Catatan Inspirasi (120)
Media Berbagi Inspirasi dan Motivasi Seputar Literasi Menulis, Integrasi Sains-Agama, Pembelajaran Kimia, dan Pendidikan
Selasa, 09 Desember 2025
KISAH PERJALANANKU MENJADI PENULIS BUKU
Oleh:
Selasa, 25 November 2025
MENJADI GURU DAN MENGABDI UNTUK NEGERI
Catatan Inspirasi (119)
MENJADI GURU DAN MENGABDI UNTUK NEGERI
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Di hari yang spesial bagi para pendidik di negeri tercinta ini, yakni bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional tanggal 25 November 2025, penulis ingin memutar kembali rekaman memori penulis menjalani profesi sebagai pendidik. Suka, duka, semangat, putus asa, optimis, sedih, bahagia, dan perasaan-perasaan lain telah menemani penulis dalam menjalani profesi sebagai pendidik selama hampir 30 tahun ini. Semuanya berawal dari dan demi keluarga. Bagaimana kisah perjalanan penulis, silakan menyimaknya.
Tahun 1997 penulis adalah seorang siswa kelas 3 di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Surakarta. Berkat perjuangan yang tak mengenal lelah dan gigih dalam belajar, penulis berkesempatan untuk ikut seleksi menjadi mahasiswa baru di Universitas Sebelas Maret (UNS) melalui jalur PMDK alias tanpa tes karena seleksi didasarkan atas nilai raport kelas 1-3. Alhamdulillah, memang selama sekolah di MAN 1 Surakarta, penulis selalu masuk rangking 5 besar di kelas. Dengan modal inilah penulis berkesempatan ikut seleksi PMDK.
Di rumah, berita tentang kesempatan ikut PMDK tersebut penulis beritahukan ke ayah dan kakak tertua penulis. Penulis sampaikan bahwa penulis ingin mengambil jurusan kimia FMIPA UNS. Ayah penulis memberikan kebebasan penulis mengambil jurusan apapun. Tetapi tidak demikian dengan kakak tertua penulis (Dr. Agus Fatuh Widoyo, M.SI), beliau memberikan gambaran tentang prospek lulusan nanti. Kakak tertua penulis waktu itu masih menjalani kuliah di salah satu Sekolah Tinggi Agama Islam swasta di kota Solo.
Kakak tertua penulis menyarankan agar penulis mengambil jurusan keguruan yang nantinya kalau lulus jadi guru. Untuk bidang studinya penulis diperbolehkan tetap memilih kimia. Kakak penulis bahkan memohon ayah agar ikut mendorong penulis memilih jurusan keguruan/pendidikan. Alasan kakak menyarankan penulis masuk FKIP sangatlah sederhana, yakni lulusan FKIP akan jadi guru, sedangkan sekolah ada di mana-mana. Atas dasar asumsi seperti itu, maka diharapkan nanti setelah penulis lulus segera memperoleh pekerjaan sehingga dapat meringankan beban orang tua dan ikut mengangkat derajat orang tua.
Awalnya penulis menolak saran kakak penulis tersebut, tetapi setelah mendengar alasan kakak penulis tersebut dan juga demi memperbaiki kondisi perekonomian keluarga maka akhirnya penulis menerima saran kakak penulis. Penulis akhirnya dalam pengajuan berkas PMDK mengambil jurusan/program studi Pendidikan Kimia FKIP UNS.
Setelah pengumuman bahwa penulis diterima menjadi mahasiswa baru di UNS pada Program Studi Pendidikan Kimia, keluarga ikut senang karena akhirnya ada anggota keluarga yang bisa masuk PTN dan tanpa tes. Para pembaca pasti mengetahui bahwa zaman dulu sudah terkenal kalau masuk ke PTN itu sangat sulit sekali. Banyak yang ikut seleksi UMPTN tetapi gagal. Dulu untuk bisa kuliah di PTN hanya ada dua jalur, yakni jalur tes tulis (UMPTN) dan jalur bebas tes bagi siswa-siswi terbaik di sekolah (PMDK). Termasuk yang ikut senang mendengar kabar kelolosan penulis di PTN adalah guru MTs dan sekaligus kyai penulis yang mengajari ilmu agama Islam. Guru penulis tersebut adalah kyai Drs. KH. QA. Qomaroni, beliau adalah pendiri dan pemilik sekolah MTs Nurul Islam 2 Ngesrep dimana dulu penulis pernah menuntut ilmu. Tentang kekaguman penulis kepada Kyai Qomar (begitu beliau biasa dipanggil) telah penulis abadikan dalam sebuah artikel yang dimuat di buku antologi karya bersama di grup Halaqah Literasi dengan judul AKU, BUKU DAN PERADABAN (Istana Agency, 2018).
