Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
Kimia merupakan salah
satu ilmu bagian dari sains yang khusus mengkaji materi yang meliputi
sifat-sifat materi, struktur materi, komposisi materi, dan perubahan materi
serta perubahan energi yang selalu menyertai perubahan materi. Bahan kajian
dalam kimia sangat banyak dan kompleks. Karena sangat kompleksnya bahan kajian
ilmu kimia menyebabkan tidak semua siswa SMA dapat mudah memahami dan menguasai
materi pelajaran kimia. Di kalangan siswa SMA ada semacam anggapan atau
persepsi bahwa kimia itu mata pelajaran yang sulit. Di beberapa publikasi
ilmiah juga dijumpai pernyataan peneliti pendidikan bahwa kimia merupakan salah
satu mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa. Benarkah anggapan dan
informasi ini?
Terkait permasalahan di
atas, dalam bukunya “Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti”, Prof. Raymond Chang
ternyata membenarkan informasi tersebut. Di dalam prakata bukunya tersebut,
Chang (2004 : vi) menuliskan, “Kimia
dasar umumnya dianggap lebih sulit daripada sebagian besar pelajaran lainnya.
Pandangan ini ada benarnya”. Menurut pendapat beliau, salah satu alasan kimia
dianggap sulit adalah karena pelajaran kimia menggunakan istilah dan bahasa
kimia yang sangat berbeda. Selain itu, dalam pelajaran kimia juga ditemukan
sejumlah konsep-konsep yang abstrak”.
Berdasarkan pendapat
Prof. Raymond Chang tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan siswa
SMA kesulitan memahami konsep-konsep kimia dikarenakan siswa-siswi SMA kurang
mengenal istilah, symbol, dan bahasa kimia. Selain itu juga karena faktor
mereka masih kurang mampu berpikir secara abstrak. Atas dasar pemikiran ini,
maka pentingnya metode pembelajaran
kimia yang mampu memperkuat pengetahuan siswa terhadap istilah, simbol dan
bahasa kimia. Selain itu juga melatih siswa terbiasa berfikir abstrak sehingga
diharapkan siswa akan mampu memahami kimia dengan lebih mudah.
Kegagalan siswa dalam
menghubungkan keterkaitan konsep satu dengan konsep yang lain akan berakibat
pada rendahnya pemahaman terhadap ilmu kimia. Rendahnya pemahaman siswa
terhadap ilmu kimia yang dibelajarkan menunjukkan tidak terjadinya pembelajaran
yang bermakna. Kebermaknaan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep kimia sangat
dipengaruhi oleh gaya belajar siswa dan pemilihan metode pembelajaran yang dipergunakan
oleh gurunya. Oleh karena itu, adalah sebuah keniscayaan bahwa setiap pengajar
mata pelajaran kimia harus mengetahui dan memahami tentang karakteristik ilmu
kimia dan bagaimana membelajarkannya sesuai karakteristiknya.
Setiap pengajar kimia
harus berpikir bagaimana ia akan membelajarkan ilmu kimia kepada
siswa-siswinya, bukan ilmu yang lain seperti matematika, fisika, biologi, computer,
bahasa, dan lain sebagainya. Ia harus menyadari betul bahwa ia adalah pendidik
kimia dan akan mengajarkan ilmu kimia. Maka, semua guru kimia harus mengetahui
betul materi kimia yang akan dibelajarkan dan mengenali betul metode-metode
pembelajaran apa saja yang tepat untuk membelajarkan kimia kepada siswa.
Setiap pengajar kimia
harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif tentang bidang ilmu
yang ditekuninya. Ia harus mampu membedakan antara ilmu kimia dengan
bidang-bidang ilmu lainnya. Dia harus sangat mengenal dan memahami
karakteristik ilmu yang didalaminya agar ia tidak mudah teralihkan perhatiannya
pada ilmu lain. Dia harus mampu merasakan kehadiran spirit ilmu kimia dalam kehidupannya.
Dia harus mampu menghadirkan keberadaan ruh (spirit) ilmu kimia ke dalam kelas
tempat ia membelajarkan kimia kepada siswa-siswinya. Jadi, karakteristik ilmu
kimia dan bagaimana karakteristik metode pembelajaran ilmu kimia harus menjadi
bagian tak terpisahkan dari setiap pengajar kimia. Lantas, bagaimana caranya
untuk mengenali karakteristik ilmu kimia?
Untuk mengenal apa itu
kimia, tentu saja kita harus mengetahui dulu definisi tentang ilmu kimia.
Pengetahuan terhadap definisi ilmu kimia yang benar akan menghadirkan sebuah
pemahaman yang menyeluruh tentang lingkup kajian ilmu kimia yang tidak
terbatasi oleh pemikiran gambaran dunia fisik belaka. Pemahaman yang menyeluruh
terhadap ilmu kimia akan mampu membuat seseorang memiliki vision tentang kehidupan zat-zat kimiawi. Tingkat pemahaman seperti
inilah yang akan menghasilkan pendidik-pendidik kimia yang sangat saintis dan
spiritualis.
Sekarang mari kita
lihat bagaimana pendapat para ahli tentang kimia. Semua ilmuwan sepakat bahwa
seluruh ilmu cabang sains mengkaji tentang materi, yaitu segala sesuatu yang
memiliki massa dan menempati ruang. Jika semua ilmu cabang sains juga
mempelajari tentang materi, lalu apa ciri khas atau karakteristik dari ilmu
kimia sehingga berbeda dengan ilmu cabang sains lainnya? Kimia merupakan ilmu
yang mempelajari materi yang meliputi struktur, komposisi, sifat dan perubahan
materi serta energi yang menyertai perubahan materi (Saputro dan Nugraha, 2008
: 3). Keenan, Kleinfelter & Wood (1984 : 2) mendefinisikan kimia sebagai “Ilmu
yang mempelajari bangun (struktur) materi dan perubahan-perubahan yang dialami
materi ini dalam proses-proses alamiah maupun eksperimen yang direncanakan”.
John T. Moore (2007 :
9) mendefinisikan kimia sebagai “Ilmu yang mempelajari komposisi dan sifat
materi serta perubahan yang dialaminya”. Lebih lanjut Moore (2007) menegaskan
bahwa sebagian besar kimia berhubungan dengan perubahan materi atau dikenal
dengan istilah perubahan kimia atau reaksi kimia. Pada peristiwa reaksi kimia
inilah tercipta zat baru yang sebelum belum ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ciri khas ilmu kimia adalah mempelajari tentang materi yang lebih dikhususkan
pada perubahannya yaitu reaksi kimia. Reaksi kimia merupakan bahan kajian yang
hanya ada dalam ilmu kimia, sedangkan di ilmu cabang sains lain tidak ada
pembahasan tentang reaksi kimia.
Dalam kehidupan
sehari-hari, contoh sumbangan nyata ilmu kimia adalah pengetahuan tentang perubahan
minyak bumi sehingga memungkinkan dilakukannya teknologi pemisahan minyak bumi
mentah menjadi berbagai bahan bakar dan sejumlah besar plastic, obat-obatan dan
pestisida. Jadi teknologi pemisahan minyak bumi mentah menjadi berbagai bahan
bakar dan senyawa penting lainnya menggunakan prinsip kerja ilmu kimia. Oleh
karena itu, Petrucci (1987:1) memberikan definisi walau secara terbatas bahwa
kimia adalah “Ilmu yang mempelajari bagaimana benda atau materi di alam raya
dapat diubah dari bentuk yang ada dengan sifat-sifat tertentu menjadi
bentuk-bentuk lain dengan sifat-sifat yang berbeda”.
Berdasarkan beberapa
pendapat para ahli tentang kimia di atas, tampak bahwa kimia masih dipahami
sebatas ilmu tentang perubahan materi atau reaksi kimia. Semua ahli kimia di
atas tidak ada satu pun yang menyinggung tentang nilai-nilai dalam bahan kajian
ilmu kimia. Padahal menurut pendapat para penganut filsafat realisme, nilai-nilai juga diraih lewat pengamatan
terhadap alam. Melalui kajian tatanan alam, seseorang dapat mengetahui hukum-hukum yang
memberi landasan untuk penilaian etika dan estetik
(Knight, 2007).
Karena
kimia mengamati gejala-gejala alam pada tataran mikroskopik yang berupa reaksi kimia,
maka seharusny kimia juga mengkaji tentang nilai-nilai yang terkandung dalam
proses kimia.
Dalam ilmu kimia banyak terdapat materi-materi pelajaran yang mengandung
nilai-nilai keindahan dan keteraturan yang pada akhirnya mengarah kepada
peng-agungan sang pencipta serta jika dapat menggali lebih dalam lagi hakikat
makna di balik peristiwa-peristiwa kimia tersebut, maka akan diperoleh banyak
sekali nilai-nilai relegiusnya yang sangat diperlukan oleh para siswa sebagai
bekal hidup di dunia (Saputro, 2008). Menurut Supardi
(2017), sesungguhnya pembelajaran kimia pun bisa diperankan untuk menanamkan
nilai-nilai karakter terutama nilai karakter religius, karena objek kimia adalah
materi ciptaan Allah swt. Dalam pembelajaran kimia internalisasi nilai-nilai
karakter religius dapat dilakukan
melalui pemberian nasihat jika materi kimia dianggap tidak berhubungan dengan
agama, dan dengan integrasi jika berhubungan. Integrasi dapat berbentuk
identifikasi/verifikasi maupun analogi. Internalisasi dilakukan pada tahap inti
dalam pembelajaran (Darmana, 2014). Lebih lanjut, Supardi (2017) menegaskan bahwa sebenarnya pendidikan
sains (termasuk kimia) pun bisa dijadikan sebagai pendekatan untuk membangun
moral, karakter dan akhlak mulia (akhlakul
karimah).
Religius dan kompetensi
adalah dua hal yang tidak terpisahkan dari seorang pendidik. Ketika seorang
pendidik mengajarkan mata pelajaran keahliannya seharusnya juga sekalian
mengajarkan tentang sikap religius kepada peserta didik. Mengajarkan karakter
religius bukan hanya tugas pendidik mata pelajaran agama saja tetapi tugas
semua pendidik mata pelajaran apapun dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai
karakter religius ke dalam penyampaian materi mata pelajaran. Hal ini diperkuat
oleh Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa tugas utama seorang pendidik menurut
Imam Al-Ghazali adalah untuk menyempurnakan, menyucikan, serta dapat membawa
hati manusia untuk dekat kepada Allah swt.
Dalam proses pendidikan
di sekolah, peserta didik harus
diberikan pemahaman bahwa belajar itu tidak hanya berhubungan dengan masalah-masalah
dunia saja, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana kehidupan setelah meninggal
nanti. Oleh karena itu, peserta didik juga perlu mendapatkan pelajaran tentang
agama agar mereka memiliki pandangan yang seimbang antara kehidupan di dunia
dan di akhirat. Majid (2014 : xvii) menyatakan bahwa pendidikan bukan hanya
berkenaan dengan masalah-masalah dunia saja, tetapi juga berkenaan dengan
bagaimana kehidupan setelah di akhirat kelak. Berkaitan dengan hal ini, Majid
(2014) mengenalkan sebuah konsep baru tentang keterkaitan antara pendidikan dan
spiritualitas dengan nama “Pendidikan Berbasis Ketuhanan”, yaitu seluruh kegiatan umat manusia di bidang
pendidikan yang menempatkan Allah sebagai sumbernya karena Dia adalah Tuhan Rabb al-‘Alamin dan hal tersebut akan
dipertanggungjawabkan kembali kepada-Nya.
Konsep pendidikan
berbasis ketuhanan yang dicetuskan oleh Abdul Majid (2014) sangat lah tepat
diimplementasikan dalam proses pendidikan. Pendidikan berbasis ketuhanan
(tauhid) ialah keseluruhan kegiatan pendidikan yang meliputi pembimbingan,
pembinaan dan pengembangan potensi diri manusia sesuai dengan bakat, kadar
kemampuan dan keahliannya masing-masing yang bersumber dan bermuara kepada
Tuhan, Allah swt. Selanjutnya, ilmu dan keahlian yang dimilikinya diaplikasikan dalam kehidupan sebagai
realisasi konkret pengabdian dan kepatuhannya kepada Allah swt. Upaya ke arah
itu diawali dari menanamkan nilai-nilai akhlakul
karimah (budi pekerti, tatakrama, menurut istilah lokal di Indonesia) dalam
diri setiap peserta didik, kemudian diimplementasikan kelak melalui peran
kekhalifahan sebagai pemakmur dan pemelihara kehidupan di dunai ini. Sebab pada
dasarnya tujuan akhir pendidikan menurut Islam adalah (1) Terbentuknya insan
kamil (manusia universal, conscience) berwajah Qurani, (2).
Terciptanya insan kaffah yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya, dan
ilmiah, (3). Penyadaran terhadap eksistensi manusia sebagai ‘abd (hamba), khalifah, pewaris
perjuangan risalah para nabi atau rasul Allah swt. (Majid, 2014 : 13-14).
