Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran Kimia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran Kimia. Tampilkan semua postingan

Selasa, 29 Juli 2025

MODEL PEMBELAJARAN CHEMISTRY, TECHNOLOGY AND SOCIETY BERORIENTASI PENDIDIKAN QUR’ANI (CTS-Q) (Part 1)



MODEL PEMBELAJARAN CHEMISTRY, TECHNOLOGY AND SOCIETY BERORIENTASI PENDIDIKAN QUR’ANI (CTS-Q) 

(Part 1)
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.*)

 

 

 Model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’an atau disingkat model pembelajaran CTS-Q dikembangkan oleh Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. pada tahun 2025. Agung adalah seorang dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Agung menyelesaikan pendidikan doktornya di Program Studi Doktor Pendidikan Kimia, Departemen Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Model pembelajaran CTS-Q merupakan produk penelitian disertasinya yang berjudul “Pengembagan Model Pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) untuk Meningkatkan Sikap Religius dan Radiant Thinking Siswa SMA/MA” di bawah bimbingan supervisor Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU., Apt selaku Promotor dan Prof. Dr. Antuni Wiyarsi, M.Sc. selaku Kopromotor.

Pengembangan model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran kimia yang mengintegrasikan karakter religius (karakter Qur’ani) ke dalam proses pembelajaran kimia dengan mengadopsi pendekatan Science, Technology, and Society (STS) sebagai representasi pembelajaran sains, metode pendidikan Qur’ani sebagai dasar mengintegrasikan karakter relegius, dan radiant thinking sebagai kemampuan berpikir asosiasi yang merepresentasikan bagaimana cara kerja otak manusia bekerja saat berpikir.

Pengembangan model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) ditujukan untuk dapat diimplementasikan pada proses pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas berbasis agama Islam seperti MA, SMAIT, dan SMA di bawah naungan Yayasan Pendidikan Agama Islam, di mana peserta didiknya memperoleh pembelajaran mata pelajaran agama Islam melebihi kurikulum mata pelajaran agama Islam menurut kurikulum nasional.

Pengembangan model pembelajaran kimia yang terintegrasi karakter religius sangat penting dilakukan karena masih minimnya metode pembelajaran yang mengintegrasikan karakter religius dalam pembelajaran kimia (Saputro et al., 2022). Model pembelajaran Science Technology Society (STS) menjadi representasi dari karakteristik pembelajaran kimia yang mengakomodir komponen sains, teknologi dan masyarakat. Metode pendidikan Qurani menjadi basis metode pembelajaran untuk mengajarkan nilai-nilai karakter religius. Sedangkan berpikir secara radiant thinking merepresentasikan cara berpikir yang sesuai abad 21 yang menuntut kemampuan berpikir kritis, analitis, dan kreatif. Radiant thinking mampu mendorong peserta didik berpikir secara kritis, analitis, kreatif, dan inovatif (Balım et al., 2006). Proses belajar secara radiant thinking dilaksanakan dengan menggunakan metode Mind Map Based Learning (MMBL) dengan menggunakan teknik Mind Map.

Tujuan model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) bertujuan untuk:

1. Melatih peserta didik mengenali berbagai  permasalahan nyata kehidupan berkaitan dengan pengaruh penerapan sains dan teknologi  terhadap masyarakat yang bisa diselesaikan dengan menggunakan konsep ilmu kimia.

2. Membekali peserta didik keterampilan menyelesaikan permasalahan nyata kehidupan yang berkaitan dengan penerapan konsep dan teknologi  kimia dalam kehidupan sehari-hari dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.

3. Membentuk peserta didik yang berakhlak dan berkarakter baik (moral character dan performance character) berlandaskan nilai-nilai kebajikan ajaran agama.

4. Membentuk peserta didik yang mampu memaksimalkan fungsi kerja otaknya dengan berpikir secara radiant thinking.

5. elatih peserta didik mampu menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yang meliputi berpikir kreatif, kritis dan analitis.

6. Membekali peserta didik dengan pengetahuan yang komprehensif tentang konten materi pelajaran dan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.

Prinsip dalam model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) adalah:

1. Setiap proses kimia yang terjadi di alam mengandung ibrah/hikmah kebaikan yang merupakan pelajaran berharga dari  Allah SWT yang disampaikan secara tersirat.

2. Peserta didik sebagai makhluk Allah SWT yang diberi akal berkewajiban mengeksplorasi dan mengungkap pesan-pesan tersirat yang terkandung di balik proses kimia di alam.

3.  Memaksimalkan potensi kerja otak melalui berpikir secara radiant thinking.

4. Menggunakan otak kanan dan otak kiri secara sinergis untuk memaksimalkan potensi diri.

5. Peserta didik adalah makhluk pendidikan yang memiliki potensi dan kemampuan untuk belajar dan mengembangkan kemampuan diri.

6. Setiap materi pelajaran diarahkan untuk mengajarkan karakter yang baik berdasarkan filosofi education through chemistry.

Manfaat penggunaan model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) adalah:

1. Peserta didik mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang materi pelajaran mencakup pengetahuan dan sikap religius.

2. Peserta didik terbiasa berpikir secara radiant thinking sehingga mendorong terbentuknya sikap kritis, analitis, dan kreativitas.

3. Peserta didik mendapatkan pengalaman tentang bagaimana memandang sesuatu secara positif melalui pencarian ibrah/hikmah di balik setiap peristiwa yang terjadi.

 

 Gumpang Baru, 29 Juli 2025

____________________________________

*) Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. adalah dosen di Progam Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, Doktor alumni Program Studi Doktor Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, dan Pengembang model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’an (CTS-Q).


Jumat, 25 Juli 2025

Agung Nugroho Catur Saputro Lulusan Doktor ke-4 FMIPA UNY

 


Agung Nugroho Catur Saputro Lulusan Doktor ke-4 FMIPA UNY

 

        Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta (FMIPA UNY) kembali meluluskan mahasiswa Doktor baru setelah Agung Nugroho Catur Saputro dari prodi S3 Pendidikan Kimia berhasil lulus dengan predikat sangat memuaskan. Agung berhasil lulus dengan IPK 3,86 dengan masa studi 6 tahun 11 bulan. 

        Pada Sidang Promosi Doktor yang digelar Rabu, 23/7/25 di Ballroom Gedung Magister & Doktor FMIPA, Agung berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul Pengembangan Model Pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur'ani (CTS-Q) untuk Meningkatkan Sikap Religius dan Radiant Thinking Siswa SMA/MA.

