Powered By Blogger

Jumat, 17 Januari 2025

MENGAPA AGAMA DAN SAINS PERLU DIINTEGRASIKAN?

Sumber Gambar: https://piuii17.blogspot.com/2018/08/islamisasi-dan-integrasi-ilmu-kajian.html
 

MENGAPA AGAMA DAN SAINS PERLU DIINTEGRASIKAN?

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Agama dan sains adalah dua topik pembicaraan yang masih hangat untuk didiskusikan. Mengapa dua istilah ini menarik untuk dibahas? Karena sampai saat ini masih ada saja orang yang mempertanyakan bagaimana hubungan antara agama dan sains? Apakah agama dan sains itu selaras atau bertentangan? Bagaimana mensikapi keadaan ketika dijumpai ada ayat-ayat dalam kitab suci yang tampak bertentangan dengan teori sains yang telah diterima kebenarannya? Mana yang lebih dipercaya kebenarannya, antara kebenaran agama atau kebenaran sains? Pertanyaan-pertanyaan seperti inilah yang membuat topik hubungan agama dan sains tidak habis-habisnya untuk terus dikaji dan didiskusikan.

 

Sebenarnya kalau semua orang memahami dan menyadari bahwa agama dan sains itu memiliki karakteristik yang berbeda dan unik, maka tidak akan ada yang akan mempermasalahkan hubungan antara agama dan sains. Dasar penentuan kebenaran antara agama dan sains sudah jelas berbeda. Kebenaran agama didasarkan atas kandungan isi kitab suci yang merupakan firman-firman Tuhan, sedangkan kebenaran sains didasarkan atas pengamatan empiris dan pengujian mengikuti metode yang sistematis. Agama membahas masalah keimanan, ibadah, akhlak, pekerti, dan nilai-nilai spiritual. Sedangkan sains membahas masalah sifat-sifat dan gejala yang terjadi pada materi fisik di alam semesta. Jadi kedua bidang tersebut memiliki kapling kajian yang berbeda dan metode pemerolehan yang berbeda pula, sehingga keduanya memang tidak perlu dipertentangkan.

 

Apakah agama dan sains saling bertentangan ataukah saling selaras? Jika dipandang dari dasar asalnya kebenaran, maka seharusnya agama dan sains tidak bertentangan. Agama dan sains harusnya saling melengkapi sehingga pemahaman dan penghayatan kita terhadap kehidupan menjadi komprehensif. Agama dan sains bagi manusia merupakan kebutuhan asasi. Artinya, keduanya merupakan kebutuhan pokok bagi hidup dan sistem kehidupan manusia. Agama bagi manusia sebagai pedoman, petunjuk, kepercayaan, dan keyakinan bagi pemeluknya untuk hidup sesuai dengan fitrah manusia yang dibawa sejak lahir (Muhaimin et al., 2001 : 282). Eksistensi sains bagi agama berfungsi sebagai pengukuh dan penguat agama bagi pemeluknya, karena dengan sains mampu mengungkap rahasia-rahasia alam semesta dan seisinya, sehingga akan menambah khidmat dan khusyuk dalam beribadah dan bermuamalah. Sains bermanfaat untuk mendapatkan kedamaian hidup secara individual dan secara kolektif bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kemanfaatan sains luar biasa dan akan menjadikan manusia dekat dengan Tuhan, hidup lebih nikmat, bahagia, dan sejahtera (Maksudin, 2013: 2).

 

Terkait hubungan antara agama dan sains, Maksudin (2013) menganalogikan hubungan agama dan sains ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa berdiri sendiri dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Di samping itu, bila dikaji menurut fitrah manusia, agama dan sains keduanya pada hakikatnya sama-sama berasal dari Tuhan. Hal ini sebagaimana ditekankan oleh Ibnu Rusyid bahwa “Kebenaran (wahyu) tidak bisa bertentangan dengan hikmah (filsafat, metode rasional dengan pembuktian); sebaliknya, keduanya mesti saling sepakat dan saling mendukung” (Guessoum, 2020: 128).  Lebih lanjut, Maksudin (2013) menyatakan bahwa agama sebagai dasar-dasar petunjuk Tuhan untuk dipatuhi dan diamalkan dalam hidup dan sistem kehidupan manusia, sedangkan sains diperolehnya melalui abilitas dan kapasitas atau potensi manusia yang dibawanya sejak lahir (h.3). Agama tidak menjadikan pemeluknya menjauhi sains dan demikian juga sains bagi saintis tidak meninggalkan agama, akan tetapi agamawan dan ilmuwan saintis saling memperkuat, memperkukuh, dan saling mengisi kekurangan dan kelemahan sehingga yang ada saling fastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan) (h.4). Tegasnya, kata Maksudin melanjutkan, agama dan sains dimiliki bagi setiap manusia secara utuh, terintegrasi, menyatu padu, sehingga benar-benar menjadi manusia yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional, spiritual, dan kecerdasan keberagamaannya, atau disebut menjadi manusia saleh individual sekaligus saleh sosial (h.5).

 

Berkaitan dengan tujuan membentuk manusia yang saleh individual dan saleh sosial, maka wacana pengintegrasian agama dan sains menjadi semakin urgen untuk dilakukan .  Sudah banyak ahli dan pemikir yang mencoba merumuskan bagaimana formula untuk mengintegrasikan agama dan sains. Upaya mengintegrasikan agama dengan sains ini ada yang menyebutnya dengan istilah islamisasi ilmu, sains yang islami, maupun sains berbasis wahyu.

 

Penulis sendiri memiliki pandangan bahwa agama dan sains harus diintegrasikan, tetapi bukan integrasi kontennya karena keduanya jelas berbeda bahan kajian dan metode pembuktian kebenarannya. Melainkan penulis lebih cenderung memaknai paradigma integrasi sains dan agama yang ditujukan untuk kepentingan pendidikan karakter. Dengan memaknai dan mengambil hikmah kebaikan di balik proses-proses sains, maka dengan keyakinan bahwa hukum-hukum alam yang menjadi bahan kajian ilmu sains adalah juga berasal dari Allah SWT sebagaimana kitab suci Al-Qur’an, maka pastilah di balik berlakunya hukum-hukum alam dalam kajian ilmu sains juga mengandung pelajaran tentang nilai, moral, akhlak, dan karakter baik. Wallahu a’lam. []

 

Referensi :

Guessoum, N. (2020). Memahami sains modern: Bimbingan untuk kaum muda muslim. Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa.

Maksudin. (2013). Paradigma agama dan sains nondikotomik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhaimin, et al., (2001). Paradigma pendidikan Islam. Bandung: Rosdakarya.


____________________________

*) Agung Nugroho Catur Saputro adalah staff pengajar kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 Nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI, dan Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP yang telah menulis 120+ judul buku, baik buku tunggal maupun buku kolaborasi. 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer