Oleh :
Agung Nugroho
Catur Saputro
Di suatu pagi, saya membuka grup WhatsApp Sahabat
Pena Kita (SPK), grup literasi dimana saya bergabung setahun yang lalu. Di grup
ini saya tertarik dengan tulisan ketua SPK bapak Dr. M. Arfan Mua’mmar yang
berjudul “Mendadak Dapat Pesanan 63 eks Buku”.
Saya senang membaca tulisan tersebut karena tulisan
tersebut berisi ungkapan syukur dan kebahagiaan pak Arfan karena mendapat
rezeki yang tidak disangka-sangka. Beliau mendadak dapat pesanan buku karya
beliau sendiri sebanyak 63 eks dengan total uang yang diterima 4 juta rupiah.
Saya membayangkan wajah gembira dan ungkapan syukur pak Arfan. Hmmm…Senang
sekali rasanya mendengar kabar tersebut.
Membaca tulisan cerita kebahagiaan pak Arfan
tersebut, saya jadi ingat kenangan dulu ketika mendapat rezeki sangat besar
(ukuran saya waktu itu) dari menulis buku di tahun 2007. Waktu itu saya menulis
satu buku untuk diikutkan lomba di Kementerian Agama RI. Atas takdir Allah,
buku saya memperoleh juara 1 dan mendapat hadiah sejumlah uang dan piala
kejuaraan.
Ketika
menerima SK keputusan panitia lomba dan lampiran besaran hadiah yang bakal
diterima masing-masing pemenang, saya kaget dengan angkanya. Saya tidak pernah
menyangka akan bisa memiliki uang sebanyak itu. Besaran hadiah tersebut setara
dengan gaji saya selaku dosen baru selama hampir 6 tahun.
Maka setelah diberitahu oleh panitia bahwa hadiah
sudah ditransfer ke rekening masing-masing pemenang, saya pun segera pergi
mengecek ke mesin ATM. Dan benarlah adanya, di rekening BNI saya telah ada dana
masuk sebanyak 70 juta rupiah seperti yang tertulis di SK keputusan lomba.
Alhamdulillah ya Allah…saya senang, bahagia dan bersyukur sekali dengan nikmat
yang Engkau berikan ini.
Setelah berdiskusi dengan istri tercinta, uang
hadiah lomba buku tersebut akan digunakan untuk apa? Istri menyarankan untuk
beli rumah saja karena rumah itu sangat penting. Saya pun menyetujui saran
istri tersebut karena waktu itu kami memang masih mengontrak rumah untuk tempat
tinggal kami sekeluarga. Maka kamipun segera mencari informasi harga perumahan
dan dalam waktu yang tidak lama kami menyelesaikan transaksi pembelian rumah.
Setelah penyerahan hadiah dan piala lomba oleh
Menteri Agama RI, saya masih sering diundang panitia lomba untuk membicarakan
tindak lanjut penerbitan buku. Akhirnya disepakati kontrak penerbitan buku
dengan hak cipta buku tetap pada penulis sehingga nanti penulis berhak
mendapatkan royalti dari proyek penerbitan buku.
Dalam sebuah rapat persiapan penerbitan buku di
kantor Kemenag RI, panitia memberikan sebuah amplop yang ternyata berisi uang
sebanyak 12 juta rupiah. Kata panitia, itu uang muka royalti yang bakal
diterima penulis. Saya bersyukur sekali karena pulangnya sudah diberi uang saku
sebesar 1 juta rupiah plus bonus DP royalti sebesar 12 juta rupiah.
Satu tahun kemudian, saya dan keluarga telah
menempati rumah baru kami walau masih sederhana karena hanya bangunan utama
saja, belum memiliki garasi dan juga belum ada pagarnya. Awal tahun 2009
saya mendapat kabar bahwa buku yang saya tulis bersama teman-teman dosen dibeli
hak ciptanya oleh Kemendikbud. Dari kesepakatan pembagian uang buku tersebut,
saya mendapat bagian uang sebesar 11 juta rupiah. Uang tersebut akhirnya saya
pergunakan untuk membelikan sebuah motor baru untuk istri karena motor
istri sudah cukup lama usianya. Saya sendiri masih betah memakai motor tua saya
yang banyak menyimpan kenangan perjuangan hidup.
Tiga bulan kemudian, saya diberitahu panitia lomba
di Kemenag RI bahwa proyek penerbitan buku sudah berlangsung dan saya mendapat
royalti sebesar 88 juta rupiah, setelah dipotong pajak saya menerima bersih 84
juta rupiah. Setelah menerima uang royalti buku tersebut, hasil dari diskusi
dengan istri disepakati untuk biaya memperluas bangunan rumah dan membangun
pagar, dan sebagian disisihkan untuk membayar SPP Studi Pascasarjana S2 di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta saya yang belum selesai.
Sampai sekarang saya masih berusaha untuk terus
aktif menulis dan menerbitkan buku. Ternyata di institusi tempat saya
mengabdi ada kebijakan pimpinan universitas berupa pengakuan dan
pemberian insentif kinerja kepada dosen yang berhasil menerbitkan buku. Maka
saya pun memanfaatkan kesempatan baik tersebut. Mungkin ini cara Allah
memberikan rezekinya ke saya melalui mekanisme penilaian kinerja penerbitan
buku. Saya mengetahui kebijakan ini belum lama. Sebelum-sebelumnya saya belum
mengetahui kalau ada kebijakan seperti ini. Akhirnya tahun 2018 saya mencoba
melaporkan buku-buku saya yang telah terbit di sistem kinerja dosen di kampus
saya.
Dari kebijakan di kampus saya tersebut, selama dua
tahun ini dari menerbitkan beberapa buku baik berupa buku solo maupun buku
antologi, alhamdulillah saya bisa memperoleh insentif kinerja menulis buku
kisaran 20-25 juta pertahun. Alhamdulillah, saya bersyukur dan menikmati proses
kreatif menulis buku ini. Saya pikir mungkin ini jalan terbaik yang telah
dipilihkan Allah Swt untuk saya. Allah telah menunjukkan jalan lain untuk
meraih rezeki-Nya melalui aktivitas menulis buku. Barangkali ini adalah
pertanda bahwa saya harus terus menekuni aktivitas menulis. Allah Swt telah
mengganjar saya dengan limpahan rezeki yang sangat banyak. Saya sangat
bersyukur dengan takdir Allah ini.
Karena sudah ada insentif kinerja menulis buku
tersebut yang menurut saya sudah lebih dari cukup, maka saya tidak terlalu
mempersoalkan mau menerbitkan buku di penerbit mayor atau penerbit indie.
Memang saat ini saya lebih suka menerbitkan buku di penerbit indie karena
proses terbitnya cepat. Walaupun harus mengeluarkan biaya penerbitan, tetapi
biaya penerbitan buku tersebut masih jauh lebih kecil dibandingkan insentif
yang akan saya terima dari kampus.
Berdasarkan pengalaman tersebut, maka sekarang saya
berusaha menikmati saja proses kreatif menulis. Yang terpenting saya bisa terus
menulis dan setiap tahun dapat menerbitkan buku solo maupun buku antologi. Saya
tidak terlalu memikirkan apakah buku yang saya tulis itu nanti akan laku atau
tidak. Kewajiban saya hanyalah terus menulis karena menulis itu hukumnya wajib
sebagaimana ditegaskan oleh Kang Abik sewaktu mengisi webinar literasi kemarin.
Masalah rezeki yang akan saya peroleh, saya pasrahkan kepada Tuhan yang Maha
Pengatur dan Maha Pemberi rezeki yakni Allah Swt.
Demikian sedikit cerita kebahagiaan seorang penulis
buku yang berupa pengalaman saya pribadi untuk melengkapi cerita kebahagiaan
yang dibagikan oleh pak Arfan, Ketua komunitas literasi Sahabat Pena Kita
(SPK). Semoga bermanfaat dan menginspirasi untuk terus menulis. Amin. []
--------------------------------------------------
*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan
Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih Juara 1 Nasional bidang
kimia pada lomba penulisan buku pelajaran di Kemenag RI (2007), Penulis buku
tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30
judul buku, dan Konsultan penerbitan buku pelajaran bidang kimia dan IPA, serta
Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar