melakukan perbuatan baik.

Seharusnya seseorang tidak melakukan perbuatan jahat bukan karena takut dosa, tetapi karena perbuatan jahat itu tidak disukai Allah SWT. Demikian pula seseorang melakukan perbuatan baik seharusnya bukan karena mengharapkan pahala melainkan karena perbuatan baik itu disukai Allah SWT. Akhirnya tindakan menjauhi perbuatan jahat dan melakukan perbuatan baik semata-mata karena mengharapkan ridha Allah SWT. Melakukan kebaikan karena dalam rangka mendekatkan diri ke Allah SWT.

Lantas, bagaimana cara meraih ridha Allah SWT ketika manusia karena ketidaktahuannya ataupun karena kekhilafannya terlanjur melakukan perbuatan jahat? Ternyata Allah SWT telah menyediakan sarana untuk masalah tersebut yaitu melalui taubat nasuha (taubat yang sesungguhnya, taubat yang serius). Melalui taubat nasuha inilah Allah SWT memaafkan dan mengampuni perbuatan jahat (perbuatan dosa) yang dilakukan orang.

Tetapi penting dipahami bahwa seseorang yang telah melakukan kejahatan dan kemudian mendapatkan maaf bukan berarti ia akan kembali ke kondisi semula seperti tidak pernah melakukan kejahatan. Seseorang yang pernah melakukan perbuatan dosa kemudian melalui taubat nasuha mendapat ampunan Allah SWT tidak berarti akan sama dengan seseorang yang tidak pernah melakukan perbuatan dosa.

Pemahaman seperti di atas penting dimiliki agar supaya orang yang pernah melakukan perbuatan jahat tidak merasa telah kembali suci dari dosa sehingga bisa tergoda kembali tergelincir ke jurang perbuatan dosa. Jika memahami bahwa dirinya telah memiliki noda dosa, maka ia akan berusaha terus untuk selalu di jalan kebaikan yang diridhai Allah SWT.

Jadi, menurut pendapat anda, manakah yang lebih baik dalam pandangan Allah SWT antara orang yang tidak melakukan perbuatan dosa dibandingkan dengan orang yang pernah melakukan perbuatan dosa tetapi kemudian bertaubat? Lebih baik mana antara mencegah diri dari melakukan perbuatan dosa atau membiarkan diri jatuh ke jurang perbuatan dosa kemudian bertaubat? Lebih utama mana antara memperbanyak melakukan perbuatan baik atau memperbanyak taubat? []

Senin, 29 September 2025

MEMANDANG ILMU KIMIA DARI KACAMATA RELIGIUS


MEMANDANG ILMU KIMIA DARI KACAMATA RELIGIUS

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.




Ilmu kimia merupakan salah satu bidang ilmu sains yang khusus mempelajari materi. Kajian dalam ilmu kimia mengkhususkan tentang susunan atom-atom penyusun materi, komposisi atom-atom pembentuk materi, sifat materi dampak dari struktur komponen atom-atom penyusunnya, perubahan materi atau reaksi kimia, dan perubahan energi yang menyertai reaksi kimia yang terjadi materi. Secara umum, kimia dapat juga sebut ilmu tentang materi.

Ilmu kimia berkembang dengan ditopang oleh hasil kajian teoritis dan pengalaman praktis di laboratorium. Konsep-konsep dalam ilmu kimia merupakan hasil kesimpulan para ahli kimia terhadap gejala, fenomena, dan peristiwa yang diamati saat proses eksperimen kimia di laboratorium. Sifat dan perubahan materi yang teramati ketika proses eksperimen di laboratorium disimpulkan memiliki keterkaitan dengan perlakuan yang diberikan pada materi. Gejala dan fenomena yang teramati oleh para ahli kimia ada keterkaitannya dengan hokum sebab akbat. Perlakuan yang diberikan saintis pada suatu materi akan menyebabkan munculmya perubahan pada materi. Perubahan materi yang terjadi pada materi juga akan diiringi dengan terjadinya perubahan kandungan energi dalam materi.

Kimia diasosiasikan dengan reaksi kimia. Reaksi kimia dikaitkan dengan peristiwa tumbukan antar atom-atom yang berikatan membentuk senyawa kimia baru. Hanya tumbukan yang memiliki jumlah energi tertentu saja yang akan menghasilkan reaksi kimia. Jumlah energi tumbukan minimal yang memungkinkan terjadinya reaksi kimia dinamakan energi aktivasi (Ea). Setiap reaksi memiliki tingkat energi aktivasi yang berbeda-beda. Energi aktivasi ini dapat diubah dengan cara mengubah mekanisme reaksi melalui penggunaan suatu katalis. Penggunaan zat katalis efektif untuk memangkat tingkat energi aktivasi menjadi beberapa tingkat energi aktivasi yang lebih kecil. Hasilnya adalah laju reaksi meningkat lebih cepat sehingga sangat menguntungkan dalam industri kimia.