Dewan penguji pada kesempatan tersebut yaitu Prof. Dr. Dadan Rosana, M.Si. (Ketua / Penguji), Prof. Dr. Eli Rohaeti, M.Si. (Sekretaris/Penguji), Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag. (Penguji I), Prof. Dr. Dyah Purwaningsih, M.Si. (Penguji II), Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU., Apt (Promotor), dan Prof. Dr. Antuni Wiyarsi, M.Sc. (Kopromotor).

Dalam paparannya, Agung menyampaikan bahwa Penelitian dan pengembangan ini berhasil mengembangkan produk berupa model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) yang merupakan kombinasi dan modifikasi dari pendekatan Science, Technology, and Society (STS) dengan metode pendidikan Qur’ani dan Radiant Thinking. Model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) memiliki sintaks meliputi tahap mengeksplorasi, merenungkan,  menemukan hikmah/ibrah, mencari konsep kunci, menghubungkan/mengaitkan, dan mengaplikasikan.“Produk penelitian dan pengembangan berupa model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) yang telah dilakukan validasi oleh ahli, guru pengguna, dan diujicobakan dalam pelaksanaan proses pembelajaran kimia di sekolah menengah atas yang berbasis agama Islam, disimpulkan layak untuk dimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran kimia”, lanjutnya.

Sementara itu Prof. Dr. Elfi Susanti VH, SSi, M.Si. Kepala Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret yang hadir pada kesempatan tersebut mengatakan, Hari ini sangat senang sekali karena bisa menyaksikan hari yang penting dan sejarah bukan hanya Pak Agung sekeluarga secara pribadi, tetapi juga dari Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan lulusnya Pak Agung maka Prodi Pendidikan Kimia FKIP UNS menjadi 100% Doktor. Dengan kelulusan Pak Agung tentunya sangat membanggakan fakultas kami, karena pasti jika dilihat SDM di Prodi Pendidikan Kimia jadi lebih membanggakan lagi. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada promotor dan kopromotor yang telah membimbing Pak Agung sampai menyelesaikan studi doktornya. Kami juga berterima kasih kepada semua penguji yang telah menilai hasil disertasi Pak Agung, sehingga dinyatakan layak untuk menamatkan studi. (witono/ratna)

Sumber artikel: https://fmipa.uny.ac.id/id/node/2696  

Kamis, 23 Januari 2025

KEAJAIBAN INTI ATOM DAN MISTERI HARI KEBANGKITAN

 Seri Filsafat Kimia (10)



KEAJAIBAN INTI ATOM DAN MISTERI HARI KEBANGKITAN

Oleh: 

Agung Nugroho Catur Saputro 



Hari kebangkitan merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang harus diimani atau diyakini oleh setiap orang Islam. Keyakinan terhadap sesuatu yang belum terjadi terkadang memang sulit dilakukan, kecuali ada bukti yang cukup kuat untuk mendukung keyakinan tersebut. Demikian juga halnya dengan keyakinan terhadap adanya hari kebangkitan (kiamat).


Mungkin banyak orang yang tidak mempercayai adanya hari kebangkitan. Hari kebangkitan adalah hari di mana semua makhluk dibangkitkan lagi setelah mati dan hancur jasadnya. Pertanyaan yang mungkin sering muncul adalah "bagaimana mungkin kita dibangkitkan kembali, sedangkan tubuh kita sudah hancur dan menjadi tanah? Bagaimana caranya bagian-bagian penyusun tubuh kita akan disatukan kembali, sedangkan tubuh kita sudah terurai menjadi atom-atom?" 


Ketidakpercayaan terhadap adanya hari kebangkitan juga diungkapkan oleh orang-orang kafir sebagaimana diceritakan dalam Al Quran : 

"Dan orang-orang kafir berkata," Hari kebangkitan (kiamat) itu tidak akan datang kepada kami." Katakanlah, "Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang gaib, hari kebangkitan itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun seberat zarrah, baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar, semuanya (tertulis) dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuz)". (QS. Saba [34] : 3).

Jadi bagi orang-orang kafir, hari kebangkitan (kiamat) itu tidak akan terjadi, mereka tidak beriman pada adanya hari akhir.


Menurut mereka yang tidak mempercayai hari akhir, hari kebangkitan itu tidak pernah ada. Menurut persepsi mereka, kalau mereka nanti sudah meninggal dan dikuburkan dalam tanah, maka tubuh mereka akan hancur dan berubah atau bercampur dengan tanah. Bagaimana caranya bagian-bagian tubuh mereka yang sudah terurai menjadi atom-atom akan disatukan kembali menjadi tubuh utuh?


Orang yang tidak percaya hari akhir berpendapat bahwa tidak mungkin tubuh yang sudah hancur dan terurai menjadi atom-atom dapat disatukan kembali. Benarkah demikian? Bagaimanakah cara Allah Swt memberitahukan kepada manusia bahwa membangkitkan manusia yang sudah meninggal dan menjadi tanah itu merupakan suatu perkara yang mudah bagi-Nya? Bagaimana para ilmuwan sains mengungkap ilmu Allah Swt tersebut? Bagaimanakah mekanisme Allah Swt dalam membangkitkan manusia pada hari akhir nanti? Silakan lanjutkan membaca artikel ini.


Saat ini, para ilmuwan sains telah mendata dan menyusun semua unsur yang dikenal dalam bentuk Tabel Periodik Unsur. Selain itu, ilmuwan sains juga telah mampu mengidentifikasi  proton dalam inti atom sebuah atom hidrogen dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Nah, belum lama ini suatu penemuan telah membuktikan bahwa medan magnetik yang terdapat pada inti atom sebagian besar dipengaruhi oleh medan magnetik luar. 


Intensitas medan magnetik pada suatu inti atom merupakan suatu fungsi dari elektron-elektron yang mengelilingi inti atom dan juga dipengaruhi oleh elektron-elektron dari atom-atom lain yang berdekatan. Interaksi elektron-elektron dengan medan magnetik luar menyebabkan perubahan medan magnetik inti atom, sehingga menimbulkan apa yang disebut "chemical shift" (pergeseran kimia). 


Pada suatu medan magnetik luar tertentu, setiap inti atom dari suatu spesies tertentu yang secara kimia berbeda beresonansi pada frekuensi yang sedikit berbeda. Ini menyebabkan timbulnya puncak-puncak resonansi magnetik yang berbeda, yang dapat dilihat melalui Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS).


Sebagaimana MRI menghasilkan gambaran anatomis, MRS menghasilkan informasi kimiawi secara kuantitatif. Sekarang ini dapat diberikan dalam format gambar dan disebut sebagai Magnetic Resonance Spectroscopic Imaging (MRSI).


Jadi, meskipun inti atom dari unsur-unsur yang berbeda terdiri dari proton-proton yang pada dasarnya serupa, efek terhadap mereka dari elektron-elektron luar yang mengelilinginya dan juga elektron-elektron dari atom-atom yang berdekatan, menyebabkan mereka menghasilkan resonansi dengan frekuensi-frekuensi berbeda yang dapat dibedakan. 


Teknik tersebut di atas dan banyak teknik lainnya ada pada sang Pencipta. Allah Swt memiliki daftar semua atom yang menyusun alam semesta ini. Oleh karena itu, pada hari kebangkitan, Allah Swt tidak akan kesulitan dalam merekonstruksi setiap makhluk hidup.


Berdasarkan ulasan di atas, dapat kita pahami bahwa inti atom dalam setiap atom memiliki resonansi yang berbeda-beda tergantung dengan atom apa dia berdekatan. Jadi setiap atom di alam semesta ini seolah-olah memiliki sensor untuk mendeteksi atom lain yang pernah berikatan dengannya. 


Dengan cara seperti itulah pada hari kebangkitan nanti Allah Swt akan menyatukan dan merekonstruksi kembali jasad manusia yang telah hancur dan terurai menjadi atom-atom. Tidak ada yang sulit bagi Allah Swt. Ibaratnya Allah Swt tinggal "mengaktifkan" sensor magnetik tersebut, maka setiap atom akan bergerak sendiri mencari atom-atom pasangannya yang dulu pernah berikatan dan menyatu kembali membentuk jasad tubuh yang utuh. Ya, memang tidak ada yang mustahil bagi Allah Swt. Jika berkehendak, maka Allah Swt cukup berfirman "Kun" (jadilah), maka "fayakun" (maka menjadilah) apa yang menjadi semua kehendak-Nya. Wallahu a'lam. []


Sumber Bacaan: 

Adel M.A. Abbas, 2000, Singgasana-Nya di Atas Air, Jakarta: Penerbit Lentera.


*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS)

Senin, 13 Januari 2025

NETRALKAH SAINS?

 Seri Filsafat Kimia (9)


NETRALKAH SAINS?
Oleh : 

Agung Nugroho Catur Saputro 




Alhamdulillah, sekarang ini minat dan semangat umat Islam untuk belajar semakin tinggi,  baik belajar ilmu sains maupun ilmu agama. Pada dasarnya, ilmu sains mempelajari tentang alam semesta sedangkan ilmu agama mempelajari Al-Qur'an. 


Ilmu sains maupun ilmu agama sebenarnya sama-sama mempelajari ayat-ayat Allah SWT. Sains mempelajari ayat-ayat kauniyah berupa hukum-hukum Allah SWT di alam sedangkan ilmu agama mempelajari ayat-ayat qouliyah berupa hukum-hukum Allah SWT di dalam Al-Qur'an. 


Berdasarkan pemikiran tersebut, seharusnya hasil belajar sains maupun agama adalah sama, yaitu menemukan bukti-bukti ke-Mahakuasa-an dan ke-Mahabesar-an Allah SWT karena sama-sama mempelajari ayat-ayat-Nya. Seharus orang-orang yang mempelajari ilmu sains maupun ilmu agama sama-sama menjadi orang yang beriman, percaya pada Allah SWT, Tuhan penguasa seluruh alam semesta ini. Tetapi faktanya bagaimana? 


Ternyata ada juga ilmuwan yang tidak percaya adanya Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa ada "sesuatu" yang kurang tepat dalam ilmu sains. Seolah-olah sains itu bertentangan dengan agama (ketuhanan). Benarkah demikian? Jadi, apakah sains itu netral? Bagaimana pendapat Anda?


Sains dapat didefinisikan sebagai himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar, pada penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yg kritis terhadap data-data pengukuran yg diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam (Baiquni, 1996).


Berdasarkan definisi tersebut tampaknya tidak ada masalah karena sains tampak netral. Misalnya dalam ilmu kimia, reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen membentuk air. Apakah  pengetahuan tentang reaksi tersebut baik atau buruk? Dimana kebaikannya atau keburukannya? 


Coba kita pikirkan. Kalau orang menggunakan reaksi pembentukan tsb untuk mengelas pipa saluran air minum yg bocor, itu tindakan yg baik, tetapi jika ia dipergunakan untuk meledakkan rumah orang lain, itulah kejahatan. Di sini tampak sekali bahwa ilmu kimia itu netral. Memang demikian tampaknya kalau kita hanya meninjau sekelumit saja dari ilmu kimia.


Tetapi ternyata ilmu kimia tidak mengkaji reaksi-reaksi saja. Ilmu kimia tidak hanya berisi kumpulan pengetahuan tentang reaksi kimia saja. Ilmu kimia juga mengajarkan "Hukum Kekekalan Massa" atau "Hukum Kekekalan Materi". Jika tidak "dipagari" dengan bijaksana, hukum tersebut dapat berpotensi  untuk menjerumuskan para siswa pada suatu kepercayaan atau keyakinan "bahwa alam semesta ini tidak pernah diciptakan, tetapi ada selama-lamanya, sejak waktu tak terhingga yang telah lampau sampai waktu tak terhingga yang akan datang. Jadi, ilmu kimia itu tidak netral. Ia mengandung potensi yang berbahaya bagi aqidah maupun keimanan siswa yang mempelajarinya. 


Bahaya tersebut sudah barang tentu tidak akan menimpa siswa yg pendidikan agamanya (keimanannya) kuat, tetapi bagi siswa yg imannya tidak begitu kuat, goncangan akan terjadi dalam menghadapi "ketidakselarasan" antara sains yg mengajarkan kekekalan materi yg tidak pernah diciptakan, dan agama yg mengajarkan bahwa segala sesuatu diciptakan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.


Berdasarkan pemikiran dan argumen di atas, maka pembelajaran ilmu sains, khususnya ilmu kimia sangat perlu "dipagari" dan diintegrasikan dengan nilai-nilai religius (ajaran agama) agar pembelajaran kimia dan penanaman aqidah berjalan beriringan sehingga mampu menghasilkan siswa yang berkualitas, kuat ilmu dunia dan kuat ilmu akhirat. Wallahu a'lam. []


Referensi : 

Baiquni,A., 1996, Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa.



*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).

Kamis, 09 Januari 2025

FENOMENA ADANYA "MASS DEFECT" PADA INTI ATOM DAN HIKMAH NYA

 Seri Filsafat Kimia (8)


FENOMENA ADANYA "MASS DEFECT" PADA INTI ATOM DAN HIKMAHNYA

Oleh: 
Agung Nugroho Catur Saputro 




Ketika pengetahuan ilmuwan tentang inti atom semakin baik, para ilmuwan dikejutkan oleh kemunculan suatu fenomena yang "aneh" terkait massa inti atom. Inti atom tersusun atas proton yang bermuatan listrik positif dan neutron yang tidak bermuatan listrik atau netral. Jika massa proton dan massa neutron digabungkan, maka total massa yang diperoleh "seharusnya" akan sama dengan massa inti atom keseluruhan.


Misalnya atom helium yang memiliki 2 elektron pada kulit atomnya. Pada inti atom helium  terkandung 2 proton dan 2 neutron. Jika massa 2 proton dan massa 2 neutron dijumlahkan, seharusnya massa hasil penjumlahan tersebut akan sama dengan massa inti atom helium. Secara logika seharusnya seperti itu, tetapi faktanya tidak seperti itu. Bagaimana fakta yang ditemukan para ilmuwan? 


Para ilmuwan ternyata menemukan fakta yang "ganjil" atau aneh terkait massa inti atom. Jika hasil penjumlahan massa proton dan massa neutron suatu inti atom dibandingkan dengan massa inti atom, ternyata "selalu" diperoleh fakta bahwa massa inti atom keseluruhan pasti lebih kecil. Fenomena aneh tersebut dikenal dengan sebutan "Cacat Massa" atau "Mass Defect". Jadi seakan-akan ada massa yang hilang. Lantas ke manakah selisih massa yang hilang tersebut? 


Teori Relativitas menyatakan bahwa massa yang hilang dari total massa nukleon-nukleon penyusun inti atom berubah menjadi energi ikatan inti (nuclear binding energy). Dengan menggunakan persamaan hubungan kesetaraan massa-energi Einstein (E = mc2, (angka dua sebagai bilangan pangkat) dimana E: energi, m: massa, c: kecepatan cahaya), kita dapat menghitung besarnya energi ikatan inti pernukleon.


Penjelasan keberadaan energi ikatan inti ini sangat berguna dalam menjelaskan kestabilan inti atom. Kita tahu bahwa di dalam inti atom terdapat proton yang bermuatan listrik positif dan neutron yang netral. Seharusnya karena sama-sama bermuatan positif, antar proton dalam inti akan tolak-menolak (sesuai hukum Coulomb) dan menyebabkan inti atom tidak stabil. Tetapi faktanya banyak inti atom yang stabil, hanya beberapa inti atom tertentu yang bersifat tidak stabil (inti  radioaktif). Bagaimana kestabilan inti ini dijelaskan dengan konsep energi ikatan inti? 


Gaya tolakan antar muatan positif yang mendorong proton-proton cenderung saling menjauhi seolah-olah dinetralkan atau di nol-kan oleh keberadaan energi ikatan inti. Jadi energi ikatan inti ini seakan-akan mengikat nukleon-nukleon di inti atom (proton dan neutron) begitu kuatnya sehingga mereka tetap stabil di dalam inti. 


Hikmah apa yang dapat kita ambil dari fenomena "Mass Defect" tersebut? Fenomena adanya "Mass Defect" pada inti atom mengajarkan kepada kita tentang arti penting sebuah energi ikatan. Energi ikatan inti mampu menjaga kestabilan inti atom dari dorongan ketidakstabilan dari dalam inti atom sendiri. Energi ikatan inti tersebut bukan berasal dari luar inti, tetapi justru muncul dari inti atom sendiri sebagai efek dari massa nukleon inti atom yang hilang. 


Konsep ini jika kita implementasikan dalam kehidupan, akan sangat besar dampak positifnya. Coba bayangkan, apa yang terjadi jika ada orang yang lemah  dikumpulkan dengan sesama orang yang lemah, apakah lemahnya bertambah besar?


Ternyata berkumpulnya orang-orang yang sama-sama lemah tidak menyebabkan semakin meningkatnya kelemahan, tetapi yang terjadi malah sebaliknya yakni semakin berkurangnya kelemahan dan efek lainnya yaitu munculnya kekuatan baru  yang entah datangnya dari mana karena sebelumnya pada diri orang-orang lemah tersebut tidak ada kekuatan. Aneh bukan?


Paradigma inilah yang mungkin dulu dipergunakan oleh para pendiri bangsa ini ketika berjuang membebaskan diri dari kekangan penjajah dan berusaha memerdekakan diri menjadi negara merdeka yang berdaulat.  Ketika rakyat berjuang sendiri-sendiri maka perjuangan tersebut sangat mudah dikalahkan oleh penjajah. Rakyat waktu itu dibuat lemah oleh penjajah, baik lemah secara ekonomi maupun lemah secara pemikiran agar tidak ada potensi untuk memberontak.


Tetapi para pendiri bangsa ini mengetahui "rahasia luar biasa" dari sebuah ikatan (persatuan). Persatuan tidak harus dibangun dari persamaan, tetapi justru bisa dibangun dari adanya "perbedaan". Kita tahu bahwa menurut hadits Rasulullah Saw,  perbedaan itu adalah rahmat. Adanya perbedaan adalah suatu keniscayaan, tetapi munculnya upaya mempersatukan perbedaan tersebut adalah sebuah rahmat dari Allah Swt.


Karena Indonesia adalah bangsa yang bhinneka, majemuk, beraneka ragam suku dan bahasa, maka rasa persatuan bisa dibangun dari perbedaan-perbedaan tersebut. Maka dideklarasikan "Sumpah Pemuda" yang mempersatukan rakyat Indonesia walau berbeda suku, agama, ras, bahasa, pakaian maupun tradisi. Semua perbedaan tersebut yang sebenarnya bisa berpotensi untuk memecah belah persatuan, tetapi oleh para pendiri bangsa ini justru dijadikan sebagai "dasar persatuan". Lantas apa dampak dari persatuan (Sumpah Pemuda) tersebut? 


Dampaknya adalah munculnya "energi luar biasa" terhadap semangat perjuangan. Semua rakyat Indonesia semangat berjuang, mengorbankan segala kepentingan pribadi dan golongan, hanya demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seandainya rakyat Indonesia waktu itu tidak mau berkorban, lebih mementingkan kepentingan suku dan golongannya, mungkin saat ini kita masih berada di bawah tekanan penjajah.


Begitulah hebatnya energi yang muncul dari sebuah ikatan (persatuan). Sebuah ikatan tidak hanya sekedar menyatukan, tetapi justru bisa memunculkan energi baru. Inilah rahmat dari sebuah ikatan. Ikatan yang bisa dibangun dari fondasi perbedaan akan membawa rahmat yang luar biasa. Mungkin demikianlah tujuan mengapa Allah Swt menciptakan manusia berbeda-beda suku dan bangsa. Wallahu a'lam.[]



*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS)

Jumat, 03 Januari 2025

STRUKTUR KIMIA BENZENA DAN MIMPI KEKULE

Seri Filsafat Kimia (8)




STRUKTUR KIMIA BENZENA DAN MIMPI KEKULE 

Oleh: 

Agung Nugroho Catur Saputro 



Kisah-kisah tentang kebenaran mimpi seseorang mungkin sudah biasa kita dengar. Apalagi kalau terkait kisah-kisah para Nabi dan Rasul Allah, kita pasti sudah pernah mendengarnya.


Dalam kisah para nabi dan rasul, kita ingat tentang mimpi seseorang pada zaman Nabi Yusuf a.s. terkait masa kemarau dan paceklik panjang yang akhirnya menjadi sarana diangkatnya beliau menjadi pejabat kerajaan dan kisah mimpinya  Nabi Ibrahim a.s. tentang perintah menyembelih putra kesayangannya Ismail a.s. yang akhirnya menjadi cikal bakal perintah ibadah qurban, serta kisah-kisah lainnya. 


Bagaimana dalam ilmu kimia, apakah juga ada kisah mimpi seorang ilmuwan kimia yang melegenda? Ternyata dalam sejarah perkembangan ilmu kimia, pernah juga ada kisah mimpi seorang ilmuwan terkait penentuan struktur kimia senyawa benzena (C6H6). Bagaimana kisahnya? 


Benzena merupakan salah satu senyawa organik yang unik. Mengapa unik? Sifat benzena berbeda dengan sifat senyawa organik yang memiliki jumlah atom C dan H yang sama. Senyawa-senyawa yang  demikian dikatakan tak jenuh jika dilihat dari kebutuhan hidrogen, yang berarti senyawa-senyawa ini masih mampu mengikat beberapa atom hidrogen, tetapi tidak terjadi pada benzena. 


Keunikan lain dari benzena adalah sebelum 1865, tak seorangpun yang mampu menentukan rumus bangun (rumus struktur) yang sesuai untuk benzena. Orang yang mampu melakukannya adalah Friedrich August Kekule.


Kekule diakui sebagai salah satu guru terbesar ilmu kimia di abad 19. Tiga dari lima hadiah Nobel pertama bidang kimia dianugerahkan kepada murid-muridnya : Jacobus van't Hoff (1901), Emil Fischer (1902), dan Adolf von Baeyer (1905). Meskipun mendapat kemasyuran sebagai seorang guru, Kekule sangat dikenal oleh para ahli kimia  karena teori-teorinya tentang struktur molekul senyawa organik.


Teori rumus struktur benzena diusulkan oleh Kekule pada tahun 1865. Kekule dalam mengusulkan rumus struktur benzena ternyata berdasarkan mimpinya di suatu malam. Kisah mimpi Kekule  ini disampaikan oleh Kekule pada pidatonya tahun 1890 pada saat menerima penghargaan di peringatan ulang tahun ke-25 pengumuman rumus benzena di Berlin's City Hall.


Pidato Kekule tersebut di kemudian hari diterbitkan di jurnal ilmiah (Benfey,  Journal of Chemical Education,Volume 35 Tahun 1958 Halaman 21) bersamaan perayaan ulang tahun ke-100 teori umum tentang struktur.


Mimpinya tentang seekor ular menggigit ekornya sendiri, menuntun Kekule untuk mengusulkan struktur siklik benzena, dengan enam atom karbon dalam suatu cincin. 


Cerita tentang mimpi Kekule yang telah mengilhami teori struktur benzena ternyata tidak semua ahli kimia percaya. Beberapa penulis (Chemical anx Engineering  News, 4 November 1985, hal. 22; 20 Januari 1986, hal. 3) telah mengkritik dan bahkan meragukan laporan Kekule tentang mimpi-mimpinya dan tentang peran mimpi-mimpi tersebut untuk dimasukkan dalam usulan arsitektur molekulnya. Dalam publikasinya di tahun 1860-an Kekule tidak menunjuk pada asal mula mimpi-mimpinya. Namun demikian, banyak ilmuwan yang tidak mencantumkan dalam publikasi formalnya asal mula mereka mendapatkan gagasan-gagasannya.


Jika dalam publikasi awalnya Kekule enggan menyatakan bahwa ia telah memimpikan teori-teori struktur molekulnya dan jika ia menyimpan pengakuan ini untuk diberikan dalam pidatonya di perayaan ulang tahun, kita tidak perlu terlalu terkejut atau curiga. 


Dalam bagian lain dari pidato Kekule, perlu kita pertimbangkan sifat seorang ilmuwan besar yang juga seorang pemimpi : 

"Marilah kita belajar untuk bermimpi, para hadirin, kemudian kita mungkin akan menemukan kebenaran. Tetapi, marilah kita berhati-hati untuk mempublikasikan mimpi-mimpi kita sampai mimpi-mimpi tersebut telah diuji oleh pemahaman alam sadar" (Benfey, hal.21).


Meskipun Kekule tidak dapat menerima Hadiah Nobel karena hadiah tersebut diberikan pertama kali setelah kematiannya, ia adalah tipe manusia yang diingat oleh Nobel. Beberapa bulan sebelum kematiannya, Nobel berkata, "Saya ingin membantu para pemimpi, yang kesulitan untuk menjadikan mimpi itu menjadi kenyataan." []



Sumber Bacaan : 

Royston M. Robert, 2004, Serendipity: Penemuan-penemuan di Bidang Sains yang Tidak Disengaja. Terjemahan. Bandung: Pakar Raya.


*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS).

Selasa, 31 Desember 2024

MAKNA FILOSOFIS DI BALIK REAKSI KIMIA

 Seri Filsafat Kimia (6)


MAKNA FILOSOFIS DI BALIK REAKSI KIMIA

Oleh: 
Agung Nugroho Catur Saputro
 



Setiap materi di alam ini pasti mengalami perubahan karena alam ini senantiasa berubah, tidak konstan. Perubahan materi bisa berlangsung secara fisika maupun secara kimia. 


Perubahan fisika adalah perubahan materi yang tidak menghasilkan zat baru. Perubahan fisika bisa berlangsung bolak-balik. Karena perubahan fisika tidak menghasilkan zat baru, maka secara substansi materi yang mengalami perubahan fisika sebenarnya tidak berubah. Contoh air jika dibekukan berubah jadi es, tetapi jika dipanaskan berubah menjadi uap air. Baik uap air, air, maupun es, materi penyusunnya sama yaitu air.


Sedangkan perubahan kimia adalah perubahan materi yang menghasilkan zat baru. Perubahan kimia lebih lazim  dikenal dengan sebutan "reaksi kimia". Karena menghasilkan zat baru, maka secara substansi materi yang mengalami reaksi kimia memang berubah menjadi materi lain yang sama sekali berbeda dengan materi sebelumnya. Contoh logam besi bisa berubah menjadi karat besi jika berada di tempat yang banyak oksigen dan udaranya lembab.


Terjadinya reaksi kimia dapat diketahui jika pada perubahan materi tersebut teridentifikasi minimal salah satu ciri-ciri  berikut, yaitu terjadinya perubahan temperatur, munculnya perubahan warna, terjadinya endapan, dan munculnya gas. 


Berlangsungnya reaksi kimia melibatkan sejumlah energi. Reaksi kimia hanya mungkin terjadi jika energinya cukup untuk berlangsungnya reaksi. Setiap reaksi kimia memiliki energi aktivasi (Ea). Energi aktivasi dapat kita pandang semacam energi minimal yang perlu dimiliki oleh zat-zat yang bereaksi untuk dapat berubah menjadi zat hasil reaksi. 


Jika zat-zat yang bereaksi tidak memiliki energi yang melebihi energi aktivasi, maka zat-zat tersebut tidak akan bereaksi, kecuali ada tambahan energi dari luar sistem sehingga akhirnya energi zat-zat yang akan bereaksi memiliki energi yang melebihi energi aktivasi. Contohnya untuk memicu terjadinya reaksi kimia yang melibatkan zat-zat fase padat memerlukan energi tambahan berupa energi kalor melalui proses pemanasan.


Dalam reaksi kimia, zat-zat pereaksi (reaktan) akan saling bereaksi membentuk zat baru (senyawa baru) yang disebut zat hasil reaksi (produk). Sifat produk sama sekali berbeda dengan sifat reaktan, tetapi reaktan "hanya" bisa bertransformasi menjadi produk jika reaktan memiliki energi minimal yang cukup untuk melampaui energi aktivasi.


Mengapa zat-zat di alam ini (atom, molekul, ion) dapat bereaksi secara kimia? Perlu kita pahami bahwa zat-zat kimia itu benda mati yang tidak dapat berperilaku seperti makhluk hidup. Tetapi mengapa zat-zat kimia tersebut dapat bereaksi? 


Penting kita pahami bahwa walaupun zat-zat (materi) di alam ini benda mati, tetapi mereka diberikan oleh Allah Swt semacam "sifat" tertentu yang terikat oleh sunnatullah (hukum-hukum alam). Jadi materi di alam ini ketika berinteraksi dengan materi lain hanya sekedar menjalankan "kehendak" Tuhannya yang telah ditetapkan dalam wujud sifat-sifat materi. Materi di alam ini hanya memenuhi "kewajibannya" selaku makhluk, materi di alam ini hanya sekedar mematuhi takdirnya.


Dari uraian penjelasan di atas, hikmah kehidupan apa yang dapat kita ambil? Hikmah yang pertama adalah terjadinya perubahan materi secara kimia (reaksi kimia) telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap orang niscaya harus berubah menjadi lebih baik. Untuk dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik memerlukan bekal keilmuan yang cukup agar dapat  melalui segala hambatan dan rintangan yang setiap saat dapat menghalangi kelancaran proses perubahan tersebut.


Hikmah kedua adalah jika kita memiliki keinginan untuk berubah ke arah yang lebih baik tetapi kita kurang memiliki bekal keilmuan maupun motivasi yang cukup, maka kita memerlukan bantuan dari pihak lain. Maka sangat pantaslah kalau agama kita menganjurkan agar kita saling membantu satu sama lain dan saling menasihati dalam kebaikan.


Adapun hikmah yang ketiga adalah perubahan diri menjadi pribadi yang lebih baik itu perlu momen yang tepat dan indikator terjadinya perubahan. Setiap waktu adalah baik, tetapi di antara waktu-waktu yang baik tersebut terdapat waktu yang paling "tepat" untuk kita melakukan perubahan diri.


Waktu terbaik untuk melakukan proses "transformasi diri" adalah setelah kita melakukan refleksi diri (muhasabah), yakni mengevaluasi apa saja yang telah kita lakukan, progres kebaikan apa yang telah kita capai, planing-planing kehidupan kita apa saja yang telah terealisasi dan apa saja yang belum terealisasi. Nah, waktu dan momen yang paling tepat untuk mengawali proses "transformasi  diri" adalah ketika awal tahun (baru). Pada saat awal tahun (baru) inilah waktu yang tepat untuk kita menetapkan resolusi dalam kehidupan kita dan merumuskan indikator-indikator ketercapaian resolusi kita. 


Hikmah keempat yaitu adanya  "rahasia" dibalik kesuksesan proses transformasi diri. Ada konsep yang sangat penting yang perlu kita pahami dalam proses transformasi diri yaitu "kesadaran diri" bahwa keinginan kita untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik adalah kehendak Allah Swt yang sudah ditetapkan pada setiap diri kita.


Kita harus paham bahwa transformasi diri itu sebuah keniscayaan, dan itu adalah "kehendak" Allah Swt. Jadi kalau kita bertransformasi menjadi pribadi yang lebih baik, berarti secara tidak langsung kita mewujudkan "takdir baik" kita sendiri. Tidak inginkah kita menjadi hamba yang mematuhi kehendak Allah Swt? Tidak inginkah kita menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik sesuai kehendak Allah Swt? WaAllahu a'lam. []


*) Staf Pengajar Kimia di Universitas Sebelas Maret (UNS)

KIMIA , PROSES ALAM, DAN NILAI-NILAI RELIGIUS

 Seri Filsafat Kimia (5)


KIMIA , PROSES ALAM, DAN NILAI-NILAI RELIGIUS

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro 



Sifat-sifat materi dan perubahannya mengikuti hukum alam yang berlaku. Hukum alam merepresentasikan kehendak sang Khalik (Maha Pencipta). Allah SWT mengatur alam semesta melalui penetapan sunnatullah atau hukum alam. Mekanisme kerja alam semesta mengikuti sunnatullah yang ditetapkan Allah SWT. 


Allah SWT menciptakan alam semesta bukan tanpa tujuan. Alam semesta dan segala proses yang terjadi menjadi bahan pembelajaran bagi umat manusia. Allah SWT mengajarkan ilmu-ilmu-Nya kepada manusia melalui terjadinya fenomena alam.  Segala yang terjadi di alam merupakan bagian dari cara Allah SWT mengajarkan ilmu-ilmu-Nya kepada umat manusia yang mau berpikir.


Salah satu bidang ilmu sains yang mengkaji materi adalah kimia. Kimia mengkaji sifat materi di alam semesta dengan fokus pada kajian struktur, komposisi, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai perubahan materi. Jadi lingkup kajian ilmu kimia adalah sifat dan perubahan materi di tingkat mikroskopis yaitu level atomik.


Kimia fokus mengkaji sifat dan perubahan materi pada level atomik. Sifat dan perubahan materi tingkat mikroskopis mengandung pesan-pesan Allah SWT baik yang tersirat maupun yang tersirat. Pesan tersurat dapat dipelajari dari perubahan sifat yang timbul dari dampak terjadinya proses dan perubahan materi. Sedangkan pesan tersirat merupakan nilai-nilai yang terkandung di balik perubahan materi. Nilai-nilai yang tersirat dari perubahan atau proses alam merepresentasikan pesan ilahi. 


Pesan tersurat dalam proses kimia di alam dapat diketahui secara langsung ketika mempelajari ilmu kimia. Pesan tersurat dalam ilmu kimia adalah pengetahuan kimia itu sendiri. Jadi saat seseorang sedang mempelajari ilmu kimia atau melakukan percobaan kimia di laboratorium, maka ia sedang mempelajari pesan tersurat yang terkandung dalam proses kimia. 


Adapun pesan tersirat dalam ilmu kimia adalah nilai-nilai kehidupan yang terkandung di balik proses kimia. Pesan tersirat ini tidak dapat langsung diperoleh saat mengkaji proses kimia. Pesan tersirat dapat diketahui melalui proses memikirkan, menghayati, dan merenungkan proses kimia untuk menemukan hikmah kebaikan atau ibrah yang terkandung di balik proses kimia. 


Pesan-pesan tersirat yang terkandung di balik proses-proses kimia merupakan nilai-nilai religius karena berupa pesan-pesan moral dan kebaikan yang dititipkan sang Khalik untuk umat manusia. Nilai-nilai karakter religius yang terdapat dalam setiap proses kimia hanya dapat diketahui oleh orang-orang terpilih. Siapakah orang-orang terpilih yang dimaksud? 


Orang-orang terpilih yang dimaksud di atas adalah orang-orang yang mampu mengungkap pesan-pesan moral kebaikan yang tersirat di balik proses-proses kimia, yaitu orang-orang yang mampu melihat pesan-pesan ilahi atau maksud dari proses kimia. Orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang senang memikirkan alam ciptaan Tuhan dan selalu berpikiran positif bahwa di balik setiap kehendak dan takdir Tuhan yang berlaku di alam ini bertujuan untuk kebaikan umat manusia. 


Orang-orang terpilih tersebut berpikiran bahwa setiap peristiwa dan gejala yang terjadi di alam selalu ada berhubungan dengan kehendak sang Khalik. Mereka selalu berpandangan bahwa terdapat keterkaitan atau relasi antara manusia, alam, dan Tuhan. Trilogi relasi kehidupan tersebut mengindikasikan bahwa setiap peristiwa alam yang terjadi ada campur tangan Tuhan dan bertujuan untuk kebaikan kehidupan umat manusia. 


Melalui aktivitas selalu memikirkan, merenungkan, dan menghayati gejala dan fenomena alam serta selalu berusaha menemukan ibrah atau hikmah kebaikan di balik setiap peristiwa akan mengantarkan seseorang menjadi memiliki kesadaran yang tinggi terhadap religiusitas. Kesadaran religiusitas yang tinggi tersebut akan menjadikan seseorang tersebut akan memiliki hati yang lembut dan kepekaan yang tinggi terhadap tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. 


Sebagai contoh ketika mengamati proses terjadinya pelapukan batu-batuan vulkanik menjadi kerikil dan pasir, akan muncul kesadaran dalam diri orang-orang terpilih tersebut bahwa peristiwa pelapukan batu-batuan vulkanik tersebut terjadi atas kehendak Tuhan. Tanpa kehendak-Nya, tidak mungkin batu-batu vulkanik dari gunung berapi tersebut akan mengalami proses pelapukan secara alami. Kehendak Tuhan yang berlaku pada batu-batuan vulkanik tersebut terwujud dalam bentuk hukum-hukum alam, yaitu proses pelapukan. 


Selain kesadaran ada campur tangan Tuhan pada proses pelapukan batu-batu vulkanik, orang-orang terpilih tersebut juga berpikiran bahwa proses pelapukan batu-batuan vulkanik pasti bertujuan untuk kebaikan kehidupan umat manusia. Dan hal ini terbukti dengan fakta manusia memanfaatkan batu kerikil dan pasir untuk keperluan konstruksi bangunan seperti membangun gedung-gedung bertingkat, jalan raya maupun jembatan penghubung antar wilayah. Ternyata untuk keperluan pemenuhan kebutuhan hidup manusia berupa pembangunan infrastruktur bangunan, Tuhan telah menyiapkan bahan-bahan bakunya berupa batu kerikil dan pasir melalui proses alam yaitu pelapukan batu-batuan vulkanik. Wallahu A'lam. []


Gumpang Baru, 01 Januari 2025

Sabtu, 28 Desember 2024

HIKMAH SIKAP TAWADHU’ DARI FENOMENA WARNA

 

Seri Filsafat Kimia (5)


HIKMAH SIKAP TAWADHU’ DARI FENOMENA WARNA

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro

 


Di dunia ini tidak hanya ada warna hitam dan putih, tetapi terdapat berbagai macam warna seperti warna-warna pada pelangi. Bagaimana terjadinya warna-warni? Mengapa Allah Swt tidak hanya menciptakan warna hitam dan putih saja? Apa pesan tersirat dari penciptaan warna -warni di dunia ini?

Cahaya atau sinar menurut para ilmuwan menunjukkan sifat sebagai materi (partikel) dan sifat sebagai energi (gelombang elektromagnetik). Para ilmuwan sampai sekarang masih bingung karena "belum" mampu mengungkap "hakikat" sebenarnya dari cahaya, apakah cahaya itu berupa materi ataukah berupa energi?

Berdasarkan bukti-bukti empiris hasil eksperimen di laboratorium teridentifikasi fakta bahwa cahaya mampu memperlihatkan baik sebagai materi maupun sebagai energi. Fakta inilah yang membuat para ilmuwan kebingungan. Akhirnya untuk mengakhiri kondisi dilematis tersebut, para ilmuwan menyimpulkan bahwa cahaya memiliki sifat dualisme, yaitu cahaya bisa dipandang sebagai materi dan cahaya juga bisa dipandang sebagai energi karena keduanya terbukti terdeteksi sebagai fakta.

Fakta "ganjil" dan membingungkan dari sifat cahaya tersebut telah menyadarkan kita semua bahwa betapa masih "sedikitnya" ilmu yang kita miliki karena "hanya" untuk mengungkap dan mengetahui hakikat dari salah satu makhluk ciptaan Allah Swt yang berupa "cahaya" saja, kita tidak mampu.

Sungguh, Maha Benar Allah Swt dengan segala firman-Nya yang telah memberikan gambaran tentang perumpamaan ilmu kita dibandingkan dengan ilmu Allah Swt bagaikan tetesan air di ujung jari yang baru saja dicelupkan ke lautan yang luas. Tetesan air di ujung jari itulah gambaran ilmu kita sedangkan lautan yang luas itulah gambaran ilmu Allah Swt.

Selain itu, untuk menggambarkan bagaimana luasnya ilmu Allah Swt, dalam Al-Qur'an diberikan perumpamaan bahwa seandainya seluruh pohon di bumi ini dijadikan sebagai pena dan seluruh lautan sebagai tintanya, itupun belum cukup untuk menuliskan seluruh ilmu Allah Swt. Coba kita renungkan, bagaimana Allah Swt telah memberikan sebuah perumpamaan (analogi) yang sangat sederhana tentang ilmu-Nya kepada kita agar kita mudah memahami dan menyadari bahwa betapa "kerdil" nya kita di hadapan Allah Swt?

Mari kita renungkan bersama, betapa sedikitnya dan tidak ada apa-apanya ilmu kita dibandingkan ilmu Allah Swt. Sebuah analogi perbandingan yang sangat tidak imbang, tetapi justru itulah cara maha cerdas Allah Swt untuk menunjukkan kepada kita agar kita mengetahui dan menyadari di mana "posisi" atau "level" tingkat keilmuwan kita dibandingkan ilmu Allah Swt.

Orang yang dalam ilmunya dan bijak adalah orang yang mampu mengetahui posisi keilmuannya dan bersikap sesuai posisinya. Ia begitu berhati-hatinya dalam bersikap agar tidak melampaui "levelnya". Orang yang sombong dan "tidak tahu diri" adalah orang yang merasa paling tahu dan bersikap melebihi posisinya. Karena "kesombongan" dan "takabur" nya tersebut, ia sampai "tertutup" pikiran dan mata hatinya untuk melihat dirinya sedang pada posisi di mana.

Jika suatu benda terkena paparan sinar putih (cahaya matahari), maka ada tiga kemungkinan yang akan terjadi. Kemungkinan pertama adalah benda tersebut akan menyerap 100% seluruh panjang gelombang dari sinar putih. Jika demikian yang terjadi, maka benda tersebut tampak oleh kita berwarna hitam (black).

Kemungkinan kedua adalah benda tersebut sama sekali tidak menyerap sedikitpun panjang gelombang sinar putih atau dengan kata lain benda tersebut memantulkan 100% seluruh panjang gelombang sinar putih ke mata kita. Jika kemungkinan kedua ini yang terjadi, maka benda tersebut terlihat oleh mata kita tidak berwarna (colorless) atau berwarna putih (white).

Kemungkinan yang ketiga ketika benda terkena paparan sinar putih adalah benda tersebut menyerap sebagian panjang gelombang sinar putih dan memantulkan sebagian lain dari panjang gelombang sinar putih ke mata kita. Panjang gelombang sinar putih atau warna yang dipantulkan ke mata kita merupakan warna komplemen dari warna yang diserap oleh benda.

Jika dari seluruh panjang gelombang sinar putih yang diserap benda adalah yang panjang gelombang tinggi, maka yang dipantulkan adalah panjang gelombang rendah, dan sebaliknya.

Kemungkinan yang ketiga, yaitu benda menyerap dan memantulkan sebagian panjang gelombang sinar putih inilah yang menyebabkan benda memiliki warna-warni yang berbeda. Proses terjadinya warna pada suatu benda "hanya" dapat terjadi jika elektron-elektron aton penyusun benda tersebut mengalami "eksitasi" (jumping electron).

Dari penjelasan tersebut di atas dapat kita pahami bahwa warna suatu benda adalah warna komplemen dari warna yang diserap oleh benda. Warna suatu benda yang merupakan warna komplemen sebenarnya "bukan" merupakan warna "hakiki" dari benda tersebut. Jadi kita sebenarnya "tidak pernah" mampu melihat warna suatu benda, warna benda yang kita lihat adalah hanya warna komplemen saja.

Bagaimanakah sebenarnya warna benda yang kita lihat? Dengan mengikuti alur penjelasan di atas, dapat kita tarik benang merah bahwa kita tidak pernah mengetahuinya, warna asli setiap benda adalah masih "misteri", hanya Allah Swt saja yang mengetahui warna hakiki dari setiap benda di dunia ini.

Sampai di sini, bagaimana perasaan kita? Apakah kita "masih" berpikiran bahwa kita telah mengetahui atau melihat semuanya tentang dunia ini? Apakah kita "masih" berpikir bahwa kita paling tahu tentang dunia ini? Masih pantaskah kita menyombongkan ilmu pengetahuan yang kita miliki?

Uraian tulisan artikel ini telah menyadarkan kita bahwa ternyata kita "belum pernah" tahu hakikat dari sinar atau cahaya. Kedua adalah ternyata kita juga "tidak pernah" melihat warna hakiki setiap benda yang kita lihat. Dua makhluk ciptaan Allah Swt (cahaya dan warna benda) saja belum mampu kita pahami, bagaimana dengan ciptaan Allah Swt yang lain-lain yang mengisi dunia ini? Kesadaran macam apa yang perlu kita bangun dalam diri kita?

Semoga sedikit pemikiran penulis melalui tulisan ini dapat memberikan "wacana baru" bagi pembaca dalam melihat dan memahami keberadaan dunia ini, sehingga pembaca dapat menemukan tujuan hakiki hidup di dunia ini. WaAllahu a'lam. []

 

Postingan Populer