Powered By Blogger

Senin, 14 September 2020

PEMBELAJARAN KIMIA YANG MENGGUGAH SPIRITUALITAS SISWA

 

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro


Kimia merupakan salah satu ilmu bagian dari sains yang khusus mengkaji materi yang meliputi sifat-sifat materi, struktur materi, komposisi materi, dan perubahan materi serta perubahan energi yang selalu menyertai perubahan materi. Bahan kajian dalam kimia sangat banyak dan kompleks. Karena sangat kompleksnya bahan kajian ilmu kimia menyebabkan tidak semua siswa SMA dapat mudah memahami dan menguasai materi pelajaran kimia. Di kalangan siswa SMA ada semacam anggapan atau persepsi bahwa kimia itu mata pelajaran yang sulit. Di beberapa publikasi ilmiah juga dijumpai pernyataan peneliti pendidikan bahwa kimia merupakan salah satu mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa. Benarkah anggapan dan informasi ini?

Terkait permasalahan di atas, dalam bukunya “Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti”, Prof. Raymond Chang ternyata membenarkan informasi tersebut. Di dalam prakata bukunya tersebut, Chang (2004 : vi) menuliskan,  “Kimia dasar umumnya dianggap lebih sulit daripada sebagian besar pelajaran lainnya. Pandangan ini ada benarnya”. Menurut pendapat beliau, salah satu alasan kimia dianggap sulit adalah karena pelajaran kimia menggunakan istilah dan bahasa kimia yang sangat berbeda. Selain itu, dalam pelajaran kimia juga ditemukan sejumlah konsep-konsep yang abstrak”.

Berdasarkan pendapat Prof. Raymond Chang tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kemungkinan siswa SMA kesulitan memahami konsep-konsep kimia dikarenakan siswa-siswi SMA kurang mengenal istilah, symbol, dan bahasa kimia. Selain itu juga karena faktor mereka masih kurang mampu berpikir secara abstrak. Atas dasar pemikiran ini, maka pentingnya metode  pembelajaran kimia yang mampu memperkuat pengetahuan siswa terhadap istilah, simbol dan bahasa kimia. Selain itu juga melatih siswa terbiasa berfikir abstrak sehingga diharapkan siswa akan mampu memahami kimia dengan lebih mudah.

Kegagalan siswa dalam menghubungkan keterkaitan konsep satu dengan konsep yang lain akan berakibat pada rendahnya pemahaman terhadap ilmu kimia. Rendahnya pemahaman siswa terhadap ilmu kimia yang dibelajarkan menunjukkan tidak terjadinya pembelajaran yang bermakna. Kebermaknaan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep kimia sangat dipengaruhi oleh gaya belajar siswa dan pemilihan metode pembelajaran yang dipergunakan oleh gurunya. Oleh karena itu, adalah sebuah keniscayaan bahwa setiap pengajar mata pelajaran kimia harus mengetahui dan memahami tentang karakteristik ilmu kimia dan bagaimana membelajarkannya sesuai karakteristiknya.

Setiap pengajar kimia harus berpikir bagaimana ia akan membelajarkan ilmu kimia kepada siswa-siswinya, bukan ilmu yang lain seperti matematika, fisika, biologi, computer, bahasa, dan lain sebagainya. Ia harus menyadari betul bahwa ia adalah pendidik kimia dan akan mengajarkan ilmu kimia. Maka, semua guru kimia harus mengetahui betul materi kimia yang akan dibelajarkan dan mengenali betul metode-metode pembelajaran apa saja yang tepat untuk membelajarkan kimia kepada siswa.

Setiap pengajar kimia harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif tentang bidang ilmu yang ditekuninya. Ia harus mampu membedakan antara ilmu kimia dengan bidang-bidang ilmu lainnya. Dia harus sangat mengenal dan memahami karakteristik ilmu yang didalaminya agar ia tidak mudah teralihkan perhatiannya pada ilmu lain. Dia harus mampu merasakan kehadiran spirit ilmu kimia dalam kehidupannya. Dia harus mampu menghadirkan keberadaan ruh (spirit) ilmu kimia ke dalam kelas tempat ia membelajarkan kimia kepada siswa-siswinya. Jadi, karakteristik ilmu kimia dan bagaimana karakteristik metode pembelajaran ilmu kimia harus menjadi bagian tak terpisahkan dari setiap pengajar kimia. Lantas, bagaimana caranya untuk mengenali karakteristik ilmu kimia?

