Senin, 29 September 2025
MEMANDANG ILMU KIMIA DARI KACAMATA RELIGIUS
Oleh:
MENGAGUMI KEPRIBADIAN RASULULLAH MUHAMMAD SAW.
MENGAGUMI KEPRIBADIAN RASULULLAH MUHAMMAD SAW.
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Apa yang dilakukan oleh Michael H. Hart tersebut tidaklah berlebihan. Apa yang dikatakannya adalah benar adanya. Selain Michael H. Hart, banyak ahli sejarah dunia yang memiliki pemikiran dan pandangan yang senada dengan pendapatnya. Allan Menzies (1845), Profesor of Divinity and Biblical Criticism, University of St Andrews, Edinburgh, Skotlandia dalam bukunya "History of Religion" memaparkan apa yang paling luar bisaa tentang Islam adalah kecepatan pertumbuhannya. Muhammad Saw mengawali hidupnya sebagai seorang penggembala miskin, dan pada saat wafatnya mewariskan kepada umat Islam sebuah negara yang dalam waktu singkat mampu mengalahkan negara-negara besar lain. Dalam setengah abad, Islam telah menjadi agama bangsanya yang semula menentangnya, dan tidak hanya bangsanya sendiri, tetapi banyak negara lainnya. Dalam waktu yang singkat, agama yang dibawanya (Islam) telah menjadi agama nasional, dan bahkan telah melampaui nasional ke tahap universal, dimana hanya dua agama lain yang telah mencapainya. Kemajuan yang dicapai Kristen yang perlu waktu berabad-abad, dicapai Islam dalam beberapa dekade. Gelar Islam sebagai agama universal tidak dapat dipungkiri (Menzies, 2015).
Pendapat lain tentang luar biasanya Rasulullah Muhammad Saw disampaikan oleh Philip K. Hitti (1886) dalam bukunya "The Arabs : A Short History". Philip K. Hitti menggambarkan kekagumannya pada sosok Rasulullah Muhammad Saw dengan ungkapan kalimat, ”Dalam rentang hidupnya yang singkat, dan beranjak dari lingkungan yang tidak menjanjikan, Muhammad telah mengilhami terbentuknya satu bangsa yang tidak pernah bersatu sebelumnya, di sebuah negeri yang hingga saat ini hanyalah satu ungkapan geografis; membangun sebuah agama yang luas wilayahnya mengalahkan Kristen dan Yahudi, serta diikuti sejumlah besar manusia; ia telah meletakkan landasan bagi sebuah imperium yang dalam waktu singkat berhasil memperluas batas wilayahnya dan membangun berbagai kota yang kelak menjadi pusat-pusat peradaban dunia” (Hitti, 2018).
Beberapa pendapat para penulis sejarah dunia tersebut di atas menunjukkan bahwa Rasulullah Muhammad Saw adalah seorang nabi dan rasul yang memiliki kepribadian yang berbeda dengan manusia biasa pada umumnya. Keistimewaan yang ada pada diri Rasulullah Saw tercermin dalam akhlak dan kepribadian beliau. Akhlak dan segala tindakan yang dilakukan Rasulullah Saw adalah berdasarkan wahyu dari Allah swt yang mengandung ajaran penting bagi umat Islam. Segala tindakan, sikap, dan ketetapan beliau merupakan penjelasan Al-Quran, yang dikenal dengan al-Hadis atau sunah rasul. Aisyah r.a. pernah mengatakan bahwa jika ingin melihat Al-Qura’an berjalan, maka lihatlah akhlak Rasulullah Muhammad Saw. Perkataan istri beliau tersebut menunjukkan bahwa akhlak Rasulullah Saw dalam kehidupan sehari-hari tidak berdasarkan keinginan dan nafsu pribadi beliau tetapi semuanya adalah didasarkan atas wahyu yang diwahyukan.
Berangkat dari pemikiran di atas, sudah sepatutnya kita umat Islam untuk meneladani dan mencontoh akhlak Rasulullah Saw dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku, sikap dan tindakan kita dalam kehidupan sehari-hari hendaknya kita nisbatkan pada akhlak Rasulullah Saw. Mencontoh akhlak Rasulullah Saw tidak hanya sebatas pada lingkup tuntutan ibadah, tetapi juga sampai hal-hal kecil dalam kehidupan. Amal ibadah dan akhlak kita hendaknya mencontoh kepada ibadah dan akhlak Rasulullah Saw.
Bagi para pemimpin bisa mencontoh bagaimana beliau memimpin umat Islam. Bagi para pemuda bisa mencontoh bagaimana akhlak beliau ketika masih muda. Bagi para pebisnis dan pedagang bisa mencontoh bagaimana cara beliau berdagang. Bagi para pendidik bisa mencontoh bagaimana beliau mendidik para sahabat dan umat Islam sehingga menjadi umat yang disegani dunia. Bagi para pejabat pemerintahan bisa mencontoh bagaimana beliau menjalankan roda pemerintahan. Bagi para suami bisa mencontoh bagaimana akhlak beliau kepada keluarganya. Bagi para aktivis dakwah bisa mencontoh bagaimana cara beliau mendakwahkan agama Islam. Dan lain sebagainya. Hampir semua lini kehidupan ada contohnya pada diri Rasulullah Saw.
Rasulullah Saw memang diturunkan ke dunia untuk menyempurnakan akhlak yang baik (akhlak al-karimah). Sebelum diangkat menjadi Nabi dan Rasulullah, beliau telah menunjukkan akhlak yang mulia. Bukti bagaimana ketinggian akhlak beliau adalah kaum Quraisy di Mekkah memberi beliau gelar “al-Amin” yang artinya orang yang terpercaya. Gelar tersebut tidak mungkin disematkan ke beliau jika beliau bukan orang yang bisa dipercaya dan bahkan sangat bisa dipercaya. Gelar penghormatan tersebut hanya mungkin beliau peroleh jika beliau memang orang yang sangat bisa dipercaya atau sangat jujur, dan orang-orang di sekitarnya yang pernah berinteraksi dengan beliau mengetahui dan menyaksikan sendiri bagaimana keluhuran akhlak budi pekerti beliau.
Ketika Rasulullah saw berusia 35 tahun, kaum Quraisy mengadakan pertemuan dalam rangka perbaikan bangunan Ka’bah. Mereka bermaksud memberi atap pada Ka’bah. Bangunan Ka’bah pada saat itu terdiri atas batu-batu yang disusun bertumpang-tindih, tanpa dicampur dengan tanah, dengan bangunan yang tinggi. Oleh karena itu, harus dihancurkan dan dibuat bangunan yang baru (Hasani an-Nadwi, 2020 : 179). Proses perbaikan bangunan Ka’bah awalnya baik-baik dan lancar-lancar saja hingga akhirnya terjadi perselisihan yang hebat dan hampir berujung pada pertumpahan darah antar suku. Apakah gerangan yang diperselisihkan oleh para kepala suku di Mekkah hingga hampir terjadi pertumpahan darah di antara mereka? Ternyata sumber terjadinya perselisihan adalah siapakah yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya semula. Setiap kepala suku mengklaim dirinya dan sukunya sebagai yang paling terhormat sehingga paling berhak untuk mengembalikan batu mulia tersebut ke tempatnya. Karena semua suku saling mengklaim dirinya yang paling berhak meletakkan Hajar Aswad, maka terjadilah perselisihan hebat dan hampir berakhir dengan pertumpahan darah.
Perselisihan yang hebat dan hampir menumpahkan darah tersebut akhirnya dapat dihentikan dengan adanya kesepakatan di antara mereka bahwa orang pertama yang masuk dari pintu Masjidil Haram akan memutuskan perselisihan di antara mereka. Dan ternyata orang pertama yang masuk dari pintu Masjidil Haram adalah Rasulullah Muhammad saw. Ketika mereka melihatnya, mereka berkata, “Ia orang yang tepercaya, kami rela! Ia adalah Muhammad.” (Hasani an-Nadwi, 2020 : 180). Semua kepala suku menyetujui Rasululah saw yang meletakkan Hajar Aswad ke tempatnya. Semua kepala suku menyetujui dipilihnya Rasulullah saw karena mereka semua mengetahui bahwa Rasulullah saw adalah orang yang sangat dapat dipercaya. Rasulullah saw adalah orang yang sangat jujur dan berbudi pekerti yang baik. Rasulullah saw adalah orang yang paling tepat untuk memperoleh kehormatan mengembalikan Hajar Aswad ke tempatnya semula.
Berdasarkan kesepakatan para kepala suku tersebut, kemudian Rasulullah saw meminta sehelai kain. Beliau mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di atas kain dengan tangan beliau sendiri. Kemudian beliau berkata, “Setiap (pemimpin) suku hendaknya memegang sudut kain ini, kemudian angkatlah bersama-sama.” Mereka melakukan perintah Rasulullah saw. Ketika sampai pada tempatnya, beliau mengambil Hajar Aswad dan meletakkannya di tempat semula. Selanjutnya pembangunan diteruskan hingga selesai. Tindakan Rasulullah saw melibatkan semua kepala suku dalam proses peletakkan Hajar Aswad menunjukkan keluhuran akhlak beliau. Beliau tetap menghormati para kepala suku dengan mengikutkan serta dalam peletakkan Hajar Aswad ke tempat semula (Hasani an-Nadwi, 2020: 180).
Rasulullah saw memiliki akhlak yang luhur. Keluhuran akhlak Rasulullah saw bahkan mendapat pengakuan dari Allah swt sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Al Qalam [68]: 4.
Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (Q.S. Al Qalam [68]: 4)
Juga firman Allah dalam Q.S. Al Ahzab [33]: 21
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Q.S. Al Ahzab [33]: 21)
Tentang keluhuran budi pekerti Rasulullah Saw, Syekh Mahmud al-Mishri dalam bukunya Sirah Rasulullah: Perjalanan Hidup Manusia Mulia menuliskan bahwa “Budi pekerti Nabi Muhammad saw yang agung sangat tampak dalam kesehariannya, seperti 1). Memiliki keistimewaan berupa lisan yang fasih dan mengena dalam berbicara., 2). Sosok yang penyantun, penyabar, dan pemaaf. Sifat-sifat tersebut merupakan didikan langsung dari Allah. Setiap penyantun dikenal kebaikannya dan terjaga dari kesalahan. Rasulullah saw memiliki kesabaran luar biasa meskipun makin banyak yang menyakitinya. Begitu juga, beliau selalu bersikap santun terhadap perbuatan berlebihan yang dilakukan orang-orang jahil terhadapnya” (Al-Mishri, 2014: 10).
Bukti-bukti tentang keluhuran akhlak dan kemuliaan kepribadian baginda Rasulullah Muhammad saw banyak diriwayatkan oleh para ulama. Dalam beberapa literatur diceritakan bagaimana luhur dan mulianya akhlak Rasulullah saw. Rasulullah saw adalah seorarng yang dermawan. Bukti dari sifat dermawan beliau adalah selalu memberi tanpa ada rasa takut menjadi fakir. Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi saw adalah orang yang paling dermawan, apalagi di bulan Ramadhan, yaitu saat malaikat Jibril menemuinya. Malaikat Jibril sendiri menemui beliau setiap malam di bulan Ramadhan untuk tadarus Al-Quran. Rasulullah lebih cepat dalam menggapai kebaikan daripada angina yang berhembus (HR. Bukhori) (Al-Mishri, 2014: 10).
Rasulullah saw adalah seorang yang sangat pemberani dan seorang pemimpin yang melindungi keselamatan rakyatnya. Anas mengatakan bahwa tatkala penduduk Madinah dikagetkan pada suatu malam, mereka mendatangi sumber suara. Rasulullah menjumpai mereka-setelah mendahului mereka dalam mendatangi sumber suara-, beliau dalam keadaan menunggang kuda milik Abu Thalhah yang berkalung pedang di lehernya. Beliau pun bersabda, “Kalian belum terjaga, kalian belum terjaga” (HR. Bukhari, Muslim, dan Turmudzi) (Al-Mishri, 2014: 11).
Rasulullah saw adalah seorang pendidik. Rasulullah saw telah mendefiniskan tugas asasinya, “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk memberi pengajaran”. Al-Quran al-Karim dengan sangat tegas juga menyebut tugas asasi Rasulullah saw ini dalam firman-Nya,
Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata, (Q.S. Al-Jum’ah [62]: 2).
Ayat ini menyebutkan bahwa tugas Rasulullah saw adalah mengajar, mendidik, mengajarkan Al-Kitab dan hikmah, serta mendidik orang berdasarkan keduanya. Sebagian terbesar kehidupan Rasul saw dihabiskan untuk ini, karena dari hal inilah segala kebaikan akan lahir (Hawwa, 2002: 212).
Rasulullah saw adalah orang yang rendah hati dan bersahaja. Dalam kitab Bathalul Abthaal, penulisnya mengatakan, “Sifat yang dimiliki seorang pahlawan terdepan, dari dulu hingga kini masih hidup, jelas sepanjang sejarah kepribadiannya yang mulia yaitu kesahajaan dan kerendahan hati. Dengan keduanya Muhammad saw menjadi contoh nyata, seorang yang mulia, yang lahir dari lubuk hatinya dan tidak dibuat-buat dengan cara menipu. Muhammad adalah kesahajaan yang menjelma dalam bentuk manusia, lahir dari lubuk hatinya yang paling dalam. Menghapus gemerlapnya pemimpin dari kerajaan, perhiasan dan kepongahan, serta ucapan dan perbuatan yang menipu manusia. Muhammad adalah seorang yang dekat, mudah, dan bersahaja. Mengunjungi orang-orang yang terjauh dan yang terdekat, sahabat-sahabatnya, musuh-musuhnya, anggota keluarganya. Menemui delegasi-delegasi dari berbagai Negara tanpa dibuat-buat atau bersandiwara, tetapi dengan sebenarnya, tanpa bersandiwara (Hawwa, 2002: 181).
Demikian tulisan singkat yang memotret tentang keluhuran akhlak dan kepribadian Rasulullah Muhammad saw. Dengan membaca sejarah kehidupan beliau yang penuh hikmah semoga kita dapat meneladani akhlak mulia beliau. Marilah kita selalu membaca shalawat kepada Rasulullah saw. Allahumma shalli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa shallaita ‘alaa aali ibraahim, wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarakta ‘alaa aali ibraahim, fil ‘aalamiina innaka hamiidummajiid.” []
Referensi
Al-Mishri, S. M. (2014). Sirah Rasulullah: Perjalanan Hidup Manusia Mulia. Surakarta: Tinta Medina.
Hasani an-Nadwi, A. H. al-Ali. (2020). Sirah Nabawiyah: Sejarah Lengkap Nabi Muhammad Saw. Yogyakarta: DIVA Press.
Hawwa, S. (2002). Ar-Rasul Muhammad Saw. Surakarta: Media Insani Press.
Hitti, P. K. (2018). A Short History of The Arabs: Sejarah Ringkas Peradaban Arab-Islam (Terjemahan dari The Arabs: A Short History diterbitkan MacMillan, London, 1960). Jakarta: Qalam.
King, J. C. (2008). Revolusi Kepemimpinan: Everyday Greatness. Jakarta: KJL Press.
Menzies, A. (2015). History of Religion: Sejarah Kepercayaan dan Agama-Agama Besar Dunia (Terjemahan dari History of Religion, diterbitkan New York Charles Scribner’s Son, New York, 1895). Yogyakarta: Penerbit INDOLITERASI.
MENJAGA KESEIMBANGAN DUNIA ANAK
MENJAGA KESEIMBANGAN DUNIA ANAK
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Kamis, 11 September 2025
JANGAN SUKA DIKASIHANI ORANG LAIN
JANGAN SUKA DIKASIHANI ORANG LAIN
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Salah satu orang yang sangat berperan penting dalam membentuk sikap dan kepribadian saya adalah kakak kandung pertama saya sendiri, yaitu mas Dr. Agus Fatuh Widoyo, S.Ag., M.S.I. Beliau lah yang waktu remaja ikut membentuk kepribadian saya saat masih kecil. Waktu masih remaja, kakak saya tersebut sudah memiliki sikap dan kepribadian seperti halnya orang dewasa.
Kami dilahirkan di keluarga yang berkehidupan kurang. Ayah seorang PNS golongan rendah karena hanya lulusan sekolah PGA. Adapun ibu tidak lulus sekolah rakyat (setara SD) dan menjadi ibu rumah tangga. Karena sumber keuangan keluarga hanya berasal dari ayah yang gajinya kecil, maka praktis perekonomian keluarga sangat kurang. Asupan makanan yang kami makan sangat jauh dari kata bergizi. Kami sering makan dari sego aking ataupun nasi tiwul. Lauknya pun hanya dari adonan tepung beras diberi irisan kelapa yang digoreng. Waktu kecil badan saya kurus karena memang kurang makan makanan yang bergizi.
Dengan kondisi kehidupan keluarga yang seperti itu, kami dituntut untuk tetap mampu hidup dengan tegar. Mas Agus sebagai anak pertama dipaksa harus lebih cepat berpikiran dewasa sebelum waktunya. Oleh karena itu, walaupun masih remaja, mas Agus sudah bisa berpikir dan bersikap sebagaimana layaknya orang dewasa. Kondisi kehidupan yang memaksanya harus begitu karena tidak ada pilihan lain.
Dulu karena sesuatu hal terkait permasalahan keluarga, ayah dan ibu sempat berpisah tempat tinggal walaupun masih tetap dalam satu ikatan pernikahan. Ayah tinggal di rumah orang tuanya di Boyolali sedangkan ibu tinggal di rumah orang tuanya di Karanganyar. Anak-anaknya yang berjumlah lima orang pun dibagi menjadi dua. Saya dan mas Agus ikut tinggal bersama ayah di Boyolali sedangkan dua kakak perempuan dan adik saya tinggal bersama ibu di Karanganyar.
Karena saya dan mas Agus tinggal bersama ayah, maka ayah berperan ganda sebagai ayah sekaligus ibu rumah tangga. Semua urusan kehidupan rumah tangga dilakukan ayah, seperti memasak, mencuci baju, menyeterika seragam sekolah, dan lain-lain. Saya yang masih TK dan mas Agus yang masih sekolah MTs harus menjalani kehidupan tanpa kehadiran sosok ibu. Kami dipaksa harus menjalani kehidupan dengan sikap orang dewasa.
Saya yang masih TK pulang sekolah sebelum dhuhur, sehingga di rumah tidak ada orang. Mas Agus pulang sekolah jam 1 siang. Kami pulang sekolah sering tidak ada makanan di rumah. Kami makan siang menunggu ayah pulang untuk memasaknya. Ayah bekerja di kabupaten Karanganyar dan pulang sampai rumah jam 3 sore. Jadi kami biasa makan siang setelah waktu Ashar karena jam 3 sore ayah baru pulang dan masak dulu.
Kondisi seperti itu hampir kami alami setiap hari. Makanya setiap kali pulang sekolah, setelah ganti baju saya langsung main dengan teman sampai sore. Ketika tiba waktu dhuhur, teman pulang untuk makan siang. Saya ikut main ke rumah teman karena di rumah tidak ada orang. Orang tua teman sering bertanya ke saya, "Apakah sudah makan siang?" Saya pun menjawab, "Belum karena ayah belum pulang". Mendengar jawaban saya, maka orang tua teman saya menawari saya ikut makan siang. Karena lapar, saya pun mengiyakan. Peristiwa seperti itu beberapa kali terjadi hingga suatu saat mas Agus yang sedang perjalanan pulang dari sekolah melihat saya sedang makan siang di rumah teman.
Setelah kejadian tersebut, saat di rumah, mas Agus mengajak saya bicara dan menasihati saya. Mas Agus berkata, "Kita memang orang tidak punya. Keluarga kita memang miskin. Tetapi kita tidak boleh senang dikasihani orang lain. Kemiskinan kita tidak boleh kita jadikan alasan untuk menjadi lemah. Jadi jangan suka makan di rumah orang lain atau mau diberi makan orang lain". Perkataan mas Agus tersebut sangat menusuk dan membekas di hati dan pikiran saya. Saya yang waktu itu masih anak TK sudah bisa menangkap maksud perkataan kakak saya yang masih duduk di sekolah MTs tersebut.
Oleh karena itu, sejak dinasehati oleh mas Agus tersebut, saya selalu menolak jika ditawari makan orang tua teman saya. Saya tidak mau menjadi orang yang lemah. Saya tidak mau menjadi orang yang mudah dikasihani orang lain. Saya ingin menjadi orang yang kuat, mandiri, dan sukses. Dan Alhamdulillah akhirnya Allah SWT meridhoi doa-doa, harapan, dan cita-cita kami berdua. Saya dan mas Agus sekarang sama-sama menjalani profesi sebagai dosen. Kami berdua juga alhamdulillah sama-sama bisa menempuh pendidikan tinggi hingga jenjang doktor. Atas ridho dan iradah-Nya, kehidupan kami berdua sekarang telah jauh lebih baik dan lebih sejahtera di bandingkan kehidupan kami di masa kecil dulu. Alhamdulillah... []
Gumpang Baru, 11 September 2025
MENJADI PRIBADI YANG BERPRESTASI
![]() |
Foto Aisyah Izzatunnisa Putri Nugroho |
MENJADI PRIBADI YANG BERPRESTASI
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Di dalam perkuliahan, saya selalu memotivasi mahasiswa agar selain fokus meningkatkan kompetensi akademik dengan mengikuti proses perkuliahan dengan sebaik-baiknya dan berusaha meraih IPK tinggi, saya juga mendorong mereka agar juga mengenali kemungkinan potensi non akademik yang tersembunyi dalam dirinya dan membangkitkannya dengan cara mengikuti kegiatan-kegiatan yang dapat memperkuat softskill mereka.
Motivasi tersebut saya sampaikan secara rasional karena mereka tidak tidak mengetahui, di masa depan nanti, manakah antara potensi akademik atau potensi non akademik yang akan menjadi jalan kesuksesan mereka. Jika mereka mampu memaksimalkan potensi akademik maupun potensi non akademiknya hingga menjadi kompetensi yang unggul, maka di masa depan nanti mereka bisa sukses melalui kedua potensi tersebut ataupun salah satunya. Tetapi yang terpenting adalah mereka telah memiliki bekal untuk meraih kesuksesan dengan bekal potensi titipan Tuhan dalam diri mereka.
Tuhan membekali diri setiap orang berupa potensi diri. Potensi diri tersebut bersifat laten yang perlu dibangunkan pada waktunya. Potensi diri harus dibangunkan dan dibangkitkan menjadi kompetensi dan skill yang menjadi bekal kehidupan. Masing-masing orang boleh jadi memiliki potensi diri yang berbeda-beda yang menjadi keistimewaan dirinya. Setiap orang adalah unik dan istimewa karena memiliki keunggulan sendiri-sendiri.
Apakah setiap orang tahu potensi dirinya? Potensi diri merupakan kemampuan diri yang bersifat laten (tersembunyi). Setiap orang perlu mengenali potensi diri yang tersimpan dalam dirinya. Oleh karena itu, setiap orang harus mampu mengeksplorasi dan mengidentifikasi potensi-potensi yang tersimpan dalam dirinya.
Bagaimana cara mengenali potensi diri? Cara untuk mengenali potensi diri dalam diri adalah melalui menjalani aktivitas-aktivitas baru. Dengan berani melakukan hal-hal baru, seseorang akan mampu mengidentifikasi jenis-jenis kemampuan dirinya. Melalui aktivitas-aktivitas baru, seseorang bisa menyadari jenis keahlian yang dikuasainya.
Ada tipe orang yang mudah menguasai kompetensi bidang akademik dan ada tipe orang yang lebih mudah menguasai kompetensi bidang non akademik. Tetapi seseorang tidak bisa memastikan dirinya kelak akan sukses di bidang akademik atau bidang non akademik. Oleh karena itu, penting bagi setiap orang untuk sejak dini mengenali potensi dirinya cenderung ke bidang akademik atau ke bidang non akademik.
Mengenali jenis potensi diri lebih awal akan membuat seseorang dapat menyiapkan dirinya untuk menjadi ahli di bidang keahliannya dengan lebih awal dan lebih lama sehingga peluang dirinya sukses di bidang tersebut akan semakin besar. Keuntungan mengenali potensi diri lebih awal adalah dapat memiliki waktu yang lebih lama untuk melatih kemampuan dan skill sehingga dapat menjadi orang yang benar-benar ahli di bidangnya.
Masa muda adalah waktu yang sangat berharga untuk proses mengenali dan memberdayakan potensi diri. Masa muda adalah waktu yang tepat untuk mencatatkan banyak prestasi di berbagai bidang ilmu dan keahlian. Capaian prestasi di masa muda akan menjadi catatan rekam jejak kemampuan seseorang yang akan berguna kelak ketika memasuki dunia kerja. Catatan rekam jejak prestasi diri dapat menjadi bukti pengalaman dan kemampuan diri. Dengan memiliki banyak bukti pencapaian prestasi diri di berbagai bidang, maka akan memudahkan pelaku dunia kerja mengenali kemampuan yang dimiliki seseorang, sehingga ia akan lebih cepat menemukan lapangan kerjanya. []
Surakarta, 11 September 2025
Senin, 11 Agustus 2025
MENERUSKAN CITA-CITA ORANG TUA
MENERUSKAN CITA-CITA ORANG TUA
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.*)
Kami terlahir di lingkungan pedesaan. Saya anak nomor empat dengan memiliki tiga kakak dan satu adik. Keluarga kami adalah keluarga yang cukup, walaupun lebih banyak kurangnya. Tetapi dengan semangat menjalani kehidupan dengan positif dan memperbaiki hidup, orang tua kami bertekad menyekolahkan anak-anaknya sampai sarjana, walaupun harus berhutang dan pengaturan pengelolaan keuangan yang sangat ketat.
Orang tua kami bertekad untuk menyekolahkan anak-anaknya sampai ke tingkat sarjana. Walaupun mereka sendiri belum pernah mengenyam pendidikan tinggi di perguruan tinggi. Ayah sekolahnya hanya sampai lulus sekolah PGA (Pendidikan Guru Agama, sekarang setara SMA), sedangkan ibu hanya sekolah SR (Sekolah Rakyat, sekarang setara SD).
Ayah dan ibu memiliki lima orang anak, yaitu tiga orang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan. Entah karena faktor ekonomi atau ada faktor alasan yang lain, anak-anak yang disekolahkan sampai ke perguruan tinggi hanya anak laki-laki saja. Itupun juga dengan berhutang untuk membiayai sekolah anak-anaknya. Bahkan untuk kakak pertama, beliau bisa kuliah juga karena dapat sedikit bantuan orang lain dan hasil bekerja karena orang tua tidak mampu membiayai kuliahnya.
Semangat ayah dan ibu menyekolahkan anak-anaknya sampai ke perguruan tinggi-walaupun harus berhutang- karena mereka ingin masa depan anak-anaknya besok meningkat lebih baik. Walaupun ayah dan ibu hanya orang kecil dan rakyat jelata serta tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi di perguruan tinggi, mereka sangat sadar bahwa pendidikan tinggi akan mampu mengubah kehidupan menjadi lebih baik. Hanya melalui jalur pendidikan tinggi, ayah dan ibu yakin kehidupan anak-anak mereka kelak akan menjadi lebih baik dan sejahtera.
Orang tua kami pernah berkata bahwa mereka tidak dapat mewariskan harta benda karena memang tidak punya, tetapi hanya bisa mewariskan ilmu (pendidikan) untuk bekal kehidupan di masa depan. Berbekal nasihat ini, maka saya berusaha menjalani proses studi selama kuliah dengan sebaik-baiknya dan berusaha meraih prestasi semaksimal mungkin. Saya juga meyakini bahwa melalui pendidikan yang baik, masa depan saya akan menjadi lebih baik.
Dengan inspirasi dan semangat orang menyekolahkan anak-anaknya sampai ke jenjang sarjana, maka saya juga bertekad untuk menjalani proses studi dengan sebaik-baiknya. Saya juga berusaha untuk melanjutkan cita-cita orang tua yang ingin anak-anaknya bisa menjadi sarjana dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu pendidikan Pascasarjana tingkat Magister dan Doktor.
Atas berkat doa kedua orang tua, semangat belajar anak-anaknya, dan ridho Allah SWT, akhirnya dari lima anak-anak mereka ada dua anak yang mampu melanjutkan pendidikan Pascasarjana hingga tingkat doktor, yaitu anak pertama (Dr. Agus Fatuh Widoyo, S.Ag., M.S.I.) dan saya sendiri sebagai anak nomor empat (Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc.). Selain itu, cucu pertama mereka yang merupakan putri dari anak pertama juga berhasil mengenyam pendidikan Pascasarjana tingkat magister (Mutiara Hanif Saputri, S.Pd., M.Pd.).
Kakak pertama saya mas Dr. Agus Fatuh Widoyo, S.Ag., M.S.I. yang selalu memotivasi dan mendorong saya untuk melanjutkan pendidikan tingkat doktor dan memberikan ketauladanan ke saya saat ini memiliki pencapaian jenjang karier yang cukup baik. Saat ini beliau menjabat sebagai Dekan Fakultas Dakwah di Institut Islam Mambaul Ulum (IIM) Surakarta.
Alhamdulillah, saya, mas Agus, dan dek Hanif dapat meneruskan cita-cita almarhum - almarhumah ayah dan ibu untuk melanjutkan pendidikan tinggi hingga jenjang doktor dan magister. Alhamdulillah kami dapat mengharumkan nama baik ayah dan ibu dengan pencapaian kehidupan kami. Kami bahagia dan bangga dapat membuktikan bahwa walau kedua orang tua kami bukan orang kaya dan kehidupannya penuh dengan kekurangan, tetapi mereka mampu mendidik kami -anak-anaknya- menjadi orang yang baik dan berpendidikan tinggi. Semoga apa yang kami capai sekarang ini dapat menjadi kebaikan jariyah bagi almarhum-almarhumah ayah dan ibu. Amin. []
Gumpang Baru, 10 Agustus 2025
_________________________________________
*) Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. adalah dosen di Progam Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, Alumni Program Studi Doktor Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, dan Pengembang model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’an (CTS-Q).
Jumat, 08 Agustus 2025
MORAL DAN PENDIDIKAN KARAKTER
MORAL DAN PENDIDIKAN KARAKTER
Oleh:
Dr.
Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Berbicara tentang
karakter, maka pasti juga membicarakan tentang moral. Moral dan karakter
merupakan dua istilah yang sangat berkaitan. Istilah Moral berasal dari bahasa
Latin, yakni mores kata jamak dari mos yang sepadan dengan kata adat
kebiasaan. Ketika berbicara tentang kata moral, maka ada beberapa kata atau
istilah lain yang memiliki makna yang hampir sama, yaitu nilai, norma, etika,
kesusilaan, budi pekerti, akhlak, dan adat istiadat. Moral adalah sesuai dengan
ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana
yang patut dan wajar (Hudi,
2017).
Dalam kamus besar
bahasa Indonesia, moral dapat diartikan sebagai : (1) ajaran tentang baik buruk
yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; (2)
akhlak; (3) budi pekerti; dan (4) susila (KBBI
Online, 2022). Menurut kamus Cambridge (dictionary.cambridge.org,
2022),
“Moral is relating to the standars of good or badd behavior, fairness, etc. that
each person believes in, rather than to laws”. Moral adalah berkaitan
dengan standar perilaku baik atau buruk, keadilan, dan lain-lain., yang
diyakini setiap orang, bukan hukum. Sedangkan menurut kamus Merriam-webster (www.merriam-webster.com,
2022),
“Moral is relating to principles of right
and wrong in behavior”. Moral berkaitan dengan prinsip benar dan salah
dalam berperilaku.
