Selasa, 27 Mei 2025
APAKAH META AI MENGENAL AISYAH IZZATUNNISA PUTRI NUGROHO?
Jumat, 21 Maret 2025
MENCEGAH DIRI DARI BERBUAT ZALIM
MENCEGAH DIRI DARI BERBUAT ZALIM
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Dalam menjalani kehidupan ini, saya berusaha untuk tidak merugikan orang lain dan tidak merendahkan ataupun menghina orang lain. Kepada siapapun saya berusaha untuk menghormatinya. Saya berusaha untuk jangan sampai menzalimi orang lain. Apalagi menzalimi orang lemah, na'udzu billahi min dzalik.
Berkaitan dengan akibat dari menzalimi orang lain, ada cerita dari almarhum ayah saya. Dulu beberapa hari sebelum wafat, ayah saya pernah berwasiat kepada saya yaitu jangan pernah menyakiti (menzalimi) orang lemah karena doa orang yang terzalimi itu sangat mustajab (mudah dikabulkan Allah SWT). Beliau berwasiat seperti itu karena berdasarkan pengalaman pribadinya. Beliau tidak ingin anaknya mengalami seperti yang beliau lihat.
Ayah saya pernah bercerita. Ketika muda beliau kerap kali mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan berupa penghinaan, direndahkan, diperlakukan tidak adil, dll. dari orang-orang di sekitarnya. Karena sudah tidak tahan dengan perlakuan orang-orang di sekitarnya yang sangat zalim tersebut, maka beliau mendoakan keburukan pada salah seorang yang telah menzaliminya. Dan di kemudian waktu, ternyata beliau melihat nasib buruk menimpa orang zalim yang didoakan tersebut.
Orang yang menzalimi ayah saya tersebut mengalami kejadian buruk seperti yang dibaca saat beliau berdoa. Dari kejadian tersebut, ayah saya menyadari betapa dahsyatnya doa orang yang terzalimi. Orang ketika terzalimi harus hati-hati dalam berdoa karena doanya mudah dikabulkan Allah SWT. Beliau berkata, "Andaikan dulu bapak bisa sedikit lebih bersabar lagi (menahan sakitnya penghinaan) untuk tidak mendoakan keburukan, mungkin nasib buruk tidak akan menimpa orang tersebut".
Sahabat pembaca. Saya meyakini bahwa mayoritas orang pasti menginginkan kehidupan yang damai, tenteram dan bahagia. Mereka sebisa mungkin menghindarkan diri dari melakukan perbuatan-perbuatan yang akan dapat mendatangkan kemudharatan di kemudian hari. Mereka akan berupaya melakukan banyak amal kebaikan agar di masa depannya dapat mengunduh hasil tabungan amal kebaikannya.
Maka aneh sekali jika ada orang yang menyengaja diri melakukan tindakan-tindakan yang dapat merugikan orang lain. Sangat aneh jika ada orang yang menyengaja diri melakukan tindakan menghina, merendahkan, dan menjelek-jelekkan orang lain. Istilah sekarang melakukan perundungan. Mungkin orang yang melakukan tindakan perundungan tersebut menganggap perbuatannya biasa-biasa saja, tetapi tidak demikian bagi orang yang terkena dampak akibat dari perbuatannya. Boleh jadi akibat perbuatannya tersebut, orang lain bisa menjadi sangat dirugikan. Kalau sampai terjadi hal yang demikian, maka orang tersebut disebut telah berbuat zalim ke orang lain.
Orang yang terzalimi bisa jadi masih bisa bersabar dengan perlakuan orang lain tersebut. Tetapi bisa jadi orang yang menjadi korban kezaliman tersebut tidak mampu menahan kesabarannya lagi sehingga akhirnya memilih mengadu kepada Allah SWT dan menuntut keadilan kepada-Nya.
Hal itu sebagaimana yang pernah dialami almarhum ayah saya dulu. Akibatnya Allah SWT memberikan Keadilan-Nya dengan mengabulkan doa ayah saya. Apa yang selanjutnya yang terjadi pada orang yang telah berbuat zalim kepadanya? Dengan izin Allah SWT, dia akhirnya mengalami nasib buruk sebagaimana isi doa ayah saya. Mengerikan sekali bukan?Tidakkah kita takut akan akibat perbuatan zalim kita kepada orang lain?
Marilah kita segera melakukan introspeksi diri atau muhasabah, apakah kita pernah melakukan perbuatan zalim ke orang lain, baik sengaja maupun tidak sengaja? Jika merasa pernah melakukan, segeralah bertaubat memohon ampun kepada Allah SWT dan meminta maaf kepada orang yang pernah kita zalimi. Jangan menunda-nunda waktu sebelum terlambat. Semoga kita semua dijaga Allah SWT dari melakukan perbuatan-perbuatan yang berpotensi menzalimi orang lain. Amin. []
Gumpang Baru, 20 Maret 2025
Senin, 09 Desember 2024
MENGUNGKAP SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KIMIA : Berawal dari Pencarian Batu Filsuf, Jamu Mujarab Kehidupan, hingga Teori Atom Mekanika Kuantum.
Seri Filsafat Kimia (4)
MENGUNGKAP SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU KIMIA :
Berawal dari Pencarian Batu Filsuf, Jamu Mujarab Kehidupan, hingga Teori Atom Mekanika Kuantum.
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Pada zaman dulu, ada beberapa filsuf Yunani yang mencoba berpendapat tentang unsur penyusun materi. Miletus (624-527 SM) menyatakan bahwa "air" adalah unsur utama penyusun materi. Kemudian Anaximenes (585-524 SM) berpendapat bahwa "udara" adalah unsur penyusun materi. Sedangkan Ephesus (544-484 SM) menyatakan bahwa "api" itu unsur penyusun materi. Kemudian ada filsuf yang bernama Agrigentum (492-432 SM) yang memiliki pandangan bahwa materi di alam ini tersusun atas empat unsur, yaitu unsur api, unsur tanah, unsur air, dan unsur udara.
Di kalangan para filsuf Yunani, ada anggapan bahwa keempat unsur alam tersebut saling berhubungan dan pada batas tertentu hubungan antar empat unsur tersebut dipandang sejajar dengan hubungan antara badan, jiwa, akal budi, dan cinta kasih.
Bahkan fakta-fakta ilmu kimia dinyatakan dengan istilah-istilah seperti itu dan dipergunakan juga oleh para penyair dan ahli moral. Sebagai contoh seperti filsuf Agrigentum yang menganggap interaksi antar unsur membentuk materi diibaratkan seperti hubungan antara "love" dan "hate". Keseragaman antara pengertian kebendaan dan kerohanian sangat mendalam dan bertahan lama. Inilah dasar intelektual yang memungkinkan timbulnya "Alkemia".
Alkemia adalah suatu usaha yang dimulai pada tahun 200 SM di kota Alexandria untuk memadukan tafsiran teoritis dengan pengalaman praktis dalam suatu sistem teknis yang tunggal. Gagasan teoritis diperoleh dari bangsa Yunani, khususnya aliran "atomisme filosofis".
Beberapa filsuf Yunani yang termasuk aliran atomisme filosofis adalah Leukipos dan Demokritos. Leukipos (500 SM) yang merupakan pencetus " Teori Atom" yang pertama kali mengajukan teori bahwa seluruh materi terbentuk dari atom-atom yang tidak terbagi lagi dan bergerak terus serta dipisahkan oleh kekosongan. Atom ada di ruang kosong sehingga atom dapat bergerak. Semua atom menurut Leukipos adalah sama, yang berbeda hanya dalam hal ukuran, bentuk, letak dan massa.
Dalam perkembangannya, para ahli Alkemia juga menambahkan pandangan Aristoteles tentang "Prinsip Perkembangan". Menurut prinsip ini, semua benda secara alamiah berubah dan berkembang ke arah bentuk "kedewasaannya". Maka materi lebih dipandang sebagai zat organis daripada zat yang bersifat statis. Berdasarkan gagasan ini dan didukung hasil pengamatan terhadap perubahan materi, maka para ahli Alkemia menyimpulkan bahwa perkembangan juga terjadi di materi.
Pandangan bahwa materi mampu berkembang juga didukung oleh beberapa pendapat filsuf seperti Miletus (624-527 SM) dan Anaximander (610-546 SM) yang menyatakan bahwa setiap materi memiliki "jiwa" sehingga mampu bergerak dan berkembang.
Berangkat dari pemahaman tersebut, para ahli Alkemia berusaha memperoleh pengetahuan dan ketrampilan untuk dapat mengulangi perkembangan alamiah dari materi-materi di alam ini di dalam bengkel atau laboratorium.
Alat-alat yang dipergunakan para ahli Alkemia direncanakan untuk menciptakan syarat-syarat yang mempercepat "perkembangan" alamiah dari logam. Peralatan yang dipergunakan antara lain tungku pelebur, tabung reaksi, "makanan" yang dicampurkan dengan logam dasar supaya berubah menjadi logam mulia seperti perak dan emas. Selain upaya mengubah logam biasa menjadi logam mulia, para ahli Alkemia juga berusaha mencari "batu filsuf" yang diyakini dapat mengubah semua benda menjadi emas.
Seorang ahli kimia dari Arab yang bernama Jabir Ibnu Hayyan (721-815) yang hidup pada masa khalifah Harun al-Rasyid dari dinasti Abbasiyah di Baghdad, tidak mempercayai pemikiran "batu filsuf" yang dapat mengubah semua barang-barang tambang (logam) menjadi emas. Tetapi walau begitu, ia tetap mencoba mengadakan serangkaian penelitian dan pengujian tentang pemikiran tersebut.
Gagasan dari filsuf Yunani seperti Miletus dan Anaximander yang menganggap bahwa materi memiliki "jiwa" juga diadopsi oleh para ahli alkemia dalam kerangka pemikiran mereka. Maka tujuan lain dari praktik alkemia adalah memisahkan jiwa (nyawa) dari materi (badan) atau mengubah badan barang-barang logam menjadi "tak berbadan". Para alkemia menyamakan gas atau uap sebagai kodrat material tak berbadan.
Penemuan proses-proses untuk memisahkan zat asam dari senyawa oksidanya mendorong para alkemis untuk percaya bahwa mereka telah menemukan suatu cara untuk memisahkan maupun mempersenyawakan kembali (dalam bentuk yang telah dibersihkan) badan (materi) dan nyawa (jiwa) benda-benda ciptaan.
Perkembangan teori kimia tidak langsung berasal dari alkemia, tetapi dari iatro-kimia, yaitu ilmu kimia medis dari para dokter (iatros, Yunani) abad XV. Para dokter beranggapan bahwa fungsi seorang ahli kimia bukanlah mengubah logam dasar menjadi emas, melainkan memperoleh obat-obatan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit manusia.
Orang yang pertama kali mengemukakan gagasan tersebut adalah Paracelsus, seorang dokter bangsa Swiss. Ia mengemukakan bahwa pada dasarnya tubuh manusia merupakan suatu sistem kimia dan karena itu membutuhkan pengobatan kimiawi untuk penyembuhannya.
Obat-obatan yang diberikan itu merupakan hasil coba-coba belaka dan kerapkali menuntut persiapan bahan-bahan yang berbahaya seperti garam-garam antimon, arsen dan air raksa. Seperti para ahli alkemia, para ahli iatro-kimia pun cenderung pada ilmu gaib dan percaya akan pengaruh bintang-bintang.Mereka para ahli iatro-kimia memang tidak mencari "Batu Filsuf", melainkan "Jamu Mujarab Kehidupan" yang memberikan kesehatan dan usia panjang.
Sekalipun berbahaya, iatro-kimia yang berlangsung dua abad lamanya telah berhasil memajukan jumlah pengetahuan yang berdasarkan percobaan-percobaan dan menyebabkan diterbitkannya "Pharmacopia", yaitu suatu ensiklopedia keterangan mengenai obat-obatan dan penggunaannya.
Keberadaan unsur-unsur penyusun materi telah dipercayai oleh para ahli kimia, tetapi sampai abada XVIII mereka masih kesulitan dalam menghubungkan hasil-hasil eksperimen laboratorium dengan teori. Dalam perkembangan selanjutnya, muncul 'Teori Phlogiston" untuk menjelaskan fenomena pembakaran logam.
Menurut teori Phlogiston, Phlogiston adalah "zat" yang timbul bila logam dibakar. Bila logam dipanaskan pada suhu tinggi, maka phlogiston dikeluarkan dan hanya tersisa senyawa oksida logam.
Teori Phlogiston dipercaya oleh para ahli kimia hingga Lavoisier berdasarkan data-data eksperimennya merumuskan "Hukum Kekekalan Massa". Menurut Lavoisier, dalam proses-proses kimia yang alamiah maupun yang buatan, tidak ada sesuatu yang hilang, tidak ada sesuatu yang bertambah. Sejak ditemukannya "Hukum Kekekalan Massa" oleh Lavoisier tersebut, teori Phlogiston ditinggalkan para ahli kimia.
Pada tahun 1802, seorang guru kimia sekolah di Inggris yang bernama John Dalton (1766-1844) menghidupkan kembali teori atom dan menggabungkannya dengan gagasan Lavoisier mengenai afinitas kuantitatif antar unsur-unsur. Ia mengemukakan teori atomnya yang berbeda dengan teori atom filsuf Yunani.
Teori atom Dalton mampu memberikan penjelasan yang sangat memuaskan tentang hukum Kekekalan Massa dari Lavoisier dan Hukum Perbandingan Tetap dari Proust. Oleh karena itu, teori atom Dalton dianggap sebagai "teori atom modern" yang pertama kali.
Sejak kemunculan teori atom Dalton, beberapa waktu kemudian para ahli kimia berlomba-lomba mengungkap hakikat atom penyusun materi. Setelah John Dalton, muncul J.J. Thomson dengan teori atom "Plum-Pudding" nya, Rutherford dengan penemuan inti atomnya, Niels Bohr dengan konsep "orbit" elektron, dan akhirnya teori atom mekanika kuantum.
Demikian sekilas sejarah perkembangan ilmu Kimia, mulai dari pemikiran filosofis hingga eksperimen pengujian di laboratorium dan teori berbasis persamaan matematika. []
Sumber Bacaan :
Keith Wilkes, 1982, Agama dan Ilmu Pengetahuan, Terjemahan, Jakarta : Penerbit Sinar Harapan.
Sabtu, 30 November 2024
URGENSI MEMILIKI PENGETAHUAN DASAR AGAMA
URGENSI MEMILIKI PENGETAHUAN DASAR AGAMA
Kamis, 28 November 2024
MURUAH GURU DAN KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA
MURUAH GURU DAN KUALITAS PENDIDIKAN DI INDONESIA
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Senin, 25 November 2024
MENGKONTEKSTUALKAN PESAN AL-QUR'AN
MENGKONTEKSTUALKAN PESAN AL-QUR'AN
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Al-Qur'an adalah kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah Swt. melalui wahyu kepada baginda Rasulullah Muhammad Saw. Al-Qur'an menjadi pedoman hidup bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan agar sesuai keinginan Allah Swt. Al-Qur'an diturunkan bukan hanya untuk kepentingan umat Islam saja, melainkan juga untuk menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia di dunia hingga akhir zaman.
Sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, maka kebenaran isi Al-Qur'an pasti dapat diterima oleh seluruh umat manusia. Al-Qur'an akan berlaku sepanjang masa hingga akhir dunia menunjukkan bahwa pesan-pesan yang terkandung dalam isi Al-Qur'an pasti selalu up to date dan mengikuti perkembangan zaman.
Al-Qur'an memang bukan literatur atau referensi ilmiah yang dapat langsung menjadi rujukan penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan penemuan dan kebenaran ilmiah. Walaupun begitu, Al-Qur'an banyak menyinggung tentang peristiwa-peristiwa alam yang menjadi topik kajian ilmu sains.
Oleh karena itu, upaya memahami isi kandungan Al-Qur'an yang berkaitan dengan peristiwa alam yang menjadi domain kajian/riset ilmu sains harus terus dilakukan dengan melibatkan para ahli sains. Upaya ini perlu dilakukan dalam rangka untuk menunjukkan bahwa isi kandungan Al-Qur'an terus relevan dengan perkembangan zaman.
Al-Qur'an tidak pernah out of date (ketinggalan zaman) melainkan selalu up to date (mengikuti perkembangan zaman terkini) karena isi Al-Qur'an dapat dipahami oleh setiap zaman peradaban manusia. Walaupun Al-Qur'an telah diturunkan sejak 15 abad yang lalu, tetapi pesan-pesan kehidupannya masih tetap relevan sampai kapanpun.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka perlu upaya bagaimana mengkontekstualkan pesan-pesan Al-Qur'an sesuai perkembangan zaman. Al-Qur'an tidak akan pernah ketinggalan zaman selama kita mampu memaknai pesan-pesannya sesuai konteks zaman kekinian. Jangan sampai terjadi Al-Qur'an dikatakan ketinggalan zaman hanya karena ketidakmampuan kita dalam memahami dan menerjemahkan pesan-pesannya sesuai konteks terkini.
Sebagai contoh kata "zarrah" pernah diterjemahkan sebagai benda seukuran biji sawi, kemudian ada juga yang menerjemahkan benda seukuran butiran debu, lalu setelah ditemukan konsep atom maka kata "zarrah" dimaknai sebagai seukuran atom. Perubahan dan perkembangan makna arti kata "zarrah" tersebut menunjukkan bahwa Al-Qur'an dapat diterima kapanpun dan dapat dipahami sesuai perkembangan ilmu pengetahuan yang dikuasai manusia.
Kata "zarrah" yang merujuk kepada ukuran yang sangat kecil menurut pandangan penulis menunjukkan adanya pesan tersirat bahwa "ukuran" memiliki arti yang sangat penting. Ayat yang mengandung kata "zarrah" seolah mendorong umat Islam agar berusaha mengungkap rahasia di balik "ukuran materi". Ada apa dengan ukuran kecil? Mengapa "ukuran kecil" seakan-akan penting di hadapan-Nya sampai Allah Swt. menggunakan kata "zarrah" yang merujuk kepada ukuran benda yang sangat kecil?
Penting untuk dipahami bahwa kata "zarrah" yang merujuk kepada "sesuatu yang berukuran sangat kecil sekali' pernah diterjemahkan menjadi bermacam-macam benda, seperti biji sawi, butiran debu, dan atom. Penerjemahan kata "zarrah" menjadi kata yang berbeda-beda tersebut dikarenakan disesuaikan dengan pengetahuan manusia pada zamannya, yang artinya penerjemahan kata "zarrah" disesuaikan dengan konteks zaman.
Karena objek yang disepadankan dengan kata "zarrah" bisa berbeda-beda sesuai konteks pemahaman umat Islam di suatu zaman, maka dapat ditarik benang merah bahwa tujuan dicantumkannya kata "zarrah" kemungkinan karena Allah Swt. ingin mengajak atau mendorong umat Islam agar mau meneliti lebih mendalam lagi tentang pengaruh faktor "ukuran" terhadap sifat materi (benda).
Di zaman modern ini, setelah ditemukannya konsep nano material dimana material berukuran nanometer ternyata menampakan sifat -sifat fisik maupun kimia yang berbeda sekali dengan ukuran makroskopisnya (ukuran material yang kita lihat sehari-hari) akibat pengaruh ukurannya yang sangat kecil. Fenomena ini dikenal dengan istilah "quantum dot size effect".
Setelah dilakukannya riset-riset tentang material ukuran kuantum tersebut, akhirnya diketahui bahwa ternyata ukuran kuantum memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap sifat maupun kinerja dari suatu material. Dan ternyata material berukuran nanometer menunjukkan fenomena quantum dot size effect tersebut. Oleh karena itu, saat ini riset-riset ilmiah yang mengkaji teknik-teknik sintesis nano material (nano technology) terus dilakukan para ahli sains.
Berkaitan dengan kata "zarrah" yang muncul di Al-Qur'an lima belas abad yang lalu, apakah ada keterkaitannya dengan penemuan teknologi sintesis nano material? Apakah penemuan ilmiah di bidang sintesis nano material dan aplikasinya di berbagai bidang kehidupan tersebut merupakan jawaban atas misteri atau rahasia di balik "ukuran" yang dimaksud dalam Al-Qur'an melalui kata "zarrah"? Wallahu a'lam. []
Gumpang Baru, 25 November 2024
NB. Artikel ini merupakan pandangan, pendapat, dan gagasan pemikiran penulis pribadi.
Postingan Populer
-
Sumber gambar : Dokumen pribadi penulis Oleh : Agung Nugroho Catur Saputro Beberapa bulan yang lalu saya mengikuti proses asesmen se...
-
Oleh : Agung Nugroho Catur Saputro Dalam buku MindFul Life karya Darmawan Aji dikisahkan bahwa pada suatu hari Socrates mengaju...
-
PROFIL PENULIS: AGUNG NUGROHO CATUR SAPUTRO, S.Pd.,M.Sc. (ICT, C.MMF, C.AIF, C.GMC, C.CEP, C.MIP, C.SRP, C.MP) Agung Nugroho Ca...