Powered By Blogger

Minggu, 22 November 2020

DI BALIK KESEDERHANAAN DAN SIKAP TAWADHU’NYA SANTRI : Mengintip Sisi Spiritualitas dan Jiwa Enterpreneurship Dunia Pesantren

 

Sumber gambar : Indahnya Berkehidupan ala Santri - Islam Santun

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Jika kita mendengar kata “Pondok Pesantren”, mungkin yang terbayang adalah orang-orang yang sedang belajar agama Islam. Wajah mereka penuh dengan pancaran aura kebersihan dan kesucian hati. Perilaku mereka mencerminkan orang-orang yang berhati emas. Mereka memakai pakaian yang mencerminkan jati diri seorang muslim/muslimah. Yang muslim memakai peci, baju koko, dan bersarung, sedangkan yang muslimah memakai pakaian yang tidak menunjukkan lekuk-lekuk tubuh dan berhijab. Ah, membayangkan berada di antara mereka betapa tenang dan bahagianya hati ini. Bisa berada bersama sesama muslim/muslimah yang meng-Agungkan nama Allah swt dan mengidolakan Rasulullah saw adalah suatu kebahagiaan tersendiri. Ya, mungkin seperti itulah yang kita bayangkan tentang kehidupan santriwan/santriwati di pondok pesantren.

 

Di dalam buku “Bilik-Bilik Pesantren : Sebuah Potret Perjalanan (Paramadina, 1997), Nurchlis Madjid menjelaskaskan bahwa Pondok Pesantren merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan Pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau. Sedangkan Zamakhsyari Dhofier dalam bukunya “Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kyai” (LP3S, 1983), mengatakan bahwa Pesantren adalah sebuah pendidikan tradisional yang para siswanya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan kiai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Santri tersebut berada dalam kompleks yang juga menyediakan masjid untuk beribadah, ruang untuk belajar, dan kegiatan keagamaan lainnya. Kompleks ini biasanya dikelilingi oleh tembok untuk dapat mengawasi keluar masuknya para santri sesuai dengan peraturan yang berlaku.

 

Pondok pesantren memang merupakan suatu tempat di mana orang-orang menuntut ilmu agama. Di pondok pesantren biasanya terdapat seorang kyai yang menjadi pimpinan pondok untuk mengajar para santri. Di situs wikipedia dijelaskan sejarah umum pondok pesantren. Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kyai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kyai. Pada zaman dahulu kyai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. Kyai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kyai. Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubug yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal ke mana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang timbul pada zaman Walisongo (https://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren).

 

Seiring perkembangan zaman dan tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. Dari kondisi ini lah kemudian muncul istilah Pesantren Salaf dan Pesantren Modern. Pesantren salaf adalah pesantren yang murni hanya mengajarkan pendidikan agama Islam saja sedangkan pesantren modern   di samping mengajarkan pendidikan agama Islam juga mengajarkan pendidikan umum, di mana persentase ajarannya lebih banyak ilmu-ilmu pendidikan agama Islam daripada ilmu umum (matematika, fisika, kimia, biologi dan lainnya).

 

Kehidupan pesantren memang identik dengan kehidupan yang sederhana. Sikap-sikap yang menonjol yang ditampakkan oleh para penghuni pondok pesantren adalah sikap-sikap akhlakul karimah seperti sikap hidup sederhana, sikap tawadhu’ atau rendah hati, sikap toleransi, sikap kepedulian sosial yang tinggi, kepedulian terhadap sesama makhluk Tuhan, dan sikap-sikap mulia lainnya. Sikap-sikap mulia tersebut memang diajarkan dan dicontohkan oleh kyai pengasuh pondok pesantren agar para santri kelak menjadi pribadi-pribadi yang berakhlakul karimah.

 

Di pondok pesantren, para santri selain diajarkan ilmu tentang agama Islam, mereka juga diajarkan oleh kyai tentang ilmu kehidupan. Para santri diajarkan ilmu tentang bagaimana mereka nanti dapat hidup rukun dan harmonis dengan masyarakat di sekitarnya. Para santri diajarkan ilmu tentang bagaimana mereka nanti mampu mengimplementasikan ilmu-ilmu agamanya dalam kehidupan mereka. Para santri diajarkan ilmu tentang bagaimana mereka nanti dapat bertahan hidup di tengah persaingan yang begitu ketatnya. Jadi, di pondok pesantren para santri dididik, dibina, dilatih dan digembleng dengan sistem pendidikan yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh kyai pengasuh pondok pesantren agar kelak mereka memiliki jiwa yang tangguh dan sikap mental positif.

 

Penanaman nilai-nilai spiritual dalam diri para santri diharapkan mampu membangkitkan energi positif pada setiap diri santri sehingga mereka kelak dapat survive dalam  menjalani roda kehidupan. Internalisasi nilai-nilai spiritual dalam diri setiap santri diharapkan mampu mendorong munculnya sikap mental positif dalam kehidupan mereka, termasuk juga dalam hal ekononomi. Penanaman nilai-nilai spiritual dalam diri setiap santri diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pengembangan jiwa enterpreneurship para santri. Dengan bekal ilmu agamanya yang mengajarkan bahwa muslim/muslimah yang kuat (fisik, intelektual maupun ekonomi) adalah lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah swt dibandingkan muslim/muslimah yang lemah, diharapkan mampu memotivasi para santri untuk memiliki semangat yang tinggi dalam bekerja, berkarier, menjalani profesi, dan meningkatkan taraf kehidupannya.

 

Penanaman nilai-nilai spiritual selama di pondok pesantren diharapkan mampu membangkitkan jiwa kemandirian ekonomi santri. Jiwa kemandirian ekonomi yang tinggi yang dibalut dengan sikap tawadhu’ dan tawakal merupakan cerminan sosok muslim/muslimah yang diharapkan. Apakah penanaman nilai-nilai spiritual memang ada korelasinya dengan sikap kemandirian ekonomi? Ternyata pemikiran seperti ini tidak hanya teoritis saja. Terdapat bukti ilmiah yang mendukung kebenaran pemikiran tersebut. Seorang peneliti yang bernama Rizal Muttaqin (2010) melakukan sebuah penelitian yang berjudul “Peran pondok pesantren terhadap kemandirian ekonomi santri dan pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitarnya : Studi kasus Pondok Pesantren Al-Ittifaq Kecamatan Rancabali Kabupaten Bandung”. Salah satu hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara variabel motivasi spiritual (motivasi akidah, motivasi ibadah dan motivasi muamalah) dengan variabel kemandirian ekonomi santri. Artinya, apabila motivasi spiritual santri tinggi, maka tingkat kemandirian ekonomi santri akan semakin tinggi pula (http://etd.repository.ugm.ac.id). Hasil penelitian Rizal Muttaqin tersebut telah membuktikan secara ilmiah bahwa sisi spiritual berkorelasi dengan sisi enterpreneurship. Artinya, penanaman nilai-nilai spiritualisme pada santri melalui metode pembelajaran yang tepat dan mampu memberikan pengalaman belajar yang bermakna akan mampu meningkatkan jiwa kemandirian ekonomi santri.  

 

Kelak setelah menamatkan pendidikannya di pondok pesantren, walaupun para santri nantinya mungkin ada yang menjalani profesi yang tidak terkait agama, maksudnya tidak menjadi da’i, ustadz, kyai ataupun penceramah tetapi menjalani profesi lain seperti guru, dosen, pengusaha, pegawai, pedagang dan lain-lain, diharapkan mereka dalam menjalankan profesi-profesinya tersebut tetap diwarnai dengan sikap-sikap atau karakter akhlakul karimah. Tidak masalah apapun profesinya, yang terpenting ciri seorang santri tidak hilang. Segala tindak tanduknya mencerminkan sosok orang yang mengetahu ilmu agama dan mengetahui  bagaimana hidup sesuai tuntunan ajaran agama. []

 

 

_______________________

*) Agung Nugroho Catur Saputro,S.Pd.,M.Sc., ICT staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan lebih dari 30 judul buku,  Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2, serta Trainer MindMap tersertifikasi ThinkBuzan iMindMap Leader dan Indomindmap Certified Trainer-ICT. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat diakses di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, Website : https://sahabatpenakita.id dan Blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Jumat, 20 November 2020

RASIONAL DALAM MEMBAGIKAN INFORMASI

 

Sumber gambar : https://diskominfotik.bengkaliskab.go.id/web/cetakberita/9155

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Dewasa ini patut disyukuri munculnya fenomena di masyarakat semangat berbagi informasi dan semangat menebar kebaikan yang sangat tinggi. Di berbagai grup media sosial yang penulis ikuti, hampir setiap hari ada orang yang memosting artikel-artikel tulisan baik yang disertai tautan asal tulisan maupun tidak disertai.

 

Tetapi dari fenomena tersebut, ada yang sangat disayangkan yaitu banyak tulisan yang diposting bukan tulisan pemosting sendiri tetapi tulisan orang lain yang seringnya tanpa disertakan nama penulisnya, atau hanya berupa copy paste tautan berita online tanpa ada tambahan penjelasan dari orang yang memosting yang merupakan pandangan dia terhadap isi berita atau artikel yang dipostingnya. Kejadian seperti ini sering penulis jumpai di berbagai grup yang penulis ikuti. Mungkin menjadi kejadian yang umum terjadi di semua grup media sosial.

 

Terkadang penulis berpikir, apakah orang yang memosting berita itu sudah membaca isi beritanya atau belum? Apakah orang yang memosting berita itu sudah memahami betul isi dan maksud beritanya atau belum? Apakah orang yang memosting berita tersebut sudah memverifikasi kebenaran isi beritanya atau belum? Apakah orang yang memosting berita tersebut juga melakukan jaminan mutu terhadap keakuratan isi beritanya atau belum?

 

Mengapa penulis memikirkan pertanyaan-pertanyaan di atas? Karena terkadang penulis merasa geli dengan judul beritanya yang tampak tidak wajar dan masuk akal. Antara judul dan isi berita terkadang kurang nyambung. Dan artikel tulisan yang diposting di grup seringnya judulnya agak provokatif.

 

Pernah terjadi di salah satu grup yang penulis ikuti, ada anggota grup yang memosting suatu berita media online dimana judulnya agak provokatif dan tendensius menjelekkan salah satu partai (kejadiannya ketika itu masa-masa kampanye pemilu). Penulis pun mengeklik tautan berita online tersebut. Setelah penulis baca, penulis tidak menemukan sesuatu yang aneh atau janggal dengan isi beritanya. Tetapi yang aneh, redaksional beritanya tidak sesuai dengan isi berita. Redaksional judul beritanya terkesan mendiskreditkan partai tertentu, tetapi isi beritanya menurut penulis malah justru sebaliknya menunjukkan sangat berkualitasnya kinerja kader partai yang dimaksud.

 

Ketika penulis share di grup bagian dari kalimat isi berita yang dipermasalahkan dengan tujuan agar semua anggota membaca isi beritanya dan membandingkan dengan judul berita, penulis malah mendapat komentar yang kurang menyenangkan dari si pemosting berita.

 

Dari kejadian tersebut penulis menyimpulkan bahwa si pemosting kemungkinan tidak membaca isi berita, atau kurang memahami isi berita, atau tidak menganalisis isi berita sebelum di share di grup, atau mungkin juga ia memiliki maksud tertentu dengan sengaja meng-share berita tersebut dengan hanya membagikan judul berita yang agak provokatif dan tautan berita. Mungkin si pemosting tahu bahwa umumnya orang malas mengeklik tautan berita online sehingga maksudnya memprovokasi dapat tercapai. Entahlah mana yang benar. WaAllahu a'lam. []

 

 

Gumpang Baru, 20 November 2020

 

____________________________________

*) Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd.,M.Sc., ICT adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan lebih dari 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2, serta Trainer MindMap tersertifikasi ThinkBuzan iMindMap Leader dan Indomindmap Certified Trainer-ICT. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Kamis, 19 November 2020

MENULIS DAN RADIANT THINKING

 

Sumber gambar : https://www.semanticscholar.org/paper/TEACHERS%E2%80%99-ATTITUDE-TOWARD-THE-ROLE-OF-MIND-MAPPING-Ferfad/5075f8660d6f67dc7486368b6830a6ed3d37927c/figure/4

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Banyak orang ingin bisa menulis dengan mengikuti berbagai training dan workshop menulis. Sebenarnya menulis itu mudah atau sulit sih? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab karena bergantung pada dua factor, yaitu siapa yang bertanya dan kepada siapa pertanyaan tersebut ditujukan. Faktor pertama adalah siapa yang bertanya. Jika yang bertanya adalah orang yang tidak suka membaca, maka jawabannya pasti sulit. Mengapa sulit, karena ia tidak memiliki atau minim bahan untuk ditulis. Seseorang yang tidak suka membaca maka perbendaharaan ide yang dimiliki pasti sedikit. Sebaliknya, jika yang bertanya adalah orang yang suka membaca, maka jawabannya mungkin bisa mudah, mengapa? Karena kalau ia suka membaca, maka banyak bahan hasil ia membaca yang bisa ditulis. Oleh karena itu, karena ia sudah punya bahan yang banyak dari hasil membaca, maka hanya perlu latihan saja untuk mengubah isi pikirannya menjadi tulisan.  

 

Kemudian faktor kedua adalah kepada siapa pertanyaan tersebut diajukan. Jika yang ditanya adalah orang yang tidak bisa menulis, maka jawabannya jelas pasti sulit. Tetapi jika orang yang ditanya adalah seorang penulis atau minimal orang yang bisa menulis, maka jawaban pertanyaan tersebut minimal tidak sulit alias mudah atau mungkin bisa sangat mudah. Pertanyaan seperti di atas sebenarnya merupakan pertanyaan yang tidak penting. Mengapa tidak penting? Karena jika seseorang yang ingin belajar menulis menanyakan pertanyaan seperti itu kepada seorang trainer menulis, maka jawaban dari sang trainer tidak akan membantu apapun. Coba pikirkan! Apakah jika sang trainer menjawab bahwa menulis itu mudah, lantas sang penanya langsung bisa menulis dengan lancar? Sebaliknya, jika sang trainer menjawab bahwa menulis itu sulit, apakah jawaban tersebut tidak justru membuat semangat penanya untuk belajar menulis menjadi tambah kendor karena mengetahui kalau seoramg trainer menulis saja kesulitan dalam menulis, apalagi dirinya yang belum bisa menulis. Jadi pertanyaan semacam itu memang tidak penting dan tidak perlu ditanyakan kepada siapapun. Lantas, apa yang harus dilakukan agar kita bisa menulis?

 

Seseorang jika ingin belajar menulis, maka tidak perlu bertanya menulis itu mudah atau sulit karena tujuan ia belajar menulis bukan untuk mengetahui mudah atau sulit, tetapi tujuannya adalah agar ia bisa menulis. Ya, tujuan utama ia belajar menulis adalah agar ia bisa menulis. Tanpa bertanya pun saat belum belajar menulis, ia sudah tahu kalau menulis itu sulit. Makanya ia ingin belajar menulis agar bisa menulis. Kalau menulis itu mudah, maka tidak mungkin ia mau belajar menulis. Nanti jika ia telah menjalani proses belajar menulis dan ia sukses bisa menulis, maka ia juga akan tahu dengan sendiri bahwa menulis itu mudah karena ia sekarang bisa menulis. Benar tidak alur berpikir seperti ini? Setujukah anda dengan argumentasi seperti ini?

 

Saya yakin anda yang membaca artikel ini mempunyai pendapat sendiri tentang mudah atau sulitkah menulis itu. Tetapi demikian lah pendapat saya bahwa menulis itu bukan masalah mudah atau sulit, tetapi lebih terpenting adalah adakah kemauan kita untuk mulai menulis atau tidak. Sebanyak apapun training, pelatihan dan workshop menulis yang diikuti, dan sebanyak apapun teori menulis yang telah dipelajari dari para narasumber, selama kita tidak mulai menulis dan berlatih menulis serta membiasakan menulis setiap waktu, maka kita tidak akan pernah bisa menulis apalagi menjadi seorang ahli menulis.

 

Menulis itu melibatkan proses berpikir yang kompleks. Orang yang terbiasa berpikir linier (satu arah) ataupun lateral (dua arah), kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam menulis. Hal ini karena untuk bisa menulis, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang banyak hal. Orang yang memiliki kemampuan berpikir secara radiant thinking (segala arah, memancar) akan memiliki pancaran pikiran sehingga memiliki pengetahuan yang komprehensif. Pancaran pikiran adalah asosiasi-asosiasi pemikiran yang timbul dari suatu pusat pemikiran [1]. Orang yang terbiasa berpikir secara radiant thinking akan memiliki asosiasi pikiran yang sangat banyak yang berkaitan dengan pusat pemikiran. Radiant thinking merupakan proses berpikir asosiatif yang terpencar dari titik utama dan merupakan “cara kerja alami otak”.

 

Dikarenakan seorang penulis itu membutuhkan banyak ide, gagasan dan pemikiran yang baru, maka kemampuan berpikir secara radiant thinking sangat mendukung aktivitas menulis. Jika seseorang mengetahui pusat pikiran sebagai ide dasar tulisan kemudian ia mampu menguraikan pusat pikiran menjadi sub-sub pusat pikiran sebagai cabang-cabang dari ide dasarnya dengan sangat banyak, maka ia akan mampu menuliskannya dalam paragraf-paragraf yang terstruktur dan sistematis. Dengan menggunakan cara berpikir secara radiant thinking, seorang penulis akan mampu menghasilkan sebuah tulisan yang kaya akan ide-ide yang inovatif. Melalui berpikir secara radiant thinking akan membuat seorang penulis akan memiliki kreativitas yang tinggi dan kaya ide, gagasan maupun pemikiran yang merupakan perwujudan dari daya kreasi dan inovasinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa menulis itu memerlukan cara berpikir secara radiant thinking.

 

Seseorang yang terbiasa berpikir secara radiant thinking akan mampu menghubungkan antar data, informasi, dan pengetahuan baik berupa fakta, konsep, maupun teori membentuk satu pemahaman yang komperehensif sehingga pemikirannya akan memancarkan pemahaman yang luas. Oleh karena itu, untuk mampu menjadi seorang penulis yang memiliki kekayaan ide yang melimpah, seseorang harus mampu dan membiasakan diri untuk berpikir secara radiant thinking.  Berpikir secara radiant thinking merupakan cara untuk membangun sikap kreatif dan inovatif.  Dengan terbiasa berpikir secara radiant thinking, seseorang akan memiliki perbendaharaan ide yang luar biasa banyak dan mampu menghubungkan antar ide-ide tersebut sehingga terbentuk ide-ide baru yang jumlahnya juga luar biasa banyak.

 

Sebenarnya otak kita memiliki kemampuan berpikir tidak linier. Buktinya adalah setiap hari pikiran kita melakukannya sepanjang waktu, mengamati berbagai hal yang ada di sekitar termasuk bentuk cetakan nonlinier : foto, ilustrasi, diagram, dan sebagainya. Namun kenyataannya kita terbiasa berpikir secara linier, kita dilatih untuk membaca unit informasi satu per satu dari informasi yang disajikan dalam bentuk baris. Hasil riset bidang biokimia, fisiologi dan psikologi mutakhir yang terkait kinerja otak menghasilkan temuan yang mengagumkan dan menggembirakan karena ternyata otak tidak hanya nonlinier tetapi juga demikian kompleks dan saling berkaitan [2].