Dalam pandangan aliran filsafat rasionalisme, terjadinya reaksi kimia tidak mungkin hanya dipengarungi oleh faktor materi saja yaitu atom-atom dan kecukupan energi aktivasi, melainkan pasti karena ada peran dari sang pemilik kebenaran mutlak yaitu Tuhan. Atom-atom saling bertumbukan dan mengadakan reaksi kimia karena digerakkan oleh Tuhan pencipta alam semesta. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa atom adalah benda mati yang tidak mungkin memiliki kehendak layaknya seperti makhluk hidup untuk mengadakan ikatan kimia dengan atom lain. Pemikiran yang logis adalah pasti ada sesuatu energi di alam yang mampu menggerakan atom-atom yang mati tersebut untuk mengadakan ikatan kimia. Dan energi yang mahakuat tersebut adalah yang paling mungkin milik sang pencipta alam, yaitu Tuhan yang Mahapencipta.

Atom-atom bergerak mendekati satu sama lain dan kemudian saling berikatan dengan jenis ikatan kimia tertentu karena adanya sifat-sifat tertentu pada masing-masing atom. Ada atom yang memiliki sifat sangat elektropositif dan ada atom yang sangat elektronegatif. Selain itu juga ada atom-atom yang tingkat elektropositif maupun elektronegatifnya relatif sedang. Perbedaan tingkat elektropositif dan elektronegatif pada atom-atom itulah yang mendorong atom-atom mampu saling berinteraksi dan mengadakan ikatan kimia. Tetapi pertanyaan yang kemudian muncul adalah darimana datangnya sifat elektropositif dan elektronegatif dari atom-atom tersebut? Siapakah yang memberikan sifat-sifat tersebut pada atom? Mungkinkah atom-atom mampu memproduksi sendiri sifat-sifatnya? Mengapa atom-atom bisa memiliki sifat elektropositif dan elektronegatif yang berbeda-beda? Apa tujuan atom-atom memiliki sifat-sifat yang berbeda tersebut? Apakah mungkin atom-atom merencanakan tujuannya dengan memunculkan sifat-sifat tertentu di dirinya? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak mungkin dapat dijawab dengan menggunakan pendekatan berpikir aliran filsafat empirisme karena aliran filsafat empirisme tidak mengakui wujud nonmaterial. Aliran filsafat empirisme hanya mengakui wujud material semata. Di luar wujud material, aliran filsafat empirisme tidak mengakui sebagai kebenaran hakiki. Aliran filsafat empirisme hanya mengakui kebenaran yang mampu dijangkau dengan indrawi. Sebaliknya, jika menggunakan pendekatan aliran filsafat rasionalisme, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab dan dijelaskan dengan mudah. Hal itu dikarenakan aliran filsafat rasionalisme mengakui kebenaran yang berasal dari logika berpikir dan keberadaan wujud nonmaterial. Jawaban dari semua pertanyaan di atas adalah karena faktor keberadaan wujud nonmaterial yang mengatur seluruh alam semesta ini yaitu Tuhan Yang Mahapencipta.

Dengan menggunakan pendekatan filsafat rasionalisme, kita menolak argumentasi bahwa atom-atom bergerak saling berikatan membentuk berbagai senyawa baru karena keinginan sendiri dari atom-atom tersebut. Logika kita pasti menolak argumentasi bahwa atom-atom dapat menciptakan sifat-sifatnya sendiri (sifat elektropositif, sifat elektronegatif, sifat logam, sifat nonlogam, dll) sehingga akhirnya mampu saling berikatan membentuk senyawa baru. Logika kita lebih mudah menerima argumentasi bahwa atom-atom ada yang memberikan sifat-sifat dan menggerakan mereka untuk saling berikatan untuk membentuk senyawa baru. Dalam lingkup makroskopis, logika kita lebih mudah menerima argumentasi bahwa seluruh materi di alam semesta ini dan segala proses yang terjadi di alam semesta ini ada yang mengaturnya melalui penciptaan hukum-hukum alam. Kekuatan mahakuasa yang mampu mengatur seluruh proses yang terjadi di alam semesta ini tidak lain adalah Sang Mahapencipta yaitu Tuhan Yang Mahakuasa.

Tuhan menciptakan alam semesta ini pasti memiliki tujuan yang pasti, yaitu untuk menjadi bahan pembelajaran bagi umat manusia. Tuhan mengajari umat manusia melalui penetapan hokum-hukum alam yang mengatur bagaimana alam semesta ini berproses. Dengan mengamati, merenungkan, menghayati, dan menemukan ibrah atau hikmah kebaikan di balik setiap proses alam semesta, manusia akan mampu menangkap ilmu-ilmu yang diajarkan oleh Tuhan. Jadi alam semesta ini, termasuk materi yang menjadi focus kajian ilmu kimia, adalah media perantara ciptaan Tuhan untuk mengajari umat manusia mengenal ilmu-ilmu-Nya. Ilmu sains pada hakikatnya adalah ilmu Tuhan yang dititipkan di setiap materi di alam semesta ini untuk menjadi bahan pembelajaran umat manusia yang mau mengungkapnya. Oleh karena itu, para ilmuwan sains adalah manusia-manusia istimewa yang terpilih untuk menemukan dan mengungkap rahasia ilmu-ilmu Tuhan yang tersimpan di alam semesta.

Dengan menggunakan pendekatan pola pikir seperti tersebut, maka dapat dipahami bahwa ilmu kimia pada hakikatnya adalah ilmu yang bersumber dari Tuhan yang tersimpan di dalam materi di alam semesta ini. Untuk dapat menemukan ilmu-ilmu-Nya lainnya yang terkandung di dalam setiap materi, maka manusia perlu mempelajari ilmu kimia. Ilmu kimia adalah jembatan untuk menemukan ilmu-ilmu Tuhan. Ilmu kimia hakikatnya adalah ilmu untuk mengenal Tuhan melalui pendekatan pengamatan empiris terhadap materi di tingkat mikroskopik atau atomik. Setiap gejala dan fenomena yang teramati di balik materi merupakan pesan-pesan tersirat dari Tuhan. Dengan dukungan pendekatan berpikir filsafat empirisme dan rasionalisme sekaligus, maka kita akan mampu mengungkap ilmu-ilmu Tuhan baik yang tersurat maupun yang tersirat. Dengan mampu mengungkap ilmu-ilmu Tuhan yang tersurat dan tersirat, maka kita akan mampu mengenai Allah SWT.

Untuk mengenal Allah SWT. dengan memikirkan ciptaan-Nya, kita perlu melakukan tafakur atau tadabbur, yaitu merenungkan kebesaran dan keagungan-Nya yang tercermin dalam setiap detail alam semesta, mulai dari langit dan bumi hingga tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan menggunakan akal dan panca indera, kita mengamati tanda-tanda kebesaran-Nya, menyadari bahwa semua itu tidak mungkin ada dengan sendirinya, dan memahami bahwa ada Zat Maha Kuasa, Maha Penyayang, dan Maha Bijaksana sebagai penciptanya. Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah SWT. dengan firman-Nya dalam surat Ali Imron ayat 190-191:
"(190). Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (191). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imron [03]: 190-191).

Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mempelajari ilmu kimia itu tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan berpikir dengan akal saja tetapi juga perlu melibatkan hati nurani. Belajar ilmu kimia tidak cukup hanya menggunakan cara berpikir aliran filsafat empirisme saja tetapi juga perlu menggunakan cara berpikir aliran filsafat rasionalisme. Mempelajari ilmu kimia tidak cukup hanya menggandalkan kemampuan indrawi tetapi juga perlu menggunakan kemampuan spiritual. Belajar ilmu kimia tidak hanya dengan melakukan pengamatan empiris terhadap reaksi-reaksi kimia yang terjadi, tetapi juga perlu memikirkan, merenungkan dan menghayati apa tujuan hakiki dari setiap reaksi kimia yang terjadi. Wallahu a’lam bish-shawab. []


Gumpang Baru, 29 September 2025

MENGAGUMI KEPRIBADIAN RASULULLAH MUHAMMAD SAW.


 MENGAGUMI KEPRIBADIAN RASULULLAH MUHAMMAD SAW.

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.





Tahun 1987 Dr. Michael H. Hart pernah menerbitkan sebuah buku yang sangat mengejutkan seluruh dunia yaitu berjudul "The 100" yang di Indonesia diterjemahkan menjadi "100 Orang paling Berpengaruh di Dunia Sepanjang Sejarah". Buku tersebut sangat mengejutkan dunia karena Michael H. Hart telah menempatkan Rasulullah Muhammad Saw di urutan pertama dari daftar 100 tokoh dunia paling berpengaruh dalam sejarah. Mengapa Rasulullah Muhammad Saw bisa ditempatkan di urutan nomor wahid mengalahkan tokoh-tokoh besar dunia lainnya? Michael H. Hart menjelaskan alasannya. Dia meyakini bahwa Nabi Muhammad Saw adalah satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih kesuksesan luar bisaa baik ditinjau dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi (King, 2008).


Apa yang dilakukan oleh Michael H. Hart tersebut tidaklah berlebihan. Apa yang dikatakannya adalah benar adanya. Selain Michael H. Hart, banyak ahli sejarah dunia yang memiliki pemikiran dan pandangan yang senada dengan pendapatnya. Allan Menzies (1845), Profesor of Divinity and Biblical Criticism, University of St Andrews, Edinburgh, Skotlandia dalam bukunya "History of Religion" memaparkan apa yang paling luar bisaa tentang Islam adalah kecepatan pertumbuhannya. Muhammad Saw mengawali hidupnya sebagai seorang penggembala miskin, dan pada saat wafatnya mewariskan kepada umat Islam sebuah negara yang dalam waktu singkat mampu mengalahkan negara-negara besar lain. Dalam setengah abad, Islam telah menjadi agama bangsanya yang semula menentangnya, dan tidak hanya bangsanya sendiri, tetapi banyak negara lainnya. Dalam waktu yang singkat, agama yang dibawanya (Islam) telah menjadi agama nasional, dan bahkan telah melampaui nasional ke tahap universal, dimana hanya dua agama lain yang telah mencapainya. Kemajuan yang dicapai Kristen yang perlu waktu berabad-abad, dicapai Islam dalam beberapa dekade. Gelar Islam sebagai agama universal tidak dapat dipungkiri (Menzies, 2015).


Pendapat lain tentang luar biasanya Rasulullah Muhammad Saw disampaikan oleh Philip K. Hitti (1886) dalam bukunya "The Arabs : A Short History". Philip K. Hitti menggambarkan kekagumannya pada sosok Rasulullah Muhammad Saw dengan ungkapan kalimat, ”Dalam rentang hidupnya yang singkat, dan beranjak dari lingkungan yang tidak menjanjikan, Muhammad telah mengilhami terbentuknya satu bangsa yang tidak pernah bersatu sebelumnya, di sebuah negeri yang hingga saat ini hanyalah satu ungkapan geografis; membangun sebuah agama yang luas wilayahnya mengalahkan Kristen dan Yahudi, serta diikuti sejumlah besar manusia; ia telah meletakkan landasan bagi sebuah imperium yang dalam waktu singkat berhasil memperluas batas wilayahnya dan membangun berbagai kota yang kelak menjadi pusat-pusat peradaban dunia” (Hitti, 2018).


Beberapa pendapat para penulis sejarah dunia tersebut di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Muhammad Saw adalah seorang nabi dan rasul yang memiliki kepribadian yang berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Keistimewaan yang ada pada diri Rasulullah Saw tercermin dalam akhlak dan kepribadian beliau. Akhlak dan segala tindakan yang dilakukan Rasulullah Saw adalah berdasarkan wahyu dari Allah swt yang mengandung ajaran penting bagi umat Islam. Segala tindakan, sikap, dan ketetapan beliau merupakan penjelasan Al-Quran, yang dikenal dengan al-Hadis atau sunah rasul. Aisyah r.a. pernah mengatakan bahwa jika ingin melihat Al-Qura’an berjalan, maka lihatlah akhlak Rasulullah Muhammad Saw. Perkataan istri beliau tersebut menunjukkan bahwa akhlak Rasulullah Saw dalam kehidupan sehari-hari tidak berdasarkan keinginan dan nafsu pribadi beliau tetapi semuanya adalah didasarkan atas wahyu yang diwahyukan.


Berangkat dari pemikiran di atas, sudah sepatutnya kita umat Islam untuk meneladani dan mencontoh akhlak Rasulullah Saw dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku, sikap dan tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita nisbatkan pada akhlak Rasulullah Saw. Mencontoh akhlak Rasulullah Saw tidak hanya sebatas pada lingkup tuntutan ibadah, tetapi juga sampai hal-hal kecil dalam kehidupan. Amal ibadah dan akhlak kita hendaknya mencontoh kepada ibadah dan akhlak Rasulullah Saw.


Bagi para pemimpin bisa mencontoh bagaimana beliau memimpin umat Islam. Bagi para pemuda bisa mencontoh bagaimana akhlak beliau ketika masih muda. Bagi para pebisnis dan pedagang bisa mencontoh bagaimana cara beliau berdagang. Bagi para pendidik bisa mencontoh bagaimana beliau mendidik para sahabat dan umat Islam sehingga menjadi umat yang disegani dunia. Bagi para pejabat pemerintahan bisa mencontoh bagaimana beliau menjalankan roda pemerintahan. Bagi para suami bisa mencontoh bagaimana akhlak beliau kepada keluarganya. Bagi para aktivis dakwah bisa mencontoh bagaimana cara beliau mendakwahkan agama Islam. Dan lain sebagainya. Hampir semua lini kehidupan ada contohnya pada diri Rasulullah Saw.


Rasulullah Saw memang diturunkan ke dunia untuk menyempurnakan akhlak yang baik (akhlak al-karimah). Sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasulullah, beliau telah menunjukkan akhlak yang mulia. Bukti bagaimana ketinggian akhlak beliau adalah kaum Quraisy di Mekkah memberi beliau gelar “al-Amin” yang artinya orang yang terpercaya. Gelar tersebut tidak mungkin disematkan ke beliau jika beliau bukan orang yang bisa dipercaya dan bahkan sangat bisa dipercaya. Gelar penghormatan tersebut hanya mungkin beliau peroleh jika beliau memang orang yang sangat bisa dipercaya atau sangat jujur, dan orang-orang di sekitarnya yang pernah berinteraksi dengan beliau mengetahui dan menyaksikan sendiri bagaimana keluhuran akhlak budi pekerti beliau.


Ketika Rasulullah saw berusia 35 tahun, kaum Quraisy mengadakan pertemuan dalam rangka perbaikan bangunan Ka’bah. Mereka bermaksud memberi atap pada Ka’bah. Bangunan Ka’bah pada saat itu terdiri atas batu-batu yang disusun bertumpang-tindih, tanpa dicampur dengan tanah, dengan bangunan yang tinggi. Oleh karena itu, harus dihancurkan dan dibuat bangunan yang baru (Hasani an-Nadwi, 2020 : 179). Proses perbaikan bangunan Ka’bah awalnya baik-baik dan lancar-lancar saja hingga akhirnya terjadi perselisihan yang hebat dan hampir berujung pada pertumpahan darah antar suku. Apakah gerangan yang diperselisihkan oleh para kepala suku di Mekkah hingga hampir terjadi pertumpahan darah di antara mereka? Ternyata sumber terjadinya perselisihan adalah siapakah yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya semula. Setiap kepala suku mengklaim dirinya dan sukunya sebagai yang paling terhormat sehingga paling berhak untuk mengembalikan batu mulia tersebut ke tempatnya. Karena semua suku saling mengklaim dirinya yang paling berhak meletakkan Hajar Aswad, maka terjadilah perselisihan hebat dan hampir berakhir dengan pertumpahan darah.


Perselisihan yang hebat dan hampir menumpahkan darah tersebut akhirnya dapat dihentikan dengan adanya kesepakatan di antara mereka bahwa orang pertama yang masuk dari pintu Masjidil Haram akan memutuskan perselisihan di antara mereka. Dan ternyata orang pertama yang masuk dari pintu Masjidil Haram adalah Rasulullah Muhammad saw. Ketika mereka melihatnya, mereka berkata, “Ia orang yang tepercaya, kami rela! Ia adalah Muhammad.” (Hasani an-Nadwi, 2020 : 180). Semua kepala suku menyetujui Rasululah saw yang meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya. Semua kepala suku menyetujui dipilihnya Rasulullah saw karena mereka semua mengetahui bahwa Rasulullah saw adalah orang yang sangat dapat dipercaya. Rasulullah saw adalah orang yang sangat jujur dan berbudi pekerti yang baik. Rasulullah saw adalah orang yang paling tepat untuk memperoleh kehormatan mengembalikan Hajar Aswad ke tempatnya semula.


Berdasarkan kesepakatan para kepala suku tersebut, kemudian Rasulullah saw meminta sehelai kain. Beliau mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di atas kain dengan tangan beliau sendiri. Kemudian beliau berkata, “Setiap (pemimpin) suku hendaknya memegang sudut kain ini, kemudian angkatlah bersama-sama.” Mereka melakukan perintah Rasulullah saw. Ketika sampai pada tempatnya, beliau mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tempat semula. Selanjutnya pembangunan diteruskan hingga selesai. Tindakan Rasulullah saw melibatkan semua kepala suku dalam proses peletakkan Hajar Aswad menunjukkan keluhuran akhlak beliau. Beliau tetap menghormati para kepala suku dengan mengikutkan serta dalam peletakkan Hajar Aswad ke tempat semula (Hasani an-Nadwi, 2020: 180).


Rasulullah saw memiliki akhlak yang luhur. Keluhuran akhlak Rasulullah saw bahkan mendapat pengakuan dari Allah swt sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Al Qalam [68]: 4.
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Q.S. Al Qalam [68]: 4)
Juga firman Allah dalam Q.S. Al Ahzab [33]: 21
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al Ahzab [33]: 21)

Tentang keluhuran budi pekerti Rasulullah Saw, Syekh Mahmud al-Mishri dalam bukunya Sirah Rasulullah: Perjalanan Hidup Manusia Mulia menuliskan bahwa “Budi pekerti Nabi Muhammad saw yang agung sangat tampak dalam kesehariannya, seperti 1). Memiliki keistimewaan berupa lisan yang fasih dan mengena dalam berbicara., 2). Sosok yang penyantun, penyabar, dan pemaaf. Sifat-sifat tersebut merupakan didikan langsung dari Allah. Setiap penyantun dikenal kebaikannya dan terjaga dari kesalahan. Rasulullah saw memiliki kesabaran luar biasa meskipun makin banyak yang menyakitinya. Begitu juga, beliau selalu bersikap santun terhadap perbuatan berlebihan yang dilakukan orang-orang jahil terhadapnya” (Al-Mishri, 2014: 10).


Bukti-bukti tentang keluhuran akhlak dan kemuliaan kepribadian baginda Rasulullah Muhammad saw banyak diriwayatkan oleh para ulama. Dalam beberapa literatur diceritakan bagaimana luhur dan mulianya akhlak Rasulullah saw. Rasulullah saw adalah seorarng yang dermawan. Bukti dari sifat dermawan beliau adalah selalu memberi tanpa ada rasa takut menjadi fakir. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi saw adalah orang yang paling dermawan, apalagi di bulan Ramadhan, yaitu saat malaikat Jibril menemuinya. Malaikat Jibril sendiri menemui beliau setiap malam di bulan Ramadhan untuk tadarus Al-Quran. Rasulullah lebih cepat dalam menggapai kebaikan daripada angina yang berhembus (HR. Bukhori) (Al-Mishri, 2014: 10).


Rasulullah saw adalah seorang yang sangat pemberani dan seorang pemimpin yang melindungi keselamatan rakyatnya. Anas mengatakan bahwa tatkala penduduk Madinah dikagetkan pada suatu malam, mereka mendatangi sumber suara. Rasulullah menjumpai mereka-setelah mendahului mereka dalam mendatangi sumber suara-, beliau dalam keadaan menunggang kuda milik Abu Thalhah yang berkalung pedang di lehernya. Beliau pun bersabda, “Kalian belum terjaga, kalian belum terjaga” (HR. Bukhari, Muslim, dan Turmudzi) (Al-Mishri, 2014: 11).


Rasulullah saw adalah seorang pendidik. Rasulullah saw telah mendefiniskan tugas asasinya, “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk memberi pengajaran”. Al-Quran al-Karim dengan sangat tegas juga menyebut tugas asasi Rasulullah saw ini dalam firman-Nya,
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (Q.S. Al-Jum’ah [62]: 2).
Ayat ini menyebutkan bahwa tugas Rasulullah saw adalah mengajar, mendidik, mengajarkan Al-Kitab dan hikmah, serta mendidik orang berdasarkan keduanya. Sebagian terbesar kehidupan Rasul saw dihabiskan untuk ini, karena dari hal inilah segala kebaikan akan lahir (Hawwa, 2002: 212).


Rasulullah saw adalah orang yang rendah hati dan bersahaja. Dalam kitab Bathalul Abthaal, penulisnya mengatakan, “Sifat yang dimiliki seorang pahlawan terdepan, dari dulu hingga kini masih hidup, jelas sepanjang sejarah kepribadiannya yang mulia yaitu kesahajaan dan kerendahan hati. Dengan keduanya Muhammad saw menjadi contoh nyata, seorang yang mulia, yang lahir dari lubuk hatinya dan tidak dibuat-buat dengan cara menipu. Muhammad adalah kesahajaan yang menjelma dalam bentuk manusia, lahir dari lubuk hatinya yang paling dalam. Menghapus gemerlapnya pemimpin dari kerajaan, perhiasan dan kepongahan, serta ucapan dan perbuatan yang menipu manusia. Muhammad adalah seorang yang dekat, mudah, dan bersahaja. Mengunjungi orang-orang yang terjauh dan yang terdekat, sahabat-sahabatnya, musuh-musuhnya, anggota keluarganya. Menemui delegasi-delegasi dari berbagai Negara tanpa dibuat-buat atau bersandiwara, tetapi dengan sebenarnya, tanpa bersandiwara (Hawwa, 2002: 181).


Demikian tulisan singkat yang memotret tentang keluhuran akhlak dan kepribadian Rasulullah Muhammad saw. Dengan membaca sejarah kehidupan beliau yang penuh hikmah semoga kita dapat meneladani akhlak mulia beliau. Marilah kita selalu membaca shalawat kepada Rasulullah saw. Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa shallaita ‘alaa aali ibraahim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarakta ‘alaa aali ibraahim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid.” []



Referensi
Al-Mishri, S. M. (2014). Sirah Rasulullah: Perjalanan Hidup Manusia Mulia. Surakarta: Tinta Medina.
Hasani an-Nadwi, A. H. al-Ali. (2020). Sirah Nabawiyah: Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw. Yogyakarta: DIVA Press.
Hawwa, S. (2002). Ar-Rasul Muhammad Saw. Surakarta: Media Insani Press.
Hitti, P. K. (2018). A Short History of The Arabs: Sejarah Ringkas Peradaban Arab-Islam (Terjemahan dari The Arabs: A Short History diterbitkan MacMillan, London, 1960). Jakarta: Qalam.
King, J. C. (2008). Revolusi Kepemimpinan: Everyday Greatness. Jakarta: KJL Press.
Menzies, A. (2015). History of Religion: Sejarah Kepercayaan dan Agama-Agama Besar Dunia (Terjemahan dari History of Religion, diterbitkan New York Charles Scribner’s Son, New York, 1895). Yogyakarta: Penerbit INDOLITERASI.

Kamis, 07 Agustus 2025

RELIGIUSITAS KIMIA

 

RELIGIUSITAS KIMIA 

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.*)




Kimia merupakan bidang ilmu alam (sains) yang khusus mengkaji sifat materi dan perubahannya serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Sifat materi ditentukan oleh susunan dan komposisi unsur-unsur penyusunnya. Perubahan materi yang menyangkut perubahan struktur dan komposisi unsur-unsur penyusunnya disebut reaksi kimia.


Reaksi kimia selalu diikuti dengan perubahan energi yang terkandung dalam materi tersebut. Jumlah kandungan energi dalam suatu materi dikenal dengan istilah entalpi (H). Setiap reaksi kimia yang terjadi pada suatu materi akan selalu diikuti dengan terjadinya perubahan entalpi yang disebut perubahan entalpi reaksi (∆H reaksi). Entalpi suatu materi tidak dapat ditentukan secara pasti, tetapi yang dapat ditentukan adalah perubahan entalpi. 


Perubahan entalpi materi saat mengalami perubahan (reaksi kimia) tidak merepresentasikan jumlah total kandungan entalpi dalam materi. Perubahan entalpi hanya merepresentasikan sebagian dari kandungan entalpi materi. Para ilmuwan mampu menghitung besarnya perubahan entalpi suatu materi yang terjadi saat materi mengalami reaksi kimia. Tetapi berapa total besarnya entalpi yang terkandung dalam materi tidak dapat dihitung dengan pasti. 


Dengan menggunakan metode pendidikan Qur'ani yaitu metode Amtsal, maka guru kimia dapat memanfaatkan konsep entalpi dan perubahan entalpi untuk mengajarkan nilai-nilai karakter religius. Materi di alam semesta juga mengandung nilai-nilai religius karena sifat-sifat pada materi di alam semesta adalah titipan dari Tuhan untuk dipelajari hamba-hamba-Nya yang mau memikirkan dan merenungkan alam ciptaan-Nya. 


Metode Amtsal merupakan salah satu dari banyak jenis metode pendidikan Qur'ani yang memiliki potensi untuk dapat dipergunakan dalam membelajarkan pendidikan karakter religius dalan proses pembelajaran kimia. Dengan cara berpikir analogi, maka nilai-nilai karakter religius yang terkandung (tersirat) dalam proses reaksi kimia dapat diungkap. Ditambah dengan menggunakan metode Ibrah Mauidzah melalui proses perenungan (contemplation) terhadap fenomena alam terjadinya reaksi kimia, siswa dapat dilatih untuk belajar menemukan hikmah atau ibrah kebaikan dari setiap iradah (kehendak) Tuhan yang dititipkan pada fenomena reaksi kimia. 


Topik perubahan entalpi reaksi kimia suatu materi dapat dikaitkan dengan karakter transformasi diri menjadi pribadi yang berkualitas. Kandungan entalpi dalam suatu materi dapat dianalogikan dengan potensi yang tersimpan dalam diri seseorang. Tuhan membekali setiap hamba-Nya kemampuan yang luar biasa tetapi dalam bentuk potensi diri. Besarnya potensi diri dalam diri seseorang tidak dapat ditentukan dengan pasti. Yang dapat ditentukan atau diketahui adalah perubahan potensinya. Perubahan potensi diri hanya akan terjadi ketika seseorang melakukan aktivitas belajar. Ketika seseorang melakukan aktivitas belajar, maka akan terjadi perubahan potensi yang dapat diketahui, yaitu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, perubahan dari tidak terampil menjadi terampil, dan lain sebagainya. 


Dengan demikian, siswa akan terbangun kesadaran spiritualnya bahwa di balik setiap fenomena dan peristiwa di alam semesta terkandung pesan pelajaran berharga dari Tuhan yang Maha pencipta. Sehingga melalui proses pembelajaran kimia yang berorientasi karakter religius tersebut, diharapkan siswa akan memiliki pemahaman yang utuh tentang materi kimia, yaitu pemahaman materi kimia dan pesan-pesan Ilahi yang tersirat di dalamnya. 


Melalui penggunaan metode Amtsal dan metode Ibrah Mauidzah yang merupakan pendidikan Qur'ani ke dalam proses pembelajaran kimia, maka pembelajaran kimia dapat dipergunakan sebagai sarana mengajarkan karakter religius. Hal ini sesuai paradigma "Education Through Chemistry", yakni mendidik melalui kimia. Dalam paradigma ini, kimia bukan sebagai objek pendidikan tetapi sebagai media atau sarana mendidik. Dalam proses pembelajaran, guru selain mengajarkan kimia sebagai materi ajar juga sekaligus sebagai sarana mengajarkan karakter religius yang terkandung (tersirat) di dalam konsep dan proses kimia ke siswa. 


Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia dapat digunakan sebagai sarana untuk membelajarkan nilai-nilai karakter religius dengan menggunakan metode pendidikan Qur'ani. Dengan melatih siswa untuk selalu memikirkan hikmah atau ibrah yang terkandung di balik setiap proses kimia, maka akan terbangun dalam diri siswa kesadaran spiritual tentang keberadaan Tuhan  sang Maha pencipta. Dengan diulang-ulang terus menerus di setiap proses pembelajaran kimia, maka akan terbentuk siswa-siswi yang unggul dalam penguasaan ilmu sains dan santun dalam sikap dan perilaku. Alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk mengajarkan kimia yang mengintegrasikan nilai-nilai karakter religius adalah model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur'ani (CTS-Q). []



Gumpang Baru, 07 Juli 2025



_______________________________________

*) Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. adalah dosen di Progam Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, Alumni Program Studi Doktor Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, dan Pengembang model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’an (CTS-Q).


Selasa, 29 Juli 2025

MODEL PEMBELAJARAN CHEMISTRY, TECHNOLOGY AND SOCIETY BERORIENTASI PENDIDIKAN QUR’ANI (CTS-Q) (Part 1)



MODEL PEMBELAJARAN CHEMISTRY, TECHNOLOGY AND SOCIETY BERORIENTASI PENDIDIKAN QUR’ANI (CTS-Q) 

(Part 1)
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.*)

 

 

 Model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’an atau disingkat model pembelajaran CTS-Q dikembangkan oleh Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. pada tahun 2025. Agung adalah seorang dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Agung menyelesaikan pendidikan doktornya di Program Studi Doktor Pendidikan Kimia, Departemen Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Model pembelajaran CTS-Q merupakan produk penelitian disertasinya yang berjudul “Pengembagan Model Pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) untuk Meningkatkan Sikap Religius dan Radiant Thinking Siswa SMA/MA” di bawah bimbingan supervisor Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU., Apt selaku Promotor dan Prof. Dr. Antuni Wiyarsi, M.Sc. selaku Kopromotor.

Pengembangan model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran kimia yang mengintegrasikan karakter religius (karakter Qur’ani) ke dalam proses pembelajaran kimia dengan mengadopsi pendekatan Science, Technology, and Society (STS) sebagai representasi pembelajaran sains, metode pendidikan Qur’ani sebagai dasar mengintegrasikan karakter relegius, dan radiant thinking sebagai kemampuan berpikir asosiasi yang merepresentasikan bagaimana cara kerja otak manusia bekerja saat berpikir.

Pengembangan model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) ditujukan untuk dapat diimplementasikan pada proses pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas berbasis agama Islam seperti MA, SMAIT, dan SMA di bawah naungan Yayasan Pendidikan Agama Islam, di mana peserta didiknya memperoleh pembelajaran mata pelajaran agama Islam melebihi kurikulum mata pelajaran agama Islam menurut kurikulum nasional.

Pengembangan model pembelajaran kimia yang terintegrasi karakter religius sangat penting dilakukan karena masih minimnya metode pembelajaran yang mengintegrasikan karakter religius dalam pembelajaran kimia (Saputro et al., 2022). Model pembelajaran Science Technology Society (STS) menjadi representasi dari karakteristik pembelajaran kimia yang mengakomodir komponen sains, teknologi dan masyarakat. Metode pendidikan Qurani menjadi basis metode pembelajaran untuk mengajarkan nilai-nilai karakter religius. Sedangkan berpikir secara radiant thinking merepresentasikan cara berpikir yang sesuai abad 21 yang menuntut kemampuan berpikir kritis, analitis, dan kreatif. Radiant thinking mampu mendorong peserta didik berpikir secara kritis, analitis, kreatif, dan inovatif (Balım et al., 2006). Proses belajar secara radiant thinking dilaksanakan dengan menggunakan metode Mind Map Based Learning (MMBL) dengan menggunakan teknik Mind Map.

Tujuan model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) bertujuan untuk:

1. Melatih peserta didik mengenali berbagai  permasalahan nyata kehidupan berkaitan dengan pengaruh penerapan sains dan teknologi  terhadap masyarakat yang bisa diselesaikan dengan menggunakan konsep ilmu kimia.

2. Membekali peserta didik keterampilan menyelesaikan permasalahan nyata kehidupan yang berkaitan dengan penerapan konsep dan teknologi  kimia dalam kehidupan sehari-hari dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.

3. Membentuk peserta didik yang berakhlak dan berkarakter baik (moral character dan performance character) berlandaskan nilai-nilai kebajikan ajaran agama.

4. Membentuk peserta didik yang mampu memaksimalkan fungsi kerja otaknya dengan berpikir secara radiant thinking.

5. elatih peserta didik mampu menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yang meliputi berpikir kreatif, kritis dan analitis.

6. Membekali peserta didik dengan pengetahuan yang komprehensif tentang konten materi pelajaran dan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.

Prinsip dalam model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) adalah:

1. Setiap proses kimia yang terjadi di alam mengandung ibrah/hikmah kebaikan yang merupakan pelajaran berharga dari  Allah SWT yang disampaikan secara tersirat.

2. Peserta didik sebagai makhluk Allah SWT yang diberi akal berkewajiban mengeksplorasi dan mengungkap pesan-pesan tersirat yang terkandung di balik proses kimia di alam.

3.  Memaksimalkan potensi kerja otak melalui berpikir secara radiant thinking.

4. Menggunakan otak kanan dan otak kiri secara sinergis untuk memaksimalkan potensi diri.

5. Peserta didik adalah makhluk pendidikan yang memiliki potensi dan kemampuan untuk belajar dan mengembangkan kemampuan diri.

6. Setiap materi pelajaran diarahkan untuk mengajarkan karakter yang baik berdasarkan filosofi education through chemistry.

Manfaat penggunaan model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) adalah:

1. Peserta didik mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang materi pelajaran mencakup pengetahuan dan sikap religius.

2. Peserta didik terbiasa berpikir secara radiant thinking sehingga mendorong terbentuknya sikap kritis, analitis, dan kreativitas.

3. Peserta didik mendapatkan pengalaman tentang bagaimana memandang sesuatu secara positif melalui pencarian ibrah/hikmah di balik setiap peristiwa yang terjadi.

 

 Gumpang Baru, 29 Juli 2025

____________________________________

*) Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. adalah dosen di Progam Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, Doktor alumni Program Studi Doktor Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, dan Pengembang model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’an (CTS-Q).


Postingan Populer