Beberapa ahli telah
berusaha membuat definisi tentang moral. Walaupun berbeda-beda definisi, secara
umum terdapat persamaan dalam inti maknanya. W.J.S. Poerdarminta mengatakan
bahwa ajaran moral dari perbuatan baik dan buruk dan perilaku. Hurlock
mendefinisikan moral sebagai perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok
social. Moral sendiri berarti tata cara, dan adat. Perilaku moral dikendalikan
konsep-konsep moral atau peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi
anggota suatu budaya. Menurut Sonny Keraf, moral dapat digunakan untuk mengukur
kadar baik dan buruknya sebuah tindakan manusia sebagai manusia, mungkin
sebagai anggota masyarakat (member of
society) atau sebagai manusia yang memiliki posisi tertentu atau pekerjaan
tertentu. Menurut Chaplin (2006), moral mengacu pada akhlak yang sesuai dengan
peraturan social, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang mengatur
tingkah laku. Dewey menyatakan bahwa masalah moral berkaitan dengan nilai-nilai
moral. A. Mustafa mengungkapkan moral sebagai penentuan dasar perilaku mana
yang baik dan yang buruk melalui pengamatan pada perbuatan manusia sejauh akal
pikiran mereka. Sedangkan Shaffer menyatakan bahwa moral merupakan kaidah norma
yang dapat mengatur perilaku suatu individu dalam menjalankan hubungan dan
kerjasama di lingkungan masyarakat berdasarkan aturan yang berlaku (Makplus,
2018).
Ananda
(2017)
mendefiniskan moral atau moralitas sebagai suatu tuntutan perilaku yang baik
yang dimiliki individu sebagai moralitas, yang tercermin dalam
pemikiran/konsep, sikap, dan tingkah laku. Menurut Suseno dalam (Ananda,
2017),
moral adalah ukuran baik buruknya seseorang, baik sebagai pribadi maupun
sebagai warga masyarakat, dan warga negara. Sedangkan pendidikan moral adalah
pendidikan untuk menjadikan anak manusia bermoral dan manusiawi. Sementara itu,
Ouska dan Whellan dalam (Ananda,
2017)
mendefiniskan moral sebagai prinsip baik buruk yang ada dan melekat dalam diri
individu/seseorang.
Berdasarkan beberapa
definisi moral menurut para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa moral
adalah aturan, prinsip ataupun ukuran yang berkaitan dengan perilaku baik atau
buruk yang diyakini kebenarannya oleh setiap individu dalam suatu masyarakat. Moral
seseorang dalam kehidupan sehari-hari terimplementasikan dalam wujud sikap dan
perilakunya. Seseorang dikatakan bermoral baik atau tidak dapat dilihat dari
bagaimana perilakunya sehari-hari, apakah perilakunya mengarah tindakan yang
baik atau buruk.
Walaupun moral itu
berada dalam diri individu, kita harus menyadari bahwa moral berada dalam suatu
sistem yang berwujud aturan, norma atau pun hukum. Istilah moral dan moralitas terkadang
dianggap sama, padahal sebenarnya ada perbedaan sedikit antara kedua istilah
tersebut. Moral adalah prinsip baik-buruk, sedangkan moralitas merupakan
kualitas pertimbangan baik-buruk. Atas dasar pengertian ini, maka hakikat dan
moralitas bisa dilihat dari cara individu yang memiliki moral dalam mematuhi
maupun menjalankan aturan (Ananda,
2017).
Lickona,
(2012)
membagi nilai-nilai moral yang menjadi tuntutan menjadi dua kategori, yaitu universal dan nonuniversal. Nilai-nilai moral universal
seperti memperlakukan orang lain dengan baik, menghormati pilihan hidup,
kemerdekaan, dan kesetaraan dapat menyatukan semua orang di mana pun mereka
berada karena menjunjung tinggi dasar-dasar nilai kemanusiaan dan penghargaan
diri. Nilai-nilai moral yang bersifat universal
ddasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan yang berlaku universal. Nilai-nilai kemanusiaan
ini tidak berasal dari suku bangsa dan agama tertentu, bahkan nilai-nilai ini
tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Sebagai misal, kejujuran itu nilai moral
yang mulia yang berlaku di negara atau wilayah manapun dan sampai kapan pun.
Kemerdekaan adalah nilai moral kemanusiaan yang berlaku untuk siapa pun dan di
mana pun ia berada atau domisili karena setiap orang memiliki hak asasi untuk
hidup secara merdeka. Oleh karena itu, kemerdekaan itu dilindungi oleh
undang-undang.
Sebaliknya, nilai-nilai
moral nonuniversal tidak membawa
tuntutan moral yang bersifat universal. Contoh nilai-nilai moral nonuniversal
adalah nilai-nilai kewajiban yang berlaku pada agama-agama tertentu (ketaatan,
berpuasa, dan memperingati hari besar keagamaan) ataupun pada adat istiadat dan
budaya suku bangsa tertentu yang secara individu menjadi sebuah tuntutan yang
cukup penting, namun hal itu belum tentu dirasakan oleh individu lain (Lickona,
2012).
Berpuasa di bulan Ramadan merupakan kewajiban dan mendapatkan pahala bagi umat
Islam, tapi tidak berlaku bagi umat agama lain. Hormat pada bendera merah putih
ketika upaca pengibaran bendera merah putih merupakan kewajiban bagi setiap
warga negara Indonesia, tetapi hal ini bukan kewajiban bagi warga negara asing
yang tinggal di Indonesia karena warga negara asing memiliki bendera kebangsaan
sendiri.
