Powered By Blogger

Sabtu, 12 September 2020

PENDIDIKAN SEBAGAI SARANA AKTUALISASI FITRAH MANUSIA



Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro

Manusia adalah makhluk yang mendapatkan karunia keistimewaan dari Allah swt. Keistimewaan tersebut menyebabkan manusia memiliki derajat kemuliaan melebihi makhluk ciptaan Allah lainnya. Tidakkah kita bangga dengan keistimewaan ini? Lantas, apa sih keistimewaan kita sehingga kita bisa lebih mulia dibandingkan makhluk lainnya? Apa yang harus kita lakukan agar keistimewaan kita tersebut mampu menjadi sarana tercapainya tujuan dari penciptaan manusia di dunia ini? Untuk mengetahui apa keistimewaan yang dimiliki manusia, kita harus terlebih dahulu mengetahui bagaimana pandangan Allah terhadap manusia. Kita perlu merujuk kepada Al-Quran- kitab suci yang berisi firman-firman Allah swt- tentang bagaimana konsep manusia dalam Al-Quran.
            Sebelum kita melihat pandangan Al-Quran tentang konsep manusia, marilah terlebih dahulu kita lihat beberapa pendapat dari para ahli tentang manusia. Menurut Paula J. C. & Janet W. K., manusia merupakan makhluk yang terbuka, bebas memilih makna di dalam setiap situasi, mengemban tanggung jawab atas setiap keputusan, yang hidup secara berkelanjutan, serta turut menyusun pola hubungan antar sesama dan unggul multidimensional dengan berbagai kemungkinan. Omar Mohammad Al-Toumi Al- Syaibany memberikan definisi manusia adalah makhluk yang mulia. Manusia merupakan makhluk yang mampu berpikir, dan manusia merupakan makhluk 3 dimensi (yang terdiri dari badan, ruh, dan kemampuan berpikir/akal). Manusia di dalam proses tumbuh kembangnya dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor keturunan dan faktor lingkungan. Sedangkan menurut I Wayan Warta, manuisa merupakan makhluk yang dinamis yang menganut trias dinamika yaitu cipta, karsa, dan rasa (https://pengertiandefinisi.com/pengertian-manusia-menurut-para-ahli/).
Dari beberapa pendapat ahli di atas, terlihat bahwa para ahli memiliki definisi yang berbeda-beda tentang manusia. Hanya ada satu persamaan pada definisi-definisi tersebut, yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan berpikir. Mengapa para ahli terkesan kesulitan dalam mendefinisikan tentang manusia? Karena manusia memang memiliki pribadi yang unik dan hakikat manusia sendiri sulit dimengerti oleh manusia. Alexis Carrel (1873-1944), dokter ahli Bedah Perancis, seorang peletak dasar humaniora, menjelaskan tentang kesulitan yang dihadapi dalam menyelidiki hakikat manusia. Ia, dalam bukunya berjudul L’homme, cet inconnu, edisi Arabnya berjudul al-Insan Zalika al-Majhul (Misteri Manusia), menjelaskan bahwa manusia memang makhluk misterius karena derajat keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang sedemikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya (Karman, 2018 : 13). Carrel (1987) mengemukakan faktor-faktor yang menjadikan pengetahuan manusia tentang hakikat manusia terbatas dibanding dengan pengetahuannya dalam bidang-bidang lain. Pertama, pembahasan manusia terlambat dilakukan karena mulanya perhatian manusia hanya terfokus pada penelitian tentang materi. Kedua, ciri khas akal manusia yang lebih cenderung untuk memikirkan hal-hal yang tidak kompleks. Ketiga, kompleksitas dan keunikan masalah manusia. Ketika beragam upaya memahami hakikat manusia mengalami kemandekan dan tumbuh kesadaran manusia terhadap keterbatasannya, manusia kemudian mencoba mengenal dirinya melalui pendekatan agama (Karman, 2018 : 14).
Sekarang mari kita lihat bagaimana Al-Quran memandang manusia. Menurut M. Karman (2018) dalam bukunya Tafsir Ayat-ayat Pendidikan, ada tiga kata kunci untuk memahami manusia secara komprehensif, baik dirinya sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, yaitu term al-basyar, al-insan, dan Banu Adam. Pertama, term al-basyar.  Term al-basyar dalam Al-Quran disebut 123 kali yang umumnya bermakna “kegembiraan”. Di antaranya 36 kali digunakan untuk menyebut manusia dalam pengertian lahiriahnya dan dua kali dalam pengertian hubungan seksual (QS. al-Baqarah [2] : 187). Hampir keseluruhan ayat Al-Quran yang menggunakan term al-basyar menunjuk pada anak Adam yang biasa makan, minum, dan berjalan di pasar-pasar, dan di dalam pasar itu mereka saling bertemu atas dasar persamaan. Term al-basyar dalam ayat lainnya berkaitan dengan proses kematian. Term tersebut mengindikasikan manusia sebagai makhluk biologis (fisik) yang selalu bergantung untuk makan, minum, bersetubuh, dan akhirnya mati. Dilihat dari aspek ini, manusia tidak berbeda dengan makhluk biologis lainnya, seperti kambing, sapi, kuda, dan lainnya (Karman, 2018 : 15).
Kedua term al-insan. Term al-insan yang ditunjuk dengan al-naas (jamak dari al-insan) bertujuan untuk menyatakan ada kelompok manusia atau masyarakat yang memiliki berbagai aktivitas dalam kehidupannya. Misalnya aktivitas manusia dalam bidang peternakan (QS. al-Qashash [28] : 23), bidang pelayaran (QS. al-Baqarah [2] : 124), bidang pengolahan besi (QS. al-Hadid [57] : 25). Term al-Insan yang dihubungkan dengan al-ins menjelaskan tentang kemampuan manusia menembus ruang angkasa (QS. al-Rahman [55] : 33), menjelaskan tentang tantangan untuk membuat sesuatu yang serupa dengan Al-Quran (QS. al-Isra [17] : 88). Sementara itu, term al-insan yang dihubungkan dengan term unisi menjelaskan tentang pengetahuan manusia mengenai air minumnya (QS. al-A’raf [7] : 160) dan menjelaskan kemampuan dalam memimpin (QS. al-Isra’ [17] : 71). Berdasarkan petunjuk ayat-ayat tersebut, manusia dalam konteks al-insan menunjuk pada makhluk yang berakal, yang berperan sebagai subjek kebudayaan. Manusia sebagai al-insan menunjuk pula makhluk yang berpotensi ruhani, seperti fitrah (QS. al-Rum [30] : 30), qalbu (QS. al-Hajj [22] : 46), akal (QS. ‘ali ‘Imran [3] : 190-191). Potensi-potensi inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk yang tertinggi martabat dan kedudukannya dibanding makhluk Allah lainnya (QS. al-Isra’ [17] : 70) (Karman, 2018 : 20-21).
Ketiga term Banu Adam. Term Banu Adam dan dzurriyah Adam memiliki kaitan dengan term Adam, sebuah nama, proper name, dari manusia yang diciptakan Tuhan dan mendapatkan penghormatan dari makhluk lainnya, seperti malaikat, berdasarkan firman Allah swt dalam QS. al-Baqarah [2] : 34. Kedua istilah ini, walaupun memiliki arti “keturunan”, tetapi berbeda konotasi. Tem banu diartikan “sesuatu yang lahir dari sesuatu yang lain”, sedangkan term dzuriyyah diartikan “kehalusan” dan “tersebar”. Kedua term tersebut ketika disandarkan pada term Adam memberi kesan kesejarahan dan konsep manusia, sekaligus menunjukkan bahwa manusia itu satu asal (Karman, 2018 : 21). M. Karman (2018 : 22) menambahkan penjelasannya. Menarik untuk dicermati bahwa manusia yang disebut dengan al-basyar menunjuk manusia sebagai makhluk biologis, disebut dengan al-insan  menunjuk manusia sebagai  makhluk psikis, sementara manusia disebut dengan banu Adam menunjuk manusia sebagai makhluk genealogis, yakni makhluk yang berasal-usul jelas dan berhubungan darah yang jelas.
Sedangkan Syahidin (2009) dalam bukunya Menelusuri Metode Pendidikan dalam Al-Quran menjelaskan bahwa menurut Al-Quran, manusia  adalah makhluk ciptaan Allah swt yang diberi akal dan hati. Akal berfungsi untuk berfikir, dan hati berfungsi untuk merasa. Karena kedua nikmat Allah inilah, manusia memiliki kecenderungan untuk meyakini adanya Allah swt dan mentaati segala perintah-Nya guna memperoleh kebahagiaan hakiki di dunia dan akhirat. Akal dan hati inilah yang menjadi fitrah manusia. Allah swt mengkaruniakan nikmat akal dan hati sebagai potensi diri setiap manusia yang dapat dikembangkan. Melalui bekal akal dan hati inilah manusia diharapkan dapat mengemban tugas sebagai pengelola bumi (khalifatullah fi al ardh) (Syahidin, 2009 : 45).
Melalui nikmat akal dan hati, manusia diharapkan dapat menyempurnakan ibadahnya kepada Allah swt. Ibadah dalam makna melaksanakan semua perintah dan yang disukai-Nya dan menjauhi segala larangannya maupun yang tidak disukai-Nya. Allah menyukai kebaikan dan manfaat kepada orang lain, sedangkan yang tidak disukai Allah adalah kemaksiatan dan kedhaliman. Oleh karena itu, dengan akal untuk berpikir dan hati untuk merasa, manusia diharapkan mampu mengenali mana yang termasuk perbuatan kebaikan dan mana yang termasuk kemaksiatan. Dengan menggunakan nikmat akal dan hati dengan maksimal, akan mampu membentuk manusia yang sempurna (insan kamil) dan berakhlak mulia (akhlakul karimah).
Kemuliaan dan keistimewaan manusia yang merupakan fitrahnya adalah terletak pada sejauh mana manusia mampu mengembangkan potensinya, yaitu sebagai makhluk yang dapat dididik dan mendidik (makhkuk paedagogik). Ini merupakan potensi dasar manusia (Syahidin, 2009 : 47). Melalui pendidikan lah manusia mampu mewujudkan fitrah kemanusiaanya sebagai makhluk yang berakal dan berhati. Pendidikan adalah jalan atau sarana manusia mempertahankan fitrahnya dan mengembangkan potensi diri yang dititipkan Tuhan pada dirinya. Syahidin (2009 : 47) menyatakan bahwa fitrah manusia dalam bentuk potensi diri tidak akan pernah berubah untuk selamanya, dalam arti bahwa nilai kemanusiaan yang hakiki adalah mampu berpikir, merasa, dan bertindak; dan kemampuan tersebut akan selalu berkembang. Pikiran, perasaan dan kemampuan untuk berbuat sesuatu merupakan komponen dari fitrah manusia. Fitrah inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya dan fitrah ini pulalah yang membuat manusia itu lebih mulia disbanding makhluk lainnya.
Dalam QS. adz-Dzariyat [51] : 56, kita dapat mengetahui bahwa tujuan manusia diciptakan adalah untuk beribadah kepada-Nya. Nah, untuk melaksanakan ibadah kepada Allah swt, manusia dibekali potensi dapat dididik dan dapat pula mendidik orang lain. Manusia adalah makhluk Allah swt yang bersifat paedagogik atau manusia adalah makhluk paedagogik. Artinya, setiap manusia yang terlahir ke dunia ini dapat dikembangkan, dibina, dan diarahkan kecenderungan pilihannya kepada yang terbaik untuk dirinya. Karena potensi itulah manusia diangkat sebagai khalifah di muka bumi, menjadi pendukung dan pengembang kebudayaan. Setiap manusai dilengkapi dengan fitrah Allah swt, berupa suatu wadah yang dapat diisi dengan berbagai kecakapan dan keterampilan yang dapat berkembang sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk yang mulia (Syahidin, 2009 : 46).
Melalui proses pendidikan, peserta didik belajar mengenali, mengeksplorasi, dan mengembangkan potensi dalam dirinya. Dengan mengikuti proses pendidikan inilah setiap manusia (peserta didik) mampu mengarahkan dirinya dengan bantuan pendidik untuk meraih hasil belajar yang diinginkan. Hal ini sesuai pendapat John A. Laska (1976) dalam buku Schooling and Education : Basic Concept and Problems yang mendefinsikan pendidikan sebagai “Upaya sengaja yang dilakukan pelajar atau (yang disertai) orang lainnya untuk mengontrol (atau memandu, mengarahkan, mempengaruhi dan mengelola) situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar yang diinginkan”. Dengan demikian, kita sepakat bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan adalah untuk membantu setiap peserta didik menemukan fitrahnya masing-masing, yaitu mengenali dan mengembangkan potensi diri dan minat bakat yang dimilikinya sebagai bekal dari sang Khalik untuk mendukung perannya sebagai khalifah di bumi.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat kita pahami bahwa peranan pendidik dalam proses pendidikan adalah memberikan lingkungan yang kondusif dan lingkungan pendidikan yang mendukung proses penemuan fitrah dari setiap peserta didik. Atas dasar pemikiran ini, maka peranan pendidik menempati posisi yang istimewa karena dapat dikatakan menjadi agen aktualisasi fitrah peserta didik yang membantu terealisasikannya proses penemuan dan pengembangan fitrah setiap peserta didik. Sungguh, sebuah kedudukan yang sangat mulia dan istimewa yang dimiliki oleh setiap pendidik. Wallahu a’lam bish shawab. []

Gumpang Baru, 12 September 2020

-----------------------------------------------------------
*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran di Kemenag RI (2007), penulis buku tersertifikasi BNSP, penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, dan konsultan penerbitan buku pelajaran bidang kimia dan IPA.

Tidak ada komentar:

Postingan Populer