Powered By Blogger
Tampilkan postingan dengan label Perkembangan Anak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Perkembangan Anak. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 April 2024

RAMADAN SEBAGAI BULAN PENINGKATKAN KUALITAS DIRI

 

RAMADAN SEBAGAI BULAN PENINGKATKAN KUALITAS DIRI

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh kebaikan. Di dalam bulan Ramadan, Allah SWT mengkaruniakan ampunan dan keberkahan. Ibadah dan amalan kebaikan yang dikerjakan di dalam bulan Ramadan akan dibalas oleh Allah SWT dengan pahala kebaikan yang berlipat ganda. Di dalam bulan Ramadan, Allah SWT juga akan mengampuni dosa-dosa orang yang mau mengerjakan puasa Ramadan dengan ikhlas. Demikianlah keyakinan yang diimani oleh umat Islam terkait kemuliaan bulan Ramadan. Oleh karena itu, banyak orang Islam yang mempersiapkan diri dengan berbagai program kegiatan dan aktivitas yang berorientasi spiritual dalam rangka menjemput ampunan dan keberkahan dari-Nya.

Pada tahun ini, penulis tidak memprogramkan aktivitas khusus untuk mengisi bulan Ramadan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, selama bulan Ramadan penulis melakukan amalan ibadah yang bersifat kontinyu, bukan amalan ibadah yang menggebu-gebu yang dikhususkan dilakukan hanya saat bulan Ramadan saja. Hal itu penulis lakukan didasarkan atas hadis Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa Allah SWT menyukai amalan yang walaupun sedikit tetapi dilakukan secara istikamah (terus-menerus, kontinyu). Allah SWT tidak menyukai amalan yang banyak tetapi dilakukan hanya sekali. Sebagai contoh amalan kebaikan seperti membaca Al-Qur’an lima ayat setiap hari selama 30 hari itu jauh lebih baik dibandingkan dengan membaca Al-Qur’an 150 ayat tetapi hanya dilakukan satu kali.

Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh misteri. Di bulan Ramadan, Allah SWT memang mendorong umat Islam untuk berlomba-lomba melakukan ibadah dan amal kebaikan dengan menjanjikan balasan pahala kebaikan yang berlipat ganda dan ampunan dosa-dosa serta dijauhkan dari siksa api neraka. Tetapi di balik iming-iming balasan pahala kebaikan yang berlipat ganda dan ampunan dosa-dosa tersebut, Allah SWT justru tidak memberikan penjelasan tentang ibadah dan amalan kebaikan yang bagaimana yang layak mendapatkan balasan pahala kebaikan dari Allah SWT. Allah SWT hanya meberikan rambu-rambu bahwa puasa Ramadan yang dilakukan karena ikhlas lillahi ta’ala akan mendapatkan balasan pahala berlipat ganda. Ditambah dengan Rasulullah SAW juga menjelaskan bahwa tidak semua puasa Ramadan yang dilakukan orang-orang Islam itu dijamin diterima Allah SAW. Rasulullah SAW menyatakan bahwa banyak orang yang menjalankan puasa Ramadan tetapi tidak mendapatkan apa-apa (maksudnya tidak mendapatkan pahala dari Allah SAW) selain rasa lapar dan haus. Hal itu  menunjukkan bahwa amalan bulan Ramadan ini penuh misteri. Oleh karena itu, beragam pendapat dan penafsiran muncul di kalangan umat Islam tentang bagaimana memaknai kemuliaan bulan Ramadan.

Pada kesempatan bulan Ramadan tahun 1445 H ini, penulis mencoba memaknai bulan Ramadan sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas amalan ibadah untuk anak-anak. Pemaknaan penulis ini berangkat dari kondisi kesehatan yang sedang penulis alami. Beberapa hari sebelum masuk bulan Ramadan, penulis harus menjalani tindakan operasi penyakit batu ginjal yang sudah satu tahun ini penulis derita. Sebelumnya penulis sudah beberapa kali menjalani tindakan operasi dan beberapa kali tindakan penghancuran batu ginjal dengan metode ESWL, tetapi ternyata hasilnya belum sepenuhnya berhasil. Hingga akhirnya pada bulan Januari 2024 penyakit batu ginjal penulis kembali kambuh dengan penulis merasakan rasa nyeri di pinggang belakang sebelah kanan. Setelah menjalani tes CT-Scan, dokter merekomendasikan agar penulis kembali menjalani tindakan operasi. Maka awal bulan Maret 2024 kembali penulis menjalani tindakan operasi pengambilan batu ginjal.

Setelah menjalani tindakan operasi batu ginjal, ternyata kondisi kesehatan penulis ngedrop sehingga penulis harus dirawat beberapa hari di RS pasca tindakan operasi. Pada hari keempat pasca tindakan operasi, kondisi kesehatan penulis sudah agak membaik dan lebih stabil sehingga akhirnya dokter membolehkan penulis untuk pulang dan menjalani pengobatan rawat jalan. Ternyata sejak pulang dari rumah sakit, kondisi kesehatan penulis tidak juga segera pulih kembali, tetapi sampai satu minggu lebih kondisi kesehatan penulis belum pulih juga. Hal itu berdampak pada pelaksanaan ibadah selama puasa Ramadan. Minggu pertama bulan Ramadan, penulis belum mampu menjalankan ibadah puasa Ramadan karena kondisi kesehatan penulis yang masih sakit dan juga harus rutin meminum obat dari dokter. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk tidak melaksanakan puasa Ramadan sampai kondisi kesehatan penulis kembali pulih dan mampu untuk berpuasa.

Setelah satu minggu lebih penulis menjalani masa pemulihan kesehatan, Alhamdulillah kondisi kesehatan penulis mengalami peningkatan menjadi lebih baik dan penulis merasa sudah mampu untuk berpuasa Ramadan. Maka ketika memasuki minggu kedua bulan Ramadan, akhirnya penulis bisa ikut melaksanakan puasa Ramadan. Walaupun sudah mampu melaksanakan ibadah puasa Ramadan, kondisi kesehatan penulis belum pulih seratus persen. Hal itu berdampak pada pelaksanaan ibadah lain seperti sholat fardhu dan sholat Tarawih. Untuk sementara waktu, penulis menjalankan ibadah sholat fardhu dengan posisi duduk karena badan penulis belum mampu berdiri lama karena tenaga belum pulih betul dan kepala masih terasa pusing.

Mempertimbangkan kondisi kesehatan penulis yang belum pulih seratus persen tersebut, maka penulis memutuskan melaksanakan ibadah sholat Tarawih di rumah dengan berjamaah bersama keluarga. Karena kondisi badan belum nyaman untuk sholat dengan berdiri, maka penulis melaksanakan ibadah sholat dengan duduk. Dengan situasi yang seperti itu, penulis merasa kurang afdhol  jika imam memimpin sholat dengan duduk sementara makmumnya berdiri. Oleh karena itu, penulis meminta anak pertama untuk menjadi imam sholat Tarawih menggantikan papinya yang belum pulih kesehatannya. Awalnya si kakak (panggilan kami untuk anak pertama) tidak mau karena merasa tidak mampu. Tetapi kami (penulis dan istri) terus memotivasi dan meyakinkan dia bahwa kakak pasti bisa. Akhirnya si kakak bersedia menggantikan papinya menjadi imam sholat Tarawih.

Ramadan tahun ini akhirnya kami menjalankan ibadah sholat Tarawih berjamaah di rumah dengan kakak yang menjadi imamnya, sedangkan penulis, istri, dan putri kecil kami menjadi makmumnya. Penulis dan istri memutuskan agar si kakak berlatih menjadi imam sholat Tarawih agar dia bisa dan terbiasa mengimami sholat Tarawih, sehingga jika sewaktu-waktu ditunjuk untuk menjadi imam sholat Tarawih tidak kaget dan menolak. Jadi Ramadan tahun ini kami jadikan ajang latihan bagi si kakak untuk berani tampil menjadi imam sholat Tarawih, walaupun  masih di lingkup keluarga. Tetapi dengan berani berlatih mengimami sholat Tarawih di lingkungan keluarga, kami berharap suatu saat dia juga akan berani menjadi imam sholat Tarawih ataupun sholat Fardhu jika ditunjuk atau diminta di lingkungan masyarakat.

Di bulan Ramadan tahun ini pula putri kecil kami yang masih duduk di sekolah TK B  mulai berlatih menjalani puasa Ramadan. Awalnya adek (panggilan kami untuk putri kecil kami) ikut berpuasa Ramadan, tapi puasa setengah hari, yaitu saat azan Dhuhur berbuka dan melanjutkan puasa hingga berbuka lagi waktu azan Maghrib. Tetapi yang mengagetkan kami adalah ketika memasuki minggu kedua bulan Ramadan, tiba-tiba adek bilang kalau besok mau puasa sehari penuh. Awalnya kami tidak yakin dengan perkataanya, tetapi ternyata adek benar-benar berpuasa sehari penuh. Walaupun adek belum rutin puasa penuh setiap hari, terkadang puasa penuh dan terkadang puasa setengah hari, tetapi bagi kami, dia telah melatih diri untuk ikut berpuasa Ramadan. Kami sangat bersyukur karena putri kecil kami sekarang sudah mau berpuasa Ramadan dengan keinginannya sendiri.

Demikianlah proses peningkatan kualitas pengamalan ibadah anak-anak kami di bulan Ramadan tahun ini. Bulan Ramadan tahun ini mereka pergunakan sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas diri dalam hal pengamalan ibadah bulan Ramadan. Bulan Ramadan memang seharusnya dimaknai sebagai bulan untuk meningkatkan kualitas diri, baik kualitas dalam pemahaman ilmu, pengamalan ilmu, maupun peningkatan kualitas spiritualitas diri. Melalui pemaknaan Ramadan sebagai bulan peningkatan kualitas diri, maka selama bulan Ramadan diharapkan akan diisi dengan aktivitas-aktivitas yang berorientasi kepada peningkatan kualitas diri sehingga ada harapan selepas bulan Ramadan akan mengalami peningkatan kualitas ilmu, kualitas ibadah, maupun kualitas hidup. Bulan Ramadan seyogyanya tidak hanya dimaknai sekadar bulan berburu pahala karena janji Allah SWT yang akan melipatgandakan amal ibadah dan kebaikan yang dilakukan selama bulan Ramadan, tetapi sebaiknya lebih dimaknai sebagai  bulan peningkatan kualitas diri menuju standar kualitas tinggi sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT, yakni mencapai standar kualitas muttaqin. Wallahu a’lam bish-shawab. []

 

Gumpang Baru, 31 Maret 2024

Sabtu, 30 Maret 2024

KEJUTAN MEMBAHAGIAKAN DARI BIDADARI KECIL

 

KEJUTAN MEMBAHAGIAKAN DARI SI KECIL

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro



Ibadah puasa Ramadan merupakan jenis ibadah wajib yang cukup berat dilakukan karena harus mengalami kondisi tubuh yang kurang nyaman, yakni harus menahan rasa lapar dan haus selama seharian penuh. Maka mengajarkan anak mau berlatih mengerjakan puasa tidaklah mudah. Jangankan anak kecil, masih banyak remaja dan orang dewasa yang belum mampu mengerjakan puasa karena beratnya menahan lapar dan haus selama sehari penuh. Karena termasuk ibadah wajib yang berat, maka puasa perlu diajarkan dan dilatihkan ke anak-anak sejak masih kecil agar ketika dewasa mereka sudah terbiasa menjalankan ibadah puasa.

Tahun 2024 ini putri kecil kami memasuki usia enam tahun. Ajaran-ajaran pokok agama Islam sudah kami ajarkan, latihkan, dan biasakan seperti mengerjakan sholat fardhu, sholat sunnah, dan membaca Al-Qur'an. Memasuki usia enam tahun, putri kecil kami sudah rutin mengerjakan sholat fardhu lima waktu dan sholat sunnah rawatib. Setiap bakda Maghrib dia juga sudah rutin membaca Al-Qur'an. Alhamdulillah di usia enam tahun, dia sudah lancar membaca Al-Qur'an. Kami belikan mushaf Al-Qur'an khusus untuk dia. Dia sangat senang memiliki mushaf Al-Qur'an sendiri.

Ramadan tahun ini dia mulai belajar ikut berpuasa. Sekolahnya (TK) membuat program siswa berlatih puasa setengah hari dengan menghilangkan program makan siang selama bulan Ramadan. Si kecil semangat sekali berlatih puasa setengah hari. Dia benar-benar disiplin menjalankan puasa, yakni tidak makan sejak pagi (sahur) hingga Dhuhur dan setelah buka puasa di waktu dhuhur lanjut puasa lagi hingga Maghrib.

Bukti keseriusan si kecil berlatih puasa Ramadan adalah dia benar-benar tidak mau makan dan minum sebelum masuk waktu Dhuhur. Bahkan ketika melihat papinya makan karena harus minum obat dikarenakan masih sakit pasca operasi, dia tidak tertarik untuk ikut makan. Dia paham kalau papinya tidak puasa karena masih sakit. Dia tetap menjalankan puasa walaupun papinya tidak berpuasa. Dia biasa saja ketika melihat papinya makan dan minum saat dia puasa.

Lebih membanggakan lagi bagaimana semangatnya si kecil menjalani puasa adalah ketika maminya juga tidak berpuasa karena sedang berhalangan. Jadi papi dan maminya tidak puasa, tapi dia tetap mau mengerjakan puasa Ramadan. Dia tahu papinya tidak puasa karena sakit dan maminya tidak puasa karena libur sholat. Jadi si kecil dan kakaknya saja yang berpuasa.

Ketika memasuki Minggu kedua bulan Ramadan, tiba-tiba si kecil mengatakan kalau mau puasa penuh sampai Maghrib. Dan benar, dia benar-benar berpuasa penuh seharian sampai waktu buka puasa saat azan Maghrib. Ketika terdengar azan dhuhur berkumandang, saya coba bertanya ke si kecil, "Adek tidak buka puasa?". Lantas dia menjawab, "Tidak, adek kan puasa penuh".

Terkait kejutan puasa penuh yang dilakukan si kecil, saya pernah tanya ke maminya kok adek puasa penuh itu karena mami yang menyuruh atau keinginan dia sendiri. Maminya menjawab kalau tidak pernah menyuruh si kecil puasa penuh, dia sendiri yang tiba-tiba bilang besok mau puasa penuh. Mendengar jawaban maminya, saya sangat bahagia dan bersyukur karena putri kecil kami sudah mau menjalankan puasa Ramadan secara penuh dengan keinginannya sendiri.

Saya jadi teringat waktu kakaknya (anak pertama) dulu mulai belajar puasa Ramadan juga melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan si kecil, yaitu tiba-tiba bilang kalau besok mau puasa penuh. Jadi kakak dan adek sama-sama menunjukkan perilaku yang sama, yaitu sama-sama menjalankan puasa penuh dengan keinginannya sendiri. Bedanya kalau kakaknya dulu mulai mengerjakan puasa penuh ketika sekolah SD kelas 1, sedangkan adeknya lebih awal yakni menjalankan puasa penuh saat sekolah TK B.

Apa yang diperlihatkan anak-anak tersebut merupakan kebahagian tersendiri bagi kami sebagai orang tua. Kami sangat bersyukur kepada Allah SWT karena diberikan kemudahan dalam mengajarkan ajaran agama Islam ke anak-anak ketika mereka masih kecil. Terkadang kami terkejut dengan kemajuan yang ditunjukkan anak-anak ketika mereka dengan mudahnya menjalankan ibadah seperti sholat, membaca Al-Qur'an, dan puasa Ramadan.

Kami percaya bahwa apa yang dilakukan anak-anak dalam menjalankan ibadah karena pertolongan Allah SWT semata. Kalau bukan karena pertolongan dan kehendak Allah SWT, tidak mungkin anak-anak kami bisa begitu mudahnya mereka menjalankan ibadah wajib. Kami yakin Allah SWT yang menggerakkan hati anak-anak kami sehingga mereka berinisiatif sendiri mengerjakan ibadah wajib dan sunnah dan rutin menjalankannya tanpa rasa mengeluh atau capek. Oleh karena itulah, kami sangat bersyukur kepada Allah SWT atas karunia nikmat yang luar biasa ini, yakni diberikan anak-anak yang shalih dan shalihah yang ikhlas menjalankan ibadah. []


Gumpang Baru, 21 Maret 2024.

Rabu, 13 Maret 2024

SEMUA IKUT BERJUANG

SEMUA IKUT BERJUANG

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro



Hidup di dunia ini memang tidak pernah lepas dari masalah. Setiap orang pasti memiliki masalah dalam kehidupannya. Saya yakin di dunia ini tidak ada seorangpun yang tidak punya masalah. Walaupun setiap orang tidak menginginkan mempunyai masalah, tetapi masalah hidup adalah sebuah keniscayaan.


Masalah hidup jika disikapi secara positif dapat menjadi sarana untuk pendewasaan diri dan meningkatkan kualitas hidup. Seseorang yang sedang memiliki masalah hidup dapat dimaknai bahwa ia sedang mendapat ujian kenaikan tingkat kualitas hidup. 


Orang yang belum pernah punya masalah hidup pasti tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, setiap orang seyogyanya berpikiran positif jika sedang menghadapi permasalahan hidup. Berpikiran positif akan sangat membantu kejernihan berpikir dalam menemukan solusi atas permasalahan hidup yang dihadapinya. 


Awal bulan Maret 2024 ini saya dijadwalkan dokter untuk kembali menjalani tindakan operasi pengambilan batu ginjal yang belum selesai. Hal itu dikarenakan pada bulan Januari 2024 penyakit batu ginjal saya kambuh kembali. Setelah beberapa Minggu rutin kontrol dokter dan tes CT-SCAN, akhirnya dokter memutuskan untuk operasi kembali. Operasi bulan Maret ini merupakan operasi batu ginjal saya yang ketiga sejak terkena sakit batu ginjal satu tahun yang lalu. Selain menjalani dua kali operasi, saya juga telah menjalani tindakan ESWL sebanyak tiga kali. 


Minggu siang saya ditemani istri mulai rawat inap di RS UNS. Senin pagi pukul 09.30 wib saya dibawa perawat masuk ke ruang Instalasi Bedah Sentral (IBS) RS UNS untuk menjalani tindakan operasi. Pukul 14.00 saya keluar dari ruang IBS RS UNS.


Senin malam pasca operasi, sekitar pukul 23.00 tiba-tiba badan saya ngedrop. Saya merasakan demam tinggi dan badan menggigil hebat. Saya merasakan hawa dingin yang amat sangat  menjalar ke seluruh tubuh hingga ke tulang-tulang. Ketika kondisi menggigil hebat tersebut, saya memegang erat tangan istri untuk sedikit mengurangi rasa dingin yang menjalar di sekujur tubuh. Selain itu, istri juga memeluk saya dengan erat karena badan saya bergetar dengan kencang karena menahan hawa dingin yang sangat kuat hingga menusuk-nusuk sampai ke tulang. 


Kondisi badan ngedrop seperti itu berlangsung hingga beberapa hari lamanya selama rawat inap di rumah sakit. Saya sudah beberapa kali menjalani operasi batu ginjal dan bahkan operasi besar berupa luka terbuka ketika operasi Fistula Ani. Tetapi saat operasi yang ini saya mengalami kondisi yang sangat payah, badan ngedrop, demam tinggi dan  menggigil hebat. 


Selama empat hari pasca operasi, saya berjuang untuk segera pulih kembali dari kondisi badan ngedrop. Walaupun berada di kondisi sangat lemah, saya meyakini pasti bisa melewati masa-masa sulit tersebut. Istri pun juga berjuang  bagaimana merawat saya sebaik-baiknya dan mensupport saya. 


Hari kelima rawat inap di RS UNS, akhirnya dokter membolehkan saya pulang setelah kondisi badan saya sudah lumayan membaik walau masih agak demam. Saya yang meminta ke dokter untuk diizinkan pulang karena saya sudah merasa terlalu jenuh di rawat di RS UNS selama lima hari.


Di saat saya sedang dirawat di RS UNS untuk menjalani operasi dan berjuang menahan efek samping tindakan operasi, anak pertama sedang berada di Bandung untuk mengikuti acara kompetisi film indie dalam acara OlympicAD 7 Universitas Muhammadiyah Bandung.  Dia bersama timnya berjuang memenangkan kompetisi tingkat nasional tersebut. Hasil perjuangannya Alhamdulillah membuahkan hasil yang diharapkan, yaitu memperoleh medali emas.


Selama saya menjalani rawat inap di RS UNS, si kecil kami titipkan di rumah eyang putrinya. Istri menyiapkan seragam sekolah si kecil untuk empat hari dengan asumsi  hari keempat pasca operasi saya bisa pulang. Walaupun kami berada di RS UNS, si kecil tetap sekolah seperti biasanya. Alhamdulillah pakde dan budenya bersedia mengantar jemput dia sekolah. 


Ketika diberitahu maminya jika papinya harus tidur lagi di rumah sakit selama beberapa hari, si kecil bisa memahami. Maka ia segera menyiapkan semua mainan, buku-buku, dan alat mewarnainya dan kemudian dimasukkan ke dalam tas. Tidak lupa ia membawa mukena dan mushaf Al-Qur'an miliknya untuk sholat dan mengaji di rumah eyang putrinya. 


Saya yakin hal itu adalah situasi yang berat bagi putri kecil kami, yakni harus berpisah dengan kedua orang tuanya selama beberapa hari. Selama ini jika saya dan istri menginap di RS UNS, si kecil tinggal di rumah atau di rumah eyang  putrinya dengan ditemani kakaknya. Tetapi untuk kali ini berbeda, kakaknya juga pergi beberapa hari ikut lomba di Bandung. Ini adalah perjuangan berat bagi si kecil untuk bisa mandiri tanpa keberadaaan papi maminya. Alhamdulillah selama di rumah eyang putrinya, si kecil tetap berangkat sekolah, mengerjakan sholat, dan mengaji Al-Qur'an setiap bakda Maghrib seperti biasanya. 


Demikianlah perjuangan keluarga kami dalam menjalani proses kehidupan. Ketika ada masalah dalam keluarga,  seperti saya sedang sakit misalnya, setiap anggota keluarga ikut berjuang berkontribusi positif untuk ikut menyelesaikan masalah. Anak pertama sebelum berangkat ke Bandung beberapa kali wira-wiri ke rumah sakit untuk membelikan makanan dan membawakan pakaian ganti untuk maminya. Si kecil mau bersikap kooperatif dengan bersedia dititipkan di rumah eyang putrinya walau tidak ditemani kakaknya. Saya berusaha menjalani proses pengobatan dengan sebaik-baiknya dengan harapan bisa segera sembuh. Sedangkan istri membantu segala kebutuhan saya selama sakit. 


Gumpang Baru, 12 Maret 2024

Kamis, 29 Februari 2024

MENGAJARKAN ANAK PUASA RAMADAN


 MENGAJARKAN ANAK PUASA RAMADAN

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 Islam adalah agama yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan alam atau lingkungan. Ketiga jenis relasi (hubungan) tersebut menjadi karakteristik dari dimensi ibadah dalam agama Islam. Salah satu jenis ibadah yang berdimensi ketiga relasi tersebut adalah puasa Ramadan. Puasa Ramadan selain berorientasi kepada ketuhanan (transenden), juga berkaitan dengan interaksi sosial dan interaksi dengan alam. Puasa Ramadan mengajarkan umat Islam untuk bagaimana menjadi sosok manusia yang berkepribadian muttaqin (manusia bertakwa).

Bulan Ramadan adalah bulan yang istimewa. Keistimewaannya bukan hanya karena  bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an hingga terdapatnya malam Lailatul Qadar. Tetapi, di bulan Ramadan juga terdapat ibadah yang diwajibkan untuk dilaksanakan oleh seluruh umat Islam, yaitu berpuasa. Karena keistimewaan inilah maka bulan Ramadan diyakini sebagai bulan yang penuh kemuliaan. Setiap datang bulan Ramadan, umat Islam di berbagai belahan dunia menyambutnya dengan gembira dan penuh harapan, yaitu harapan mendapatkan kebaikan  bulan Ramadan berupa ampunan dari Allah SWT dan dijauhkan dari siksa api neraka (Saputro, 2023).

Ibadah puasa Ramadan bersifat wajib (fardhu ‘ain)  bagi setiap muslim dan muslimat yang sudah baligh. Oleh karena itu, setiap anak Islam sejak kecil harus diajarkan untuk mengerjakan puasa Ramadan. Dasar kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadan adalah firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 183.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183)


Puasa Ramadan memang kewajiban bagi setiap orang Islam. Menjalankan ibadah puasa Ramadan adalah sebuah keharusan bagi setiap orang Islam yang sudah baligh tanpa terkecuali. Walaupun ada beberapa orang yang diperbolehkan secara syariat untuk tidak berpuasa karena kondisi tertentu, tetapi pada hakikatnya keringanan tersebut tidak menghilangkan kewajibannya untuk berpuasa karena ia tetap harus mengganti puasa yang ditinggalkannya di waktu lain dan dengan cara lain. Jika kita berpuasa hanya sekadar untuk menjalankan kewajiban, maka nilai puasa kita hanya sebatas penggugur kewajiban. Puasa yang seperti itu tidak akan memiliki nilai plus. Puasa dengan niat sekadar menjalankan kewajiban tidak akan berdampak apa-apa, hanya sekadar telah terpenuhi kewajibannya. Berbeda halnya dengan jika kita berpuasa selain untuk menjalankan kewajiban juga untuk memperoleh hikmah di balik rasa lapar yang kita rasakan ketika berpuasa (Saputro, 2023).

Puasa Ramadan harus diajarkan kepada anak-anak sejak kecil agar mereka terbiasa menjalankan puasa wajib di bulan Ramadan. Melatihkan anak-anak kecil untuk mau berpuasa tidaklah mudah karena puasa itu berat bagi anak-anak. Puasa itu menahan untuk tidak makan dan minum seharian yang pastinya menimbulkan perut lapar dan haus serta badan lemas kehilangan energi. Anak-anak yang biasanya makan setiap saat pasti akan merasa keberatan jika harus merasakan rasa lapar. Oleh karena itu, ibadah puasa harus dilatihkan ke anak-anak sejak masih kecil agar mereka menjadi terbiasa menahan rasa lapar dan haus ketika berpuasa.

Dunia anak-anak adalah dunia kegembiraan dan menyenangkan. Anak-anak itu tahunya hidup itu isinya bermain, bernyanyi, bersenang-senang, dan bergembira. Oleh karena itu, untuk mengajarkan, mengenalkan, dan melatihkan agar anak-anak mau berpuasa Ramadan, maka orang tua harus mampu menyampaikan ke anak-anak bahwa puasa Ramadan itu menyenangkan. Apa yang disukai anak-anak? Jawabannya adalah hadiah dan makanan enak. Dua hal inilah yang dapat dipergunakan oleh orang tua sebagai pendekatan alternatif untuk membujuk dan mengajak anak-anak agar mau berlatih berpuasa Ramadan. Orang tua bisa menyampaikan ke anak-anak bahwa jika mereka mampu berpuasa tidak  makan dan minum sejak sahur hingga Dhuhur (tahap awal belajar berpuasa) akan diberikan hadiah dan ketika Maghrib akan berbuka dengan makanan yang enak-enak.

Apakah membujuk anak-anak berpuasa Ramadann dengan strategi memberikan iming-iming hadiah dan makanan enak bisa diperbolehkan? Jawaban penulis adalah boleh karena dunia anak-anak memang dunia yang menyenangkan. Maka mengajarkan ibadah pun juga harus disampaikan dengan cara yang menyenangkan. Tetapi yang perlu dipahami bahwa strategi pemberian iming-iming hadiah dan makanan enak ini hanyalah pendekatan awal saja untuk menyesuaikan dengan karakteristik anak-anak, bukan strategi mutlak.

Jika anak-anak sudah remaja, maka strateginya bisa diubah dengan pendekatan mengajak anak berpikir. Jadi strategi pemberian iming-iming hadiah dan makanan enak bukan berarti mengajarkan anak-anak berjiwa materalistik dan tidak ikhlas. Mengajarkan keikhlasan dalam beribadah ke anak-anak itu harus tetap dilakukan setiap orang tua. Tetapi keikhlasan itu akan dapat terwujud ketika amalan sudah menjadi kebiasaan (habit). Atas dasar berpikir demikianlah, strategi pemberian iming-iming hadiah dan makanan enak ke anak-anak adalah bagian dari strategi untuk melatih anak-anak terbiasa mengerjakan ibadah puasa Ramadan.

Puasa walaupun mengakibatkan rasa lapar dan kehausan akan mampu membuahkan kesabaran bagi yang melakukannya, dengan syarat puasanya ikhlas lillahi ta’ala semata-mata mengharapkan rida Allah SWT Puasa yang dilakukan bukan dengan ikhlas dan bukan untuk mengharapkan rida Allah SWT pasti tidak akan membuahkan kesabaran. Puasa itu untuk Allah SWT, maka Allah lah yang akan memberikan balasannya kepada orang yang berpuasa. Apa balasan yang akan diterima oleh para hamba ahli puasa adalah rahasia Allah SWT Tetapi dengan ber-husnudhan, Allah SWT pasti akan memberikan hikmah-hikmah kebaikan untuk kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat kelak. Orang yang mampu menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan ikhlas akan mendapat keistimewaan tersendiri dari Allah SWT (Saputro, 2023).

Pada bulan Ramadan, diyakini setiap kebaikan akan dilipatgandakan pahala kebaikannya. Setiap ibadah puasa di bulan Ramadan bernilai 10 pahala dan di bulan Ramadan setiap pahala dilipatgandakan oleh Allah SWT menjadi tak terbatas. Bulan Ramadan adalah bulan pelipatgandaan pahala. Setiap ibadah, pahalanya tak terbatas. Di bulan Ramadan, dilipatgandakan oleh Allah menjadi tak terbatas. Pahala puasa dinilai langsung oleh Allah SWT (Nurdiarsih, 2022).

Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mengajarkan puasa Ramadan kepada anak-anak yang masih kecil harus menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik dunia anak-anak, yaitu metode yang menyenangkan dan menarik. Karena dunia anak-anak adalah dunia yang penuh dengan keceriaan dan kegembiraan, maka metode dakwah yang cocok untuk mengajarkan anak-anak agar mau menjalankan Ibadah puasa Ramadan adalah dengan pemberian iming-iming hadiah (reward) dan makanan yang enak-anak saat berbuka puasa. Nanti ketika anak-anak sudah menginjak dewasa, metode dakwahnya diubah ke arah penggunaan rasional dan pemikiran karena orang dewasa sudah mampu berpikir terkait apa manfaat kebaikan dari ibadah puasa Ramadan.

Mengajarkan ibadah-ibadah wajib seperti ibadah puasa Ramadan kepada anak-anak merupakan kewajiban setiap orang tua yang tidak bisa ditawar-tawar. Setiap orang tua harus tegas dalam mengajarkan mana ajaran agama yang wajib dan mana yang sunnah. Tetapi ketegasan dalam mendakwahkan ajaran agama Islam kepada anak-anak harus dilakukan dengan penuh kelembutan dan suasana yang menyenangkan. Hal itu karena dunai anak-anak adalah dunia yang penuh kesenangan. Menjadi tugas setiap orang tua untuk mampu mendisain metode dakwah yang menyenangkan untuk mengajarkan ajaran agama Islam kepada anak-anaknya. Semoga kita para orang tua dimudahkan dan dimampukan untuk mengajak anak-anak kita mengenali fitrah kehidupannya sehingga mereka dapat mengenali Tuhannya dan menjalankan perintah-perintah-Nya. Amin. []

           

Gumpang Baru, 29 Februari 2024

 

Sumber Bacaan:

Nurdiarsih, F. (2022, April 10). Tiga Keistimewaan Bulan Ramadhan, Berlimpah Pahala hingga Ampunan. liputan6.com. https://www.liputan6.com/islami/read/4934476/tiga-keistimewaan-bulan-ramadhan-berlimpah-pahala-hingga-ampunan

Saputro, A. N. C. (2023). Spiritualisme Lapar dalam Ibadah Puasa: Mencari Mutiara Hikmah Dibalik Kemuliaan Bulan Ramadan. KBM Indonesia.

Kamis, 01 Februari 2024

LUPA SHOLAT SUNNAH

 


LUPA SHOLAT SUNNAH

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro



Di dalam keluarga kami, sholat menjadi aktivitas yang menjadi pondasi kehidupan berkeluarga. Oleh karena itu, sejak kecil anak-anak sudah kami ajarkan untuk mengerjakan sholat. Pola pendidikan agama yang kami terapkan adalah melalui pemberian contoh nyata dalam tindakan (keteladanan). 


Kami mengajarkan sholat ke anak-anak dengan diawali dengan mengajak anak-anak terlibat dalam aktivitas sholat, yaitu membiasakan mereka melihat orang tuanya sholat. Dengan secara rutin setiap hari melihat orang tuanya mengerjakan sholat, maka sifat alami anak-anak yang senang mengimitasi apa yang dilihatnya akan membuat mereka juga akan melakukannya. 


Anak pertama kami dulu sudah mau rutin mengerjakan sholat fardhu sebelum masuk sekolah TK. Hal itu karena sejak kecil kami mengenalkan ke dia kebiasaan orang tuanya mengerjakan sholat fardhu. Sebelum kami mengajarkan sholat ke dia, terlebih dahulu kami mengenalkan sholat ke dia dengan cara selalu mengusahakan dia melihat orang tuanya sholat. 


Metode yang sama juga kami terapkan untuk putri kecil kami. Dia juga mau rutin ikut sholat fardhu sebelum masuk sekolah TK. Setelah sekolah TK dan mendapat pelajaran tentang sholat di sekolah, putri kecil kami semakin semangat dalam mengerjakan sholat fardhu. Alhamdulillah dia bisa mengerjakan sholat fardhu lima waktu setiap harinya. 


Selain mengajarkan sholat fardhu kepada putra putri kami, kami juga mengajarkan anak-anak kami untuk mengerjakan sholat sunnah rawatib. Untuk mengajarkan sholat sunahunnah rawatib ke anak-anak, kami juga menggunakan metode keteladanan melalui pemberian contoh tindakan nyata dan pembiasaan. 


Sholat sunnah yang rutin kami ajarkan dan biasakan untuk dikerjakan anak-anak adalah sholat sunnah bakda Maghrib, sholat sunnah bakda Isya', sholat witir, dan sholat sunnah bakda Dhuhur. Di manapun kami berada, setelah selesai mengerjakan sholat fardhu, kami dan anak-anak berusaha untuk mengakhiri aktivitas ibadah dengan mengerjakan sholat sunnah. Kebiasaan mengerjakan sholat sunnah secara rutin dan konsisten tersebut menjadikan aktivitas ibadah sholat fardhu terasa kurang ketika belum diikuti dengan sholat sunnah. 


Ada satu kejadian lucu yang dilakukan oleh putri kecil kami beberapa hari yang lalu tapi menyentuh hati kami. Sepulang dari bepergian, saya dan si kecil mengerjakan sholat dhuhur. Selesai sholat, seperti biasanya kami membaca dzikir dan berdoa, baru kemudian mengerjakan sholat sunnah bakda Dhuhur. Saya kurang memperhatikan si kecil di belakang, tapi saya hanya agak heran kok tumben dia sudah melepas mukenanya ketika saya mau berdiri untuk mengerjakan sholat sunnah bakda Dhuhur. Saya berpikiran mungkin dia sudah mengerjakan sholat sunnah bakda Dhuhur ketika saya sedang berdzikir.


Ketika saya baru saja selesai mengerjakan sholat sunah bakda Dhuhur, tiba-tiba si kecil masuk kembali ke ruang mushola dan berkata, "Papi, adek lupa belum sholat dua rakaat lagi". Saya jawab, "Oh ya, kalau begitu adek pakai mukenanya lagi dan sholat dua rakaat ya". Si kecil menjawab, "Iya, tapi papi jangan pergi dulu ya". Akhirnya saya tetap berada di ruang mushola menunggu si kecil selesai mengerjakan sholat sunnah bakda Dhuhur sebanyak dua rakaat. 


Melihat perilaku si kecil tersebut, saya sangat bahagia dan bersyukur sekali karena putri kecil kami telah terbiasa mengerjakan shalat fardhu dan sholat sunah. Dia mengerjakan ibadah sholat dengan senang dan tidak merasa berat melakukannya. Dua teringat belum mengerjakan sholat sunah bakda Dhuhur menunjukkan bahwa aktivitas ibadah sholat telah menjiwai dirinya. Semoga si kecil hatinya selalu tertambat untuk mengerjakan ibadah sholat dan bisa istikamah selamanya. Amin. []


Ruang Tunggu RS UNS, 29 Januari 2024

Selasa, 02 Januari 2024

MEMBAWA MUKENA

 


MEMBAWA MUKENA

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro




Pendidikan karakter religius harus diajarkan sejak anak masih kecil. Melalui latihan dan pembiasaan sejak kecil, anak akan terbiasa mengerjakan kewajiban ibadah. Poin penting dalam mengajarkan pendidikan karakter, khususnya karakter religius adalah pembiasaan dengan melatihkan nilai-nilai karakter baik sehingga anak akan terbiasa melakukan secara refleks dan tidak merasa berat atau bosan melakukannya.

Terkait ibadah sholat, kami mengajarkan kepada putri kecil kami dengan melakukan beberapa tahapan. Tahap pertama adalah kami memfasilitasi putri kecil kami melihat secara langsung keluarganya mengerjakan sholat fardhu setiap hari.

Tahap kedua adalah kami mengajak putri kecil kami untuk ikut sholat, walaupun masih sambil bermain-main. Tahap ketiga adalah kami membelikan putri kecil kami sajadah dan mukena khusus untuk dia dengan memilihkan warna kesukaannya.

Tahap keempat adalah memonitoring pengamalan ibadah dengan cara selalu bertanya sudah sholat atau belum. Tahap kelima adalah melatih membiasakan mengerjakan sholat lima waktu secara rutin setiap hari. Tahap keenam adalah melatihkan anak ikut mengerjakan ibadah sunah dengan rutin memberikan contoh keteladanan.

Hasil dari program pendidikan karakter religius yang kami ajarkan kepada putri kecil kami, sekarang sudah mulai terlihat hasilnya. Kami bahagia sekali dengan kemajuan perilaku yang ditunjukkan oleh putri kecil kami. Putri kecil kami telah menunjukkan perubahan sikap dan perilaku yang sangat positif.

Terkait pengamalan ibadah sholat fardhu, putri kecil kami telah menjadikan ibadah sholat fardhu sebagai aktivitas harian. Dan kami memang terus memonitor aktivitas sholat putri kecil kami. Setiap kali saya pulang dari kampus, saya selalu menanyakan apakah adek sudah sholat atau belum. Terkadang dia jawab belum sholat dan kebetulan saya juga belum sholat, maka kami sholat berjamaah.

Karena putri kecil kami sudah rutin mengerjakan sholat fardhu, maka sekarang kemanapun kami pergi, dia saya sarankan untuk membawa mukena untuk berjaga-jaga jika harus sholat di perjalanan atau di tempat tujuan.

Seperti hari ini, kami akan pergi ke mall terdekat untuk membelikan sabun mandi si kecil yang mau habis. Karena waktu sebentar lagi masuk waktu sholat Dhuhur, maka kami berangkat dari rumah setelah sholat dhuhur. Sebelum berangkat, si kecil bertanya perlu bawa mukena atau tidak. Saya jawab bawa saja untuk jaga-jaga kalau di mall sampai masuk waktu sholat Ashar. Ternyata benar, karena selain beli sabun mandi dan kebutuhan rumah, si kecil juga ingin main di Kids Fun dan makan. Maka kami keluar dari mall sudah masuk waktu Ashar. Si kecil bertanya ke saya, "Papi, kita sholat di sini atau di rumah?" Saya jawab, "Kita sholat di sini saja". Maka kami pun mengambil mukena si kecil dan pergi ke masjid di mall.

Karena istri kebetulan sedang tidak sholat, maka si kecil sholat sendirian di shaf jamaah putri. Istri mengantarnya mengambil air wudhu kemudian mengawasi si kecil sholat sendiri dari luar masjid. Terlihat si kecil dengan tenang mengerjakan sholat Ashar empat rakaat dengan khusyuk. Dia tidak malu atau takut untuk sholat sendirian di masjid.

Demikian proses pendidikan karakter religius yang kami ajarkan ke putri kecil kami sejak dia masih kecil. Melalui pemberian contoh keteladanan dan pembiasaan setiap harinya, sekarang putri kecil kami sudah terbiasa mengerjakan sholat fardhu. Kami bersyukur, program pendidikan karakter religius yang kami jalankan telah mulai menunjukkan hasil yang positif. Kami berharap dan berdoa semoga putri kecil kami tetap istikamah dalam menjalankan ibadahnya. Amin. []


Gumpang Baru, 01 Januari 2024.

Minggu, 31 Desember 2023

MENDAMPINGI SI KECIL LIBURAN SEKOLAH

 


MENDAMPINGI SI KECIL LIBURAN SEKOLAH

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro


Sebentar lagi anak-anak akan kembali masuk sekolah. Liburan akhir semester tinggal beberapa hari lagi. Berkaitan dengan hal ini, maka beberapa hari terakhir ini saya menyempatkan diri untuk mengajak si kecil menikmati liburan dengan mengajaknya pergi ke tempat-tempat wisata yang tidak jauh dari rumah, yaitu masih sekitaran wilayah kabupaten Sukoharjo. 


Mengapa pada liburan sekolah tahun ini saya menyempatkan diri untuk mengajak si kecil pergi ke tempat-tempat wisata? Hal itu dikarenakan selama dua liburan sekolah sebelumnya saya tidak bisa menemaninya untuk menikmati libur sekolah. Jadi dapat dianggap tahun ini saya menyaur utang pergi liburan kepada si kecil. Pada dua kali waktu liburan sekolah, saya hanya bisa menjanjikan nanti akan mengajaknya pergi liburan. 


Liburan sekolah akhir tahun 2022 yang lalu, saya tidak bisa mengajak si kecil liburan karena kondisi saya sedang bed rest pasca operasi penyakit Fistula Ani yang pertama di awal bulan November 2022 yang ternyata gagal dan mempersiapkan diri untuk menjalani operasi kedua tanggal 3 Januari 2023.


Adapun liburan sekolah akhir tahun ajaran bulan Juli 2023, saya juga belum bisa mengajak si kecil liburan karena saya masih menjalani rawat jalan pasca menjalani dua kali tindakan operasi batu ginjal dan tindakan ESWL. Jadi praktis saya belum bisa mendampingi si kecil menikmati liburan sekolahnya karena saya masih fokus pada penyembuhan penyakit batu ginjal saya. 


Setelah sekitar enam bulanan ini kondisi kesehatan saya mulai membaik dan saya bisa merasakan nikmatnya tubuh yang sehat tanpa keluhan rasa sakit yang menyiksa setelah hampir tujuh tahun berteman dengan rasa sakit menyayat akibat sering kambuhnya penyakit Fistula Ani yang saya derita, maka di liburan semester ini saya ingin mendampingi si kecil menikmati liburan sekolahnya. 


Putri kecil kami walaupun masih kecil tapi sudah bisa diajak bicara dan bisa memahami maksud pembicaraan. Dulu saat papinya sakit, dia paham kalau papinya sedang sakit pasca menjalani operasi. Ketika setiap kali perawat datang untuk merawat dan mengganti perban luka operasi papinya, dia selalu ikut mendampingi papinya. Pernah suatu saat ketika maminya sedang repot di dapur, dia menyodorkan tangannya untuk pegangan papinya saat perawat membersihkan luka operasi yang pasti terasa sangat sakitnya. Dia paham kalau setiap perawat membersihkan luka operasi, papinya memegang erat tangan maminya. Maka ketika maminya sedang repot di dapur, dia berinisiatif menggantikan maminya mendampingi papinya dengan menyodorkan tangannya untuk dipegang papinya.  


Demikian pula saat dia memiliki keinginan berlibur ke pantai, dia selalu berkata, "Nanti jika papi sudah sembuh adek diajak liburan ke pantai ya". Atau saat ingin beli mainan, dia akan berkata, "Nanti jika papi sudah punya uang adek dibelikan mainan ya". Ketika beberapa waktu yang lalu dia sakit dan harus rawat inap di RS, saya katakan "Nanti adek disuntik untuk dipasangi selang infus seperti papi waktu sakit, adek harus berani ya". Dan ternyata benar, dia sama sekalu tidak menangis saat disuntik untuk dipasangi selang infus. Perawat RS yang memasang infus sampai heran dan cerita ke saya kalau adek tidak menangis ketika disuntik.


Demikianlah karakter putri kecil kami. Dia sangat memahami kondisi orang tuanya. Dia tidak pernah memaksakan keinginannya harus segera dituruti. Dia tipe anak yang bisa diajak bicara dan mudah memahami maksud yang dibicarakan. Oleh karena itu, di momen akhir-akhir waktu liburan sekolahnya, kami ingin memberikan kesempatan dia untuk berlibur dan bermain sepuasnya dengan mengajak dia pergi ke beberapa tempat wisata yang masih dekat dengan rumah dan biayanya terjangkau. Semoga suatu saat nanti kami diberikan kelonggaran waktu dan rezeki sehingga bisa mengajak si kecil berwisata ke tempat wisata lain yang lebih jauh. Amin. []


Gumpang Baru, 01 Januari 2024

Sabtu, 30 Desember 2023

SETIAP ORANG BISA SUKSES

 


SETIAP ORANG BISA SUKSES

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro



Allah SWT menciptakan manusia dengan membekalinya potensi kemampuan yang berbeda-beda. Bekal potensi kemampuan tersebut dipersiapkan untuk dipergunakan oleh masing-masing individu untuk menaklukkan alam dan menjalani kehidupan. Kemampuan setiap orang dalam mengenali dan memberdayakan potensinya menjadi kompetensi dan keahlian akan berdampak kepada kesuksesan dia dalam menjalani proses kehidupan. 


Karena memiliki potensi kemampuan yang berbeda-beda, maka setiap individu harus dipandang secara diferensiasi. Kita tidak boleh mengganggap bahwa orang lain sama dengan diri kita. Pun demikian, kita juga tidak boleh memaksakan cara dan sudut pandang kita kepada orang lain. Alhasil, kita tidak boleh mengukur kemampuan orang lain dengan standar kemampuan diri kita. 


Dengan menyadari bahwa setiap orang itu memiliki keunikannya masing-masing, maka kita harus mampu bersikap toleransi terhadap adanya perbedaan kemampuan. Misalnya dalam hal kesuksesan, kita tidak boleh memandang bahwa hanya orang-orang yang cerdas atau berpendidikan tinggi saja yang bisa dan berhak sukses. Jika kesuksesan yang dimaksud adalah kesuksesan di bidang akademik, maka pandangan tersebut benar karena orang-orang yang kurang cerdas dan tidak memiliki pendidikan tinggi tidak mungkin bisa meraih kesuksesan di bidang akademik. Tetapi jika yang dimaksud adalah kesuksesan secara umum, maka orang-orang yang kurang cerdas serta berpendidikan rendah pun juga bisa meraih sukses jika mereka tekun berusaha dan tidak mudah menyerah. 


Dikarenakan setiap orang bisa memiliki kemampuan dan keahlian yang berbeda-beda, maka selama masing-masing individu mau menekuni bidang keahliannya secara serius hingga menjadi ahli, maka setiap orang bisa menjadi orang sukses. Kesuksesan itu tidak hanya bergantung pada bakat bawaan lahir, tetapi lebih dipengaruhi oleh ketekunan dalam berusaha. Orang yang memiliki kemampuan pas-pasan, tetapi jika tekun berusaha dan tidak mudah putus asa dalam memperjuangkan cita-citanya, pasti suatu saat nanti juga bisa sukses. 


Seorang guru atau dosen bisa sukses di bidang akademik, tetapi belum tentu bisa sukses di bidang non akademik. Seorang praktisi industri bisa sukses di bidang usaha industri, tapi belum tentu bisa sukses di bidang akademik. Seorang pedagang bisa sukses menjadi eksportir sukses, tapi belum tentu bisa sukses di bidang pertanian. Demikian juga seorang petani bisa sukses menjadi petani sukses, tapi belum tentu bisa sukses di bidang perdagangan. Demikianlah masing-masing orang memiliki bakat dan keahlian yang bisa berbeda-beda, dan mereka itu semua berhak dan bisa sukses di bidangnya masing-masing. 


Mengukur kesuksesan seseorang hendaknya tidak menggunakan parameter di satu bidang keahlian saja. Menilai kehebatan prestasi orang lain hendaknya tidak hanya menggunakan standar bidang keahlian kita sendiri, karena pasti akan terlihat biasa-biasa saja. 


Kita harus menyadari bahwa masing-masing orang memiliki keahliannya masing-masing. Oleh karena itu, apapun capaian prestasi yang diraih seseorang hendaknya kita berikan apresiasi karena ia telah berusaha keras untuk mencapainya. Janganlah kita merendahkan atau meremehkan capaian prestasi orang lain hanya karena kita merasa lebih hebat dan pasti lebih baik dari dia. 


Seseorang yang telah mencapai sebuah prestasi berarti dia telah berjuang keras untuk mewujudkan prestasi tersebut. Orang tersebut tidak mungkin tidak melakukan apa-apa untuk mencapai prestasinya. Prestasi hanyalah simbol dari perjuangan. Maka yang harus kita hargai dan berikan apresiasi adalah semangat perjuangan dia hingga sampai puncak prestasinya.


Mengapresiasi capaian prestasi seseorang pada hakikatnya adalah menghargai hasil perjuangan dia mewujudkan prestasi. Orang yang hebat adalah orang yang mampu menghargai dan mengakui kehebatan orang lain. Orang yang berprestasi pasti mampu mengapresiasi capaian prestasi orang lain. 

 

Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kita harus mampu menghargai capaian prestasi orang lain karena setiap orang adalah ahli di bidangnya masing-masing. Kita harus mencoba belajar menggunakan berbagai cara dan sudut pandang dalam mengukur dan menilai capaian prestasi orang lain. Setiap orang berhak punya prestasi sesuai bidang keahlian dan kemampuan maksimalnya. []


Gumpang Baru, 28 Desember 2023

Kamis, 21 Desember 2023

KEMULIAAN SEORANG IBU DI HADAPAN ALLAH SWT

 


KEMULIAAN SEORANG IBU DI HADAPAN ALLAH SWT

Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

 

Setiap tanggal 22 Desember bangsa Indonesia memperingati Hari Ibu. Ibu kedudukannya dimuliakan dan dihormati sehingga sampai diperingati secara khusus dengan ditetapkannya tanggal 2 Desember sebagai Hari Ibu. Dalam agama Islam pun kedudukan ibu juga dimuliakan, bahkan melebihi kedudukan ayah. Ibu yang pada dasarnya adalah perempuan memiliki kedudukan yang sangat tinggi (mulia) dalam pandangan agama (Allah) maupun dalam pandangan negara (pemerintah). Tetapi ternyata kedudukan yang mulia tersebut tidak serta merta juga dimiliki oleh perempuan yang bukan ibu. Mengapa kedudukan perempuan yang menjadi ibu dan perempuan yang bukan ibu dibedakan? Faktor istimewa apa yang membuat perempuan ibu memperoleh kedudukan yang mulia?

 

Seorang ibu memang juga seorang perempuan. Tetapi seorang perempuan belum tentu seorang ibu. Berarti ada faktor yang membedakan antara perempuan dan ibu. Faktor apakah itu? Menurut pandangan penulis, kedudukan mulia seorang ibu bukan disebabkan oleh karena ia seorang perempuan, melainkan karena peranannya. Hal itu dikarenakan tidak semua perempuan mendapatkan keistimewaan seperti yang diperoleh oleh seorang ibu. Hanya perempuan yang menjadi ibu saja yang memperoleh kedudukan mulia tersebut. Seorang perempuan ketika menjadi ibu (yang artinya telah melahirkan anak dan memeliharanya) ia akan mendapatkan posisi yang mulia di hadapan Allah SWT. Kedudukan atau status mulia tersebut tidak didapatkan oleh perempuan lain yang belum menjadi ibu. Tetapi apakah semua perempuan yang telah melahirkan anak (yang kemudian mendapat status sebagai ibu) otomatis akan mendapatkan kemuliaan tersebut?

 

Menurut pendapat penulis, tidak semua perempuan yang melahirkan anak akan otomatis mendapat kemuliaan di hadapan Allah Swt. Hanya perempuan yang melahirkan anak dan merawat serta mendidiknya menjadi seorang anak yang baik, berakhlak mulia, dan taat beribadah pada Tuhannya yang akan mendapatkan kemuliaan. Sedangkan perempuan yang telah melahirkan anak tetapi ia tidak merawat dengan baik atau bahkan menelantarkan anaknya tidak akan mendapatkan status mulia di hadapan Allah Swt. Status mulia di hadapan Allah Swt didapatkan perempuan bukan hanya Karena ia melahirkan anak, tetapi lebih karena perjuangannya untuk merawat dan membesarkan anaknya dengan penuh curahan kasih sayang sebagai wujud perpanjangan kasih sayang dari Tuhannya karena anak adalah amanah yang tiada ternilai dari sang Maha Penyayang.

 

Beratnya tugas kodrati seorang perempuan yang mengandung tidaklah dipandang sebelah mata oleh Allah SWT. Pengorbanan perempuan saat mengandung tetap dihargai oleh Allah SWT dan akan mendapatkan balasan kebaikan yang berlipat. Sebagai bukti betapa Allah SWT sangat menghargai pengorbanan perempuan yang mengandung adalah adanya hadis yang menyatakan bahwa surga anak di bawah telapak kaki ibu. “Surga di bawah telapak kaki ibu. Siapa yang dikehendaki (diridhai) para ibu, mereka bisa memasukkannya (ke surga); siapa yang dikehendaki (tidak diridhai), mereka bisa mengeluarkannya (dari surga)” (HR. Imam Ahmad, Ibnu Majah, Al-Tirmidzi, Al-Nasai, dan Al-Hakim). Menurut sebagian ulama, maksud dari “surga di bawah telapak kaki ibu” adalah sebagai kiasan karena kita sebagai anak wajib menaati dan berbakti kepada ibu [2,3]. Cara berbakti kepada ibu adalah dengan menghormati, menghargai, dan mendahulukan kepentingannya. Surga di bawah telapak kaki ibu adalah sebagai bentuk kepatuhan dan bakti kepadanya[1]. Menurut ulama lain, maksud hadits ini adalah bahwa patuh dan ridhanya seorang anak kepada ibunya menjadi penyebab masuknya ia ke dalam surga. Sebaliknya, jika seorang anak tidak berbakti kepada ibunya, ia bisa terancam keluar dari surga[2].

 

Juga hadis yang menyatakan bahwa jika ada seorang perempuan yang mengandung dan melahirkan, dan kemudian ia meninggal saat proses melahirkan tersebut, maka ia akan mendapatkan pahala kebaikan seperti halnya seseorang yang mati syahid. Nabi SAW bersabda, “Kesyahidan itu ada tujuh, selain gugur dalam perang, orang yang mati karena keracunan, tenggelam da lam air, terserang virus, terkena lepra, terbakar api, tertimbun bangunan dan perempuan yang meninggal karena melahirkan." (HR Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Hibban). Jadi perempuan yang meninggal karena melahirkan, maka ia mendapatkan kedudukan mulia seperti  seorang yang mati syahid. Di dalam syarah yang ditulis Ibn Hajar al-Asqalani, dijelaskan bahwa ada dua macam kesyahidan yakni syahid dunia akhirat dan syahid akhirat. Terbunuh dalam perang masuk dalam syahid pertama. Sementara itu, perempuan yang syahid seusai melahirkan merupakan syahid akhirat. Karena itu, jenazah sang ibu diperlakukan seperti umumnya orang me ning gal. Dia mesti dimandikan, dikafani, dan dishalati [4]. Lantas, bagaimana dengan para perempuan yang melahirkan dengan selamat? Tentunya mereka juga pasti akan mendapatkan balasan kebaikan yang berlimpah dari Allah SWT. Tidak ada pengorbanan baik yang sia-sia, semuanya akan mendapatkan balasan kebaikan berlipat ganda dari Allah SWT.

 

Kebaikan yang diperoleh perempuan yang melahirkan dengan selamat adalah salah satunya berupa rasa bahagia yang tiada tara ketika melihat anak yang dikandungnya selama sembilan bulan lebih di dalam perutnya. Kebahagian yang dirasakan oleh perempuan yang melahirkan anak tidak akan pernah bisa dirasakan oleh laki-laki. Kebahagiaan jenis inilah yang membuat mengapa perempuan yang melahirkan bahkan rela mengorbankan nyawanya sendiri demi menyelamatkan anaknya yang akan lahir. Para perempuan yang melahirkan anak, mereka tidak takut mati saat proses melahirkan bagaikan seorang mujahid yang siap mati syahid di medan perang demi dapat melahirkan anaknya dengan selamat. Bagi mereka, anaknya dapat terlahir dengan selamat merupakan kebahagiaan yang tiada tara yang tidak dapat tergantikan oleh apapun.

 

Perempuan selalu diidentikan dengan kelembutan, cinta, dan kasih sayang. Bayi yang baru dilahirkan akan sangat membutuhkan sentuhan lembut, hangat, limpahan cinta dan kasih sayang. Kasih sayang yang diberikan oleh seorang ibu dapat diibaratkan seperti kelanjutan dari cinta dan kasih sayang Allah Swt kepada hamba-Nya. Allah Swt sangat mencintai dan menyayangi hamba-hamba-Nya yang juga sangat mencintai dan menyayangi sesama manusia. Jadi fondasi dasar kehidupan adalah rasa cinta dan kasih sayang. Tanpa ada rasa cinta dan kasih sayang, maka keberlanjutan kehidupan ini akan terganggu. Oleh karena itu, setiap orang yang menyebarkan rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia dan makhluk lainnya akan dicintai dan disayangi oleh Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang.

 

Dalam kehidupan ini, apa yang akan diharapkan oleh setiap insan yang terlahir ke dunia selain rasa aman, tenteram, damai, dan sejahtera? Semua rasa tersebut akan terwujud manakala seseorang berada dalam lingkungan kehidupan orang-orang yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang. Orang yang di hatinya tidak memiliki rasa cinta dan kasih sayang mustahil akan mampu mencintai dan menyayangi orang lain dengan sepenuh hati. Seseorang dapat mencintai (= memberikan cinta) orang lain hanya jika ia memiliki rasa cinta dalam hatinya. Seseorang akan dapat mengasihi dan menyayangi (= memberikan kasih dan sayangnya) orang lain hanya jika ia memiliki rasa kasih dan sayang dalam hatinya.

 

Berkaitan dengan sosok seorang ibu, maka hal yang serupa juga berlaku. Seorang perempuan yang melahirkan anak, jika ia tidak memiliki rasa cinta dan kasih sayang kepada anaknya, maka mana mungkin ia akan mencintai dan menyayangi anaknya? Jika ia tidak mencintai dan menyayangi anaknya, maka mustahil ia akan merawat anaknya dengan baik dan mendidik anak dengan sistem pendidikan yang baik dan sesuai jalan yang diridhai Allah Swt. Hanya perempuan yang memiliki rasa cinta dan kasih sayang saja yang akan mampu memberikan rasa cinta dan kasih sayangnya kepada anaknya melalui proses perawatan dan pendidikan yang baik dan dalam balutan rasa cinta dan kasih sayang.

 

Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua perempuan akan mendapatkan status yang mulia di hadapan Allah Swt. Status mulia hanya akan didapatkan oleh para perempuan yang menjadi ibu. Seorang ibu bukan hanya sekadar perempuan yang melahirkan anak, tetapi perempuan yang melahirkan anak dan merawatnya dengan limpahan rasa cinta dan kasih sayang serta mendidiknya dengan sistem pendidikan terbaik agar kelak anaknya dapat menjadi sosok manusia yang baik, berakhlak mulia, bermanfaat bagi sesama, dan taat beribadah kepada Tuhannya.

 

Dalam proses merawat dan mendidik anak-anaknya, para ibu perlu menyediakan lingkungan pendidikan yang baik dan kondusif untuk anak-anaknya. Ibu adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anak-anaknya. Maka seorang ibu harus mampu memberikan pendidikan pertama bagi anak-anaknya melalui pemberian limpahan rasa cinta dan kasih sayang, menyadarkan anak akan kemampuan dan bakat minatnya, memberikan keteladanan dalam bersikap, berperilaku, dan bertutur kata yang baik, serta menanamkan keimanan di hati anak-anaknya agar mereka dapat tumbuh dan berkembang menjadi pribadi-pribadi yang tangguh, kompeten, dan berakhlak mulia. []

 

Surakarta, 11 Desember 2023

 

Referensi

[1] Hadist Surga di Bawah Telapak Kaki Ibu, Ini Penjelasan Maknanya. https://kumparan.com/berita-hari-ini/hadist-surga-di-bawah-telapak-kaki-ibu-ini-penjelasan-maknanya-1wZU7KrXtha.

[2] Surga Ada di Telapak Kaki Ibu, Ini Maknanya dalam Islam. https://www.liputan6.com/hot/read/5231791/surga-ada-di-telapak-kaki-ibu-ini-maknanya-dalam-islam.

[3] Surga di bawah Telapak Kaki Ibu, Benarkah Ada Haditsnya? – detikcom. https://www.detik.com/hikmah/doa-dan-hadits/d-6343737/surga-di-bawah-telapak-kaki-ibu-benarkah-ada-haditsnya.

[4] Syahidnya Ibu yang Melahirkan. https://www.republika.id/posts/41367/syahidnya-ibu-yang-melahirkan.

 

__________________________________________

*Agung Nugroho Catur Saputro adalah Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Peraih juara 1 Nasional lomba penulisan buku pelajaran Kimia SMA/MA di Kementerian Agama RI. Penulis Buku Nonfiksi tersertifikasi BNSP yang telah menerbitkan 100+ judul buku dan memiliki 38 sertifikat hak cipta dari Kemenkumham RI. Beliau dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp: 081329023054, email: anc_saputro@yahoo.co.id, dan website: https://sharing-literasi.blogspot.com.

Postingan Populer