Nilai-nilai moral harus
dikembangkan dalam diri anak (peserta didik) melalui program pendidikan moral
atau pendidikan karakter. Program pengembangan moral lebih baik dilakukan sejak
anak usia dini karena pada usia dini tersebut otak anak memiliki daya serap
yang sangat besar dan kemampuan meniru (imitasi) yang sangat hebat. Dengan
melalui pemberian pengetahuan tentang nilai-nilai moral yang baik dan dilakukan
usaha pembiasaan, maka anak diharapkan akan mampu memiliki moral yang baik dan
menjadi bagian dari kepribadiannya. Nilai moral yang telah menjelma menjadi
kepribadian anak akan terimplementasikan dalam perilaku sehari-harinya.
Tujuan pengembangan
nilai-nilai moral/pembentukan perilaku adalah untuk mempersiapkan anak sedini
mungkin mengembangkan sikap dan perilaku yang didasari oleh nilai moral
sehingga dapat hidup sesuai dengan norma-norma yang dianut oleh masyarakat.
Pembentukan perilaku ini berfungsi untuk mencapai beberapa hal: (1). Menanamkan
pembiasaan sikap dan perilaku yang didasari oleh nilai agama dan moral sehingga
anak dapat hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat; (2).
Membantu anak agar tumbuh menjadi pribadi yang matang dan mandiri; (3).
Menanamkan budi pekerti yang baik; (4). Melatih anak untuk dapat membedakan
sikap dan perilaku yang baik dan yang tidak baik sehingga dengan sadar berusaha
menghindarkan diri dari perbuatan tercela; (5). Sebagai wahana untuk
terciptanya situasi belajar anak yang berlangsung tertib, aktif, dan penuh
perhatian; (6). Melatih anak didik untuk mencintai lingkungan yang bersih dan
sehat; dan (7). Menanamkan kebiasaan disiplin dalam kehidupan sehari-hari (Ananda,
2017).
Pendidikan moral sangat
berkaitan dengan pendidikan karakter. Pengembangan moral merupakan bagia dari
pendidikan karakter. Menurut Lickona
(2012),
“Character so conceived has three
interrelated parts: moral knowing, moral feeling and moral behavior.”
Karakter yang mulia menurutnya bermula dengan pengetahuan tentang kebaikan,
lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan dan akhirnya benar-benar
melaksanakan kebaikan. Menurut Kilpatrick dalam (Hudi,
2017),
pembentukan karakter bangsa dapat dilakukan melalui proses pengetahuan (knowing) kepada tindakan kebiasaan (habits). Hal ini bermakna, pengetahuan
yang diperoleh diaplikasikan dalam bentuk tindakan melalui latihan dan
pendidikan yang berterusan untuk membedakan mana-mana pengaruh yang baik dan
keburukan. Untuk tujuan ini, seorang siswa hendaklah dididik secara sadar akan
pengetahuan moral (moral knowing),
menghargai nilai-nilai yang baik (moral
feeling) dan melakukan kebiasaan moral yang baik (moral habits).
Menurut Hudi
(2017),
pendidikan moral atau karakter hanya sampai pada moral knowing tidaklah cukup, sebab sebatas hanya tahu atau
memahami nilai-nilai atau moral tanpa melaksanakannya, hanya menghasilkan orang
cerdas, tetapi tidak bermoral. Sangat
penting proses pendidikan dilanjutkan sampai pada moral feeling. Moral feeling
adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada peserta didik yang
merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai prinsip-prinsip
moral. Terdapat enam hal aspek emosi yang harus dirasakan oleh seseorang untuk
menjadi manusia bermoral atau berkarakter, yakni conscience (nurani), self
esteem (percaya diri), empathy
(merasakan penderitaan orang lain), loving
the good (mencintai kebenaran), self
control (mampu mengontrol diri), dan humility
(kerendahan hati). Namun, pendidikan moral atau karakter hanya sampai pada moral feeling saja juga tidaklah cukup,
sebab sebatas ingin atau mau, tanpa disertai perbuatan nyata hanya akan
menghasilkan manusia munafik.
Keterkaitan erat antara
pemahaman moral atau nilai moral seseorang dengan perbuatan atau tindakan yang
akan dilakukan tidaklah diragukan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Abowitz dalam (Hudi,
2017))
menyimpulkan: ”Moral perseption is
typically defined as which helps us determine whart factors in a situation are
morally siginificant, and how we can for,ulate action from what we see.
Perception helps us to understand the morally relevant values in a situation”.
Penelitian Abowitz ini menegaskan bahwa
persepsi moral seseorang akan membantu dalam menentukan faktor-faktor moral
mana yang mempengaruhi keputusan yang akan diambil secara tepat sesuai dengan
hatinya. Di samping itu, persepsi moral seseorang membantu pemahaman nilai-nilai
moralitas hidup yang relevan saat ini.[]
___________________________________
*) Dr.Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. adalah Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, alumni Program Studi Doktor Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, Pengembang model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan Qur’ani (CTS-Q), dan Penulis buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), serta 120-an judul buku lainnya.
Postingan Populer
-
MENGENAL MIND MAP Oleh: Agung Nugroho Catur Saputro Di era sekarang ini yang serba modern dan mengandalkan kecepatan, kita dituntu...
-
BIOGRAFI Dr. AGUNG NUGROHO CATUR SAPUTRO, S.Pd., M.Sc. (ICT, C.MMF, C.AIF, C.GMC, C.CEP, C.MIP, C.SRP, C.MP, C.NFBW, C.GMAC) D...
-
Oleh : Agung Nugroho Catur Saputro “Jenis pendidikan sekolah apa yang diperlukan untuk mencapai harapan cerah? Pengetahuan memberika...