Untuk mengenal apa itu kimia, tentu saja kita harus mengetahui dulu definisi tentang ilmu kimia. Pengetahuan terhadap definisi ilmu kimia yang benar akan menghadirkan sebuah pemahaman yang menyeluruh tentang lingkup kajian ilmu kimia yang tidak terbatasi oleh pemikiran gambaran dunia fisik belaka. Pemahaman yang menyeluruh terhadap ilmu kimia akan mampu membuat seseorang memiliki vision tentang kehidupan zat-zat kimiawi. Tingkat pemahaman seperti inilah yang akan menghasilkan pendidik-pendidik kimia yang sangat saintis dan spiritualis.

Sekarang mari kita lihat bagaimana pendapat para ahli tentang kimia. Semua ilmuwan sepakat bahwa seluruh ilmu cabang sains mengkaji tentang materi, yaitu segala sesuatu yang memiliki massa dan menempati ruang. Jika semua ilmu cabang sains juga mempelajari tentang materi, lalu apa ciri khas atau karakteristik dari ilmu kimia sehingga berbeda dengan ilmu cabang sains lainnya? Kimia merupakan ilmu yang mempelajari materi yang meliputi struktur, komposisi, sifat dan perubahan materi serta energi yang menyertai perubahan materi (Saputro dan Nugraha, 2008 : 3). Keenan, Kleinfelter & Wood (1984 : 2) mendefinisikan kimia sebagai “Ilmu yang mempelajari bangun (struktur) materi dan perubahan-perubahan yang dialami materi ini dalam proses-proses alamiah maupun eksperimen yang direncanakan”.

John T. Moore (2007 : 9) mendefinisikan kimia sebagai “Ilmu yang mempelajari komposisi dan sifat materi serta perubahan yang dialaminya”. Lebih lanjut Moore (2007) menegaskan bahwa sebagian besar kimia berhubungan dengan perubahan materi atau dikenal dengan istilah perubahan kimia atau reaksi kimia. Pada peristiwa reaksi kimia inilah tercipta zat baru yang sebelum belum ada. Jadi dapat disimpulkan bahwa ciri khas ilmu kimia adalah mempelajari tentang materi yang lebih dikhususkan pada perubahannya yaitu reaksi kimia. Reaksi kimia merupakan bahan kajian yang hanya ada dalam ilmu kimia, sedangkan di ilmu cabang sains lain tidak ada pembahasan tentang reaksi kimia.

Dalam kehidupan sehari-hari, contoh sumbangan nyata ilmu kimia adalah pengetahuan tentang perubahan minyak bumi sehingga memungkinkan dilakukannya teknologi pemisahan minyak bumi mentah menjadi berbagai bahan bakar dan sejumlah besar plastic, obat-obatan dan pestisida. Jadi teknologi pemisahan minyak bumi mentah menjadi berbagai bahan bakar dan senyawa penting lainnya menggunakan prinsip kerja ilmu kimia. Oleh karena itu, Petrucci (1987:1) memberikan definisi walau secara terbatas bahwa kimia adalah “Ilmu yang mempelajari bagaimana benda atau materi di alam raya dapat diubah dari bentuk yang ada dengan sifat-sifat tertentu menjadi bentuk-bentuk lain dengan sifat-sifat yang berbeda”.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang kimia di atas, tampak bahwa kimia masih dipahami sebatas ilmu tentang perubahan materi atau reaksi kimia. Semua ahli kimia di atas tidak ada satu pun yang menyinggung tentang nilai-nilai dalam bahan kajian ilmu kimia. Padahal menurut pendapat para penganut filsafat realisme, nilai-nilai juga diraih lewat pengamatan terhadap alam. Melalui kajian tatanan alam, seseorang dapat mengetahui hukum-hukum yang memberi landasan untuk penilaian etika dan estetik (Knight, 2007). Karena kimia mengamati gejala-gejala alam pada tataran mikroskopik yang berupa reaksi kimia, maka seharusny kimia juga mengkaji tentang nilai-nilai yang terkandung dalam proses kimia.

Dalam ilmu kimia banyak terdapat materi-materi pelajaran yang mengandung nilai-nilai keindahan dan keteraturan yang pada akhirnya mengarah kepada peng-agungan sang pencipta serta jika dapat menggali lebih dalam lagi hakikat makna di balik peristiwa-peristiwa kimia tersebut, maka akan diperoleh banyak sekali nilai-nilai relegiusnya yang sangat diperlukan oleh para siswa sebagai bekal hidup di dunia (Saputro, 2008). Menurut Supardi (2017), sesungguhnya pembelajaran kimia pun bisa diperankan untuk menanamkan nilai-nilai karakter terutama nilai karakter religius, karena objek kimia adalah materi ciptaan Allah swt. Dalam pembelajaran kimia internalisasi nilai-nilai karakter religius dapat dilakukan melalui pemberian nasihat jika materi kimia dianggap tidak berhubungan dengan agama, dan dengan integrasi jika berhubungan. Integrasi dapat berbentuk identifikasi/verifikasi maupun analogi. Internalisasi dilakukan pada tahap inti dalam pembelajaran (Darmana, 2014).  Lebih lanjut, Supardi (2017) menegaskan bahwa sebenarnya pendidikan sains (termasuk kimia) pun bisa dijadikan sebagai pendekatan untuk membangun moral, karakter dan akhlak mulia (akhlakul karimah).

Religius dan kompetensi adalah dua hal yang tidak terpisahkan dari seorang pendidik. Ketika seorang pendidik mengajarkan mata pelajaran keahliannya seharusnya juga sekalian mengajarkan tentang sikap religius kepada peserta didik. Mengajarkan karakter religius bukan hanya tugas pendidik mata pelajaran agama saja tetapi tugas semua pendidik mata pelajaran apapun dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai karakter religius ke dalam penyampaian materi mata pelajaran. Hal ini diperkuat oleh Imam Al-Ghazali yang menyatakan bahwa tugas utama seorang pendidik menurut Imam Al-Ghazali adalah untuk menyempurnakan, menyucikan, serta dapat membawa hati manusia untuk dekat kepada Allah swt.

Dalam proses pendidikan di sekolah, peserta didik  harus diberikan pemahaman bahwa belajar itu tidak hanya berhubungan dengan masalah-masalah dunia saja, tetapi juga berkaitan dengan bagaimana kehidupan setelah meninggal nanti. Oleh karena itu, peserta didik juga perlu mendapatkan pelajaran tentang agama agar mereka memiliki pandangan yang seimbang antara kehidupan di dunia dan di akhirat. Majid (2014 : xvii) menyatakan bahwa pendidikan bukan hanya berkenaan dengan masalah-masalah dunia saja, tetapi juga berkenaan dengan bagaimana kehidupan setelah di akhirat kelak. Berkaitan dengan hal ini, Majid (2014) mengenalkan sebuah konsep baru tentang keterkaitan antara pendidikan dan spiritualitas dengan nama “Pendidikan Berbasis Ketuhanan”, yaitu  seluruh kegiatan umat manusia di bidang pendidikan yang menempatkan Allah sebagai sumbernya karena Dia adalah Tuhan Rabb al-‘Alamin dan hal tersebut akan dipertanggungjawabkan kembali kepada-Nya.

Konsep pendidikan berbasis ketuhanan yang dicetuskan oleh Abdul Majid (2014) sangat lah tepat diimplementasikan dalam proses pendidikan. Pendidikan berbasis ketuhanan (tauhid) ialah keseluruhan kegiatan pendidikan yang meliputi pembimbingan, pembinaan dan pengembangan potensi diri manusia sesuai dengan bakat, kadar kemampuan dan keahliannya masing-masing yang bersumber dan bermuara kepada Tuhan, Allah swt. Selanjutnya, ilmu dan keahlian yang dimilikinya  diaplikasikan dalam kehidupan sebagai realisasi konkret pengabdian dan kepatuhannya kepada Allah swt. Upaya ke arah itu diawali dari menanamkan nilai-nilai akhlakul karimah (budi pekerti, tatakrama, menurut istilah lokal di Indonesia) dalam diri setiap peserta didik, kemudian diimplementasikan kelak melalui peran kekhalifahan sebagai pemakmur dan pemelihara kehidupan di dunai ini. Sebab pada dasarnya tujuan akhir pendidikan menurut Islam adalah (1) Terbentuknya insan kamil (manusia universal, conscience) berwajah Qurani, (2). Terciptanya insan kaffah yang memiliki dimensi-dimensi religius, budaya, dan ilmiah, (3). Penyadaran terhadap eksistensi manusia sebagai ‘abd (hamba), khalifah, pewaris perjuangan risalah para nabi atau rasul Allah swt. (Majid, 2014 : 13-14).

Untuk dapat melaksanakan proses pembelajaran kimia yang sekaligus mengajarkan materi kimia dan nilai-nilai karakter religius tidak cukup dengan menggunakan metode pembelajaran yang sudah ada atau biasa dipergunakan. Metode-metode pembelajaran yang sudah dikenal para pengajar kimia umumnya tidak mengakomodir pendidikan karakter religius. Oleh karena itu, diperlukan metode pembelajaran yang mampu mengajarkan keduanya. Metode pembelajaran yang dimaksud tersebut dapat ditemukan di Al-Quran.

Beberapa jenis metode yang digali dan dikembangkan dari ayat-ayat Al-Quran (disebut metode Qurani) antara lain metode Hiwar, Ibrah-Mauizah, Amtsal, Qishah, Tajribah, Targhib-Tarhib, dan Uswah Hasanah (Syahidin, 2009 : 45). Menurut Syahidin (2009 : 45), penggunaan metode-metode Qurani tersebut dalam praktiknya tidak dapat dipisah-pisahkan secara ekstrim karena Pendidikan Qurani bersifat integral. Oleh karena itu, metode-metode tersebut akan tampil secara bergantian pada suatu proses pendidikan sesuai dengan kondisi dan situasi, sifat dan karakter, materi pendidikan, serta tujuan yang hendak dicapai. Syahidin (2009 : 45) menambahkan bahwa dalam pendidikan Qurani, dapat dikembangkan pula berbagai metode lain yang sesuai dengan prinsip dan tujuan pendidikan serta sifat dari materi pendidikannya. Karena itu, konsep Pendidikan Qurani bersifat terbuka dan adaptif terhadap konsep lain yang selaras dengan prinsip-prinsip dasar Al-Quran tentang pendidikan.

Contoh kutipan penyampaian materi pelajaran kimia yang sekaligus mengajarkan nilai-nilai karakter religius dalam buku pelajaran kimia adalah sebagai berikut :

 REAKSI REDOKS DAN ELEKTROKIMIA

 

Sebelum memulai pelajaran, silakan baca firman Allah swt berikut ini.

  “Berilah aku potongan-potongan besi” Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Zulkarnain,”Tiuplah (api itu)”. Hingga apabila besi sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata,”Berilah aku tembaga (mendidih) agar aku tuangkan ke atas besi panas itu” (QS. Al-Kahfi [18]: 96)

           Ayat Al-Qur’an di atas merupakan sebagian dari cerita petualangan Iskandar Zulkarnain, seorang raja yang gagah nan perkasa, mempunyai wilayah kekuasaan yang  luas tetapi tetap beriman dan tunduk pada perintah-perintah Tuhannya. Dalam suatu perjalanannya, dia sampai di daerah antara dua gunung dimana disitu tinggal orang-orang Ya’juj dan Ma’juj yang suka membuat kerusakan di muka bumi. Maka orang-orang minta bantuan kepada Zulkarnain agar dibuatkan dinding (benteng) untuk melindungi mereka dari gangguan orang-orang Ya’juj dan Ma’juj. Zulkarnain kemudian meminta orang-orang untuk mengumpulkan besi dan membakarnya sampai berwarna merah seperti api, kemudian Zulkarnain menuangkan cairan tembaga panas di atas besi panas tersebut. Dinding dari besi tersebut sangat kuat, tidak bisa didaki dan dilubangi. Setelah selesai, kemudian Zulkarnain berkata,”Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar”(QS. Al-Kahfi : 98).

Cerita Iskandar Zulkarnain yang diabadikan Allah dalam surat Al-kahfi ayat 83-98 itu mengandung informasi ilmiah yang baru terbukti di masa sekarang. Ketika membuat dinding besi, mengapa Zulkarnain menuangkan cairan tembaga di atas dinding besi tersebut? Apakah dinding besi tidak cukup kuat untuk menahan serangan orang-orang Ya’juj dan Ma’juj? Nah, di sinilah letak kehebatan dan kecerdasan Zulkarnain. Rahasia kekuatan dinding besi berlapiskan tembaga buatan Zulkarnain ini baru terungkap setelah diketahuinya reaksi-reaksi elektrokimia. Lalu apa hubungannya antara dinding besi Zulkarnain dengan reaksi-reaksi elektrokimia?

            Kamu pasti sudah tahu kalau besi bersifat mudah mengalami korosi (berkarat) dan proses ini dapat menyebabkan besi rusak. Sedangkan tembaga bersifat tidak mudah mengalami korosi. Oleh karena itu jika besi yang mudah berkarat itu dilapisi dengan tembaga, maka secara tidak langsung besi terlindungi dari pengaruh udara luar sehingga tidak mengalami korosi. Hal inilah yang menyebabkan dinding besi berlapiskan tembaga buatan Zulkarnain kuat dan tahan lama karena tidak mengalami korosi.

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………................

a.       Mencegah logam kontak dengan oksigen dan air

Korosi besi memerlukan keberadaan oksigen dan air sekaligus. Jika hanya ada salah satu saja, maka korosi tidak terjadi. Tahukah kamu korosi dapat dicegah dengan cara melindungi besi dengan lapisan pelindung seperti cat atau logam lain yang tahan korosi. Jadi cat disamping untuk tujuan dekoratif (mempercantik pemandangan) juga secara kimiawi melindungi logam besi dari proses korosi. Tetapi kelemahan dari perlindungan dengan cat adalah jika lapisan cat terkelupas maka permukaan besi di bawah lapisan cat yang rusak tersebut akan terjadi korosi lagi. Jadi cat bisa melindungi besi dari korosi selama lapisan catnya masih utuh. Oleh karena itu kamu harus selalu memperhatikan lapisan cat pada peralatan yang terbuat dari besi  sudah rusak atau belum, jika sudah mulai tampak rusak harus segera dicat ulang agar besi lebih awet.

Selain dengan menggunakan cat, perlindungan besi dari korosi juga bisa dengan  menggunakan logam lain yang kurang reaktif di banding besi (mempunyai potensial elektroda lebih positif), seperti timah atau tembaga. Kalau kamu lihat harga potensial reduksi Fe menjadi Fe2+ harga Eonya -0,44 volt, sedangkan Sn menjadi Sn2+ mempunyai harga Eo =  +0,14 volt dan Cu menjadi Cu2+mempuyai harga Eo = 0,34 volt. Dari harga Eo ini maka kamu dapat menyimpulkan sendiri bahwa yang paling mudah teroksidasi adalah besi.

Nah, kalau kamu baca lagi surat Al-kahfi : 96 tentang benteng atau dinding besi Iskandar Zulkarnain, maka kamu akan takjub dengan kecerdasan Zulkarnain, karena dia telah mengetahui ilmu elektrokimia ini. Bagaimana dia bisa mempunyai pengetahuan kalau tembaga sukar mengalami korosi sedangkan besi lebih mudah mengalami korosi, maka untuk melindungi dinding besinya dia menuangkan cairan tembaga di atas dinding besinya? Bagaimana dia tahu semua hal itu, sedangkan pada masa itu orang belum mengenal tentang cara pencegahan korosi? Cerita ini membuktikan bahwa Iskandar Zulkarnain adalah seorang raja yang suka ilmu pengetahuan dan dia banyak memperoleh ilmu pengetahuan selama petualangannnya mengunjungi negeri-negeri lain. Cerita ini juga mengandung pelajaran berharga tentang seorang hamba Allah yang mempunyai sifat tawadhu’ (rendah hati), tidak sombong dengan kepandaian dan kekuasaannya. Makanya ketika benteng besinya sudah selesai dibuat, Zulkarnain berkata,

Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar”(QS. Al-Kahfi : 98).

        Cerita tentang pendirian dinding besi oleh Iskandar Zulkarnain tersebut diabadikan oleh Allah SWT dalam salah satu surat dalam Al-Qur’an, yaitu surat Al-Kahfi menunjukkan kalau Iskandar Zulkarnain merupakan manusia mulia yang diberi rahmat Allah sehingga mampu mempunyai daerah kekuasaan yang sangat luas dan penguasaan ilmu pengetahuan yang tinggi. Proses pendirian dinding besi tersebut sengaja diinformasikan kepada umat islam dan umat manusia pada umumnya karena mengandung informasi ilmiah yang sangat berharga, yaitu ilmu elektrokimia tentang sifat reduktor logam.

Demikian gagasan pemikiran penulis tentang bagaimana menghadirkan pembelajaran kimia yang tidak hanya mengajarkan konten materi kimia tetapi juga mampu menggugah ruh spiritual siswa melalui strategi pengintegrasian nilai-nilai religius dalam proses pembelajaran kimia. Semoga bermanfaat dan memberikan inspirasi. Salam kebaikan. []

 

Gumpang Baru, 14 September 2020

-----------------------------------------------------------

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran di Kemenag RI (2007), penulis buku tersertifikasi BNSP, penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, dan konsultan penerbitan buku pelajaran bidang kimia dan IPA.

Tidak ada komentar:

Postingan Populer