Sumber gambar : https://kumparan.com/redaksiportalmadura/muslim-pekerja-keras-dicintai-dan-dibanggakan-rasulullah-1546619840687169365
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
Di dunia ini, proses
perjalanan kehidupan setiap orang berbeda-beda. Ada orang yang tampak mudah
dalam menjalani kehidupannya, tetapi juga ada orang yang tampak kesulitan
menjalani kehidupannya. Bahkan ada orang yang perlu perjuangan yang sangat
berat untuk meraih kehidupan yang lebih baik.
Kita meyakini bahwa
nasib manusia telah ditakdirkan oleh Allah swt. Allah swt menetapkan takdir
baik dan takdir buruk untuk setiap orang. Manusia dengan bekal akalnya
diberikan kebebasan untuk memilih takdirnya masing-masing. Melalui karunia
Allah swt berupa potensi diri, setiap orang diharapkan berusaha menggapai
takdir baiknya masing-masing. Keseriusan dan ketangguhan seseorang dalam
berjuang meraih takdir baiknya akan mendapat apresiasi positif dari Allah swt.
Allah swt sangat menyukai hamba-Nya yang mau bekerja dan berusaha memenuhi
kebutuhan dirinya dan keluarganya.
Terkadang, dalam
perjalanan kehidupan ini kita berjumpa dengan orang yang tampak [dalam persepsi
kita] kesulitan dalam menjalani kehidupan. Kita melihat orang tersebut
rezekinya sangat jauh di bawah kita. Kita melihat orang tersebut telah berusaha
sekuat tenaga menjemput rezekinya yang disediakan Allah swt, tetapi tampak oleh
kita rezeki orang tersebut kelihatan kecil sekali dibandingkan rezeki kita.
Melihat kondisi tersebut, terkadang kemudian muncul perasaan kita bersyukur
karena Allah swt telah memberi kita rezeki yang lebih baik.
Dampak dari perasaan
tersebut adalah muncul rasa kasihan dan keinginan untuk membantu dan
meringankan beban hidup orang tersebut dengan berperilaku sebagai seorang
dermawan. Keinginan untuk bersedekah terkadang begitu kuatnya menyeruak di hati
karena kita merasa memiliki harta (rezeki) berlebih.
Munculnya keinginan
untuk bersedekah membantu meringankan beban hidup orang lain itu sesuatu yang
wajar dan manusiawi dan bahkan perlu dibiasakan untuk melembutkan hati.
Perasaan senasib dan sependeritaan dengan sesama manusia merupakan ciri
kelembutan hati. Hati kita harus kita biasakan merasakan sentuhan-sentuhan
"rasa kemanusiaan" agar kita menjadi manusia yang sebenarnya, yakni
manusia yang berhati manusia, bukan manusia yang berhati mesin (robot).
Memang kalau kita
melihat dari sisi banyaknya rezeki berupa harta benda, maka kita akan merasakan
perasaan kasihan kepada orang-orang yang kehidupannya tampak susah dan juga
muncul perasaan merasa beruntung karena rezeki kita berupa harta kekayaan
melimpah. Tetapi pernahkah kita melihat mereka dari sudut pandang lain?
Misalnya dari sisi "perjuangannya untuk menjemput takdir baik" atau
usahanya? Kita pasti merasa kasihan kepada orang yang bekerja tetapi
penghasilannya sangat kecil atau orang yang cacat tetapi tekun berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya. Kita jarang merasa kasihan pada orang yang lengkap
anggota tubuhnya dan sehat tetapi malas bekerja. Artinya, munculnya perasaan
kasihan kita itu didasarkan atas usahanya yang belum membuahkan hasil yang mencukupi.
Berdasarkan alur
pemikiran di atas, sebenarnya kita "cenderung" mengapresiasi
orang-orang yang lemah (rezekinya) karena semangat usahanya, bukan kondisi
fisiknya. Demikian pula Allah swt akan memberikan apresiasi yang
"istimewa" kepada hamba-hamba-Nya yang tekun berusaha dan menjemput
takdir baiknya. Allah swt lebih melihat "proses" perjuangan
hamba-hamba-Nya meraih takdir baiknya walaupun mungkin belum berhasil.
Sekarang mari kita
renungkan bersama. Di bandingkan mereka yang memiliki semangat juang tinggi
untuk meraih takdir baiknya walau belum berhasil (masih hidup kekurangan),
apakah kita yang hidup serba kecukupan (bahkan mungkin berlimpah harta) ini
telah memiliki "semangat juang" dan "semangat berproses "menjemput
takdir baik" sebaik mereka? Apakah "proses hidup" kita ini jauh
lebih baik dari "proses hidup" mereka? Apakah kita karena serba
kecukupan merasa lebih mulia dibandingkan mereka dalam pandangan Allah swt?
Apakah kita tidak berpikir jangan-jangan kita mudah memperoleh harta kekayaan
karena Allah swt "memudahkan" kita sehingga berdampak lain kita
"kehilangan" nilai proses perjuangan? Pernahkah kita berpikir,
jangan-jangan Allah swt sedang menguji dan menilai "proses
perjuangan" kita ketika dengan usaha sedikit justru kita memperoleh
keuntungan besar?
Demikian sebagian
bersitan-bersitan pikiran yang penulis abadikan dalam wujud goresan tinta ini.
Semoga kita tetap komitmen dan konsisten berada dalam zona "proses
berjuang meraih takdir baik", apapun hasilnya nanti agar di akhir-akhir
kehidupan kita nanti Allah swt melihat kita sebagai "pejuang
kehidupan".
Sebagai hamba, tugas
kita hanyalah berjuang meraih takdir baik, masalah bagaimana hasil dari
perjuangan tersebut, biarlah Allah swt yang menilainya. Allah swt tidak akan
pernah mengabaikan "niat dan usaha" sekecil apapun. Marilah kita ubah
pola pikir kita dari "berorientasi ke hasil" menjadi ke
"berorientasi ke proses". Semoga bermanfaat. []
____________________________________
*) Penulis adalah
staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret
(UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran
MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis
dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan
buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2.
Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email :
anc_saputro@yahoo.co.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar