Powered By Blogger

Selasa, 29 September 2020

MEMAKNAI KISAH-KISAH PEJUANG KEHIDUPAN : Sebuah Refleksi Untuk Perbaikan Diri

Sumber gambar : https://kumparan.com/redaksiportalmadura/muslim-pekerja-keras-dicintai-dan-dibanggakan-rasulullah-1546619840687169365

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Di dunia ini, proses perjalanan kehidupan setiap orang berbeda-beda. Ada orang yang tampak mudah dalam menjalani kehidupannya, tetapi juga ada orang yang tampak kesulitan menjalani kehidupannya. Bahkan ada orang yang perlu perjuangan yang sangat berat untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Kita meyakini bahwa nasib manusia telah ditakdirkan oleh Allah swt. Allah swt menetapkan takdir baik dan takdir buruk untuk setiap orang. Manusia dengan bekal akalnya diberikan kebebasan untuk memilih takdirnya masing-masing. Melalui karunia Allah swt berupa potensi diri, setiap orang diharapkan berusaha menggapai takdir baiknya masing-masing. Keseriusan dan ketangguhan seseorang dalam berjuang meraih takdir baiknya akan mendapat apresiasi positif dari Allah swt. Allah swt sangat menyukai hamba-Nya yang mau bekerja dan berusaha memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

Terkadang, dalam perjalanan kehidupan ini kita berjumpa dengan orang yang tampak [dalam persepsi kita] kesulitan dalam menjalani kehidupan. Kita melihat orang tersebut rezekinya sangat jauh di bawah kita. Kita melihat orang tersebut telah berusaha sekuat tenaga menjemput rezekinya yang disediakan Allah swt, tetapi tampak oleh kita rezeki orang tersebut kelihatan kecil sekali dibandingkan rezeki kita. Melihat kondisi tersebut, terkadang kemudian muncul perasaan kita bersyukur karena Allah swt telah memberi kita rezeki yang lebih baik.

Dampak dari perasaan tersebut adalah muncul rasa kasihan dan keinginan untuk membantu dan meringankan beban hidup orang tersebut dengan berperilaku sebagai seorang dermawan. Keinginan untuk bersedekah terkadang begitu kuatnya menyeruak di hati karena kita merasa memiliki harta (rezeki) berlebih.

Munculnya keinginan untuk bersedekah membantu meringankan beban hidup orang lain itu sesuatu yang wajar dan manusiawi dan bahkan perlu dibiasakan untuk melembutkan hati. Perasaan senasib dan sependeritaan dengan sesama manusia merupakan ciri kelembutan hati. Hati kita harus kita biasakan merasakan sentuhan-sentuhan "rasa kemanusiaan" agar kita menjadi manusia yang sebenarnya, yakni manusia yang berhati manusia, bukan manusia yang berhati mesin (robot).

Memang kalau kita melihat dari sisi banyaknya rezeki berupa harta benda, maka kita akan merasakan perasaan kasihan kepada orang-orang yang kehidupannya tampak susah dan juga muncul perasaan merasa beruntung karena rezeki kita berupa harta kekayaan melimpah. Tetapi pernahkah kita melihat mereka dari sudut pandang lain? Misalnya dari sisi "perjuangannya untuk menjemput takdir baik" atau usahanya? Kita pasti merasa kasihan kepada orang yang bekerja tetapi penghasilannya sangat kecil atau orang yang cacat tetapi tekun berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Kita jarang merasa kasihan pada orang yang lengkap anggota tubuhnya dan sehat tetapi malas bekerja. Artinya, munculnya perasaan kasihan kita itu didasarkan atas usahanya yang belum membuahkan hasil yang mencukupi.

Berdasarkan alur pemikiran di atas, sebenarnya kita "cenderung" mengapresiasi orang-orang yang lemah (rezekinya) karena semangat usahanya, bukan kondisi fisiknya. Demikian pula Allah swt akan memberikan apresiasi yang "istimewa" kepada hamba-hamba-Nya yang tekun berusaha dan menjemput takdir baiknya. Allah swt lebih melihat "proses" perjuangan hamba-hamba-Nya meraih takdir baiknya walaupun mungkin belum berhasil.

Sekarang mari kita renungkan bersama. Di bandingkan mereka yang memiliki semangat juang tinggi untuk meraih takdir baiknya walau belum berhasil (masih hidup kekurangan), apakah kita yang hidup serba kecukupan (bahkan mungkin berlimpah harta) ini telah memiliki "semangat juang" dan "semangat berproses "menjemput takdir baik" sebaik mereka? Apakah "proses hidup" kita ini jauh lebih baik dari "proses hidup" mereka? Apakah kita karena serba kecukupan merasa lebih mulia dibandingkan mereka dalam pandangan Allah swt? Apakah kita tidak berpikir jangan-jangan kita mudah memperoleh harta kekayaan karena Allah swt "memudahkan" kita sehingga berdampak lain kita "kehilangan" nilai proses perjuangan? Pernahkah kita berpikir, jangan-jangan Allah swt sedang menguji dan menilai "proses perjuangan" kita ketika dengan usaha sedikit justru kita memperoleh keuntungan besar?

Demikian sebagian bersitan-bersitan pikiran yang penulis abadikan dalam wujud goresan tinta ini. Semoga kita tetap komitmen dan konsisten berada dalam zona "proses berjuang meraih takdir baik", apapun hasilnya nanti agar di akhir-akhir kehidupan kita nanti Allah swt melihat kita sebagai "pejuang kehidupan".

Sebagai hamba, tugas kita hanyalah berjuang meraih takdir baik, masalah bagaimana hasil dari perjuangan tersebut, biarlah Allah swt yang menilainya. Allah swt tidak akan pernah mengabaikan "niat dan usaha" sekecil apapun. Marilah kita ubah pola pikir kita dari "berorientasi ke hasil" menjadi ke "berorientasi ke proses". Semoga bermanfaat. []

 

____________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.

  

Tidak ada komentar:

Postingan Populer