Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran Kimia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pembelajaran Kimia. Tampilkan semua postingan

Rabu, 15 Oktober 2025

SIKAP KRITIS MAHASISWA

SIKAP KRITIS MAHASISWA 

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.


Dalam perkuliahan yang saya ajar, saat saya menjelaskan persamaan reaksi suatu reaksi, tiba-tiba ada seorang mahasiswi yang mengangkat tangan dan minta izin untuk bertanya. Setelah saya persilakan, mahasiswi tersebut berkata, "Mohon maaf pak Agung, tadi bapak menuliskan reaksi xxxx seperti di papan tulis. Tetapi di jurnal ini menyatakan berbeda, tidak seperti yang bapak tuliskan. Jadi  persamaan reaksi yang benar yang mana ya pak?". 


Mendengar perkataan mahasiswi tersebut, saya kemudian memintanya untuk menunjukkan persamaan reaksinya. Setelah dia menunjukkan persamaan reaksi yang tertera di artikel jurnal tersebut, lalu saya berkata, "Jurnal tersebut salah. Persamaan reaksi yang ditulis oleh penulis jurnal tersebut tidak masuk akal. Teori apa yang digunakan oleh penulis jurnal tersebut untuk menjelaskan persamaan reaksinya? Pasti tidak ada karena reaksi tersebut tidak mungkin terjadi. Jadi saya tegaskan bahwa persamaan reaksi yang benar adalah seperti yang saya tuliskan di papan tulis". 


Ternyata si mahasiswi tersebut belum puas dengan jawaban dan penegasan saya. Lalu ia pun bertanya ke ChatGPT dan ternyata diperoleh jawaban yang sama dengan penjelasan saya. Dia pun berkata, "Pak, setelah saya tanyakan ke ChatGPT, penjelasan pak Agung benar. Jadi persamaan reaksi dan penjelasan di artikel jurnal yang salah. Terima kasih pak".


Mengalami kejadian seperti itu di ruang perkuliahan, saya senang karena mahasiswa mampu bersikap kritis dan tidak takut mengkritisi penjelasan dosennya. Mahasiswa tersebut mampu menggunakan teknologi AI (artificial intelligence) untuk mendukung proses belajarnya. 


Di proses perkuliahan yang saya ampu, memang saya selalu mendorong mahasiswa untuk bersikap kritis dan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk bertanya. Demikian juga saya  mendorong mahasiswa untuk berani dan tidak takut salah untuk menjawab pertanyaan dosen. 


Dalam perkuliahan saya selalu menekankan pentingnya mahasiswa bersikap kritis dan menggunakan otak untuk berpikir. Untuk mampu bersikap kritis, otak tidak boleh kosong. Otak harus diisi dengan informasi dan pengetahuan sebanyak-banyaknya dengan cara banyak membaca, berdiskusi, berpikir, merenungkan, menghayati, dll. Jika kita sering membaca dan memikirkannya, maka struktur kognitif di otak kita akan penuh dengan database informasi dan ilmu pengetahuan. 


Kalau kita membiasakan diri untuk seting berpikir kritis, maka struktur otak kita juga akan semakin banyak membentuk jaringan-jaringan baru yang menghubungkan semua informasi dan ilmu pengetahuan yang tersimpan di database dalam otak. Dengan demikian kita akan menjadi orang yang memiliki pemikiran dan wawasan yang luas. Cara pandang kita akan menjadi lebih luas sehingga kita tidak mudah terjebak dalam doktrinasi yang tidak jelas. []


Surakarta, 13 Oktober 2025

Selasa, 07 Oktober 2025

PENEMUAN ELEKTRON DAN TEORI ATOM THOMSON : Sebuah Kolaborasi antara Keyakinan dengan Fakta Kebenaran

Seri Filsafat Kimia (11)

PENEMUAN ELEKTRON DAN TEORI ATOM THOMSON : Sebuah Kolaborasi antara Keyakinan dengan Fakta Kebenaran

Oleh : 
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.



Apakah partikel terkecil penyusun materi? Ya..benar atom. Atom awalnya hanyalah sebuah pemikiran tanpa bukti eksperimen oleh para ahli filsafat Yunani. Walau hanya sebuah konsep pemikiran, ternyata dulu atom pernah menjadi topik perdebatan yang sangat sengit antar para ahli filsafat Yunani. Di antara ahli-ahli filsafat Yunani, tercatat dalam sejarah terdapat dua ahli filsafat Yunani yang berbeda pendapat tentang atom. 


Dua orang ahli filsafat Yunani yang berbeda pendapat tentang atom adalah Aristoteles dan Demokritos. Aristoteles tidak mempercayai keberadaan atom sedangkan Demokritos mempercayainya. Istilah "ATOM" sendiri merupakan sebuah nama yang diberikan oleh Demokritos untuk menyebut partikel terkecil yang menyusun materi (atom berasal dari kata Yunani "Atomos" yang berarti tidak dapat dibagi lagi).


Munculnya pemikiran tentang atom sebenarnya bermulai dari pemikiran filosofi berikut : Jika suatu materi dibagi menjadi menjadi dua bagian, kemudian setiap bagian dibagi lagi menjadi dua bagian...dan proses pembagian tersebut berlangsung terus-menerus. Apakah yang terjadi selanjutnya?  Nah...di sinilah terjadi perbedaan pendapat. 


Aristoteles meyakini bahwa materi bersifat kontinyu, artinya proses pemotongan materi dapat berlangsung terus-menerus tanpa terhingga. Sementara itu, Demokritos berbeda pemikiran dengan Aristoteles, dia mempercayai bahwa materi bersifat diskontinyu, artinya proses pemotongan materi suatu saat akan berhenti ketika sudah diperoleh materi paling kecil yang sifatnya sama dengan materi semula yang disebut "atom". Inilah awal cikal bakal ditemukannya konsep atom.


Konsep atom ini bertahan ratusan tahun dan hanya sekedar pemikiran tanpa pembuktian secara eksperimen sejak tahun 400an SM hingga tahun 1800an M ketika John Dalton merumuskan teori atom modernya. Dalton merumuskan teori atomnya secara ilmiah dengan menggunakan hukum-hukum yang telah dirumuskan para ilmuwan sebelumnya. Dalton menyatakan bahwa atom itu merupakan partikel terkecil penyusun materi yang bersifat " NETRAL". Atom digambarkan oleh Dalton seperti bola pejal yang sangat kecil sekali yang bersifat netral (tidak bermuatan listrik).


Konsep ke-Netral-an atom Dalton ini bertahan cukup lama hingga ada penemuan fakta baru yaitu penemuan partikel bermuatan listrik negatif yang disebut "elektron".


Elektron merupakan partikel penyusun atom yang bermuatan listrik negatif. Elektron ditemukan J.J. Thomson melalui serangkaian eksperimen menggunakan " Tabung Sinar Katoda". Penemuan elektron oleh Thomson tersebut berdampak luar biasa terhadap kebenaran konsep atom netral dari John Dalton. Dan di sinilah kejeniusan dan kedalaman pemikiran Thomson sebagai ilmuwan dipertaruhkan. Menurut Anda, kira-kira apa yang dilakukan oleh Thomson? Apakah Thomson akan mengganti konsep bahwa "atom bersifat netral" dengan konsep "atom bersifat negatif"? Di sinilah sejarah mencatat kehebatan pemikiran J.J. Thomson.


Penulis mencoba membayangkan  bagaimana beratnya pemikiran Thomson waktu itu. Bagaimana bingungnya Thomson, apakah tetap " meyakini" bahwa atom itu bersifat netral, sedangkan fakta kebenaran baru telah ia temukan bahwa di dalam atom terdapat elektron yang bermuatan negatif. Kalau seandainya Thomson memilih mengganti keyakinan konsep atom bersifat netral dengan konsep atom bermuatan negatif, maka sampai di situlah akhir dari karier akademiknya. Dia akan tercatat dalam sejarah ilmu pengetahuan sebagai ilmuwan yang gagal menafsirkan hasil penemuannya dan kehilangan momennya. Tetapi Thomson ternyata bukan seorang ilmuwan amatiran, dia adalah seorang ilmuwan besar yang kaya dengan pengalaman mengolah data-data eksperimen. Dia ternyata tidak mengambil langkah sederhana dengan hanya mengganti konsep atom menjadi bermuatan. Dan di sini-lah terlihat kehebatan dan kejeniudan Thomson. Apa yang dilakukan Thomson? 


Thomson ternyata tetap mempertahankan "keyakinannya" sebagaimana gagasan Dalton bahwa atom bersifat netral. Lantas bagaimana dengan fakta kebenaran keberadaan elektron? Thomson berpendapat bahwa atom bersifat netral. Karena di dalam atom terdapat elektron yang bermuatan negatif, maka Thomson berhipotesis bahwa  seharusnya di dalam atom ada "suatu muatan positif" yang tersebar merata yang dapat menetralkan muatan negatif elektron sehingga secara keseluruhan atom tetap bersifat netral. Berdasarkan pemikirannya tersebut, akhirnya Thomson mengusulkan teori/model atom yang baru yang dikenal dengan teori atom "Plumpudding" atau di Indonesia dikenal dengan sebutan teori atom "roti kismis".


Hikmah pelajaran apa yang dapat kita peroleh dari sejarah Thomson di atas? Kebenaran hasil pengamatan mata terkadang terkesan berbeda atau bertolak belakang dengan keyakinan. Padahal sebenarnya kebenaran pengamatan bisa memperkuat kebenaran keyakinan. Kebenaran pengamatan merupakan hasil kerja panca indra kita yang terkadang terbatas dan semu, sedangkan kebenaran keyakinan berasal dari hati nurani yang bersih dan suci. Kalau  kebenaran hasil pengamatan langsung dibenturkan dengan kebenaran keyakinan, maka pasti terjadi konflik pemikiran. Tetapi dengan menggunakan " akal penalaran", kita akan dapat "mengkombinasikan" dan "mengharmonisasikan" kebenaran pengamatan dan kebenaran keyakinan dengan sangat "cantik" dan hasilnya kita semakin meyakini kebenaran tersebut. WaAllahu a'lam.


Demikian, semoga bermanfaat.


*) Staf Pengajar Kimia di Universitas Sebelas Maret (UNS).

Senin, 29 September 2025

MEMANDANG ILMU KIMIA DARI KACAMATA RELIGIUS


MEMANDANG ILMU KIMIA DARI KACAMATA RELIGIUS

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.




Ilmu kimia merupakan salah satu bidang ilmu sains yang khusus mempelajari materi. Kajian dalam ilmu kimia mengkhususkan tentang susunan atom-atom penyusun materi, komposisi atom-atom pembentuk materi, sifat materi dampak dari struktur komponen atom-atom penyusunnya, perubahan materi atau reaksi kimia, dan perubahan energi yang menyertai reaksi kimia yang terjadi materi. Secara umum, kimia dapat juga sebut ilmu tentang materi.

Ilmu kimia berkembang dengan ditopang oleh hasil kajian teoritis dan pengalaman praktis di laboratorium. Konsep-konsep dalam ilmu kimia merupakan hasil kesimpulan para ahli kimia terhadap gejala, fenomena, dan peristiwa yang diamati saat proses eksperimen kimia di laboratorium. Sifat dan perubahan materi yang teramati ketika proses eksperimen di laboratorium disimpulkan memiliki keterkaitan dengan perlakuan yang diberikan pada materi. Gejala dan fenomena yang teramati oleh para ahli kimia ada keterkaitannya dengan hokum sebab akbat. Perlakuan yang diberikan saintis pada suatu materi akan menyebabkan munculmya perubahan pada materi. Perubahan materi yang terjadi pada materi juga akan diiringi dengan terjadinya perubahan kandungan energi dalam materi.

Kimia diasosiasikan dengan reaksi kimia. Reaksi kimia dikaitkan dengan peristiwa tumbukan antar atom-atom yang berikatan membentuk senyawa kimia baru. Hanya tumbukan yang memiliki jumlah energi tertentu saja yang akan menghasilkan reaksi kimia. Jumlah energi tumbukan minimal yang memungkinkan terjadinya reaksi kimia dinamakan energi aktivasi (Ea). Setiap reaksi memiliki tingkat energi aktivasi yang berbeda-beda. Energi aktivasi ini dapat diubah dengan cara mengubah mekanisme reaksi melalui penggunaan suatu katalis. Penggunaan zat katalis efektif untuk memangkat tingkat energi aktivasi menjadi beberapa tingkat energi aktivasi yang lebih kecil. Hasilnya adalah laju reaksi meningkat lebih cepat sehingga sangat menguntungkan dalam industri kimia.

Dalam pandangan aliran filsafat rasionalisme, terjadinya reaksi kimia tidak mungkin hanya dipengarungi oleh faktor materi saja yaitu atom-atom dan kecukupan energi aktivasi, melainkan pasti karena ada peran dari sang pemilik kebenaran mutlak yaitu Tuhan. Atom-atom saling bertumbukan dan mengadakan reaksi kimia karena digerakkan oleh Tuhan pencipta alam semesta. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa atom adalah benda mati yang tidak mungkin memiliki kehendak layaknya seperti makhluk hidup untuk mengadakan ikatan kimia dengan atom lain. Pemikiran yang logis adalah pasti ada sesuatu energi di alam yang mampu menggerakan atom-atom yang mati tersebut untuk mengadakan ikatan kimia. Dan energi yang mahakuat tersebut adalah yang paling mungkin milik sang pencipta alam, yaitu Tuhan yang Mahapencipta.

Atom-atom bergerak mendekati satu sama lain dan kemudian saling berikatan dengan jenis ikatan kimia tertentu karena adanya sifat-sifat tertentu pada masing-masing atom. Ada atom yang memiliki sifat sangat elektropositif dan ada atom yang sangat elektronegatif. Selain itu juga ada atom-atom yang tingkat elektropositif maupun elektronegatifnya relatif sedang. Perbedaan tingkat elektropositif dan elektronegatif pada atom-atom itulah yang mendorong atom-atom mampu saling berinteraksi dan mengadakan ikatan kimia. Tetapi pertanyaan yang kemudian muncul adalah darimana datangnya sifat elektropositif dan elektronegatif dari atom-atom tersebut? Siapakah yang memberikan sifat-sifat tersebut pada atom? Mungkinkah atom-atom mampu memproduksi sendiri sifat-sifatnya? Mengapa atom-atom bisa memiliki sifat elektropositif dan elektronegatif yang berbeda-beda? Apa tujuan atom-atom memiliki sifat-sifat yang berbeda tersebut? Apakah mungkin atom-atom merencanakan tujuannya dengan memunculkan sifat-sifat tertentu di dirinya? Dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak mungkin dapat dijawab dengan menggunakan pendekatan berpikir aliran filsafat empirisme karena aliran filsafat empirisme tidak mengakui wujud nonmaterial. Aliran filsafat empirisme hanya mengakui wujud material semata. Di luar wujud material, aliran filsafat empirisme tidak mengakui sebagai kebenaran hakiki. Aliran filsafat empirisme hanya mengakui kebenaran yang mampu dijangkau dengan indrawi. Sebaliknya, jika menggunakan pendekatan aliran filsafat rasionalisme, maka pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dijawab dan dijelaskan dengan mudah. Hal itu dikarenakan aliran filsafat rasionalisme mengakui kebenaran yang berasal dari logika berpikir dan keberadaan wujud nonmaterial. Jawaban dari semua pertanyaan di atas adalah karena faktor keberadaan wujud nonmaterial yang mengatur seluruh alam semesta ini yaitu Tuhan Yang Mahapencipta.

Dengan menggunakan pendekatan filsafat rasionalisme, kita menolak argumentasi bahwa atom-atom bergerak saling berikatan membentuk berbagai senyawa baru karena keinginan sendiri dari atom-atom tersebut. Logika kita pasti menolak argumentasi bahwa atom-atom dapat menciptakan sifat-sifatnya sendiri (sifat elektropositif, sifat elektronegatif, sifat logam, sifat nonlogam, dll) sehingga akhirnya mampu saling berikatan membentuk senyawa baru. Logika kita lebih mudah menerima argumentasi bahwa atom-atom ada yang memberikan sifat-sifat dan menggerakan mereka untuk saling berikatan untuk membentuk senyawa baru. Dalam lingkup makroskopis, logika kita lebih mudah menerima argumentasi bahwa seluruh materi di alam semesta ini dan segala proses yang terjadi di alam semesta ini ada yang mengaturnya melalui penciptaan hukum-hukum alam. Kekuatan mahakuasa yang mampu mengatur seluruh proses yang terjadi di alam semesta ini tidak lain adalah Sang Mahapencipta yaitu Tuhan Yang Mahakuasa.

Tuhan menciptakan alam semesta ini pasti memiliki tujuan yang pasti, yaitu untuk menjadi bahan pembelajaran bagi umat manusia. Tuhan mengajari umat manusia melalui penetapan hokum-hukum alam yang mengatur bagaimana alam semesta ini berproses. Dengan mengamati, merenungkan, menghayati, dan menemukan ibrah atau hikmah kebaikan di balik setiap proses alam semesta, manusia akan mampu menangkap ilmu-ilmu yang diajarkan oleh Tuhan. Jadi alam semesta ini, termasuk materi yang menjadi focus kajian ilmu kimia, adalah media perantara ciptaan Tuhan untuk mengajari umat manusia mengenal ilmu-ilmu-Nya. Ilmu sains pada hakikatnya adalah ilmu Tuhan yang dititipkan di setiap materi di alam semesta ini untuk menjadi bahan pembelajaran umat manusia yang mau mengungkapnya. Oleh karena itu, para ilmuwan sains adalah manusia-manusia istimewa yang terpilih untuk menemukan dan mengungkap rahasia ilmu-ilmu Tuhan yang tersimpan di alam semesta.

Dengan menggunakan pendekatan pola pikir seperti tersebut, maka dapat dipahami bahwa ilmu kimia pada hakikatnya adalah ilmu yang bersumber dari Tuhan yang tersimpan di dalam materi di alam semesta ini. Untuk dapat menemukan ilmu-ilmu-Nya lainnya yang terkandung di dalam setiap materi, maka manusia perlu mempelajari ilmu kimia. Ilmu kimia adalah jembatan untuk menemukan ilmu-ilmu Tuhan. Ilmu kimia hakikatnya adalah ilmu untuk mengenal Tuhan melalui pendekatan pengamatan empiris terhadap materi di tingkat mikroskopik atau atomik. Setiap gejala dan fenomena yang teramati di balik materi merupakan pesan-pesan tersirat dari Tuhan. Dengan dukungan pendekatan berpikir filsafat empirisme dan rasionalisme sekaligus, maka kita akan mampu mengungkap ilmu-ilmu Tuhan baik yang tersurat maupun yang tersirat. Dengan mampu mengungkap ilmu-ilmu Tuhan yang tersurat dan tersirat, maka kita akan mampu mengenai Allah SWT.

Untuk mengenal Allah SWT. dengan memikirkan ciptaan-Nya, kita perlu melakukan tafakur atau tadabbur, yaitu merenungkan kebesaran dan keagungan-Nya yang tercermin dalam setiap detail alam semesta, mulai dari langit dan bumi hingga tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya. Dengan menggunakan akal dan panca indera, kita mengamati tanda-tanda kebesaran-Nya, menyadari bahwa semua itu tidak mungkin ada dengan sendirinya, dan memahami bahwa ada Zat Maha Kuasa, Maha Penyayang, dan Maha Bijaksana sebagai penciptanya. Hal ini sebagaimana ditegaskan Allah SWT. dengan firman-Nya dalam surat Ali Imron ayat 190-191:
"(190). Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (191). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan Ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imron [03]: 190-191).

Berdasarkan uraian penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mempelajari ilmu kimia itu tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan berpikir dengan akal saja tetapi juga perlu melibatkan hati nurani. Belajar ilmu kimia tidak cukup hanya menggunakan cara berpikir aliran filsafat empirisme saja tetapi juga perlu menggunakan cara berpikir aliran filsafat rasionalisme. Mempelajari ilmu kimia tidak cukup hanya menggandalkan kemampuan indrawi tetapi juga perlu menggunakan kemampuan spiritual. Belajar ilmu kimia tidak hanya dengan melakukan pengamatan empiris terhadap reaksi-reaksi kimia yang terjadi, tetapi juga perlu memikirkan, merenungkan dan menghayati apa tujuan hakiki dari setiap reaksi kimia yang terjadi. Wallahu a’lam bish-shawab. []


Gumpang Baru, 29 September 2025

Kamis, 07 Agustus 2025

RELIGIUSITAS KIMIA

 

RELIGIUSITAS KIMIA 

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.*)




Kimia merupakan bidang ilmu alam (sains) yang khusus mengkaji sifat materi dan perubahannya serta energi yang menyertai perubahan tersebut. Sifat materi ditentukan oleh susunan dan komposisi unsur-unsur penyusunnya. Perubahan materi yang menyangkut perubahan struktur dan komposisi unsur-unsur penyusunnya disebut reaksi kimia.


Reaksi kimia selalu diikuti dengan perubahan energi yang terkandung dalam materi tersebut. Jumlah kandungan energi dalam suatu materi dikenal dengan istilah entalpi (H). Setiap reaksi kimia yang terjadi pada suatu materi akan selalu diikuti dengan terjadinya perubahan entalpi yang disebut perubahan entalpi reaksi (∆H reaksi). Entalpi suatu materi tidak dapat ditentukan secara pasti, tetapi yang dapat ditentukan adalah perubahan entalpi. 


Perubahan entalpi materi saat mengalami perubahan (reaksi kimia) tidak merepresentasikan jumlah total kandungan entalpi dalam materi. Perubahan entalpi hanya merepresentasikan sebagian dari kandungan entalpi materi. Para ilmuwan mampu menghitung besarnya perubahan entalpi suatu materi yang terjadi saat materi mengalami reaksi kimia. Tetapi berapa total besarnya entalpi yang terkandung dalam materi tidak dapat dihitung dengan pasti. 


Dengan menggunakan metode pendidikan Qur'ani yaitu metode Amtsal, maka guru kimia dapat memanfaatkan konsep entalpi dan perubahan entalpi untuk mengajarkan nilai-nilai karakter religius. Materi di alam semesta juga mengandung nilai-nilai religius karena sifat-sifat pada materi di alam semesta adalah titipan dari Tuhan untuk dipelajari hamba-hamba-Nya yang mau memikirkan dan merenungkan alam ciptaan-Nya. 


Metode Amtsal merupakan salah satu dari banyak jenis metode pendidikan Qur'ani yang memiliki potensi untuk dapat dipergunakan dalam membelajarkan pendidikan karakter religius dalan proses pembelajaran kimia. Dengan cara berpikir analogi, maka nilai-nilai karakter religius yang terkandung (tersirat) dalam proses reaksi kimia dapat diungkap. Ditambah dengan menggunakan metode Ibrah Mauidzah melalui proses perenungan (contemplation) terhadap fenomena alam terjadinya reaksi kimia, siswa dapat dilatih untuk belajar menemukan hikmah atau ibrah kebaikan dari setiap iradah (kehendak) Tuhan yang dititipkan pada fenomena reaksi kimia. 


Topik perubahan entalpi reaksi kimia suatu materi dapat dikaitkan dengan karakter transformasi diri menjadi pribadi yang berkualitas. Kandungan entalpi dalam suatu materi dapat dianalogikan dengan potensi yang tersimpan dalam diri seseorang. Tuhan membekali setiap hamba-Nya kemampuan yang luar biasa tetapi dalam bentuk potensi diri. Besarnya potensi diri dalam diri seseorang tidak dapat ditentukan dengan pasti. Yang dapat ditentukan atau diketahui adalah perubahan potensinya. Perubahan potensi diri hanya akan terjadi ketika seseorang melakukan aktivitas belajar. Ketika seseorang melakukan aktivitas belajar, maka akan terjadi perubahan potensi yang dapat diketahui, yaitu perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, perubahan dari tidak terampil menjadi terampil, dan lain sebagainya. 


Dengan demikian, siswa akan terbangun kesadaran spiritualnya bahwa di balik setiap fenomena dan peristiwa di alam semesta terkandung pesan pelajaran berharga dari Tuhan yang Maha pencipta. Sehingga melalui proses pembelajaran kimia yang berorientasi karakter religius tersebut, diharapkan siswa akan memiliki pemahaman yang utuh tentang materi kimia, yaitu pemahaman materi kimia dan pesan-pesan Ilahi yang tersirat di dalamnya. 


Melalui penggunaan metode Amtsal dan metode Ibrah Mauidzah yang merupakan pendidikan Qur'ani ke dalam proses pembelajaran kimia, maka pembelajaran kimia dapat dipergunakan sebagai sarana mengajarkan karakter religius. Hal ini sesuai paradigma "Education Through Chemistry", yakni mendidik melalui kimia. Dalam paradigma ini, kimia bukan sebagai objek pendidikan tetapi sebagai media atau sarana mendidik. Dalam proses pembelajaran, guru selain mengajarkan kimia sebagai materi ajar juga sekaligus sebagai sarana mengajarkan karakter religius yang terkandung (tersirat) di dalam konsep dan proses kimia ke siswa. 


Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kimia dapat digunakan sebagai sarana untuk membelajarkan nilai-nilai karakter religius dengan menggunakan metode pendidikan Qur'ani. Dengan melatih siswa untuk selalu memikirkan hikmah atau ibrah yang terkandung di balik setiap proses kimia, maka akan terbangun dalam diri siswa kesadaran spiritual tentang keberadaan Tuhan  sang Maha pencipta. Dengan diulang-ulang terus menerus di setiap proses pembelajaran kimia, maka akan terbentuk siswa-siswi yang unggul dalam penguasaan ilmu sains dan santun dalam sikap dan perilaku. Alternatif model pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk mengajarkan kimia yang mengintegrasikan nilai-nilai karakter religius adalah model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur'ani (CTS-Q). []



Gumpang Baru, 07 Juli 2025



_______________________________________

*) Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. adalah dosen di Progam Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, Alumni Program Studi Doktor Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, dan Pengembang model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’an (CTS-Q).


Selasa, 29 Juli 2025

MODEL PEMBELAJARAN CHEMISTRY, TECHNOLOGY AND SOCIETY BERORIENTASI PENDIDIKAN QUR’ANI (CTS-Q) (Part 1)



MODEL PEMBELAJARAN CHEMISTRY, TECHNOLOGY AND SOCIETY BERORIENTASI PENDIDIKAN QUR’ANI (CTS-Q) 

(Part 1)
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.*)

 

 

 Model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’an atau disingkat model pembelajaran CTS-Q dikembangkan oleh Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. pada tahun 2025. Agung adalah seorang dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Agung menyelesaikan pendidikan doktornya di Program Studi Doktor Pendidikan Kimia, Departemen Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Model pembelajaran CTS-Q merupakan produk penelitian disertasinya yang berjudul “Pengembagan Model Pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) untuk Meningkatkan Sikap Religius dan Radiant Thinking Siswa SMA/MA” di bawah bimbingan supervisor Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU., Apt selaku Promotor dan Prof. Dr. Antuni Wiyarsi, M.Sc. selaku Kopromotor.

Pengembangan model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) bertujuan untuk menghasilkan model pembelajaran kimia yang mengintegrasikan karakter religius (karakter Qur’ani) ke dalam proses pembelajaran kimia dengan mengadopsi pendekatan Science, Technology, and Society (STS) sebagai representasi pembelajaran sains, metode pendidikan Qur’ani sebagai dasar mengintegrasikan karakter relegius, dan radiant thinking sebagai kemampuan berpikir asosiasi yang merepresentasikan bagaimana cara kerja otak manusia bekerja saat berpikir.

Pengembangan model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) ditujukan untuk dapat diimplementasikan pada proses pembelajaran kimia di Sekolah Menengah Atas berbasis agama Islam seperti MA, SMAIT, dan SMA di bawah naungan Yayasan Pendidikan Agama Islam, di mana peserta didiknya memperoleh pembelajaran mata pelajaran agama Islam melebihi kurikulum mata pelajaran agama Islam menurut kurikulum nasional.

Pengembangan model pembelajaran kimia yang terintegrasi karakter religius sangat penting dilakukan karena masih minimnya metode pembelajaran yang mengintegrasikan karakter religius dalam pembelajaran kimia (Saputro et al., 2022). Model pembelajaran Science Technology Society (STS) menjadi representasi dari karakteristik pembelajaran kimia yang mengakomodir komponen sains, teknologi dan masyarakat. Metode pendidikan Qurani menjadi basis metode pembelajaran untuk mengajarkan nilai-nilai karakter religius. Sedangkan berpikir secara radiant thinking merepresentasikan cara berpikir yang sesuai abad 21 yang menuntut kemampuan berpikir kritis, analitis, dan kreatif. Radiant thinking mampu mendorong peserta didik berpikir secara kritis, analitis, kreatif, dan inovatif (Balım et al., 2006). Proses belajar secara radiant thinking dilaksanakan dengan menggunakan metode Mind Map Based Learning (MMBL) dengan menggunakan teknik Mind Map.

Tujuan model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) bertujuan untuk:

1. Melatih peserta didik mengenali berbagai  permasalahan nyata kehidupan berkaitan dengan pengaruh penerapan sains dan teknologi  terhadap masyarakat yang bisa diselesaikan dengan menggunakan konsep ilmu kimia.

2. Membekali peserta didik keterampilan menyelesaikan permasalahan nyata kehidupan yang berkaitan dengan penerapan konsep dan teknologi  kimia dalam kehidupan sehari-hari dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat.

3. Membentuk peserta didik yang berakhlak dan berkarakter baik (moral character dan performance character) berlandaskan nilai-nilai kebajikan ajaran agama.

4. Membentuk peserta didik yang mampu memaksimalkan fungsi kerja otaknya dengan berpikir secara radiant thinking.

5. elatih peserta didik mampu menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yang meliputi berpikir kreatif, kritis dan analitis.

6. Membekali peserta didik dengan pengetahuan yang komprehensif tentang konten materi pelajaran dan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya.

Prinsip dalam model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) adalah:

1. Setiap proses kimia yang terjadi di alam mengandung ibrah/hikmah kebaikan yang merupakan pelajaran berharga dari  Allah SWT yang disampaikan secara tersirat.

2. Peserta didik sebagai makhluk Allah SWT yang diberi akal berkewajiban mengeksplorasi dan mengungkap pesan-pesan tersirat yang terkandung di balik proses kimia di alam.

3.  Memaksimalkan potensi kerja otak melalui berpikir secara radiant thinking.

4. Menggunakan otak kanan dan otak kiri secara sinergis untuk memaksimalkan potensi diri.

5. Peserta didik adalah makhluk pendidikan yang memiliki potensi dan kemampuan untuk belajar dan mengembangkan kemampuan diri.

6. Setiap materi pelajaran diarahkan untuk mengajarkan karakter yang baik berdasarkan filosofi education through chemistry.

Manfaat penggunaan model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) adalah:

1. Peserta didik mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang materi pelajaran mencakup pengetahuan dan sikap religius.

2. Peserta didik terbiasa berpikir secara radiant thinking sehingga mendorong terbentuknya sikap kritis, analitis, dan kreativitas.

3. Peserta didik mendapatkan pengalaman tentang bagaimana memandang sesuatu secara positif melalui pencarian ibrah/hikmah di balik setiap peristiwa yang terjadi.

 

 Gumpang Baru, 29 Juli 2025

____________________________________

*) Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. adalah dosen di Progam Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, Doktor alumni Program Studi Doktor Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, dan Pengembang model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’an (CTS-Q).


Jumat, 25 Juli 2025

Agung Nugroho Catur Saputro Lulusan Doktor ke-4 FMIPA UNY

 


Agung Nugroho Catur Saputro Lulusan Doktor ke-4 FMIPA UNY

 

        Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta (FMIPA UNY) kembali meluluskan mahasiswa Doktor baru setelah Agung Nugroho Catur Saputro dari prodi S3 Pendidikan Kimia berhasil lulus dengan predikat sangat memuaskan. Agung berhasil lulus dengan IPK 3,86 dengan masa studi 6 tahun 11 bulan. 

        Pada Sidang Promosi Doktor yang digelar Rabu, 23/7/25 di Ballroom Gedung Magister & Doktor FMIPA, Agung berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul Pengembangan Model Pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur'ani (CTS-Q) untuk Meningkatkan Sikap Religius dan Radiant Thinking Siswa SMA/MA.

Dewan penguji pada kesempatan tersebut yaitu Prof. Dr. Dadan Rosana, M.Si. (Ketua / Penguji), Prof. Dr. Eli Rohaeti, M.Si. (Sekretaris/Penguji), Prof. Dr. H. Muhammad Chirzin, M.Ag. (Penguji I), Prof. Dr. Dyah Purwaningsih, M.Si. (Penguji II), Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU., Apt (Promotor), dan Prof. Dr. Antuni Wiyarsi, M.Sc. (Kopromotor).

Dalam paparannya, Agung menyampaikan bahwa Penelitian dan pengembangan ini berhasil mengembangkan produk berupa model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) yang merupakan kombinasi dan modifikasi dari pendekatan Science, Technology, and Society (STS) dengan metode pendidikan Qur’ani dan Radiant Thinking. Model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) memiliki sintaks meliputi tahap mengeksplorasi, merenungkan,  menemukan hikmah/ibrah, mencari konsep kunci, menghubungkan/mengaitkan, dan mengaplikasikan.“Produk penelitian dan pengembangan berupa model pembelajaran Chemistry, Technology, and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q) yang telah dilakukan validasi oleh ahli, guru pengguna, dan diujicobakan dalam pelaksanaan proses pembelajaran kimia di sekolah menengah atas yang berbasis agama Islam, disimpulkan layak untuk dimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran kimia”, lanjutnya.

Sementara itu Prof. Dr. Elfi Susanti VH, SSi, M.Si. Kepala Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret yang hadir pada kesempatan tersebut mengatakan, Hari ini sangat senang sekali karena bisa menyaksikan hari yang penting dan sejarah bukan hanya Pak Agung sekeluarga secara pribadi, tetapi juga dari Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dengan lulusnya Pak Agung maka Prodi Pendidikan Kimia FKIP UNS menjadi 100% Doktor. Dengan kelulusan Pak Agung tentunya sangat membanggakan fakultas kami, karena pasti jika dilihat SDM di Prodi Pendidikan Kimia jadi lebih membanggakan lagi. Kami menyampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada promotor dan kopromotor yang telah membimbing Pak Agung sampai menyelesaikan studi doktornya. Kami juga berterima kasih kepada semua penguji yang telah menilai hasil disertasi Pak Agung, sehingga dinyatakan layak untuk menamatkan studi. (witono/ratna)

Sumber artikel: https://fmipa.uny.ac.id/id/node/2696  

Kamis, 23 Januari 2025

KEAJAIBAN INTI ATOM DAN MISTERI HARI KEBANGKITAN

 Seri Filsafat Kimia (10)



KEAJAIBAN INTI ATOM DAN MISTERI HARI KEBANGKITAN

Oleh: 

Agung Nugroho Catur Saputro 



Hari kebangkitan merupakan salah satu pokok ajaran Islam yang harus diimani atau diyakini oleh setiap orang Islam. Keyakinan terhadap sesuatu yang belum terjadi terkadang memang sulit dilakukan, kecuali ada bukti yang cukup kuat untuk mendukung keyakinan tersebut. Demikian juga halnya dengan keyakinan terhadap adanya hari kebangkitan (kiamat).


Mungkin banyak orang yang tidak mempercayai adanya hari kebangkitan. Hari kebangkitan adalah hari di mana semua makhluk dibangkitkan lagi setelah mati dan hancur jasadnya. Pertanyaan yang mungkin sering muncul adalah "bagaimana mungkin kita dibangkitkan kembali, sedangkan tubuh kita sudah hancur dan menjadi tanah? Bagaimana caranya bagian-bagian penyusun tubuh kita akan disatukan kembali, sedangkan tubuh kita sudah terurai menjadi atom-atom?" 


Ketidakpercayaan terhadap adanya hari kebangkitan juga diungkapkan oleh orang-orang kafir sebagaimana diceritakan dalam Al Quran : 

"Dan orang-orang kafir berkata," Hari kebangkitan (kiamat) itu tidak akan datang kepada kami." Katakanlah, "Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang gaib, hari kebangkitan itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun seberat zarrah, baik yang di langit maupun yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar, semuanya (tertulis) dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuz)". (QS. Saba [34] : 3).

Jadi bagi orang-orang kafir, hari kebangkitan (kiamat) itu tidak akan terjadi, mereka tidak beriman pada adanya hari akhir.


Menurut mereka yang tidak mempercayai hari akhir, hari kebangkitan itu tidak pernah ada. Menurut persepsi mereka, kalau mereka nanti sudah meninggal dan dikuburkan dalam tanah, maka tubuh mereka akan hancur dan berubah atau bercampur dengan tanah. Bagaimana caranya bagian-bagian tubuh mereka yang sudah terurai menjadi atom-atom akan disatukan kembali menjadi tubuh utuh?


Orang yang tidak percaya hari akhir berpendapat bahwa tidak mungkin tubuh yang sudah hancur dan terurai menjadi atom-atom dapat disatukan kembali. Benarkah demikian? Bagaimanakah cara Allah Swt memberitahukan kepada manusia bahwa membangkitkan manusia yang sudah meninggal dan menjadi tanah itu merupakan suatu perkara yang mudah bagi-Nya? Bagaimana para ilmuwan sains mengungkap ilmu Allah Swt tersebut? Bagaimanakah mekanisme Allah Swt dalam membangkitkan manusia pada hari akhir nanti? Silakan lanjutkan membaca artikel ini.


Saat ini, para ilmuwan sains telah mendata dan menyusun semua unsur yang dikenal dalam bentuk Tabel Periodik Unsur. Selain itu, ilmuwan sains juga telah mampu mengidentifikasi  proton dalam inti atom sebuah atom hidrogen dengan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Nah, belum lama ini suatu penemuan telah membuktikan bahwa medan magnetik yang terdapat pada inti atom sebagian besar dipengaruhi oleh medan magnetik luar. 


Intensitas medan magnetik pada suatu inti atom merupakan suatu fungsi dari elektron-elektron yang mengelilingi inti atom dan juga dipengaruhi oleh elektron-elektron dari atom-atom lain yang berdekatan. Interaksi elektron-elektron dengan medan magnetik luar menyebabkan perubahan medan magnetik inti atom, sehingga menimbulkan apa yang disebut "chemical shift" (pergeseran kimia). 


Pada suatu medan magnetik luar tertentu, setiap inti atom dari suatu spesies tertentu yang secara kimia berbeda beresonansi pada frekuensi yang sedikit berbeda. Ini menyebabkan timbulnya puncak-puncak resonansi magnetik yang berbeda, yang dapat dilihat melalui Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS).


Sebagaimana MRI menghasilkan gambaran anatomis, MRS menghasilkan informasi kimiawi secara kuantitatif. Sekarang ini dapat diberikan dalam format gambar dan disebut sebagai Magnetic Resonance Spectroscopic Imaging (MRSI).


Jadi, meskipun inti atom dari unsur-unsur yang berbeda terdiri dari proton-proton yang pada dasarnya serupa, efek terhadap mereka dari elektron-elektron luar yang mengelilinginya dan juga elektron-elektron dari atom-atom yang berdekatan, menyebabkan mereka menghasilkan resonansi dengan frekuensi-frekuensi berbeda yang dapat dibedakan. 