 

Mari kita bayangkan. Seseorang yang terbiasa berpikir secara radiant thinking kepalanya akan dipenuhi dengan ide-ide brilian dan menakjubkan. Tidak pernah habis ide yang muncul di kepalanya karena selama otaknya terus bekerja membentuk sel-sela neuron baru yang menghubungkan antar sel saraf di otak, maka seketika itu juga ia akan menghasilkan ide-ide dan gagasan-gagasan baru. Sungguh luar biasa kemampuan yang dimiliki otak kita hasil karunia dari Tuhan yang Maha Pencipta. Sungguh beruntung orang yang mampu memaksimalkan potensi otaknya dengan melatihnya selalu berpikir secara radiant thinking. Tidakkah kita ingin memiliki otak dengan kinerja maksimal? Penting kita ketahui bahwa salah satu kemampuan luar biasa otak kita yang sangat mengagumkan adalah kapasitas daya ingatnya. Kapasitasnya luar biasa, atau tepatnya adalah tidak terbatas! Menurut Prof. Marc Rosenweig, apabila dalam 1 detik saja kita bisa mengingat 10 informasi baru, jika kita terus mengingat informasi-informasi baru tanpa berhenti selama 100 tahun ke depan, kita baru mempergunakan kapasitas otak kita kurang dari 10% saja. Bahkan hasil penelitian yang lebih ekstrim lagi, yaitu oleh seorang pakar otak dari Rusia, Prof. Pyotr Anokhin, dia mengatakan bahwa otak kita mempunyai kemampuan mengingat informasi sebanyak angka 1 yang diikuti angka 0 yang panjangnya 10.500.000 kilometer. Mengagumkan bukan?[1]

 

Sebuah penelitian tentang otak telah dilakukan. Jika seekor hewan percobaan diberi lingkungan yang merangsang dan menantang, misalnya kandang yang penuh dengan mainan, maka otak hewan ini menunjukkan peningkatan yang dramatis pada hubungan-hubungan sel sarafnya. Otak hewan ini akan lebih berat dan memiliki lebih banyak sel saraf di beberapa areanya dibandingkan otak hewan yang diletakkan dalam kandang percobaan yang relative kosong. Peningkatan berat otak ini akibat peningkatan jumlah sinaps -hubungan elektrokimia- di antara neuron. Berdasarkan temuan ini, maka dapat kita renungkan. Manakah yang akan kita pilih, memiliki otak yang ringan karena jarang dipakai untuk berpikir ataukah otak yang lebih berat dengan sering menggunakannya untuk berpikir? Pasti kita semua memilih otak yang berat. Nah, kita bisa terlebih dahulu memilih jenis otak yang kita inginkan dengan memilih pengalaman yang kaya dan bervariasi. Prosesnya dimulai di masa kanak-kanak dan berlanjut sampai saat kita meninggal. Sekarang para ahli mengetahui bahwa otak ternyata lebih lentur dan peka terhadap perubahan. Kita punya pilihan apakah otak kita akan berubah atau tidak berubah dari keadaannya sekarang ini. Pertanyaan yang patut kita renungkan adalah akankah kita membantu mendatangkan perubahan yang positif dan memperkaya kepada struktur dan fungsi otak, atau akankah kita membiarkannya mengalami “atrofi akibat tidak digunakan”?[3] Semuanya kembali pada pilihan kita masing-masing. Salam kreatif! []

 

Sumber Referensi

[1]   S. Windura, Mind Map Langkah Demi Langkah. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2016.

[2]   T. Buzan, Gunakan Kepala Anda [Terjemahan buku Use Your Head]. Batam: Interaksara, 2006.

[3]    R. Restak, Smart and Smarter : Cara-cara Melatih Otak Agar Kita Menjadi Lebih Pintar dan Tetap Pintar [Terjemahan dari buku Mozart’s Brain and The Fighter Pilot : Unleashing Your Brain’s Potential]. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005.

 

 

Gumpang Baru, 19 November 2020

 

 _______________________

*) Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan lebih dari 30 judul buku,  Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2, dan Trainer MindMap tersertifikasi ThinkBuzan iMindMap Leader dan Indomindmap Certified Trainer -ICT. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat diakses di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website https://sahabatpenakita.id dan blog https://sharing-literasi.blogspot.com

Rabu, 18 November 2020

MENJAGA KOMITMEN DALAM MENULIS

 

Sumber Gambar : http://ptpn10.co.id/blog/arti-penting-sebuah-komitmen-teamwork-series-2


Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Menekuni dunia literasi menulis itu memerlukan ketekunan dan komitmen. Menulis bukanlah sekedar menuangkan isi pikiran ke dalam bentuk tulisan, tetapi lebih dari itu menulis adalah sarana melatih kedisiplinan dan memelihara komitmen diri. Menulis merupakan aktivitas yang perlu dilakukan secara terus-menerus. Keterampilan menulis harus dilatih dan dipraktikkan secara terus-menerus. Semakin sering dipraktikkan secara rutin dan kontinyu hingga menjadi habit dan hobi, maka menulis akan menjadi aktivitas yang ringan dan menyenangkan. Bahkan aktivitas menulis dapat dimanfaatkan sebagai terapi kesehatan [1]. Dengan menulis, hati menjadi tenteram dan bahagia sehingga imun tubuh meningkat dan meningkat pula semangat menjalani kehidupan.

 

Sekarang ini kesadaran orang untuk menjaga kesehatan semakin tinggi. Semakin banyak orang melakukan olah raga secara rutin setiap hari untuk menjaga stamina tubuh dan kesehatan. Kita melakukan olah raga secara teratur untuk meningkatkan kesehatan fisik secara umum dan membuat tubuh merasa lebih baik. Situasi yang sama juga berlaku ketika kita melatih otak kita. Semakin sering kita melatihnya, kinerja otak akan semakin membaik, dan semakin baik pula perasaan kita. Selain itu, berlawanan dengan organ fisik lainnya, otak kita tidak aus oleh penggunaan yang berulang-ulang dan terus-menerus. Malah sebaliknya, otak kita semakin membaik bila kita semakin menantangnya. Pengamatan ini telah menjurus ke suatu prinsip mendasar tentang cara kerja otak, yaitu : gunakan atau kita akan kehilangannya[2].

 

Demikianlah otak kita bekerja mirip dengan bekerjanya otot. Otot tubuh kita kalau jarang dipakai untuk melakukan aktivitas fisik, maka lama-kelamaan otot tubuh menjadi kaku. Demikian pula halnya dengan otak kita, jika jarang dipakai untuk berpikir maka kinerjanya akan menurun. Sebaliknya, jika semakin sering dipergunakan untuk berpikir menemukan ide gagasan, maka kinerja otak kita semakin lancar dan cepat dalam menemukan ide-ide segar untuk ditulis.

 

Ternyata, aktivitas menulis itu tidak hanya melibatkan kerja otak tetapi juga melibatkan hati (spirit). Untuk menekuni aktivitas menulis, selain kemampuan mengubah ide, gagasan, dan pemikiran menjadi sebuah tulisan, juga diperlukan semangat pantang menyerah dan berani menjaga komitmen diri untuk menulis. Selain itu, saat kita menulis juga harus melibatkan hati. Maksudnya adalah aktivitas kita menulis harus mampu membuat hati kita senang, tenteram, dan bahagia. Jika setiap kita menulis hati kita menjadi bahagia, maka dapat dipastikan menulis itu bukan pekerjaan yang berat,  bahkan bisa jadi malah kita menjadi ketagihan untuk terus menulis. Oleh karena itu, bagi penulis pemula (seperti saya sendiri misalnya), mengawali menulis lebih baik dimulai dari tema-tema yang ringan dan menyenangkan.

 

Mulailah menulis misalnya tentang hobi kita, tentang aktivitas sehari-hari kita, tentang keluarga kita, tentang pekerjaan kita, dan lain sebagainya. Nanti jika menulis sudah terasa bukan beban lagi dan bahkan menjadi semacam “klangenan”, boleh lah mulai menulis tema-tema agak berat dan agak serius. Demikian strategi yang mudah terapkan untuk memunculkan spirit menulis dan menjadikan menulis sebagai aktivitas rutin sehari-hari seperti halnya makan. Jika kita tidak makan sehari, maka badan kita akan merasakan efeknya seperti perut lapar, badan lemas, kepala pusing, dan lain-lain. Demikian pula jika menulis sudah menjadi hobi atau klangenan bagi kita, maka jika sehari saja kita tidak menulis, maka tubuh kita akan merasakan efeknya juga seperti misalnya hati selalu gelisah kayak ada sesuatu yang mengganjal pikiran, pikiran tidak tenang, tidur tidak nyenyak, sulit konsentrasi, dan lain sebagainya.

 

Belum lama ini saya bergabung dalam beberapa grup WhatsApp yang dibentuk bertujuan untuk memfasilitasi anggota berkolaborasi menulis buku bersama-sama. Saya pribadi senang jika ada tawaran atau undangan menulis buku secara kolaborasi. Tujuan saya memutuskan bergabung ke dalam grup-grup penulisan buku kolaborasi tersebut adalah yang pertama untuk menjaga semangat dan komitmen menulis saya. Saya menyadari bahwa menjaga komitmen dan disiplin menulis secara rutin itu bukan sesuatu yang mudah. Banyak faktor yang dapat menurunkan semangat menulis. Nah, dengan bergabung dalam grup menulis buku kolaborasi tersebut menjadikan saya mampu mempertahankan semangat menulis. Tujuan kedua adalah untuk mendapat teman baru dan mengenal penulis lain. Dan tujuan ketiga adalah untuk membentuk network (jejaring) kerjasama antarpenulis untuk berkolaborasi dalam berkarya. Dengan banyak berkolaborasi dengan penulis lain, maka akan semakin banyak pula karya tulis yang dapat kita hasilkan. Kolaborasi merupakan salah satu kemampuan yang dipersyaratkan di abad 21. Maka, sudah waktunya kita memperbanyak kolaborasi dan kerjasama sehingga kesuksesan dapat kita raih secara bersama-sama.  

 

Ada fenomena menarik yang terjadi di grup-grup kolaborasi menulis yang saya ikuti. Di salah satu grup kolaborasi menulis, awalnya banyak orang yang bergabung di grup menulis tersebut. Tetapi seiring berjalannya waktu, satu persatu anggota grup keluar. Saya kurang tahu apa motif awal mereka bergabung di grup menulis dan apa alasan mereka kemudian keluar dari grup. Tetapi menurut analisis saya, kemungkinan mereka keluar dari grup karena mereka tidak mendapatkan apa yang mereka harapkan. Mungkin mereka awalnya berharap bahwa setelah bergabung di grup menulis tersebut mereka akan dapat belajar menulis. Saya berpikiran positif bahwa mereka yang keluar tersebut adalah orang-orang yang punya semangat tinggi ingin belajar menulis. Sehingga ketika beberapa waktu bergabung di grup tidak mendapatkan apa yang dicari, maka mereka memutuskan keluar dari grup.

 

Jikaa dugaan saya tersebut benar, berarti telah terjadi kekeliruan sebagian anggota grup dalam memahami tujuan pembentukan grup kolaborasi menulis tersebut. Grup kolaborasi menulis tersebut memang sengaja dibentuk untuk mewadahi orang-orang yang bersedia menulis bersama dalam satu buku antologi dan memudahkan dalam menjalin komunikasi antar penulis. Maka jika tujuan sebagian orang bergabung di grup untuk belajar menulis, maka mereka salah masuk grup. Kadang terjadi ada seseorang yang memutuskan bergabung dengan sebuah grup atau komunitas tertentu tanpa terlebih dahulu mencari informasi tentang grup tersebut.  

 

Fenomena yang terjadi di grup menulis lain adalah ada beberapa orang yang terlambat mengirimkan artikel tulisannya ke panitia atau bahkan ada yang tidak mengirimkan artikel sama sekali hingga batas waktu yang telah ditetapkan panitia. Padahal semula mereka bergabung di grup tersebut atas inisiatif sendiri. Mereka sendiri lah yang memilih tema tulisan yang disediakan panitia untuk mereka tulis. Tetapi ketika mendekati batas waktu pengumpulan artikel tulisan, ternyata ada beberapa anggota yang terlambat mengirimkan artikel tulisan dan bahkan ada yang tidak mengirimkan artikel tulisan meskipun telah ditunggu beberapa hari atau diberikan kelonggaran tambahan waktu. Sikap beberapa anggota tersebut jelas menghambat proses penerbitan buku karena jadwal penerbitan buku menjadi tidak tepat waktu sesuai rencana awal. Perbuatan sebagian anggota grup yang tidak disiplin waktu dan kurang komitmen menulis telah menyebabkan penulis lain yang disiplin mengumpulkan artkel tulisan menjadi dirugikan, yaitu berupa keterlambatan proses penerbitan buku.

 

Demikianlah contoh fenomena yang terjadi di grup menulis yang saya ikuti. Ternyata semangat saja tidak cukup untuk mampu menyelesaikan sebuah tulisan tepat waktu, tetapi juga perlu memiliki komitmen tinggi untuk menyelesaikan tulisan. Jadi semangat, disiplin, dan komitmen diri sangat diperlukan untuk menjadi seorang penulis. Tanpa memiliki komitmen diri yang kuat, maka seseorang yang mahir menulis pun bisa mungkin tidak mampu menyelesaikan tulisannya karena adanya faktor-faktor lain yang menghambat. []

 

Sumber Referensi

[1] A. Pribadi, “Menulis Untuk Penyembuhan Diri,” KOMPASIANA, May 18, 2012. https://www.kompasiana.com/aguspribadi1978/55107337813311aa39bc64a6/menulis-untuk-penyembuhan-diri (accessed Nov. 18, 2020).

[2]   R. Restak, Smart and Smarter : Cara-cara Melatih Otak Agar Kita Menjadi Lebih Pintar dan Tetap Pintar [Terjemahan dari buku Mozart’s Brain and The Fighter Pilot : Unleashing Your Brain’s Potential]. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005.

 

Gumpang Baru, 18 November 2020

 

_______________________

*) Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan lebih dari 30 judul buku,  Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2, dan Trainer MindMap tersertifikasi ThinkBuzan iMindMap Leader dan Indomindmap Certified Trainer-ICT. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat diakses di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website https://sahabatpenakita.id dan blog https://sharing-literasi.blogspot.com

Minggu, 15 November 2020

JUMLAH VIEWS : KEBAHAGIAAN SEORANG PENULIS


 

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Saya mempercayai bahwa setiap tulisan akan menemukan pembacanya, entah kapan. Saya kira keyakinan saya ini juga diamini oleh para penulis lain. Atas dasar pemikiran ini, maka setiap penulis mempunyai harapan bahwa apa yang ditulisnya akan tetap dibaca oleh orang lain. Keyakinan seperti ini lah yang harus dijaga dan dipelihara di hati dan pikiran semua penulis. Setiap orang yang telah mengabdikan diri untuk menekuni dunia literasi menulis harus memiliki semangat berbagi motivasi dan inspirasi kepada orang lain. Kita tidak pernah mengetahui bagaimana Allah swt akan mempertemukan para pembaca denga tulisan kita. Kita harus menyakini satu keyakinan bahwa setiap tulisan akan menemukan jodohnya sendiri, yakni pembaca setianya yang digerakan hatinya untuk menemukan tulisan yang diminatinya.

 

Demikian lah yang saya alami selaku penulis. Artikel tulisan yang saya posting di website komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK) dengan alamat https://sahabatpenakita.id ternyata mendapat respon yang menurut saya luar biasa dari para pembaca atau pengunjung website. Artikel-artikel yang saya posting di website komunitas literasi bergengsi tersebut ternyata telah dilihat (diasumsikan juga dibaca) ratusan hingga ribuan kali. Hal ini menunjukkan bahwa apa yang saya tulis di website tersebut ada yang tertarik untuk membacanya. Harapan saya sih orang yang membaca artikel-artikel tulisan saya akan memperoleh manfaat dan terinspirasi dari pesan tersirat yang saya selipkan di setiap artikel tulisan saya. Semoga saja. Amin.

 

Dari 28 artikel yang saya posting di website grup SPK di mana saya menjadi anggota sekaligus pengurus tersebut, telah dilihat dari kisaran ratusan hingga ribuan kali. Artikel saya yang mendapatkan kunjungan (jumlah views) terbanyak adalah berjudul “Pembelajaran Daring Melalui Grup Whatsapp, Mengapa Tidak?” dengan jumlah views mencapai 5.430. Wow..sebuah angka yang cukup besar. Artinya artikel yang saya posting setahun yang lalu, tepatnya tanggal 22 Oktober 2019 telah dilihat dan dibaca orang sebanyak 5.430 kali. Jika seandainya diasumsikan (walaupun lemah) bahwa satu orang membaca sekali, maka berarti ada 5.430 orang yang membaca artikel tulisan saya tersebut. Saya tidak pernah menyangka bahwa artikel tulisan saya tersebut akan dibaca sebanyak itu. Bagi saya, ini adalah sebuah kebahagiaan dan kehormatan serta kebanggaan tersendiri karena ide, gagasan dan pemikiran dalam artikel tersebut dibaca oleh orang banyak. Penulis mana yang tidak “mongkok” hatinya jika tulisannya dibaca sampai ribuan kali dan tidak menutup kemungkinan juga ribuan orang. Saya benar-benar bangga dan puas dengan kejutan membahagiakan ini. Sebuah kejutan yang membuat hati saya berbunga-bunga dan bersyukur kepada Allah swt.

 

Artikel tulisan saya yang lain yang mendapatkan jumlah views terbanyak kedua adalah artikel yang saya yang berjudul “Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-nilai Religius”. Artikel yang saya posting sejak tanggal 18 Oktober 2019 tersebut telah dilihat sebanyak 1.305 kali. Artikel kedua ini merupakan ide gagasan saya terkait bagaimana mengembangkan pendidikan karakter berbasis nilai-nilai religius.  

 


Artikel-artikel lain yang saya posting di website grup SPK tersebut jumlah views-nya kurang dari 1.000 views, tetapi rata-rata berkisar di angka seratusan. Lebih lengkapnya jumlah views setiap artikel saya di website resmi grup literasi Sahabat Pena Kita dapat saya tampilkan dalam table berikut ini.


Table 1. Jumlah Views Per Artikel

No

Waktu Posting

Judul Artikel

Views

Sumber

1.

22 Oktober 2019

Pembelajaran Daring Melalui Grup Whatsapp, Mengapa Tidak?

5.430

[1]

2.

18 Oktober 2019

Pengembangan Pendidikan Karakter Berbasis Nilai-nilai Religius

1.305

[2]

3.

10 November 2019

Koleksi Buku Karya Teman : Wujud Apresiasi kepada Sesama Penulis

600

[3]

4.

9 Desember 2019

Menjadi Pengurus Masjid yang Berkarakter Pembelajar : Refleksi Acara Studi Banding ke Masjid Jogokariyan dan Masjid Suciati Saliman Yogyakarta

578

[4]

5.

13 Oktober 2019

Menjadi Istimewa dengan Mengenali Potensi Diri

557

[5]

6.

26 Oktober 2019

Mendesain Pembelajaran Kimia Berbasis Spiritual, Mungkinkah?

551

[6]

7.

17 Oktober 2019

Menjadi Guru Profesional di Era Globalisasi

492

[7]

8.

15 Oktober 2019

Mengembangkan Karakter Ilmiah-Religius dalam Pembelajaran Kimia

489

[8]

9.

12 Maret 2020

Perkenalan dan Perjumpaan yang Singkat: Mengenang Dr. H. M. Taufiqi, S.P.,M.Pd.

482

[9]

10.

12 Maret 2020

Implementasi Konsep Hijrah di Era Media Sosial : Sebuah Ajakan Gerakan Hijrah Menuju Ber-Media Sosial yang Baik

467

[10]

11.

16 Juli 2020

Mengapa dan Untuk Apa Kita Menulis? Refleksi Webinar “Literasi untuk Mengabdi dan Mengabadi”

415

[11]

12.

10 Oktober 2019

Bahagia, Kunci Penting untuk Merealisasikan Tujuan Penciptaan Manusia

383

[12]

13.

31 Desember 2019

Muhasabah Akhir Tahun

380

[13]

14.

28 Februari 2020

Belanja Buku adalah Suatu Kehormatan

326

[14]

15.

3 Februari 2020

Gadis Istimewa itu Bernama Cindy

316

[15]

16.

6 April 2020

Sabun Beruang Bidadari Kecilku : Strategi Manajemen Keluarga Menghadapi Covid-19

311

[16]

17.

5 Maret 2020

Refleksi Satu Tahun Menjadi Anggota Grup SPK

303

[17]

18.

29 Februari 2020

Rak Khusus untuk Bidadari Kecilku

246

[18]

19.

6 April 2020

Menulis Sebagai Aktivitas Terapi Jiwa

241

[19]

20.

28 Februari 2020

Kisah Tentang Rak Buku dan Aktivitas Menulis

227

[20]

21.

7 April 2020

Aktivitas Pagi Bersama Bidadari Kecilku

222

[21]

22.

21 Juli 2020

Berbagi Energi Positif Sesama Penulis

216

[22]

23.

15 Juli 2020

Rezeki Seorang Penulis Buku

202

[23]

24.

8 Agustus 2020

Monitoring Belajar Anak di Masa Pandemi Covid-19

185

[24]

25.

8 April 2020

Mewujudkan Baitii Jannatii, Sulitkah?

168

[25]

26.

9 September 2020

Sudahkah Sekolah Kita Membahagiakan? Refleksi Webinar “Memulihkan Sekolah, Memulihkan Manusia”

117

[26]

27.

12 Oktober 2020

Menggagas Program Literasi Keluarga

94

[27]

28.

2 November 2020

Bertemu Dosen Pembelajar

63

[28]

 

Demikian sedikit kisah kebahagiaan seorang penulis ketika curahan ide, gagasan dan pemikirannya yang dituangkan dalam wujud artikel tulisan dan diposting di website grup literasi bergengsi Sahabat Pena Kita (SPK) telah dibaca oleh ratusan hingga ribuan pembaca. Semoga orang-orang yang telah mengunjungi website resmi grup literasi Sahabat Pena Kita (SPK) dan membaca artikel tulisan penulis memperoleh manfaat dan termotivasi serta terinspirasi untuk ikut ambil bagian dalam gerakan literasi nasional.

 

Era digital yang sangat kental dengan sentuhan teknologi internet yang begitu luar biasa dan memudahkan serta memanjakan kita dalam segala aktivitas, alangkah lebih baiknya jika juga kita pergunakan untuk mengabadikan rekam jejak eksistensi kita di dunia dengan wujud tulisan-tulisan kita yang berisi ide, gagasan dan pemikiran kita terkait berbagai persoalan yang menjadi perhatian kita. Kita semua pasti tahu slogan di era sekarang ini yaitu ‘jejak digital tidak pernah hilang”. Artinya, jika kita meninggalkan rekam jejak keberadaan kita di dunia digital, maka sampai kapan pun jejak digital eksistensi kita tetap abadi. Hasil-hasil tulisan kita yang berisi ide, gagasan dan pemikiran kita sampai kapan pun akan dapat diakses dan dibaca orang lain walau ketika kita nanti sudah tidak ada di dunia ini. Tulisan kita yang berbentuk rekam jejak digital akan mampu menembus batas ruang dan waktu. Apabila artikel tulisan kita dapat menginspirasi orang yang membacanya untuk melakukan hal-hal baik dan luar  biasa dalam kehidupannya yang bermanfaat bagi dunia, bukankah itu berarti kebaikan juga untuk kita? Apakah ini bukan termasuk amal jariyah? Wallah a’lam. []

 

Sumber Referensi

[1]     A. N. C. Saputro, “PEMBELAJARAN DARING MELALUI GRUP WHATSAPP, MENGAPA TIDAK?,” SAHABAT PENA KITA, Oct. 22, 2019. https://sahabatpenakita.id/pembelajaran-daring-melalui-grup-whatsapp-mengapa-tidak/ (accessed Nov. 16, 2020).

[2]     A. N. C. Saputro, “PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS NILAI-NILAI RELIGIUS,” SAHABAT PENA KITA, Oct. 18, 2019. https://sahabatpenakita.id/pengembangan-pendidikan-karakter-berbasis-nilai-nilai-religius/ (accessed Nov. 15, 2020).

[3]     A. N. C. Saputro, “KOLEKSI BUKU KARYA TEMAN : WUJUD APRESIASI KEPADA SESAMA PENULIS,” SAHABAT PENA KITA, Nov. 10, 2019. https://sahabatpenakita.id/koleksi-buku-karya-teman-wujud-apresiasi-kepada-sesama-penulis/ (accessed Nov. 16, 2020).

[4]     A. N. C. Saputro, “MENJADI PENGURUS MASJID YANG BERKARAKTER PEMBELAJAR : Refleksi Acara Studi Banding ke Masjid Jogokariyan dan Masjid Suciati Saliman Yogyakarta,” SAHABAT PENA KITA, Dec. 09, 2019. https://sahabatpenakita.id/menjadi-pengurus-masjid-yang-berkarakter-pembelajar-refleksi-acara-studi-banding-ke-masjid-jogokariyan-dan-masjid-suciati-saliman-yogyakarta/ (accessed Nov. 16, 2020).

[5]     A. N. C. Saputro, “MENJADI ISTIMEWA DENGAN MENGENALI POTENSI DIRI,” SAHABAT PENA KITA, Oct. 13, 2019. https://sahabatpenakita.id/menjadi-istimewa-dengan-mengenali-potensi-diri/ (accessed Nov. 16, 2020).

[6]     A. N. C. Saputro, “MENDESAIN PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS SPIRITUAL, MUNGKINKAH?,” SAHABAT PENA KITA, Oct. 25, 2019. https://sahabatpenakita.id/mendesain-pembelajaran-kimia-berbasis-spiritual-mungkinkah/ (accessed Nov. 15, 2020).

[7]     A. N. C. Saputro, “MENJADI GURU PROFESIONAL DI ERA GLOBALISASI,” SAHABAT PENA KITA, Oct. 17, 2019. https://sahabatpenakita.id/menjadi-guru-profesional-di-era-globalisasi/ (accessed Nov. 16, 2020).

[8]     A. N. C. Saputro, “Mengembangkan Karakter Ilmiah-Religius dalam Pembelajaran Kimia,” SAHABAT PENA KITA, Oct. 15, 2019. https://sahabatpenakita.id/1921-2/ (accessed Oct. 25, 2020).

[9]     A. N. C. Saputro, “PERKENALAN DAN PERJUMPAAN YANG SINGKAT: Mengenang Dr. H. M. Taufiqi, S.P.,M.Pd.,” SAHABAT PENA KITA, Mar. 12, 2020. https://sahabatpenakita.id/perkenalan-dan-perjumpaan-yang-singkat-mengenang-dr-h-m-taufiqi-s-p-m-pd/ (accessed Nov. 16, 2020).