Sebagai salah satu alumni terbaik (nilai EBTANAS) di MTs Nurul Islam 2 Ngesrep, prestasi penulis dengan diterima di PTN tanpa tes, sangat diapresiasi oleh Kyai Qomar. Beliau juga meminta penulis untuk ikut memajukan almamater dengan menjadi guru di madrasah yang beliau kelola. Beliau mengatakan kalau bukan alumni sendiri yang ikut membesarkan sekolah, mau siapa lagi. Untuk menghormati beliau dan demi pengabdian pada sekolah almamater, maka permintaan tersebut penulis terima. Maka sejak tahun 1997 penulis menjalani kehidupan sebagai mahasiswa di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS dan sekaligus seorang guru (pendidik) mata pelajaran IPA-Fisika di MTs Nurul Islam 2 Ngesrep. Hari Senin-Sabtu penulis kuliah di UNS, sedangkan hari Ahad penulis menjadi guru di MTs Nurul Islam 2 Ngesrep. Profesi sebagai pendidik (guru) IPA Fisika tersebut penulis jalani selama 5 tahun sampai tahun 2002.
Selama 4,5 tahun (9 semester) penulis menjalani proses pendidikan menjadi calon guru kimia di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan P.MIPA FKIP UNS. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di ekstrakurikuler keorganisasian dan kegiatan ilmiah, tetapi penulis lebih fokus di kegiatan ilmiah. Penulis beberapa kali memenangi lomba karya tulis ilmiah mahasiswa. Selain aktif di kegiatan internal kampus, penulis juga aktif memiliki beberapa aktivitas di luar kampus seperti menjadi guru Taman Pendidikan Al-Qur'an di desa, menjadi guru les private anak SD, menjadi tentor matematika dan kimia di lembaga bimbingan belajar, dan menjadi guru di MTs Nurul Islam 2 Ngesrep.
Penulis memilih mengambil jurusan/program studi Pendidikan Kimia karena penulis menyukai kimia. Menurut penulis, kimia itu unik, menarik, dan banyak mengandung misteri yang perlu dikaji. Sampai sekarang pun penulis masih memiliki ketertarikan yang tinggi terhadap bidang kimia walau telah mengalami pergeseran fokus kajiannya. Kalau dulu penulis tertarik pada kimia secara konten, maka sekarang penulis lebih tertarik mengkaji kimia sebagai media untuk menanamkan sikap dan karakter ke peserta didik.
Ketertarikan penulis ke bidang kimia diawali ketika penulis mengenyam pendidikan kelas 2 di MAN 1 Surakarta. Penulis terinspirasi oleh guru kimia penulis yang mampu mengajarkan kimia-yang banyak orang mengatakan sulit- dengan begitu jelas dan menarik. Dari beliau lah penulis akhirnya tertarik untuk lebih mendalami lagi ilmi kimia di perguruan tinggi. Guru inspirator penulis tersebut adalah Yth. Ibunda Dra. Hj. Rukamtini, M.Si. Kekaguman dan rasa hormat penulis kepada beliau telah penulis abadikan dalam bentuk sebuah artikel yang dimuat di salah satu bab buku solo penulis yang berjudul KIMIA KEHIDUPAN (Deepublish, 2018).
Pengalaman menjadi guru dan mengajar mata pelajaran IPA Fisika di MTs Nurul Islam 2 Ngesrep telah mengubah jalan hidup dan prinsip hidup penulis. Kalau awalnya penulis kuliah di FKIP demi keluarga, maka sejak menjadi guru di sekolah almamater tersebut penulis secara pelan tapi pasti benar-benar menghayati profesi sebagai pendidik (guru). Penulis sudah tidak ingin lagi mendaftar kembali mengikuti tes UMPTN untuk memilih jurusan kimia murni (MIPA). Penulis benar-benar telah jatuh cinta pada profesi pendidik. Ada kebanggaan yang luar biasa dan sulit diungkapkan dengan kata-kata ketika setiap melihat siswa memahami pelajaran (nilai tes bagus).
Dulu saat menuntut ilmu di madrasah ini, penulis memiliki kenangan berkesan terhadap seorang guru. Berkat inspirasi guru tersebutlah penulis mampu memiliki semangat belajar yang tinggi. Kisah berkesan terhadap guru MTs tersebut telah penulis abadikan dalam sebuah artikel yang diterbitkan di buku solo penulis dengan judul MUHASABAH (Kun Fayakun, 2018).
Selama menjalani profesi sebagai pendidik di MTs Nurul Islam 2, penulis banyak memperoleh pengalaman-pengalaman hidup yang berharga. Salah satu pengalaman berkesan penulis ketika berinteraksi dengan peserta didik selama menjadi guru di MTs Nurul Islam 2 Ngesrep telah penulis abadikan dalam sebuah artikel yang dimuat di buku antologi MOTIVASI MENGAJAR PERSPEKTIF DOSEN (CV. Cendekia Global Mandiri, 2019).
Setelah penulis menyelesaikan kuliah S1 di Program Studi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP UNS, penulis mengajukan pengunduran diri dari MTs Nurul Islam 2 Ngesrep karena diterima menjadi guru kimia (sesuai bidang keahlian) di SMA Batik 1 Surakarta. Selama 2,5 tahun penulis menjalani profesi sebagai pendidik (guru) mata pelajaran kimia. Selain mata pelajaran kimia, di SMA Batik 1 Surakarta penulis juga pernah mengajar komputer dan membimbing ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja (KIR). Sebagai pembimbing KIR, penulis telah berhasil membawa kelompok KIR SMA Batik 1 Surakarta berprestasi sebagai juara 2 tingkat regional wilayah Jateng-DIY pada lomba Karya Ilmiah di UNDIP Semarang.
Selama menjadi guru kimia di SMA Batik 1 Surakarta, penulis memiliki pengalaman berkesan ketika tahun pertama mengajar. Pengalaman berkesan mengajar kimia di SMA Batik 1 Surakarta telah penulis abadikan dalam sebuah artikel yang dimuat di buku antologi KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN (Mitra Mandiri Persada, 2018). Ketika menjadi guru di SMA Batik 1 Surakarta, penulis juga pernah menorehkan prestasi sebagai juara 1 pada Lomba Karya Tulis Guru yang diselenggarakan internal sekolah dalam rangka HUT SMA Batik 1 Surakarta.
Selain mengajar di SMA Batik 1 Surakarta, tahun 2002 penulis juga pernah mengajar kimia di SMA Yosodipuro Surakarta (walau hanya tiga bulan). Pengalaman berkesan menjadi guru kimia di SMA Yosodipuro Surakarta terjadi ketika hari pertama mengajar di awal tahun ajaran baru. Waktu itu pukul 07.00 bel sekolah berdering tanda masuk kelas. Penulis pun segera menuju kelas untuk mengajar kimia. Sampai di kelas ternyata masih sangat sepi, belum ada satupun siswa yang hadir. Akhirnya penulis menunggu di depan kelas sampai mendekati pukul 07.30 barulah ada satu demi satu siswa yang datang masuk kelas. Apakah penulis lantas marah-marah ke siswa? Tidak, penulis tidak memarahi siswa karena penulis memahami kondisi para siswa tersebut. Mereka mau datang ke sekolah saja sudah untung, maka mereka perlu mendapat perhatian lebih.
Sebagai guru baru di sekolah tersebut, di minggu-minggu awal tahun ajaran penulis lebih banyak menghabiskan waktu pelajaran untuk berinteraksi dan mengenal para siswa. Penulis percaya bahwa jika penulis mampu mencuri hati dan perhatian para siswa, maka mereka selanjutnya akan lebih mudah memahami pelajaran yang saya berikan. Walaupun waktu itu penulis seorang sarjana yang fresh graduate yang biasanya masih idealis, tetapi penulis sudah berpengalaman mendidik anak-anak di kampung selama lima tahun. Penulis tahu bagaimana mengajar anak-anak yang kurang mendapat perhatian di rumahnya.
Tahun 2004 penulis mengikuti tes seleksi CPNS sebagai calon dosen di UNS. Alhamdulillah penulis lolos seleksi sehingga sejak 2005 hingga sekarang penulis menjalani profesi sebagai pendidik (dosen) di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis menikmati sekali proses pengabdian sebagai pendidik di perguruan tinggi.
Ketika awal-awal menjadi dosen baru, penulis pernah mendapat penghargaan dari Rektor UNS sebagai pembimbing PKM di ajang PIMNAS dengan perolehan medali emas. Ketika menempuh pendidikan S2, penulis pernah meraih juara 1 nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA untuk MA/SMA di Departemen (Kementerian) Agama RI (2007). Dan saat menempuh pendidikan S3, penulis pernah mendapatkan penghargaan "Inovasi dan P2M Award LPPM UNS tahun 2022" Peringkat ke-2 kategori Lektor bidang Sainstek dari Rektor Universitas Sebelas Maret.
Terdapat beberapa pengalaman berharga ketika mengajar di kelas maupun ketika membimbing mahasiswa. Pengalaman-pengalaman selama menjadi dosen sebagian sudah penulis abadikan dalam bentuk artikel yang dimuat di beberapa buku solo penulis yaitu MUHASABAH (Kun Fayakun, 2018), RENUNGAN KEHIDUPAN (Intishar, 2018), KETIKA MENULIS MENJADI SEBUAH KLANGENAN (Tsaqiva, 2018) dan KIMIA KEHIDUPAN (Deepublish, 2018).
Demikian kisah singkat perjalanan penulis mengabdikan diri sebagai pendidik dari mendidik anak-anak TK (menjadi guru TPA), mengajar anak SD (menjadi guru les privat), mendidik anak MTs (menjadi guru IPA Fisika), mendidik anak SMA (menjadi guru kimia) dan mendidik mahasiswa (menjadi dosen). Semua perjalanan panjang selama 28 tahun tersebut penulis jalani dengan enjoy dan dijiwai semangat mengabdi untuk ikut berkontribusi mencerdaskan bangsa. Semoga niat baik penulis ini diridhai Allah Swt. Aamiin.
Selamat Hari Guru Nasional, 25 November 2025
_____________________________
*) Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS)
*) Peraih Juara 1 Nasional bidang Kimia pada Lomba Penulisan Buku Pelajaran MIPA untuk MA/SMA di Kementerian Agama RI (2007)
*) Penulis 125 judul buku (buku tunggal dan kolaborasi) dan pemilik 49 sertifikat hak cipta dari Kemenkumham RI.
Senin, 10 November 2025
MENGENAL SOSOK PAHLAWAN KEHIDUPAN
Catatan Inspirasi (112)
MENGENAL SOSOK PAHLAWAN KEHIDUPAN
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Setiap tanggal 10 November, kita -bangsa Indonesia- memperingati Hari Pahlawan Nasional. Mengapa hari pahlawan penting kita peringati? Dan mengapa pahlawan perlu diberikan penghormatan berupa peringatan hari pahlawan? Tentu kita semua mengetahui bahwa bangsa Indonesia tidak akan bisa merdeka tanpa perjuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa yang telah rela dan ikhlas gugur di medan perang demi mewujudkan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Para pahlawan yang telah gugur di medan perang tersebut mungkin tidak pernah memikirkan apakah suatu saat nanti diberikan gelar pahlawan atau tidak. Mereka dulu mungkin yang dipikirkan hanyalah bagaimana dapat mendarmabaktikan hidupnya untuk memerdekakan bangsanya yang telah ratusan tahun dijajah oleh bangsa asing. Mereka mungkin dulu tidak pernah memikirkan apakah perjuangan mereka akan berhasil atau tidak, tetapi yang pasti mereka telah ikut berkontribusi dalam upaya memerdekakan bangsanya sendiri dari penjajahan bangsa lain. Kebanggaan dalam hidup mereka adalah ketika dapat berguna bagi bangsanya.
Para pahlawan dalam berjuang merebut kemerdekaan bangsa Indonesia mungkin tidak berpikir apa yang akan mereka dapatkan jika bangsanya telah merdeka. Mereka mungkin tidak memikirkan apakah di kemudian hari mereka akan memperoleh piagam penghargaan sebagai pahlawan nasional. Mereka dulu mungkin juga tidak memikirkan apakah setelah Indonesia nanti merdeka, hidup mereka akan lebih baik? Mereka mungkin hanya berpikir bagaimana caranya bangsa Indonesia terbebas dari penjajahan bangsa lain. Mereka mungkin hanya berpikir bahwa jika bangsa Indonesia merdeka, mereka dapat menjalani kehidupan dengan tenang, damai, dan tenteram. Mereka dulu mungkin hanya berpikir bahwa jika bangsa Indonesia merdeka, mereka dapat menjalankan ibadahnya dengan tenang dan tanpa gangguan.
Lantas, sekarang bagaimana dengan kita yang hidup di zaman ketika bangsa Indonesia telah merdeka. Bagaimana dengan kita yang sejak dilahirkan tidak merasakan peperangan merebut kemerdekaan? Bagaimana dengan kita yang sejak melihat dunia ini tidak pernah merasakan kejam dan pedihnya penjajahan. Akankah kita masih tidak mensyukuri nikmat kemerdekaan ini? Akankah kita masih berpikir bahwa kemerdekaan itu tidak memerlukan perjuangan? Akankah kita masih mempertanyakan mengapa bangsa Indonesia harus memperingati hari pahlawan nasional?
Sebagai orang yang telah menikmati rasa kebebasan dan kemerdekaan hasil perjuangan para pahlawan bangsa, kita hendaknya mensyukuri nikmat kemerdekaan ini dengan memberikan kontribusi positif bagi bangsa Indonesia. Rasa syukur kita atas nikmat kemerdekaan ini kita wujudkan dalam bentuk berkarya dan berinovasi yang mendukung kemajuan bangsa Indonesia. Apapun profesi yang kita jalani, seyogyanya dapat kita pergunakan untuk memberikan kontribusi positif bagi bangsa Indonesia. Kita harus selalu berprinsip bahwa dalam kehidupan ini apa yang telah kita berikan untuk bangsa Indonesia, bukan malah sebaliknya apa yang telah diberikan bangsa Indonesia ke kita. Kita harus menyadari bahwa kita dapat menikmati kemerdekaan sejak lahir tanpa harus berjuang dulu untuk meraih kemerdekaan. Oleh karena itu, tugas kita hanyalah bagaimana cara kita membalas budi jasa para pahlawan bangsa dengan mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia dengan aktivitas-aktivitas yang positif dan menciptakan kreasi dan inovasi untuk turut serta memajukan bangsa Indonesia.
Dalam lingkup kenegaraan, kita memiliki banyak pahlawan nasional yang telah gugur di medan perang melawan penjajah untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari belenggu penjajahan. Sedangkan dalam lingkup personal, setiap orang pasti juga memiliki sosok pahlawan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupannya. Setiap tahap kehidupan yang sudah kita jalani, kita pasti mempunyai sosok seseorang yang menjadi pahlawan. Jika kita melihat pada Kamus Besar Bahasa Indonesia daring, maka pengertian pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Jika merujuk pengertian pahlawan menurut KBBI tersebut, maka dapat kita pahami bahwa pahlawan itu tidak hanya para pahlawan nasional yang diakui negara. Pahlawan tidak terbatas pada orang yang gugur di medan perang merebut kemerdekaan RI. Pengertian pahlawan dalam konteks personal lebih luas lagi.
Merujuk pada pengertian pahlawan menurut KBBI di atas, maka setiap orang pasti memiliki sosok pahlawan yang sangat berjasa pada kehidupannya. Sosok pahlawan tersebut telah berkorban sangat banyak demi kepentingan orang lain. Pahlawan tersebut rela menomorduakan kebutuhan dan keinginan pribadinya demi mendahulukan kepentingan orang lain. Siapakah sosok pahlawan kehidupan tersebut? Siapakah seseorang yang telah mengabdikan sebagian besar hidupnya hanya demi kepentingan orang yang ditolongnya? Bagaimana kita seharusnya memperlakukan sosok pahlawan kehidupan tersebut? Bagaimana cara kita mengenali sosok pahlawan kehidupan kita?
Untuk mengenali siapakah sosok pahlawan kehidupan kita, langkahnya adalah pikirkan dan renungkan siapakah orang yang sangat berjasa terhadap kehidupan kita? Siapakah orang yang paling banyak berkorban untuk kepentingan hidup kita? Mungkin ada yang berpendapat bahwa orang yang paling berjasa dan paling banyak pengorbanannya untuk kehidupannya adalah orang tuanya. Pendapat ini bisa tepat dan bisa pula kurang tepat. Mengapa? Karena tidak semua orang beruntung memiliki sosok orang tua yang sangat peduli dengan kehidupan anaknya. Terjadinya kasus bayi dibuang membuktikan bahwa orang tua belum tentu menjadi sosok pahlawan kehidupan. Bagi orang-orang yang mengalami nasib kurang beruntung tersebut, bisa jadi sosok yang menjadi pahlawan kehidupannya adalah orang tua angkatnya atau siapapun yang telah menolongnya dan merawatnya dengan limpahan rasa cinta dan kasih sayang hingga ia dewasa.
Apakah pahlawan kehidupan bagi setiap orang itu hanya satu orang saja? Tidak ada batasan jumlah sosok pahlawan kehidupan. Siapapun yang menurut pertimbangan kita telah sangat berjasa dan melakukan pengorbanan yang sangat besar bagi perjalanan hidup kita, maka orang-orang tersebut yang mungkin lebih dari seorang merupakan sosok pahlawan kehidupan kita. Kepada orang-orang tersebut yang telah mengorbankan sebagian besar hidupnya untuk kelangsungan hidup kita, maka kita hendaknya memperlakukan mereka dengan sangat baik dan terhormat. Mereka layak mendapatkan penghormatan tertinggi kita atas dedikasinya dalam membentuk kehidupan kita. Kita layak menempatkan mereka di posisi tinggi dan terhormat dalam kehidupan kita.
Bagi penulis pribadi, yang menjadi sosok pahlawan dalam kehidupan adalah orang tua penulis sendiri. Dalam perjalanan kehidupan penulis, dalam perjalanan karier penulis, tidak ada sosok yang paling berkorban demi penulis selain kedua orang tua. Selama meniti karier pekerjaan, penulis merasa tidak pernah meminta tolong atau mendapatkan bantuan dari orang lain. Semua jenjang karier yang penulis jalani sampai sekarang karena kompetensi penulis, bulan karena jasa orang lain. Makanya sampai saat ini, penulis tidak merasa mempunyai utang jasa kepada orang lain. Dalam bekerja, penulis merasa bebas dari ikatan jasa orang lain. Dampaknya adalah penulis enjoy dalam melakukan tugas-tugas pekerjaan tanpa mengkhawatirkan apapun dan siapapun.
Bagi penulis, kedua orang tua penulis adalah sosok pahlawan karena merekalah penulis bisa meraih capaian seperti sekarang ini. Karena ajaran nilai-nilai kehidupan yang mereka praktikkan langsung dalam kehidupan berkeluarga sehari-hari, maka penulis mengerti dan memahami apa itu arti perjuangan, apa itu arti keluarga, apa itu arti kebaikan, dan apa itu arti kehidupan. Orang tua penulis tidak pernah mengenyam pendidikan tinggi, tetapi mereka bersemangat menyekolahkan anak-anaknya sampai perguruan tinggi. Walau untuk hidup sehari-hari saja masih sering kekurangan, tetapi mereka bertekad anak-anaknya harus melanjutkan kuliah, masalah biaya itu nanti saja dipikir. Yang penting anak-anaknya bisa melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi.
Karena tekad dan keteguhan niat orang tua untuk menyekolahkan anak-anaknya hingga sarjana, maka kami (anak-anak) juga berusaha meringankan beban orang tua dalam hal biaya kuliah. Penulis sendiri berusaha menjalani proses belajar di perguruan tinggi dengan serius dan harus mendapatkan prestasi yang baik. Alhamdulillah, karena serius dalam belajar maka penulis memperoleh nilai IPK yang cukup tinggi sehingga akhirnya mendapatkan beasiswa. Penulis pernah memperoleh dua jenis beasiswa, yaitu satu tahun beasiswa Supersemar dan satu tahun beasiswa kerja mahasiswa. Dari uang beasiswa tersebut, Alhamdulillah penulis mampu membiayai sebagian biaya kuliah dan keperluan tugas akhir skripsi, sehingga penulis tidak pernah meminta uang kepada orang tua untuk biaya penelitian skripsi. Untuk biaya wisuda pun penulis juga hanya meminta sebagian saja kepada orang tua, sisanya penulis biayai sendiri. Selain dapat beasiswa selama dua tahun, penulis ketika kuliah S1 juga telah nyambi bekerja yaitu mengajar di MTs di desa sehingga penulis mempunyai pendapatan sendiri walau kecil.
Ada kejadian yang cukup menarik tentang pendidikan yang dijalankan orang tua untuk anak-anaknya. Sejak penulis sekolah tingkat SMA ke kota, penulis mulai dapat uang saku sebulan sekali, yaitu di awal bulan bersamaan dengan uang SPP. Sampai ketika kuliah S1 penulis tetap setiap bulannya mendapat uang saku yang masih diberikan sekali sebulan di awal bulan. Setelah wisuda bulan Maret, penulis tidak mempunyai firasat apa-apa. Penulis mengira semua akan tetap sama seperti saat belum wisuda. Tetapi ketika masuk bulan April, orang tua tidak memberikan uang saku lagi. Orang tua juga tidak mengatakan apa-apa kepada penulis kalau akan menghentikan pemberian uang saku bulanan, dan penulis pun juga tidak pernah menanyakan kepada orang tua. Penulis hanya menduga, mungkin karena sudah wisuda dan menjadi sarjana, maka sudah waktunya penulis harus mencari uang sendiri.
Orang tua penulis juga tidak pernah menyuruh penulis untuk segera melamar pekerjaan atau mencarikan informasi lowongan pekerjaan. Setelah acara wisuda seolah-olah kehidupan kembali seperti biasanya. Orang tua kembali dengan aktivitas seperti biasanya dan penulis sendiri juga kembali sibuk dengan aktivitas sendiri. Jadi seakan-akan orang tua sudah tidak peduli lagi dengan kelanjutan kehidupan penulis, padahal sebenarnya adalah oang tua justru menyerahkan sepenuhnya kepada penulis apa yang sebaiknya penulis lakukan. Orang tua memberikan kepercayaan dan tanggung jawab besar kepada penulis untuk berusaha sendiri dan menggunakan bekal ilmu yang diperoleh selama kuliah untuk mencari pekerjaan.
Menyadari keinginan dan maksud orang tua agar penulis mampu hidup mandiri, maka penulis segera membuat beberapa surat lamaran pekerjaan dan mengirimkan ke beberapa sekolah atau lembaga pendidikan. Setelah wisuda penulis tetap setiap hari Ahad mengajar di MTs, sekolah almamater penulis. Selama rentang waktu menunggu kabar surat lamaran, penulis menyibukkan diri dengan aktivitas literasi yaitu membaca dan menulis. Hingga akhirnya tiga bulan kemudian satu persatu datang surat panggilan wawancara dari salah satu sekolah yang dulu penulis pernah memasukkan surat lamaran kerja. Setelah itu datang lagi beberapa tawaran untuk mengajar di beberapa sekolah. Hingga kalau penulis hitung, waktu itu total ada 5 kesempatan dan/atau tawaran bekerja dari beberapa sekolah. Dari 5 kesempatan tersebut, penulis hanya mengambil 2 kesempatan yang kemudian hari akhirnya penulis hanya mengambil 1 kesempatan saja bekerja sebagai guru kimia di SMA swasta di Solo.