Teknik tersebut di atas dan banyak teknik lainnya ada pada sang Pencipta. Allah Swt memiliki daftar semua atom yang menyusun alam semesta ini. Oleh karena itu, pada hari kebangkitan, Allah Swt tidak akan kesulitan dalam merekonstruksi setiap makhluk hidup.


Berdasarkan ulasan di atas, dapat kita pahami bahwa inti atom dalam setiap atom memiliki resonansi yang berbeda-beda tergantung dengan atom apa dia berdekatan. Jadi setiap atom di alam semesta ini seolah-olah memiliki sensor untuk mendeteksi atom lain yang pernah berikatan dengannya. 


Dengan cara seperti itulah pada hari kebangkitan nanti Allah Swt akan menyatukan dan merekonstruksi kembali jasad manusia yang telah hancur dan terurai menjadi atom-atom. Tidak ada yang sulit bagi Allah Swt. Ibaratnya Allah Swt tinggal "mengaktifkan" sensor magnetik tersebut, maka setiap atom akan bergerak sendiri mencari atom-atom pasangannya yang dulu pernah berikatan dan menyatu kembali membentuk jasad tubuh yang utuh. Ya, memang tidak ada yang mustahil bagi Allah Swt. Jika berkehendak, maka Allah Swt cukup berfirman "Kun" (jadilah), maka "fayakun" (maka menjadilah) apa yang menjadi semua kehendak-Nya. Wallahu a'lam. []


Sumber Bacaan: 

Adel M.A. Abbas, 2000, Singgasana-Nya di Atas Air, Jakarta: Penerbit Lentera.


*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS)

Senin, 13 Januari 2025

NETRALKAH SAINS?

 Seri Filsafat Kimia (9)


NETRALKAH SAINS?
Oleh : 

Agung Nugroho Catur Saputro 




Alhamdulillah, sekarang ini minat dan semangat umat Islam untuk belajar semakin tinggi,  baik belajar ilmu sains maupun ilmu agama. Pada dasarnya, ilmu sains mempelajari tentang alam semesta sedangkan ilmu agama mempelajari Al-Qur'an. 


Ilmu sains maupun ilmu agama sebenarnya sama-sama mempelajari ayat-ayat Allah SWT. Sains mempelajari ayat-ayat kauniyah berupa hukum-hukum Allah SWT di alam sedangkan ilmu agama mempelajari ayat-ayat qouliyah berupa hukum-hukum Allah SWT di dalam Al-Qur'an. 


Berdasarkan pemikiran tersebut, seharusnya hasil belajar sains maupun agama adalah sama, yaitu menemukan bukti-bukti ke-Mahakuasa-an dan ke-Mahabesar-an Allah SWT karena sama-sama mempelajari ayat-ayat-Nya. Seharus orang-orang yang mempelajari ilmu sains maupun ilmu agama sama-sama menjadi orang yang beriman, percaya pada Allah SWT, Tuhan penguasa seluruh alam semesta ini. Tetapi faktanya bagaimana? 


Ternyata ada juga ilmuwan yang tidak percaya adanya Tuhan. Hal ini menunjukkan bahwa ada "sesuatu" yang kurang tepat dalam ilmu sains. Seolah-olah sains itu bertentangan dengan agama (ketuhanan). Benarkah demikian? Jadi, apakah sains itu netral? Bagaimana pendapat Anda?


Sains dapat didefinisikan sebagai himpunan pengetahuan manusia tentang alam yang diperoleh sebagai konsensus para pakar, pada penyimpulan secara rasional mengenai hasil-hasil analisis yg kritis terhadap data-data pengukuran yg diperoleh dari observasi pada gejala-gejala alam (Baiquni, 1996).


Berdasarkan definisi tersebut tampaknya tidak ada masalah karena sains tampak netral. Misalnya dalam ilmu kimia, reaksi kimia antara hidrogen dan oksigen membentuk air. Apakah  pengetahuan tentang reaksi tersebut baik atau buruk? Dimana kebaikannya atau keburukannya? 


Coba kita pikirkan. Kalau orang menggunakan reaksi pembentukan tsb untuk mengelas pipa saluran air minum yg bocor, itu tindakan yg baik, tetapi jika ia dipergunakan untuk meledakkan rumah orang lain, itulah kejahatan. Di sini tampak sekali bahwa ilmu kimia itu netral. Memang demikian tampaknya kalau kita hanya meninjau sekelumit saja dari ilmu kimia.


Tetapi ternyata ilmu kimia tidak mengkaji reaksi-reaksi saja. Ilmu kimia tidak hanya berisi kumpulan pengetahuan tentang reaksi kimia saja. Ilmu kimia juga mengajarkan "Hukum Kekekalan Massa" atau "Hukum Kekekalan Materi". Jika tidak "dipagari" dengan bijaksana, hukum tersebut dapat berpotensi  untuk menjerumuskan para siswa pada suatu kepercayaan atau keyakinan "bahwa alam semesta ini tidak pernah diciptakan, tetapi ada selama-lamanya, sejak waktu tak terhingga yang telah lampau sampai waktu tak terhingga yang akan datang. Jadi, ilmu kimia itu tidak netral. Ia mengandung potensi yang berbahaya bagi aqidah maupun keimanan siswa yang mempelajarinya. 


Bahaya tersebut sudah barang tentu tidak akan menimpa siswa yg pendidikan agamanya (keimanannya) kuat, tetapi bagi siswa yg imannya tidak begitu kuat, goncangan akan terjadi dalam menghadapi "ketidakselarasan" antara sains yg mengajarkan kekekalan materi yg tidak pernah diciptakan, dan agama yg mengajarkan bahwa segala sesuatu diciptakan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.


Berdasarkan pemikiran dan argumen di atas, maka pembelajaran ilmu sains, khususnya ilmu kimia sangat perlu "dipagari" dan diintegrasikan dengan nilai-nilai religius (ajaran agama) agar pembelajaran kimia dan penanaman aqidah berjalan beriringan sehingga mampu menghasilkan siswa yang berkualitas, kuat ilmu dunia dan kuat ilmu akhirat. Wallahu a'lam. []


Referensi : 

Baiquni,A., 1996, Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan Kealaman, Yogyakarta: PT. Dana Bakti Prima Yasa.



*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS).

Kamis, 09 Januari 2025

FENOMENA ADANYA "MASS DEFECT" PADA INTI ATOM DAN HIKMAH NYA

 Seri Filsafat Kimia (8)


FENOMENA ADANYA "MASS DEFECT" PADA INTI ATOM DAN HIKMAHNYA

Oleh: 
Agung Nugroho Catur Saputro 




Ketika pengetahuan ilmuwan tentang inti atom semakin baik, para ilmuwan dikejutkan oleh kemunculan suatu fenomena yang "aneh" terkait massa inti atom. Inti atom tersusun atas proton yang bermuatan listrik positif dan neutron yang tidak bermuatan listrik atau netral. Jika massa proton dan massa neutron digabungkan, maka total massa yang diperoleh "seharusnya" akan sama dengan massa inti atom keseluruhan.


Misalnya atom helium yang memiliki 2 elektron pada kulit atomnya. Pada inti atom helium  terkandung 2 proton dan 2 neutron. Jika massa 2 proton dan massa 2 neutron dijumlahkan, seharusnya massa hasil penjumlahan tersebut akan sama dengan massa inti atom helium. Secara logika seharusnya seperti itu, tetapi faktanya tidak seperti itu. Bagaimana fakta yang ditemukan para ilmuwan? 


Para ilmuwan ternyata menemukan fakta yang "ganjil" atau aneh terkait massa inti atom. Jika hasil penjumlahan massa proton dan massa neutron suatu inti atom dibandingkan dengan massa inti atom, ternyata "selalu" diperoleh fakta bahwa massa inti atom keseluruhan pasti lebih kecil. Fenomena aneh tersebut dikenal dengan sebutan "Cacat Massa" atau "Mass Defect". Jadi seakan-akan ada massa yang hilang. Lantas ke manakah selisih massa yang hilang tersebut? 


Teori Relativitas menyatakan bahwa massa yang hilang dari total massa nukleon-nukleon penyusun inti atom berubah menjadi energi ikatan inti (nuclear binding energy). Dengan menggunakan persamaan hubungan kesetaraan massa-energi Einstein (E = mc2, (angka dua sebagai bilangan pangkat) dimana E: energi, m: massa, c: kecepatan cahaya), kita dapat menghitung besarnya energi ikatan inti pernukleon.


Penjelasan keberadaan energi ikatan inti ini sangat berguna dalam menjelaskan kestabilan inti atom. Kita tahu bahwa di dalam inti atom terdapat proton yang bermuatan listrik positif dan neutron yang netral. Seharusnya karena sama-sama bermuatan positif, antar proton dalam inti akan tolak-menolak (sesuai hukum Coulomb) dan menyebabkan inti atom tidak stabil. Tetapi faktanya banyak inti atom yang stabil, hanya beberapa inti atom tertentu yang bersifat tidak stabil (inti  radioaktif). Bagaimana kestabilan inti ini dijelaskan dengan konsep energi ikatan inti? 


Gaya tolakan antar muatan positif yang mendorong proton-proton cenderung saling menjauhi seolah-olah dinetralkan atau di nol-kan oleh keberadaan energi ikatan inti. Jadi energi ikatan inti ini seakan-akan mengikat nukleon-nukleon di inti atom (proton dan neutron) begitu kuatnya sehingga mereka tetap stabil di dalam inti. 


Hikmah apa yang dapat kita ambil dari fenomena "Mass Defect" tersebut? Fenomena adanya "Mass Defect" pada inti atom mengajarkan kepada kita tentang arti penting sebuah energi ikatan. Energi ikatan inti mampu menjaga kestabilan inti atom dari dorongan ketidakstabilan dari dalam inti atom sendiri. Energi ikatan inti tersebut bukan berasal dari luar inti, tetapi justru muncul dari inti atom sendiri sebagai efek dari massa nukleon inti atom yang hilang. 


Konsep ini jika kita implementasikan dalam kehidupan, akan sangat besar dampak positifnya. Coba bayangkan, apa yang terjadi jika ada orang yang lemah  dikumpulkan dengan sesama orang yang lemah, apakah lemahnya bertambah besar?


Ternyata berkumpulnya orang-orang yang sama-sama lemah tidak menyebabkan semakin meningkatnya kelemahan, tetapi yang terjadi malah sebaliknya yakni semakin berkurangnya kelemahan dan efek lainnya yaitu munculnya kekuatan baru  yang entah datangnya dari mana karena sebelumnya pada diri orang-orang lemah tersebut tidak ada kekuatan. Aneh bukan?


Paradigma inilah yang mungkin dulu dipergunakan oleh para pendiri bangsa ini ketika berjuang membebaskan diri dari kekangan penjajah dan berusaha memerdekakan diri menjadi negara merdeka yang berdaulat.  Ketika rakyat berjuang sendiri-sendiri maka perjuangan tersebut sangat mudah dikalahkan oleh penjajah. Rakyat waktu itu dibuat lemah oleh penjajah, baik lemah secara ekonomi maupun lemah secara pemikiran agar tidak ada potensi untuk memberontak.


Tetapi para pendiri bangsa ini mengetahui "rahasia luar biasa" dari sebuah ikatan (persatuan). Persatuan tidak harus dibangun dari persamaan, tetapi justru bisa dibangun dari adanya "perbedaan". Kita tahu bahwa menurut hadits Rasulullah Saw,  perbedaan itu adalah rahmat. Adanya perbedaan adalah suatu keniscayaan, tetapi munculnya upaya mempersatukan perbedaan tersebut adalah sebuah rahmat dari Allah Swt.


Karena Indonesia adalah bangsa yang bhinneka, majemuk, beraneka ragam suku dan bahasa, maka rasa persatuan bisa dibangun dari perbedaan-perbedaan tersebut. Maka dideklarasikan "Sumpah Pemuda" yang mempersatukan rakyat Indonesia walau berbeda suku, agama, ras, bahasa, pakaian maupun tradisi. Semua perbedaan tersebut yang sebenarnya bisa berpotensi untuk memecah belah persatuan, tetapi oleh para pendiri bangsa ini justru dijadikan sebagai "dasar persatuan". Lantas apa dampak dari persatuan (Sumpah Pemuda) tersebut? 


Dampaknya adalah munculnya "energi luar biasa" terhadap semangat perjuangan. Semua rakyat Indonesia semangat berjuang, mengorbankan segala kepentingan pribadi dan golongan, hanya demi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seandainya rakyat Indonesia waktu itu tidak mau berkorban, lebih mementingkan kepentingan suku dan golongannya, mungkin saat ini kita masih berada di bawah tekanan penjajah.


Begitulah hebatnya energi yang muncul dari sebuah ikatan (persatuan). Sebuah ikatan tidak hanya sekedar menyatukan, tetapi justru bisa memunculkan energi baru. Inilah rahmat dari sebuah ikatan. Ikatan yang bisa dibangun dari fondasi perbedaan akan membawa rahmat yang luar biasa. Mungkin demikianlah tujuan mengapa Allah Swt menciptakan manusia berbeda-beda suku dan bangsa. Wallahu a'lam.[]



*) Staf Pengajar Kimia di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS)

Postingan Populer