[10]   A. N. C. Saputro, “IMPLEMENTASI KONSEP HIJRAH DI ERA MEDIA SOSIAL : Sebuah Ajakan Gerakan Hijrah Menuju Ber-Media Sosial yang Baik,” SAHABAT PENA KITA, Mar. 12, 2020. https://sahabatpenakita.id/implementasi-konsep-hijrah-di-era-media-sosial-sebuah-ajakan-gerakan-hijrah-menuju-ber-media-sosial-yang-baik/ (accessed Nov. 16, 2020).

[11]   A. N. C. Saputro, “MENGAPA DAN UNTUK APA KITA MENULIS? Refleksi Webinar ‘Literasi untuk Mengabdi dan Mengabadi,’” SAHABAT PENA KITA, Jul. 16, 2020. https://sahabatpenakita.id/mengapa-dan-untuk-apa-kita-menulis-refleksi-webinar-literasi-untuk-mengabdi-dan-mengabadi/ (accessed Nov. 15, 2020).

[12]   A. N. C. Saputro, “BAHAGIA, KUNCI PENTING UNTUK MEREALISASIKAN TUJUAN PENCIPTAAN MANUSIA,” SAHABAT PENA KITA, Oct. 10, 2019. https://sahabatpenakita.id/bahagia-kunci-penting-untuk-merealisasikan-tujuan-penciptaan-manusia/ (accessed Nov. 16, 2020).

[13]   A. N. C. Saputro, “MUHASABAH AKHIR TAHUN,” SAHABAT PENA KITA, Dec. 31, 2019. https://sahabatpenakita.id/muhasabah-akhir-tahun/ (accessed Nov. 16, 2020).

[14]   A. N. C. Saputro, “BELANJA BUKU ADALAH SUATU KEHORMATAN,” SAHABAT PENA KITA, Feb. 28, 2020. https://sahabatpenakita.id/belanja-buku-adalah-suatu-kehormatan/ (accessed Nov. 16, 2020).

[15]   A. N. C. Saputro, “GADIS ISTIMEWA ITU BERNAMA CINDY,” SAHABAT PENA KITA, Feb. 03, 2020. https://sahabatpenakita.id/gadis-istimewa-itu-bernama-cindy/ (accessed Nov. 16, 2020).

[16]   A. N. C. Saputro, “SABUN BERUANG BIDADARI KECILKU : Strategi Manajemen Keluarga Menghadapi Covid-19,” SAHABAT PENA KITA, Apr. 06, 2020. https://sahabatpenakita.id/sabun-beruang-bidadari-kecilku-strategi-manajemen-keluarga-menghadapi-covid-19/ (accessed Nov. 16, 2020).

[17]   A. N. C. Saputro, “REFLEKSI SATU TAHUN MENJADI ANGGOTA GRUP SPK,” SAHABAT PENA KITA, Mar. 05, 2020. https://sahabatpenakita.id/refleksi-satu-tahun-menjadi-anggota-grup-spk/ (accessed Nov. 16, 2020).

[18]   A. N. C. Saputro, “RAK KHUSUS UNTUK BIDADARI KECILKU,” SAHABAT PENA KITA, Feb. 29, 2020. https://sahabatpenakita.id/rak-khusus-untuk-bidadari-kecilku/ (accessed Nov. 16, 2020).

[19]   A. N. C. Saputro, “MENULIS SEBAGAI AKTIVITAS TERAPI JIWA,” SAHABAT PENA KITA, Apr. 06, 2020. https://sahabatpenakita.id/menulis-sebagai-aktivitas-terapi-jiwa/ (accessed Nov. 16, 2020).

[20]   A. N. C. Saputro, “KISAH TENTANG RAK BUKU DAN AKTIVITAS MENULIS,” SAHABAT PENA KITA, Feb. 28, 2020. https://sahabatpenakita.id/kisah-tentang-rak-buku-dan-aktivitas-menulis/ (accessed Nov. 16, 2020).

[21]   A. N. C. Saputro, “AKTIVITAS PAGI BERSAMA BIDADARI KECILKU,” SAHABAT PENA KITA, Apr. 07, 2020. https://sahabatpenakita.id/aktivitas-pagi-bersama-bidadari-kecilku/ (accessed Nov. 16, 2020).

[22]   A. N. C. Saputro, “BERBAGI ENERGI POSITIF SESAMA PENULIS,” SAHABAT PENA KITA, Jul. 20, 2020. https://sahabatpenakita.id/berbagi-energi-positif-sesama-penulis/ (accessed Nov. 15, 2020).

[23]   A. N. C. Saputro, “REZEKI SEORANG PENULIS BUKU,” SAHABAT PENA KITA, Jul. 15, 2020. https://sahabatpenakita.id/rezeki-seorang-penulis-buku/ (accessed Nov. 16, 2020).

[24]   A. N. C. Saputro, “MONITORING BELAJAR ANAK DI MASA PANDEMI COVID-19,” SAHABAT PENA KITA, Aug. 08, 2020. https://sahabatpenakita.id/monitoring-belajar-anak-di-masa-pandemi-covid-19/ (accessed Nov. 15, 2020).

[25]   A. N. C. Saputro, “MEWUJUDKAN BAITII JANNATII, SULITKAH?,” SAHABAT PENA KITA, Apr. 08, 2020. https://sahabatpenakita.id/mewujudkan-baitii-jannatii-sulitkah/ (accessed Nov. 16, 2020).

[26]   A. N. C. Saputro, “SUDAHKAH SEKOLAH KITA MEMBAHAGIAKAN? Refleksi Webinar ‘Memulihkan Sekolah, Memulihkan Manusia,’” SAHABAT PENA KITA, Sep. 09, 2020. https://sahabatpenakita.id/sudahkah-sekolah-kita-membahagiakan-refleksi-webinar-memulihkan-sekolah-memulihkan-manusia/ (accessed Nov. 15, 2020).

[27]   A. N. C. Saputro, “MENGGAGAS PROGRAM LITERASI KELUARGA,” SAHABAT PENA KITA, Oct. 12, 2020. https://sahabatpenakita.id/menggagas-program-literasi-keluarga/ (accessed Nov. 15, 2020).

[28]   A. N. C. Saputro, “BERTEMU DOSEN PEMBELAJAR,” SAHABAT PENA KITA, Nov. 02, 2020. https://sahabatpenakita.id/bertemu-dosen-pembelajar/ (accessed Nov. 15, 2020).

 

 

Gumpang Baru, 16 November 2020

 

_______________________

*) Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan lebih dari 30 judul buku,  Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2, dan Trainer MindMap tersertifikasi ThinkBuzan iMindMap Leader dan Indomindmap Certified Trainer-ICT. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat diakses di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website  https://sahabatpenakita.id dan blog https://sharing-literasi.blogspot.com

 

Postingan Populer