Untuk dapat melaksanakan
proses pembelajaran kimia yang sekaligus mengajarkan materi kimia dan
nilai-nilai karakter religius tidak cukup dengan menggunakan metode
pembelajaran yang sudah ada atau biasa dipergunakan. Metode-metode pembelajaran
yang sudah dikenal para pengajar kimia umumnya tidak mengakomodir pendidikan
karakter religius. Oleh karena itu, diperlukan metode pembelajaran yang mampu
mengajarkan keduanya. Metode pembelajaran yang dimaksud tersebut dapat
ditemukan di Al-Quran.
Beberapa jenis metode
yang digali dan dikembangkan dari ayat-ayat Al-Quran (disebut metode Qurani)
antara lain metode Hiwar, Ibrah-Mauizah,
Amtsal, Qishah, Tajribah, Targhib-Tarhib, dan Uswah Hasanah (Syahidin, 2009 : 45). Menurut Syahidin (2009 : 45),
penggunaan metode-metode Qurani tersebut dalam praktiknya tidak dapat
dipisah-pisahkan secara ekstrim karena Pendidikan Qurani bersifat integral.
Oleh karena itu, metode-metode tersebut akan tampil secara bergantian pada
suatu proses pendidikan sesuai dengan kondisi dan situasi, sifat dan karakter,
materi pendidikan, serta tujuan yang hendak dicapai. Syahidin (2009 : 45) menambahkan
bahwa dalam pendidikan Qurani, dapat dikembangkan pula berbagai metode lain
yang sesuai dengan prinsip dan tujuan pendidikan serta sifat dari materi
pendidikannya. Karena itu, konsep Pendidikan Qurani bersifat terbuka dan
adaptif terhadap konsep lain yang selaras dengan prinsip-prinsip dasar Al-Quran
tentang pendidikan.
Contoh kutipan
penyampaian materi pelajaran kimia yang sekaligus mengajarkan nilai-nilai
karakter religius dalam buku pelajaran kimia adalah sebagai berikut :
Sebelum memulai pelajaran, silakan baca
firman Allah swt berikut ini.
“Berilah aku potongan-potongan besi” Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain,”Tiuplah (api itu)”. Hingga apabila besi sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata,”Berilah aku tembaga (mendidih) agar aku tuangkan ke atas besi panas itu” (QS. Al-Kahfi [18]: 96)
Ayat Al-Qur’an di atas merupakan sebagian dari cerita petualangan Iskandar Zulkarnain, seorang raja yang gagah nan perkasa, mempunyai wilayah kekuasaan yang luas tetapi tetap beriman dan tunduk pada perintah-perintah Tuhannya. Dalam suatu perjalanannya, dia sampai di daerah antara dua gunung dimana disitu tinggal orang-orang Ya’juj dan Ma’juj yang suka membuat kerusakan di muka bumi. Maka orang-orang minta bantuan kepada Zulkarnain agar dibuatkan dinding (benteng) untuk melindungi mereka dari gangguan orang-orang Ya’juj dan Ma’juj. Zulkarnain kemudian meminta orang-orang untuk mengumpulkan besi dan membakarnya sampai berwarna merah seperti api, kemudian Zulkarnain menuangkan cairan tembaga panas di atas besi panas tersebut. Dinding dari besi tersebut sangat kuat, tidak bisa didaki dan dilubangi. Setelah selesai, kemudian Zulkarnain berkata,”Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar”(QS. Al-Kahfi : 98).
Cerita Iskandar
Zulkarnain yang diabadikan Allah dalam surat Al-kahfi ayat 83-98 itu mengandung
informasi ilmiah yang baru terbukti di masa sekarang. Ketika membuat dinding besi,
mengapa Zulkarnain menuangkan cairan tembaga di atas dinding besi tersebut?
Apakah dinding besi tidak cukup kuat untuk menahan serangan orang-orang Ya’juj dan Ma’juj? Nah, di sinilah letak kehebatan dan kecerdasan Zulkarnain.
Rahasia kekuatan dinding besi berlapiskan tembaga buatan Zulkarnain ini baru
terungkap setelah diketahuinya reaksi-reaksi elektrokimia. Lalu apa hubungannya
antara dinding besi Zulkarnain dengan reaksi-reaksi elektrokimia?
Kamu
pasti sudah tahu kalau besi bersifat mudah mengalami korosi (berkarat) dan
proses ini dapat menyebabkan besi rusak. Sedangkan tembaga bersifat tidak mudah
mengalami korosi. Oleh karena itu jika besi yang mudah berkarat itu dilapisi
dengan tembaga, maka secara tidak langsung besi terlindungi dari pengaruh udara
luar sehingga tidak mengalami korosi. Hal inilah yang menyebabkan dinding besi
berlapiskan tembaga buatan Zulkarnain kuat dan tahan lama karena tidak
mengalami korosi.
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………................
a. Mencegah
logam kontak dengan oksigen dan air
Korosi besi memerlukan
keberadaan oksigen dan air sekaligus. Jika hanya ada salah satu saja, maka
korosi tidak terjadi. Tahukah kamu korosi dapat dicegah dengan cara melindungi
besi dengan lapisan pelindung seperti cat atau logam lain yang tahan korosi.
Jadi cat disamping untuk tujuan dekoratif (mempercantik pemandangan) juga
secara kimiawi melindungi logam besi dari proses korosi. Tetapi kelemahan dari
perlindungan dengan cat adalah jika lapisan cat terkelupas maka permukaan besi
di bawah lapisan cat yang rusak tersebut akan terjadi korosi lagi. Jadi cat
bisa melindungi besi dari korosi selama lapisan catnya masih utuh. Oleh karena
itu kamu harus selalu memperhatikan lapisan cat pada peralatan yang terbuat
dari besi sudah rusak atau belum, jika
sudah mulai tampak rusak harus segera dicat ulang agar besi lebih awet.
Selain dengan
menggunakan cat, perlindungan besi dari korosi juga bisa dengan menggunakan logam lain yang kurang reaktif di
banding besi (mempunyai potensial elektroda lebih positif), seperti timah atau
tembaga. Kalau kamu lihat harga potensial reduksi Fe menjadi Fe2+
harga Eonya -0,44 volt, sedangkan Sn menjadi Sn2+
mempunyai harga Eo = +0,14
volt dan Cu menjadi Cu2+mempuyai harga Eo = 0,34 volt.
Dari harga Eo ini maka kamu dapat menyimpulkan sendiri bahwa yang
paling mudah teroksidasi adalah besi.
Nah, kalau kamu baca lagi surat Al-kahfi : 96 tentang benteng atau dinding besi Iskandar Zulkarnain, maka kamu akan takjub dengan kecerdasan Zulkarnain, karena dia telah mengetahui ilmu elektrokimia ini. Bagaimana dia bisa mempunyai pengetahuan kalau tembaga sukar mengalami korosi sedangkan besi lebih mudah mengalami korosi, maka untuk melindungi dinding besinya dia menuangkan cairan tembaga di atas dinding besinya? Bagaimana dia tahu semua hal itu, sedangkan pada masa itu orang belum mengenal tentang cara pencegahan korosi? Cerita ini membuktikan bahwa Iskandar Zulkarnain adalah seorang raja yang suka ilmu pengetahuan dan dia banyak memperoleh ilmu pengetahuan selama petualangannnya mengunjungi negeri-negeri lain. Cerita ini juga mengandung pelajaran berharga tentang seorang hamba Allah yang mempunyai sifat tawadhu’ (rendah hati), tidak sombong dengan kepandaian dan kekuasaannya. Makanya ketika benteng besinya sudah selesai dibuat, Zulkarnain berkata,
“Ini
(dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku,
Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar”(QS.
Al-Kahfi : 98).
Cerita tentang pendirian dinding besi oleh Iskandar Zulkarnain tersebut diabadikan oleh Allah SWT dalam salah satu surat dalam Al-Qur’an, yaitu surat Al-Kahfi menunjukkan kalau Iskandar Zulkarnain merupakan manusia mulia yang diberi rahmat Allah sehingga mampu mempunyai daerah kekuasaan yang sangat luas dan penguasaan ilmu pengetahuan yang tinggi. Proses pendirian dinding besi tersebut sengaja diinformasikan kepada umat islam dan umat manusia pada umumnya karena mengandung informasi ilmiah yang sangat berharga, yaitu ilmu elektrokimia tentang sifat reduktor logam.
Demikian gagasan
pemikiran penulis tentang bagaimana menghadirkan pembelajaran kimia yang tidak
hanya mengajarkan konten materi kimia tetapi juga mampu menggugah ruh spiritual
siswa melalui strategi pengintegrasian nilai-nilai religius dalam proses
pembelajaran kimia. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi. Salam kebaikan.
[]
Gumpang Baru, 14 September 2020
-----------------------------------------------------------
*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran di Kemenag RI (2007), penulis buku tersertifikasi BNSP, penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, dan konsultan penerbitan buku pelajaran bidang kimia dan IPA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar