Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label Sains & Agama. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sains & Agama. Tampilkan semua postingan

Kamis, 20 Maret 2025

MEMAKNAI HARI RAYA IDUL FITRI: MOMENTUM UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DIRI

 



MEMAKNAI HARI RAYA IDUL FITRI:
MOMENTUM UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS DIRI

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro




Hari raya Idul Fitri adalah hari raya yang ditunggu-tunggu oleh semua umat Islam yang menjalankan ibadah puasa Ramadan selama sebulan penuh. Hari raya Idul Fitri merupakan momen membahagiakan bagi setiap orang Islam yang telah selesai menjalankan ibadah puasa Ramadan. Datangnya hari raya Idul Fitri di tangggal 1 syawal menjadi penanda bahwa mereka telah selesai menunaikan kewajibannya selama sebulan penuh dengan menjalankan ibadah puasa Ramadan. Hari raya Idul Fitri adalah hari kebahagiaan bersama bagi umat Islam yang harus dirayakan dengan hati bahagia dan penuh riang gembira. Jangan sampai ada di antara umat Islam yang saat hari Raya Idul Fitri menampakan muka murung dan sedih.

Pada saat hari raya Idul Fitri, di pagi hari semua umat Islam berbondong-bondong pergi menuju tanah lapang atau masjid untuk melaksanakan sholat Idul Fitri. Semua orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan, baik orang dewasa maupun anak-anak, baik orang kaya maupun orang miskin, dan bahkan para perempuan yang sedang berhalangan sholat (datang bulan) pun juga dianjurkan untuk ikut datang ke tempat diselenggarakannya sholat Idul Fitri, walaupun mereka tidak ikut sholat. Hal itu disunnahkan agar semua umat Islam merasakan kegembiraan dan kebahagiaan bersama menyambut datangnya hari raya Idul Fitri.

Di beberapa daerah di Indonesia, ada tradisi atau budaya kearifan lokal yaitu selepas melaksanakan sholat Idul Fitri, umat Islam saling mengunjungi satu sama lain, mengunjungi dari satu rumah ke rumah lain untuk saling meminta maaf dan saling memaafkan satu sama lain atas kesalahan dan kekhilafaan yang mungkin pernah dilakukan, baik disengaja maupun yang tidak disengaja. Tradisi ini bisanya dinamakan “Halal bi Halal”. Tradisi Halal bi Halal ini memang tidak selalu ada di setiap daerah, dan mungkin bentuk kegiatannya bisa berbeda antara satu daerah dengan daerah lain.

Saat acara Halal bi Halal tersebut, tuan rumah yang dikunjungi para tetangga dan kerabatnya biasanya akan menyiapkan aneka hidangan makanan yang lezat untuk menjamu para tamu yang hadir. Semua itu dilakukan dengan sepenuh hati tanpa keterpaksaan dan penuh suka cita atau kegembiraan karena mengharapkan keberkahan hari raya Idul Fitri. Para tamu dengan suka cita akan menyantap hidangan makanan yang disajikan oleh tuan rumah dan tuan rumah pun akan merasa bahagia ketika melihat para tamunya menyantap hidangan makanan yang dimasak dan disiapkannya dengan penuh kegembiraan.

Di hari raya Idul Fitri, bagi anak-anak, untuk menambah kegembiraan mereka menyambut hari raya Idul Fitri, selain mendapatkan baju baru (baju lebaran), umumnya para orang tua juga membagi-bagikan uang fitrah (sebutan lain untuk istilah THR sekarang) untuk anak-anak. Anak-anak akan sangat  senang dan semakin gembira saat menerima uang fitrah. Intinya, hari raya Idul Fitri atau hari raya Lebaran adalah hari kegembiraan dan kebahagiaan bersama umat Islam.  

Hari raya Idul Fitri memiliki makna tersendiri. Idul Fitri artinya kembali ke fitri. Kata “Fitri” ada yang mengartikan fitrah atau suci. Idul Fitri artinya kembali suci. Jadi umat Islam yang selesai menjalankan ibadah puasa Ramadan sebulan penuh, seluruh dosa-dosanya telah diampuni Allah Swt sehingga dirinya kembali suci bagaikan bayi yang baru terlahir ke dunia ini. Idul Fitri ada juga yang mengartikan kembali makan. Jadi hari raya Idul  Fitri adalah hari raya untuk makan-makan setelah selama sebulan penuh berpuasa Ramadan. Terlepas dari perbedaan pemaknaan arti Idul Fitri tersebut, Idul Fitri tetaplah hari raya bagi umat Islam yang harus dirayakan dengan suka cita dan penuh kegembiraan.

Hari raya Idul Fitri memiliki nama lain yaitu hari raya Lebaran. Istilah “Lebaran” ini memiliki makna filosofis yang tinggi. Lebaran berasal dari kata “lebar” yang artinya pada hari raya Idul Fitri atau lebaran, umat Islam saling memaafkan dan membuka pintu maaf selebar-lebarnya. Pada saat merayakan hari raya Idul Fitri atau lebaran inilah, banyak di daerah-daerah di Indonesia yang mengadakan tradisi saling meminta maaf dan memaafkan dengan saling berkunjung ke rumah-rumah tetangga dan saudara.

Di Indonesia, setiap kali hari raya Idul Fitri, ada tradisi saling meminta maaf  yang disebut “Halal bi Halal”. Halal bi halal memang tradisi yang ada di Indonesia, di negara asal agama Islam yaitu Arab Saudi tidak ada tradisi acara Halal bi Halal ini. Halal bi Halal merupakan bentuk tradisi kearifan lokal yang dirumuskan oleh para ulama nusantara zaman dulu. Walaupun merupakan budaya lokal di Indonesia, tradisi Halal bi Halal merupakan acara keagamaan yang banyak nilai positifnya. Karena adanya acara Halal bi Halal inilah, keluarga yang saling berjauhan dapat berkumpul kembali dan saling menjalin silaturahmi.

Momen Halal bi Halal ini dapat menjadi sarana penting untuk menyambung tali silaturahmi antar anggota keluarga yang mungkin hidup dan tinggal di luar kota yang belum tentu setiap waktu dapat berkumpul. Justru karena ada tradisi Halal bi Halal inilah dapat terjalin tali silaturahmi antar keluarga, antar tetangga, antar teman, antar kolega kerja, dan lain sebagainya. Pada acara Halal bi Halal inilah ada acara pembacaan ikrar Halal bi Halal yang berisi permintaan maaf dari anggota muda kepada anggota yang lebih tua dan sebaliknya. Jadi di akhir acara Halal bi Halal, semua anggota keluarga saling memaafkan dan semakin mempererat tali silaturahmi.

Peringatan hari raya Idul Fitri dilaksanakan setiap tanggal 1 Syawal. Bulan Syawal memiliki arti bulan peningkatan. Hal ini mengandung makna bahwa ketika memasuki bulan Syawal, umat Islam yang telah menjalani proses penggemblengan diri selama sebulan penuh di bulan Ramadan diharapkan dapat mengalami peningkatan kualitas dirinya, baik kualitas keimanan, kualitas ketakwaan, kualitas ibadahnya, maupun kualitas etos kerjanya. Peringatan hari raya Idul Fitri di bulan Syawal dapat dimaknai bahwa umat Islam seyogyanya mengalami peningkatan kualitas hidupnya menjadi lebih baik.

        Puasa Ramadan selama sebulan penuh seharusnya telah membakar (sesuai arti Ramadan yaitu panas yang membakar) seluruh dosa-dosa dan membakar sifat-sifat kebinatangan setiap umat Islam, sehingga ketika memasuki bulan Syawal atau bulan peningkatan, maka umat Islam menjadi pribadi-pribadi yang baru yang memiliki semangat baru dan tingkat ketakwaan yang baru sebagaimana tujuan diperintahkannya puasa Ramadan untuk menjadikan orang yang bertakwa.

      Hari raya Idul Fitri bukanlah akhir dari proses penggeblengan diri menjadi pribadi yang bertakwa dan berkualitas tinggi, melainkan justru menjadi titik start untuk memulai memperbaiki kualitas diri dalam segala hal. Bulan Syawal seyogyanya menjadi bulan momentum untuk kembali memasang target-target kehidupan atau resolusi hidup untuk dua belas bulan yang aka datang.

      Mari kita jadikan peringatan hari raya Idul Fitri di bulan Syawal tahun ini sebagai momentum untuk meng-update dan meng-upgrade diri kita menjadi pribadi-pribadi yang berkualitas tinggi dan pastinya juga menjadi pribadi-pribadi yang muttaqin karena itulah tujuan kita diperintahkan untuk berpuasa Ramadahan selama satu bulan penuh. Semoga Allah Swt meridlai niat hati kita dan memudahkan langkah-langkah kaki kita untuk bertransformasi menjadi pribadi yang berkualitas tinggi dan mampu menggapai derajat muttaqin. Amin. []

           

Gumpang Baru, 16 Maret 2025

Kamis, 23 Januari 2025

KEAJAIBAN INTI ATOM DAN MISTERI HARI KEBANGKITAN

 Seri Filsafat Kimia (10)



KEAJAIBAN INTI ATOM DAN MISTERI HARI KEBANGKITAN

Oleh: 

Agung Nugroho Catur Saputro 



Hari kebangkitan merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang harus diimani atau diyakini oleh setiap orang Islam. Keyakinan terhadap sesuatu yang belum terjadi terkadang memang sulit dilakukan, kecuali ada bukti yang cukup kuat untuk mendukung keyakinan tersebut. Demikian juga halnya dengan keyakinan terhadap adanya hari kebangkitan (kiamat).


Mungkin banyak orang yang tidak mempercayai adanya hari kebangkitan. Hari kebangkitan adalah hari di mana semua makhluk dibangkitkan lagi setelah mati dan hancur jasadnya. Pertanyaan yang mungkin sering muncul adalah "bagaimana mungkin kita dibangkitkan kembali, sedangkan tubuh kita sudah hancur dan menjadi tanah? Bagaimana caranya bagian-bagian penyusun tubuh kita akan disatukan kembali, sedangkan tubuh kita sudah terurai menjadi atom-atom?" 


Ketidakpercayaan terhadap adanya hari kebangkitan juga diungkapkan oleh orang-orang kafir sebagaimana diceritakan dalam Al Quran : 

"Dan orang-orang kafir berkata," Hari kebangkitan (kiamat) itu tidak akan datang kepada kami." Katakanlah, "Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang gaib, hari kebangkitan itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun seberat zarrah, baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar, semuanya (tertulis) dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuz)". (QS. Saba [34] : 3).

Jadi bagi orang-orang kafir, hari kebangkitan (kiamat) itu tidak akan terjadi, mereka tidak beriman pada adanya hari akhir.


Menurut mereka yang tidak mempercayai hari akhir, hari kebangkitan itu tidak pernah ada. Menurut persepsi mereka, kalau mereka nanti sudah meninggal dan dikuburkan dalam tanah, maka tubuh mereka akan hancur dan berubah atau bercampur dengan tanah. Bagaimana caranya bagian-bagian tubuh mereka yang sudah terurai menjadi atom-atom akan disatukan kembali menjadi tubuh utuh?


Orang yang tidak percaya hari akhir berpendapat bahwa tidak mungkin tubuh yang sudah hancur dan terurai menjadi atom-atom dapat disatukan kembali. Benarkah demikian? Bagaimanakah cara Allah Swt memberitahukan kepada manusia bahwa membangkitkan manusia yang sudah meninggal dan menjadi tanah itu merupakan suatu perkara yang mudah bagi-Nya? Bagaimana para ilmuwan sains mengungkap ilmu Allah Swt tersebut? Bagaimanakah mekanisme Allah Swt dalam membangkitkan manusia pada hari akhir nanti? Silakan lanjutkan membaca artikel ini.


Saat ini, para ilmuwan sains telah mendata dan menyusun semua unsur yang dikenal dalam bentuk Tabel Periodik Unsur. Selain itu, ilmuwan sains juga telah mampu mengidentifikasi  proton dalam inti atom sebuah atom hidrogen dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Nah, belum lama ini suatu penemuan telah membuktikan bahwa medan magnetik yang terdapat pada inti atom sebagian besar dipengaruhi oleh medan magnetik luar. 


Intensitas medan magnetik pada suatu inti atom merupakan suatu fungsi dari elektron-elektron yang mengelilingi inti atom dan juga dipengaruhi oleh elektron-elektron dari atom-atom lain yang berdekatan. Interaksi elektron-elektron dengan medan magnetik luar menyebabkan perubahan medan magnetik inti atom, sehingga menimbulkan apa yang disebut "chemical shift" (pergeseran kimia). 


Pada suatu medan magnetik luar tertentu, setiap inti atom dari suatu spesies tertentu yang secara kimia berbeda beresonansi pada frekuensi yang sedikit berbeda. Ini menyebabkan timbulnya puncak-puncak resonansi magnetik yang berbeda, yang dapat dilihat melalui Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS).


Sebagaimana MRI menghasilkan gambaran anatomis, MRS menghasilkan informasi kimiawi secara kuantitatif. Sekarang ini dapat diberikan dalam format gambar dan disebut sebagai Magnetic Resonance Spectroscopic Imaging (MRSI).


Jadi, meskipun inti atom dari unsur-unsur yang berbeda terdiri dari proton-proton yang pada dasarnya serupa, efek terhadap mereka dari elektron-elektron luar yang mengelilinginya dan juga elektron-elektron dari atom-atom yang berdekatan, menyebabkan mereka menghasilkan resonansi dengan frekuensi-frekuensi berbeda yang dapat dibedakan. 


Teknik tersebut di atas dan banyak teknik lainnya ada pada sang Pencipta. Allah Swt memiliki daftar semua atom yang menyusun alam semesta ini. Oleh karena itu, pada hari kebangkitan, Allah Swt tidak akan kesulitan dalam merekonstruksi setiap makhluk hidup.


Berdasarkan ulasan di atas, dapat kita pahami bahwa inti atom dalam setiap atom memiliki resonansi yang berbeda-beda tergantung dengan atom apa dia berdekatan. Jadi setiap atom di alam semesta ini seolah-olah memiliki sensor untuk mendeteksi atom lain yang pernah berikatan dengannya. 


Dengan cara seperti itulah pada hari kebangkitan nanti Allah Swt akan menyatukan dan merekonstruksi kembali jasad manusia yang telah hancur dan terurai menjadi atom-atom. Tidak ada yang sulit bagi Allah Swt. Ibaratnya Allah Swt tinggal "mengaktifkan" sensor magnetik tersebut, maka setiap atom akan bergerak sendiri mencari atom-atom pasangannya yang dulu pernah berikatan dan menyatu kembali membentuk jasad tubuh yang utuh. Ya, memang tidak ada yang mustahil bagi Allah Swt. Jika berkehendak, maka Allah Swt cukup berfirman "Kun" (jadilah), maka "fayakun" (maka menjadilah) apa yang menjadi semua kehendak-Nya. Wallahu a'lam. []


Sumber Bacaan: 

Adel M.A. Abbas, 2000, Singgasana-Nya di Atas Air, Jakarta: Penerbit Lentera.


*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS)

Sabtu, 18 Januari 2025

PAHALA DAN SELF-IMPROVEMENT



 PAHALA DAN SELF-IMPROVEMENT

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro




Dalam ajaran Islam banyak ditemukan dorongan untuk melakukan perbuatan baik. Balasan perbuatan baik dijanjikan balasan berupa "pahala" dan surga. Allah Swt lebih suka memberi pahala daripada memberi dosa. Allah Swt suka melipatgandakan pahala suatu perbuatan kebaikan, tetapi tidak demikian dengan perbuatan keburukan.

Dalam Islam banyak dijumpai keterangan tentang keutamaan suatu perbuatan dibandingkan perbuatan lain, misalnya hadits tentang "Tangan di atas (memberi) "lebih baik" daripada tangan di bawah (meminta-minta)". Hadits ini memberikan dorongan kepada umat Islam agar suka memberi (membantu orang lain), karena memberi itu perbuatan yang lebih mulia dibandingkan meminta-minta.

Tetapi hadits di atas jangan kemudian dimaknai bahwa meminta-minta itu hukumnya haram dan perbuatan yang dibenci Allah Swt dan pantas untuk dihina. Tidak seperti itu dalam memaknai isi hadits tersebut. Islam itu agama yang menentramkan, agama yang mengutamakan kemuliaan, tidak pernah menyuruh umatnya untuk mengejek dan menghina umat lain.

Dalam Islam, seseorang tidak diharamkan untuk meminta "sedekah" pada orang yang kaya kalau dia termasuk kategori fakir dan miskin, tetapi tetap pada batas kewajaran dan cara yang baik. Mengapa meminta-minta sedekah tidak diharamkan? Karena pada harta orang kaya terkandung sebagian hak fakir miskin yang harus diberikan, dan justru itu menjadi kewajiban bagi orang kaya untuk menunaikannya.

Pada kasus di atas, jika seseorang yang fakir miskin tersebut tidak mau mengambil haknya dengan meminta sedekah dan "lebih suka" bekerja, maka itu lebih utama dan lebih mulia serta lebih disukai Allah Swt. Hal ini seiring dengan hadits lain yang menyatakan keutamaan bekerja, "Sedekah yang paling baik adalah yang berasal dari hasil tangan sendiri (bekerja)".

Dalam redaksional lain, terkadang Allah Swt menggunakan kata " melipatgandakan pahala" untuk mendorong umat Islam berbuat baik, misalnya "Setiap harta yang disedekahkan akan dibalas dengan kelipatan 700 kali bahkan bisa lebih kalau Allah Swt berkehendak. Contoh lain adalah "Puasa Ramadhan yang dilanjutkan puasa enam hari di bulan Syawal pahalanya seperti puasa satu tahun penuh".

Dari beberapa hadits tersebut di atas, tampak sekali bahwa Allah Swt tidak menggunakan "ukuran kuantitatif" dalam membalas perbuatan baik, tetapi Allah Swt selalu menggunakan "ukuran kualitatif". Allah Swt tidak pernah membalas suatu perbuatan baik karena perbuatan itu sendiri dengan mengatakan perbuatan itu "pahalanya sekian" (ukuran kuantitatif), tetapi selalu membandingkan dengan perbuatan lain (ukuran kualitatif). Apa makna tersirat dari ajaran-ajaran Islam tersebut?

Ajaran-ajaran dalam Islam tersebut mengisyaratkan bahwa setiap umat Islam itu harus selalu melakukan perbuatan yang "lebih baik", setiap umat Islam harus mengerjakan pekerjaannya maupun kewajibannya dengan lebih baik. Atau dengan redaksional lain, Islam sangat menjunjung tinggi aktivitas "perbaikan diri" dan "peningkatan kualitas diri" (self-improvement).

Islam tidak menganjurkan umatnya untuk cepat berpuas diri dengan capaian prestasinya. Islam tidak menganjurkan umatnya "merasa" sudah lebih baik dibandingkan umat lain yang bisa mengakibatkan sifat sombong dan takabur. Justru Islam sangat peduli dengan sikap "ahsan" atau "profesional" dalam setiap aktivitas atau pekerjaan. Ya, sikap PROFESIONAL adalah ciri khas kinerja umat Islam yang sangat disukai Allah Swt. Bagaimana kenyataan di kehidupan sehari-hari? Bagaimana kondisi kinerja umat Islam secara umum? Mari kita renungkan bersama. WaAllahu a'lam. []


*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS)

Jumat, 17 Januari 2025

MENGAPA AGAMA DAN SAINS PERLU DIINTEGRASIKAN?

Sumber Gambar: https://piuii17.blogspot.com/2018/08/islamisasi-dan-integrasi-ilmu-kajian.html
 

MENGAPA AGAMA DAN SAINS PERLU DIINTEGRASIKAN?

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Agama dan sains adalah dua topik pembicaraan yang masih hangat untuk didiskusikan. Mengapa dua istilah ini menarik untuk dibahas? Karena sampai saat ini masih ada saja orang yang mempertanyakan bagaimana hubungan antara agama dan sains? Apakah agama dan sains itu selaras atau bertentangan? Bagaimana mensikapi keadaan ketika dijumpai ada ayat-ayat dalam kitab suci yang tampak bertentangan dengan teori sains yang telah diterima kebenarannya? Mana yang lebih dipercaya kebenarannya, antara kebenaran agama atau kebenaran sains? Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang membuat topik hubungan agama dan sains tidak habis-habisnya untuk terus dikaji dan didiskusikan.

 

Sebenarnya kalau semua orang memahami dan menyadari bahwa agama dan sains itu memiliki karakteristik yang berbeda dan unik, maka tidak akan ada yang akan mempermasalahkan hubungan antara agama dan sains. Dasar penentuan kebenaran antara agama dan sains sudah jelas berbeda. Kebenaran agama didasarkan atas kandungan isi kitab suci yang merupakan firman-firman Tuhan, sedangkan kebenaran sains didasarkan atas pengamatan empiris dan pengujian mengikuti metode yang sistematis. Agama membahas masalah keimanan, ibadah, akhlak, pekerti, dan nilai-nilai spiritual. Sedangkan sains membahas masalah sifat-sifat dan gejala yang terjadi pada materi fisik di alam semesta. Jadi kedua bidang tersebut memiliki kapling kajian yang berbeda dan metode pemerolehan yang berbeda pula, sehingga keduanya memang tidak perlu dipertentangkan.

 

Apakah agama dan sains saling bertentangan ataukah saling selaras? Jika dipandang dari dasar asalnya kebenaran, maka seharusnya agama dan sains tidak bertentangan. Agama dan sains harusnya saling melengkapi sehingga pemahaman dan penghayatan kita terhadap kehidupan menjadi komprehensif. Agama dan sains bagi manusia merupakan kebutuhan asasi. Artinya, keduanya merupakan kebutuhan pokok bagi hidup dan sistem kehidupan manusia. Agama bagi manusia sebagai pedoman, petunjuk, kepercayaan, dan keyakinan bagi pemeluknya untuk hidup sesuai dengan fitrah manusia yang dibawa sejak lahir (Muhaimin et al., 2001 : 282). Eksistensi sains bagi agama berfungsi sebagai pengukuh dan penguat agama bagi pemeluknya, karena dengan sains mampu mengungkap rahasia-rahasia alam semesta dan seisinya, sehingga akan menambah khidmat dan khusyuk dalam beribadah dan bermuamalah. Sains bermanfaat untuk mendapatkan kedamaian hidup secara individual dan secara kolektif bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kemanfaatan sains luar biasa dan akan menjadikan manusia dekat dengan Tuhan, hidup lebih nikmat, bahagia, dan sejahtera (Maksudin, 2013: 2).

 

Terkait hubungan antara agama dan sains, Maksudin (2013) menganalogikan hubungan agama dan sains ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa berdiri sendiri dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Di samping itu, bila dikaji menurut fitrah manusia, agama dan sains keduanya pada hakikatnya sama-sama berasal dari Tuhan. Hal ini sebagaimana ditekankan oleh Ibnu Rusyid bahwa “Kebenaran (wahyu) tidak bisa bertentangan dengan hikmah (filsafat, metode rasional dengan pembuktian); sebaliknya, keduanya mesti saling sepakat dan saling mendukung” (Guessoum, 2020: 128).  Lebih lanjut, Maksudin (2013) menyatakan bahwa agama sebagai dasar-dasar petunjuk Tuhan untuk dipatuhi dan diamalkan dalam hidup dan sistem kehidupan manusia, sedangkan sains diperolehnya melalui abilitas dan kapasitas atau potensi manusia yang dibawanya sejak lahir (h.3). Agama tidak menjadikan pemeluknya menjauhi sains dan demikian juga sains bagi saintis tidak meninggalkan agama, akan tetapi agamawan dan ilmuwan saintis saling memperkuat, memperkukuh, dan saling mengisi kekurangan dan kelemahan sehingga yang ada saling fastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan) (h.4). Tegasnya, kata Maksudin melanjutkan, agama dan sains dimiliki bagi setiap manusia secara utuh, terintegrasi, menyatu padu, sehingga benar-benar menjadi manusia yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan kecerdasan keberagamaannya, atau disebut menjadi manusia saleh individual sekaligus saleh sosial (h.5).

 

Berkaitan dengan tujuan membentuk manusia yang saleh individual dan saleh sosial, maka wacana pengintegrasian agama dan sains menjadi semakin urgen untuk dilakukan .  Sudah banyak ahli dan pemikir yang mencoba merumuskan bagaimana formula untuk mengintegrasikan agama dan sains. Upaya mengintegrasikan agama dengan sains ini ada yang menyebutnya dengan istilah islamisasi ilmu, sains yang islami, maupun sains berbasis wahyu.

 

Penulis sendiri memiliki pandangan bahwa agama dan sains harus diintegrasikan, tetapi bukan integrasi kontennya karena keduanya jelas berbeda bahan kajian dan metode pembuktian kebenarannya. Melainkan penulis lebih cenderung memaknai paradigma integrasi sains dan agama yang ditujukan untuk kepentingan pendidikan karakter. Dengan memaknai dan mengambil hikmah kebaikan di balik proses-proses sains, maka dengan keyakinan bahwa hukum-hukum alam yang menjadi bahan kajian ilmu sains adalah juga berasal dari Allah SWT sebagaimana kitab suci Al-Qur’an, maka pastilah di balik berlakunya hukum-hukum alam dalam kajian ilmu sains juga mengandung pelajaran tentang nilai, moral, akhlak, dan karakter baik. Wallahu a’lam. []

 

Referensi :

Guessoum, N. (2020). Memahami sains modern: Bimbingan untuk kaum muda muslim. Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa.

Maksudin. (2013). Paradigma agama dan sains nondikotomik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhaimin, et al., (2001). Paradigma pendidikan Islam. Bandung: Rosdakarya.


____________________________

*) Agung Nugroho Catur Saputro adalah staff pengajar kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 Nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI, dan Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP yang telah menulis 120+ judul buku, baik buku tunggal maupun buku kolaborasi. 

Senin, 13 Januari 2025

NETRALKAH SAINS?

 Seri Filsafat Kimia (9)


NETRALKAH SAINS?
Oleh : 

Agung Nugroho Catur Saputro 




Alhamdulillah, sekarang ini minat dan semangat umat Islam untuk belajar semakin tinggi,  baik belajar ilmu sains maupun ilmu agama. Pada dasarnya, ilmu sains mempelajari tentang alam semesta sedangkan ilmu agama mempelajari Al-Qur'an. 


Ilmu sains maupun ilmu agama sebenarnya sama-sama mempelajari ayat-ayat Allah SWT. Sains mempelajari ayat-ayat kauniyah berupa hukum-hukum Allah SWT di alam sedangkan ilmu agama mempelajari ayat-ayat qouliyah berupa hukum-hukum Allah SWT di dalam Al-Qur'an. 


Berdasarkan pemikiran tersebut, seharusnya hasil belajar sains maupun agama adalah sama, yaitu menemukan bukti-bukti ke-Mahakuasa-an dan ke-Mahabesar-an Allah SWT karena sama-sama mempelajari ayat-ayat-Nya. Seharus orang-orang yang mempelajari ilmu sains maupun ilmu agama sama-sama menjadi orang yang beriman, percaya pada Allah SWT, Tuhan penguasa seluruh alam semesta ini. Tetapi faktanya bagaimana? 


Ternyata ada juga ilmuwan yang tidak percaya adanya Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa ada "sesuatu" yang kurang tepat dalam ilmu sains. Seolah-olah sains itu bertentangan dengan agama (ketuhanan). Benarkah demikian? Jadi, apakah sains itu netral? Bagaimana pendapat Anda?


Sains dapat didefinisikan sebagai himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar, pada penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yg kritis terhadap data-data pengukuran yg diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam (Baiquni, 1996).


Berdasarkan definisi tersebut tampaknya tidak ada masalah karena sains tampak netral. Misalnya dalam ilmu kimia, reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen membentuk air. Apakah  pengetahuan tentang reaksi tersebut baik atau buruk? Dimana kebaikannya atau keburukannya? 


Coba kita pikirkan. Kalau orang menggunakan reaksi pembentukan tsb untuk mengelas pipa saluran air minum yg bocor, itu tindakan yg baik, tetapi jika ia dipergunakan untuk meledakkan rumah orang lain, itulah kejahatan. Di sini tampak sekali bahwa ilmu kimia itu netral. Memang demikian tampaknya kalau kita hanya meninjau sekelumit saja dari ilmu kimia.


Tetapi ternyata ilmu kimia tidak mengkaji reaksi-reaksi saja. Ilmu kimia tidak hanya berisi kumpulan pengetahuan tentang reaksi kimia saja. Ilmu kimia juga mengajarkan "Hukum Kekekalan Massa" atau "Hukum Kekekalan Materi". Jika tidak "dipagari" dengan bijaksana, hukum tersebut dapat berpotensi  untuk menjerumuskan para siswa pada suatu kepercayaan atau keyakinan "bahwa alam semesta ini tidak pernah diciptakan, tetapi ada selama-lamanya, sejak waktu tak terhingga yang telah lampau sampai waktu tak terhingga yang akan datang. Jadi, ilmu kimia itu tidak netral. Ia mengandung potensi yang berbahaya bagi aqidah maupun keimanan siswa yang mempelajarinya. 


Bahaya tersebut sudah barang tentu tidak akan menimpa siswa yg pendidikan agamanya (keimanannya) kuat, tetapi bagi siswa yg imannya tidak begitu kuat, goncangan akan terjadi dalam menghadapi "ketidakselarasan" antara sains yg mengajarkan kekekalan materi yg tidak pernah diciptakan, dan agama yg mengajarkan bahwa segala sesuatu diciptakan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.


Berdasarkan pemikiran dan argumen di atas, maka pembelajaran ilmu sains, khususnya ilmu kimia sangat perlu "dipagari" dan diintegrasikan dengan nilai-nilai religius (ajaran agama) agar pembelajaran kimia dan penanaman aqidah berjalan beriringan sehingga mampu menghasilkan siswa yang berkualitas, kuat ilmu dunia dan kuat ilmu akhirat. Wallahu a'lam. []


Referensi : 

Baiquni,A., 1996, Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa.



*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).

Kamis, 09 Januari 2025

FENOMENA ADANYA "MASS DEFECT" PADA INTI ATOM DAN HIKMAH NYA

 Seri Filsafat Kimia (8)


FENOMENA ADANYA "MASS DEFECT" PADA INTI ATOM DAN HIKMAHNYA

Oleh: 
Agung Nugroho Catur Saputro 




Ketika pengetahuan ilmuwan tentang inti atom semakin baik, para ilmuwan dikejutkan oleh kemunculan suatu fenomena yang "aneh" terkait massa inti atom. Inti atom tersusun atas proton yang bermuatan listrik positif dan neutron yang tidak bermuatan listrik atau netral. Jika massa proton dan massa neutron digabungkan, maka total massa yang diperoleh "seharusnya" akan sama dengan massa inti atom keseluruhan.


Misalnya atom helium yang memiliki 2 elektron pada kulit atomnya. Pada inti atom helium  terkandung 2 proton dan 2 neutron. Jika massa 2 proton dan massa 2 neutron dijumlahkan, seharusnya massa hasil penjumlahan tersebut akan sama dengan massa inti atom helium. Secara logika seharusnya seperti itu, tetapi faktanya tidak seperti itu. Bagaimana fakta yang ditemukan para ilmuwan? 


Para ilmuwan ternyata menemukan fakta yang "ganjil" atau aneh terkait massa inti atom. Jika hasil penjumlahan massa proton dan massa neutron suatu inti atom dibandingkan dengan massa inti atom, ternyata "selalu" diperoleh fakta bahwa massa inti atom keseluruhan pasti lebih kecil. Fenomena aneh tersebut dikenal dengan sebutan "Cacat Massa" atau "Mass Defect". Jadi seakan-akan ada massa yang hilang. Lantas ke manakah selisih massa yang hilang tersebut? 


Teori Relativitas menyatakan bahwa massa yang hilang dari total massa nukleon-nukleon penyusun inti atom berubah menjadi energi ikatan inti (nuclear binding energy). Dengan menggunakan persamaan hubungan kesetaraan massa-energi Einstein (E = mc2, (angka dua sebagai bilangan pangkat) dimana E: energi, m: massa, c: kecepatan cahaya), kita dapat menghitung besarnya energi ikatan inti pernukleon.


Penjelasan keberadaan energi ikatan inti ini sangat berguna dalam menjelaskan kestabilan inti atom. Kita tahu bahwa di dalam inti atom terdapat proton yang bermuatan listrik positif dan neutron yang netral. Seharusnya karena sama-sama bermuatan positif, antar proton dalam inti akan tolak-menolak (sesuai hukum Coulomb) dan menyebabkan inti atom tidak stabil. Tetapi faktanya banyak inti atom yang stabil, hanya beberapa inti atom tertentu yang bersifat tidak stabil (inti  radioaktif). Bagaimana kestabilan inti ini dijelaskan dengan konsep energi ikatan inti? 


Gaya tolakan antar muatan positif yang mendorong proton-proton cenderung saling menjauhi seolah-olah dinetralkan atau di nol-kan oleh keberadaan energi ikatan inti. Jadi energi ikatan inti ini seakan-akan mengikat nukleon-nukleon di inti atom (proton dan neutron) begitu kuatnya sehingga mereka tetap stabil di dalam inti. 


Hikmah apa yang dapat kita ambil dari fenomena "Mass Defect" tersebut? Fenomena adanya "Mass Defect" pada inti atom mengajarkan kepada kita tentang arti penting sebuah energi ikatan. Energi ikatan inti mampu menjaga kestabilan inti atom dari dorongan ketidakstabilan dari dalam inti atom sendiri. Energi ikatan inti tersebut bukan berasal dari luar inti, tetapi justru muncul dari inti atom sendiri sebagai efek dari massa nukleon inti atom yang hilang. 


Konsep ini jika kita implementasikan dalam kehidupan, akan sangat besar dampak positifnya. Coba bayangkan, apa yang terjadi jika ada orang yang lemah  dikumpulkan dengan sesama orang yang lemah, apakah lemahnya bertambah besar?


Ternyata berkumpulnya orang-orang yang sama-sama lemah tidak menyebabkan semakin meningkatnya kelemahan, tetapi yang terjadi malah sebaliknya yakni semakin berkurangnya kelemahan dan efek lainnya yaitu munculnya kekuatan baru  yang entah datangnya dari mana karena sebelumnya pada diri orang-orang lemah tersebut tidak ada kekuatan. Aneh bukan?


Paradigma inilah yang mungkin dulu dipergunakan oleh para pendiri bangsa ini ketika berjuang membebaskan diri dari kekangan penjajah dan berusaha memerdekakan diri menjadi negara merdeka yang berdaulat.  Ketika rakyat berjuang sendiri-sendiri maka perjuangan tersebut sangat mudah dikalahkan oleh penjajah. Rakyat waktu itu dibuat lemah oleh penjajah, baik lemah secara ekonomi maupun lemah secara pemikiran agar tidak ada potensi untuk memberontak.


Tetapi para pendiri bangsa ini mengetahui "rahasia luar biasa" dari sebuah ikatan (persatuan). Persatuan tidak harus dibangun dari persamaan, tetapi justru bisa dibangun dari adanya "perbedaan". Kita tahu bahwa menurut hadits Rasulullah Saw,  perbedaan itu adalah rahmat. Adanya perbedaan adalah suatu keniscayaan, tetapi munculnya upaya mempersatukan perbedaan tersebut adalah sebuah rahmat dari Allah Swt.


Karena Indonesia adalah bangsa yang bhinneka, majemuk, beraneka ragam suku dan bahasa, maka rasa persatuan bisa dibangun dari perbedaan-perbedaan tersebut. Maka dideklarasikan "Sumpah Pemuda" yang mempersatukan rakyat Indonesia walau berbeda suku, agama, ras, bahasa, pakaian maupun tradisi. Semua perbedaan tersebut yang sebenarnya bisa berpotensi untuk memecah belah persatuan, tetapi oleh para pendiri bangsa ini justru dijadikan sebagai "dasar persatuan". Lantas apa dampak dari persatuan (Sumpah Pemuda) tersebut? 


Dampaknya adalah munculnya "energi luar biasa" terhadap semangat perjuangan. Semua rakyat Indonesia semangat berjuang, mengorbankan segala kepentingan pribadi dan golongan, hanya demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seandainya rakyat Indonesia waktu itu tidak mau berkorban, lebih mementingkan kepentingan suku dan golongannya, mungkin saat ini kita masih berada di bawah tekanan penjajah.


Begitulah hebatnya energi yang muncul dari sebuah ikatan (persatuan). Sebuah ikatan tidak hanya sekedar menyatukan, tetapi justru bisa memunculkan energi baru. Inilah rahmat dari sebuah ikatan. Ikatan yang bisa dibangun dari fondasi perbedaan akan membawa rahmat yang luar biasa. Mungkin demikianlah tujuan mengapa Allah Swt menciptakan manusia berbeda-beda suku dan bangsa. Wallahu a'lam.[]



*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS)

Selasa, 31 Desember 2024

MAKNA FILOSOFIS DI BALIK REAKSI KIMIA

 Seri Filsafat Kimia (6)


MAKNA FILOSOFIS DI BALIK REAKSI KIMIA

Oleh: 
Agung Nugroho Catur Saputro
 



Setiap materi di alam ini pasti mengalami perubahan karena alam ini senantiasa berubah, tidak konstan. Perubahan materi bisa berlangsung secara fisika maupun secara kimia. 


Perubahan fisika adalah perubahan materi yang tidak menghasilkan zat baru. Perubahan fisika bisa berlangsung bolak-balik. Karena perubahan fisika tidak menghasilkan zat baru, maka secara substansi materi yang mengalami perubahan fisika sebenarnya tidak berubah. Contoh air jika dibekukan berubah jadi es, tetapi jika dipanaskan berubah menjadi uap air. Baik uap air, air, maupun es, materi penyusunnya sama yaitu air.


Sedangkan perubahan kimia adalah perubahan materi yang menghasilkan zat baru. Perubahan kimia lebih lazim  dikenal dengan sebutan "reaksi kimia". Karena menghasilkan zat baru, maka secara substansi materi yang mengalami reaksi kimia memang berubah menjadi materi lain yang sama sekali berbeda dengan materi sebelumnya. Contoh logam besi bisa berubah menjadi karat besi jika berada di tempat yang banyak oksigen dan udaranya lembab.


Terjadinya reaksi kimia dapat diketahui jika pada perubahan materi tersebut teridentifikasi minimal salah satu ciri-ciri  berikut, yaitu terjadinya perubahan temperatur, munculnya perubahan warna, terjadinya endapan, dan munculnya gas. 


Berlangsungnya reaksi kimia melibatkan sejumlah energi. Reaksi kimia hanya mungkin terjadi jika energinya cukup untuk berlangsungnya reaksi. Setiap reaksi kimia memiliki energi aktivasi (Ea). Energi aktivasi dapat kita pandang semacam energi minimal yang perlu dimiliki oleh zat-zat yang bereaksi untuk dapat berubah menjadi zat hasil reaksi. 


Jika zat-zat yang bereaksi tidak memiliki energi yang melebihi energi aktivasi, maka zat-zat tersebut tidak akan bereaksi, kecuali ada tambahan energi dari luar sistem sehingga akhirnya energi zat-zat yang akan bereaksi memiliki energi yang melebihi energi aktivasi. Contohnya untuk memicu terjadinya reaksi kimia yang melibatkan zat-zat fase padat memerlukan energi tambahan berupa energi kalor melalui proses pemanasan.


Dalam reaksi kimia, zat-zat pereaksi (reaktan) akan saling bereaksi membentuk zat baru (senyawa baru) yang disebut zat hasil reaksi (produk). Sifat produk sama sekali berbeda dengan sifat reaktan, tetapi reaktan "hanya" bisa bertransformasi menjadi produk jika reaktan memiliki energi minimal yang cukup untuk melampaui energi aktivasi.


Mengapa zat-zat di alam ini (atom, molekul, ion) dapat bereaksi secara kimia? Perlu kita pahami bahwa zat-zat kimia itu benda mati yang tidak dapat berperilaku seperti makhluk hidup. Tetapi mengapa zat-zat kimia tersebut dapat bereaksi? 


Penting kita pahami bahwa walaupun zat-zat (materi) di alam ini benda mati, tetapi mereka diberikan oleh Allah Swt semacam "sifat" tertentu yang terikat oleh sunnatullah (hukum-hukum alam). Jadi materi di alam ini ketika berinteraksi dengan materi lain hanya sekedar menjalankan "kehendak" Tuhannya yang telah ditetapkan dalam wujud sifat-sifat materi. Materi di alam ini hanya memenuhi "kewajibannya" selaku makhluk, materi di alam ini hanya sekedar mematuhi takdirnya.


Dari uraian penjelasan di atas, hikmah kehidupan apa yang dapat kita ambil? Hikmah yang pertama adalah terjadinya perubahan materi secara kimia (reaksi kimia) telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap orang niscaya harus berubah menjadi lebih baik. Untuk dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik memerlukan bekal keilmuan yang cukup agar dapat  melalui segala hambatan dan rintangan yang setiap saat dapat menghalangi kelancaran proses perubahan tersebut.


Hikmah kedua adalah jika kita memiliki keinginan untuk berubah ke arah yang lebih baik tetapi kita kurang memiliki bekal keilmuan maupun motivasi yang cukup, maka kita memerlukan bantuan dari pihak lain. Maka sangat pantaslah kalau agama kita menganjurkan agar kita saling membantu satu sama lain dan saling menasihati dalam kebaikan.


Adapun hikmah yang ketiga adalah perubahan diri menjadi pribadi yang lebih baik itu perlu momen yang tepat dan indikator terjadinya perubahan. Setiap waktu adalah baik, tetapi di antara waktu-waktu yang baik tersebut terdapat waktu yang paling "tepat" untuk kita melakukan perubahan diri.


Waktu terbaik untuk melakukan proses "transformasi diri" adalah setelah kita melakukan refleksi diri (muhasabah), yakni mengevaluasi apa saja yang telah kita lakukan, progres kebaikan apa yang telah kita capai, planing-planing kehidupan kita apa saja yang telah terealisasi dan apa saja yang belum terealisasi. Nah, waktu dan momen yang paling tepat untuk mengawali proses "transformasi  diri" adalah ketika awal tahun (baru). Pada saat awal tahun (baru) inilah waktu yang tepat untuk kita menetapkan resolusi dalam kehidupan kita dan merumuskan indikator-indikator ketercapaian resolusi kita. 


Hikmah keempat yaitu adanya  "rahasia" dibalik kesuksesan proses transformasi diri. Ada konsep yang sangat penting yang perlu kita pahami dalam proses transformasi diri yaitu "kesadaran diri" bahwa keinginan kita untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik adalah kehendak Allah Swt yang sudah ditetapkan pada setiap diri kita.


Kita harus paham bahwa transformasi diri itu sebuah keniscayaan, dan itu adalah "kehendak" Allah Swt. Jadi kalau kita bertransformasi menjadi pribadi yang lebih baik, berarti secara tidak langsung kita mewujudkan "takdir baik" kita sendiri. Tidak inginkah kita menjadi hamba yang mematuhi kehendak Allah Swt? Tidak inginkah kita menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik sesuai kehendak Allah Swt? WaAllahu a'lam. []


*) Staf Pengajar Kimia di Universitas Sebelas Maret (UNS)

KIMIA , PROSES ALAM, DAN NILAI-NILAI RELIGIUS

 Seri Filsafat Kimia (5)


KIMIA , PROSES ALAM, DAN NILAI-NILAI RELIGIUS

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro 



Sifat-sifat materi dan perubahannya mengikuti hukum alam yang berlaku. Hukum alam merepresentasikan kehendak sang Khalik (Maha Pencipta). Allah SWT mengatur alam semesta melalui penetapan sunnatullah atau hukum alam. Mekanisme kerja alam semesta mengikuti sunnatullah yang ditetapkan Allah SWT. 


Allah SWT menciptakan alam semesta bukan tanpa tujuan. Alam semesta dan segala proses yang terjadi menjadi bahan pembelajaran bagi umat manusia. Allah SWT mengajarkan ilmu-ilmu-Nya kepada manusia melalui terjadinya fenomena alam.  Segala yang terjadi di alam merupakan bagian dari cara Allah SWT mengajarkan ilmu-ilmu-Nya kepada umat manusia yang mau berpikir.


Salah satu bidang ilmu sains yang mengkaji materi adalah kimia. Kimia mengkaji sifat materi di alam semesta dengan fokus pada kajian struktur, komposisi, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Jadi lingkup kajian ilmu kimia adalah sifat dan perubahan materi di tingkat mikroskopis yaitu level atomik.


Kimia fokus mengkaji sifat dan perubahan materi pada level atomik. Sifat dan perubahan materi tingkat mikroskopis mengandung pesan-pesan Allah SWT baik yang tersirat maupun yang tersirat. Pesan tersurat dapat dipelajari dari perubahan sifat yang timbul dari dampak terjadinya proses dan perubahan materi. Sedangkan pesan tersirat merupakan nilai-nilai yang terkandung di balik perubahan materi. Nilai-nilai yang tersirat dari perubahan atau proses alam merepresentasikan pesan ilahi. 


Pesan tersurat dalam proses kimia di alam dapat diketahui secara langsung ketika mempelajari ilmu kimia. Pesan tersurat dalam ilmu kimia adalah pengetahuan kimia itu sendiri. Jadi saat seseorang sedang mempelajari ilmu kimia atau melakukan percobaan kimia di laboratorium, maka ia sedang mempelajari pesan tersurat yang terkandung dalam proses kimia. 


Adapun pesan tersirat dalam ilmu kimia adalah nilai-nilai kehidupan yang terkandung di balik proses kimia. Pesan tersirat ini tidak dapat langsung diperoleh saat mengkaji proses kimia. Pesan tersirat dapat diketahui melalui proses memikirkan, menghayati, dan merenungkan proses kimia untuk menemukan hikmah kebaikan atau ibrah yang terkandung di balik proses kimia. 


Pesan-pesan tersirat yang terkandung di balik proses-proses kimia merupakan nilai-nilai religius karena berupa pesan-pesan moral dan kebaikan yang dititipkan sang Khalik untuk umat manusia. Nilai-nilai karakter religius yang terdapat dalam setiap proses kimia hanya dapat diketahui oleh orang-orang terpilih. Siapakah orang-orang terpilih yang dimaksud? 


Orang-orang terpilih yang dimaksud di atas adalah orang-orang yang mampu mengungkap pesan-pesan moral kebaikan yang tersirat di balik proses-proses kimia, yaitu orang-orang yang mampu melihat pesan-pesan ilahi atau maksud dari proses kimia. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang senang memikirkan alam ciptaan Tuhan dan selalu berpikiran positif bahwa di balik setiap kehendak dan takdir Tuhan yang berlaku di alam ini bertujuan untuk kebaikan umat manusia. 


Orang-orang terpilih tersebut berpikiran bahwa setiap peristiwa dan gejala yang terjadi di alam selalu ada berhubungan dengan kehendak sang Khalik. Mereka selalu berpandangan bahwa terdapat keterkaitan atau relasi antara manusia, alam, dan Tuhan. Trilogi relasi kehidupan tersebut mengindikasikan bahwa setiap peristiwa alam yang terjadi ada campur tangan Tuhan dan bertujuan untuk kebaikan kehidupan umat manusia. 


Melalui aktivitas selalu memikirkan, merenungkan, dan menghayati gejala dan fenomena alam serta selalu berusaha menemukan ibrah atau hikmah kebaikan di balik setiap peristiwa akan mengantarkan seseorang menjadi memiliki kesadaran yang tinggi terhadap religiusitas. Kesadaran religiusitas yang tinggi tersebut akan menjadikan seseorang tersebut akan memiliki hati yang lembut dan kepekaan yang tinggi terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. 


Sebagai contoh ketika mengamati proses terjadinya pelapukan batu-batuan vulkanik menjadi kerikil dan pasir, akan muncul kesadaran dalam diri orang-orang terpilih tersebut bahwa peristiwa pelapukan batu-batuan vulkanik tersebut terjadi atas kehendak Tuhan. Tanpa kehendak-Nya, tidak mungkin batu-batu vulkanik dari gunung berapi tersebut akan mengalami proses pelapukan secara alami. Kehendak Tuhan yang berlaku pada batu-batuan vulkanik tersebut terwujud dalam bentuk hukum-hukum alam, yaitu proses pelapukan. 


Selain kesadaran ada campur tangan Tuhan pada proses pelapukan batu-batu vulkanik, orang-orang terpilih tersebut juga berpikiran bahwa proses pelapukan batu-batuan vulkanik pasti bertujuan untuk kebaikan kehidupan umat manusia. Dan hal ini terbukti dengan fakta manusia memanfaatkan batu kerikil dan pasir untuk keperluan konstruksi bangunan seperti membangun gedung-gedung bertingkat, jalan raya maupun jembatan penghubung antar wilayah. Ternyata untuk keperluan pemenuhan kebutuhan hidup manusia berupa pembangunan infrastruktur bangunan, Tuhan telah menyiapkan bahan-bahan bakunya berupa batu kerikil dan pasir melalui proses alam yaitu pelapukan batu-batuan vulkanik. Wallahu A'lam. []


Gumpang Baru, 01 Januari 2025

Sabtu, 28 Desember 2024

HIKMAH SIKAP TAWADHU’ DARI FENOMENA WARNA

 

Seri Filsafat Kimia (5)


HIKMAH SIKAP TAWADHU’ DARI FENOMENA WARNA

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro

 


Di dunia ini tidak hanya ada warna hitam dan putih, tetapi terdapat berbagai macam warna seperti warna-warna pada pelangi. Bagaimana terjadinya warna-warni? Mengapa Allah Swt tidak hanya menciptakan warna hitam dan putih saja? Apa pesan tersirat dari penciptaan warna -warni di dunia ini?

Cahaya atau sinar menurut para ilmuwan menunjukkan sifat sebagai materi (partikel) dan sifat sebagai energi (gelombang elektromagnetik). Para ilmuwan sampai sekarang masih bingung karena "belum" mampu mengungkap "hakikat" sebenarnya dari cahaya, apakah cahaya itu berupa materi ataukah berupa energi?

Berdasarkan bukti-bukti empiris hasil eksperimen di laboratorium teridentifikasi fakta bahwa cahaya mampu memperlihatkan baik sebagai materi maupun sebagai energi. Fakta inilah yang membuat para ilmuwan kebingungan. Akhirnya untuk mengakhiri kondisi dilematis tersebut, para ilmuwan menyimpulkan bahwa cahaya memiliki sifat dualisme, yaitu cahaya bisa dipandang sebagai materi dan cahaya juga bisa dipandang sebagai energi karena keduanya terbukti terdeteksi sebagai fakta.

Fakta "ganjil" dan membingungkan dari sifat cahaya tersebut telah menyadarkan kita semua bahwa betapa masih "sedikitnya" ilmu yang kita miliki karena "hanya" untuk mengungkap dan mengetahui hakikat dari salah satu makhluk ciptaan Allah Swt yang berupa "cahaya" saja, kita tidak mampu.

Sungguh, Maha Benar Allah Swt dengan segala firman-Nya yang telah memberikan gambaran tentang perumpamaan ilmu kita dibandingkan dengan ilmu Allah Swt bagaikan tetesan air di ujung jari yang baru saja dicelupkan ke lautan yang luas. Tetesan air di ujung jari itulah gambaran ilmu kita sedangkan lautan yang luas itulah gambaran ilmu Allah Swt.

Selain itu, untuk menggambarkan bagaimana luasnya ilmu Allah Swt, dalam Al-Qur'an diberikan perumpamaan bahwa seandainya seluruh pohon di bumi ini dijadikan sebagai pena dan seluruh lautan sebagai tintanya, itupun belum cukup untuk menuliskan seluruh ilmu Allah Swt. Coba kita renungkan, bagaimana Allah Swt telah memberikan sebuah perumpamaan (analogi) yang sangat sederhana tentang ilmu-Nya kepada kita agar kita mudah memahami dan menyadari bahwa betapa "kerdil" nya kita di hadapan Allah Swt?

Mari kita renungkan bersama, betapa sedikitnya dan tidak ada apa-apanya ilmu kita dibandingkan ilmu Allah Swt. Sebuah analogi perbandingan yang sangat tidak imbang, tetapi justru itulah cara maha cerdas Allah Swt untuk menunjukkan kepada kita agar kita mengetahui dan menyadari di mana "posisi" atau "level" tingkat keilmuwan kita dibandingkan ilmu Allah Swt.

Orang yang dalam ilmunya dan bijak adalah orang yang mampu mengetahui posisi keilmuannya dan bersikap sesuai posisinya. Ia begitu berhati-hatinya dalam bersikap agar tidak melampaui "levelnya". Orang yang sombong dan "tidak tahu diri" adalah orang yang merasa paling tahu dan bersikap melebihi posisinya. Karena "kesombongan" dan "takabur" nya tersebut, ia sampai "tertutup" pikiran dan mata hatinya untuk melihat dirinya sedang pada posisi di mana.

Jika suatu benda terkena paparan sinar putih (cahaya matahari), maka ada tiga kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan pertama adalah benda tersebut akan menyerap 100% seluruh panjang gelombang dari sinar putih. Jika demikian yang terjadi, maka benda tersebut tampak oleh kita berwarna hitam (black).

Kemungkinan kedua adalah benda tersebut sama sekali tidak menyerap sedikitpun panjang gelombang sinar putih atau dengan kata lain benda tersebut memantulkan 100% seluruh panjang gelombang sinar putih ke mata kita. Jika kemungkinan kedua ini yang terjadi, maka benda tersebut terlihat oleh mata kita tidak berwarna (colorless) atau berwarna putih (white).

Kemungkinan yang ketiga ketika benda terkena paparan sinar putih adalah benda tersebut menyerap sebagian panjang gelombang sinar putih dan memantulkan sebagian lain dari panjang gelombang sinar putih ke mata kita. Panjang gelombang sinar putih atau warna yang dipantulkan ke mata kita merupakan warna komplemen dari warna yang diserap oleh benda.

Jika dari seluruh panjang gelombang sinar putih yang diserap benda adalah yang panjang gelombang tinggi, maka yang dipantulkan adalah panjang gelombang rendah, dan sebaliknya.

Kemungkinan yang ketiga, yaitu benda menyerap dan memantulkan sebagian panjang gelombang sinar putih inilah yang menyebabkan benda memiliki warna-warni yang berbeda. Proses terjadinya warna pada suatu benda "hanya" dapat terjadi jika elektron-elektron aton penyusun benda tersebut mengalami "eksitasi" (jumping electron).

Dari penjelasan tersebut di atas dapat kita pahami bahwa warna suatu benda adalah warna komplemen dari warna yang diserap oleh benda. Warna suatu benda yang merupakan warna komplemen sebenarnya "bukan" merupakan warna "hakiki" dari benda tersebut. Jadi kita sebenarnya "tidak pernah" mampu melihat warna suatu benda, warna benda yang kita lihat adalah hanya warna komplemen saja.

Bagaimanakah sebenarnya warna benda yang kita lihat? Dengan mengikuti alur penjelasan di atas, dapat kita tarik benang merah bahwa kita tidak pernah mengetahuinya, warna asli setiap benda adalah masih "misteri", hanya Allah Swt saja yang mengetahui warna hakiki dari setiap benda di dunia ini.

Sampai di sini, bagaimana perasaan kita? Apakah kita "masih" berpikiran bahwa kita telah mengetahui atau melihat semuanya tentang dunia ini? Apakah kita "masih" berpikir bahwa kita paling tahu tentang dunia ini? Masih pantaskah kita menyombongkan ilmu pengetahuan yang kita miliki?

Uraian tulisan artikel ini telah menyadarkan kita bahwa ternyata kita "belum pernah" tahu hakikat dari sinar atau cahaya. Kedua adalah ternyata kita juga "tidak pernah" melihat warna hakiki setiap benda yang kita lihat. Dua makhluk ciptaan Allah Swt (cahaya dan warna benda) saja belum mampu kita pahami, bagaimana dengan ciptaan Allah Swt yang lain-lain yang mengisi dunia ini? Kesadaran macam apa yang perlu kita bangun dalam diri kita?

Semoga sedikit pemikiran penulis melalui tulisan ini dapat memberikan "wacana baru" bagi pembaca dalam melihat dan memahami keberadaan dunia ini, sehingga pembaca dapat menemukan tujuan hakiki hidup di dunia ini. WaAllahu a'lam. []

 

Selasa, 03 Desember 2024

MODEL VISUALISASI KIMIA: Jembatan Penghubung Dunia Mikroskopis dan Makroskopis

 Seri Filsafat Kimia (3)

Sumber Gambar: 

https://www.aakash.ac.in/important-concepts/chemistry/valence-bond-theory


MODEL VISUALISASI KIMIA: Jembatan Penghubung Dunia Mikroskopis dan Makroskopis 

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro 




Kimia diajarkan di sekolah menengah atas sebagai mata pelajaran wajib. Kimia mempelajari materi di tingkat mikroskopis yang meliputi sifat, komposisi, struktur, perubahan materi dan energi yang terlibat dalam perubahan materi. 


Energi dan materi merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan dalam kajian ilmu kimia. Ketika mempelajari perubahan materi, maka otomatis juga harus mempelajari perubahan energinya karena setiap perubahan materi akan diikuti dengan perubahan energi. 


Karena perubahan materi sangat berkaitan dengan perubahan energi, maka  hukum kekekalan massa digabung dengan hukum kekekalan energi menjadi hukum kekekalan massa-energi. Hubungan yang sangat erat antara energi dan materi ini oleh Albert Einstein dirumuskan dengan persamaan E = m c². 


Beberapa peneliti menyatakan bahwa siswa SMA banyak yang menganggap bahwa kimia itu sulit. Banyak siswa SMA yang kurang menyukai mata pelajaran kimia. Beberapa faktor penyebab mengapa kimia dianggap sulit oleh siswa SMA antara lain karena kimia mempelajari banyak konsep yang abstrak, banyak mempelajari simbol-simbol atom dan rumus senyawa kimia yang tidak mudah dihafal, melibatkan perhitungan matematika yang cukup rumit. 


Banyak guru yang mengajarkan kimia masih secara parsial-parsial, belum menjadi sebuah konsep yang komprehensif. Selain juga kimia masih diajarkan sebagai ilmu pengetahuan di kelas, belum banyak guru yang mengajarkan kimia secara komprehensif. Ketidakmampuan siswa dalam menghubungkan konsep-konsep kimia yang parsial tersebut menyebabkan siswa kesulitan memahami kimia. 


Kimia mempelajari materi pada level mikroskopis, yaitu tingkat atomik. Kimia mempelajari atom, ion, molekul, elektron, Orbital atom, inti atom, dan lain-lain. Karena atom dan materi mikroskopis lainnya tidak dapat diamati secara langsung (sulit diobservasi) oleh mata, maka diperlukan sebuah pendekatan yang mampu menjembatani antara dunia mikroskopis dengan dunia makroskopis. Pendekatan tersebut berupa model kimia atau media visualisasi kimia. 


Model atau media visualisasi kimia merupakan sebuah pendekatan untuk membantu siswa dapat melihat langsung dunia mikroskopis. Karena hanya sebuah pendekatan, maka kebenarannya juga relatif. Untuk menjamin bahwa suatu media visualisasi kimia mendekati kebenaran kondisi sebenarnya, maka perlu melalui tahap validasi oleh ahli. Ahli akan memverifikasi dan memvalidasi kebenaran media visualisasi berdasarkan kebenaran ilmu. Melalui tahap validasi ahli tersebut, diharapkan akan diperoleh media visualisasi kimia yang seminimal mungkin mengalami kesalahan konsep. 


Dunia mikroskopis tidak dapat diamati secara langsung dengan mata biasa, tetapi gejala yang dihasilkannya dapat dilihat dan dikenali panca indera. Oleh karena itu, model visualisasi kimia yang dibuat para ahli media hanyalah merupakan hasil interpretasi dan penafsiran atas sifat-sifat mikroskopis yang dilihat pada dunia makroskopis.


Kebenaran konsep kimia dalam media visualisasi kimia yang dibuat harus benar-benar terjamin melalui proses verifikasi dan validasi ahli. Mengapa? Karena jika konsep kimia dalam media visualisasi tersebut salah, maka justru akan merusak tujuan pembuatan media visualisasi. Yang terjadi adalah justru media visualisasi tersebut akan membuat siswa mengalami miskonsepsi (salah konsep). 


Miskonsepsi yang terjadi pada siswa karena melihat media visual yang menggambarkan proses mikroskopis akan tertanam kuat dalam memori siswa dan akan sangat sulit diubah. Klo miskonsepsi terjadi karena siswa salah interpretasi dan salah membayangkan proses mikroskopis masih mudah diubah (diluruskan) dengan menggunakan media visual, tetapi jika siswa mengalami miskonsepsi justru karena melihat media visual, maka akan sulit untuk mengubahnya. 


Untuk mengubah (meluruskan) miskonsepsi yang sangat kuat tersebut, guru harus menggunakan strategi konflik kognitif. Tetapi strategi ini juga tidak mudah dilakukan karena akan mengubah keyakinan siswa yang didasarkan pada  pengamatan empiris yang umumnya sangat kuat dengan mengajak siswa berpikir secara rasional dan logis.


Membelajarkan konsep dan proses yang tidak terlihat memang tidak mudah. Oleh karena itu, pemahaman konsep yang benar dan tepat sangat penting dikuasai oleh seorang guru. Dalam proses pembelajaran, sebaiknya guru tidak hanya sekadar membuat siswa aktif belajar (mengkonstruksi) dengan merdeka tetapi juga harus mengajarkan (transfer of knowledge) konsep yang benar kepada siswa. Jangan sampai karena siswa dibebaskan mencari sendiri konsep kimia yang dipelajari justru membuat mereka mengalami miskonsepsi. 


Oleh karena itu, sangat penting sekali setelah memfasilitasi siswa aktif menemukan dan mengkonstruksi konsep kimia, guru harus memberikan umpan balik dan mengevaluasi kebenaran konsep yang dipahami siswa. Jika ada kesalahan konsep yang dipahami siswa, guru harus segera mengubahnya (meluruskannya) dan menunjukkan konsep yang benar agar kesalahan konsep tersebut tidak berlama-lama tersimpan di dalam struktur kognitif siswa. []


Gumpang Baru, 04 Desember 2024

Postingan Populer