Demikian cerita singkat tentang sosok pahlawan dalam kehidupan penulis yang tidak lain adalah orang tua penulis sendiri. Orang tua penulis memiliki gaya mendidik yang unik, yaitu menciptakan suasana yang demokratis dalam keluarga dan anak diberikan kesempatan dan tanggung jawab sendiri untuk mengembangkan diri potensi yang dimilikinya dan merancang masa depannya sendiri. Orang tua hanya membantu biaya pendidikan sampai lulus sarjana, setelah itu anak diberikan tanggung jawab untuk menyiapkan dan merencanakan masa depannya sendiri dengan mencari pekerjaan yang disukai sesuai bidang keahlian yang dimiliki. Semoga catatan sederhana ini bermanfaat dan dapat menginspirasi para pembaca yang budiman. Amin. []
Jumat, 07 November 2025
SI KECIL ICHA MENULIS BUKU
Catatan Inspirasi (110)
SI KECIL ICHA MENULIS BUKU
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Di kehidupan keluarga, saya berusaha mendekatkan anak-anak dengan buku sejak mereka masih kecil. Makanya di rumah saya membuatkan perpustakaan keluarga yang berisi banyak buku berbagai genre. Harapan saya adalah anak-anak dapat suka membaca buku. Dan bahkan tertarik untuk menulis buku.
Usaha saya untuk membuat anak pertama menyukai buku ternyata kurang berhasil. Si kakak ternyata kurang menyukai buku. Dia lebih suka belajar dengan cara menonton video di YouTube. Dia juga lebih suka melakukan aktivitas berkaitan editing video. Oleh karena itu, sekarang dia melanjutkan kuliah di jurusan TV dan Perfilman di kampus ISI Surakarta. Walaupun bidang studi yang ditekuni si kakak tidak berkaitan dengan sains yang menjadi bidang keahlian papinya, saya tetap mendukung pilihannya dan selalu memotivasi dia agar bisa berprestasi.
Tidak berputus asa dengan pilihan si kakak yang tidak sesuai harapan, hal yang sama saya lakukan kepada si kecil Icha. Sejak kecil saya mendekatkan dia dengan buku. Saya belikan buku-buku cerita anak-anak untuk dia. Sejak kecil saya ajak si kecil Icha untuk melihat-lihat buku cerita bergambar.
Sekarang si kecil Icha sudah duduk di bangku SD kelas 2. Dia sudah cukup lancar dalam membaca buku. Dan dia mulai menunjukkan ketertarikannya pada buku. Dia mulai senang membaca buku. Dan dia juga mulai senang mengoleksi buku.
Beberapa waktu lalu, si kecil Icha melihat-lihat koleksi buku papinya yang berjejer ternyata rapi di rak-rak buku. Dan dia menemukan beberapa buku cerita anak-anak. Dia tertarik ingin memiliki buku-buku tersebut dan meminta izin papinya untuk memindahkan buku-buku tersebut ke kamarnya sendiri. Setelah saya izinkan dan perbolehkan untuk memindahkan buku-buku tersebut ke kamar, dia tampak senang sekali. Sore itu si kecil Icha memindahkan sekitar seratusan judul buku ke kamarnya. Papinya membantunya menata buku-buku tersebut di rak meja belajarnya.
Hari berikutnya si kecil Icha kembali melihat-lihat dan membuka-buka buku koleksi papinya. Ternyata dia belum puas memiliki seratusan judul buku. Memang di hari sebelumnya dia belum selesai mengecek semua rak buku papinya. Akhirnya hari itu si kecil Icha kembali memindahkan seratusan judul buku ke kamarnya. Papinya kembali membantu menata koleksi buku-buku si kecil Icha.
Setiap hari si kecil Icha membuka buku-buku yang masih terbungkus plastik dan membacanya. Dia mulai senang membaca buku-buku baru. Ketika membaca buku, tidak lupa saya tunjukan profil penulisnya. Dia baru tahu ternyata buku yang dibacanya adalah karya anak SD. Dari kejadian tersebut akhirnya dia juga ingin bisa menulis buku.
Sore kemarin, si kecil Icha mulai belajar menulis cerita. Dia berkata mau menulis buku yang tebalnya 205 halaman ☺️. Awalnya dia berkata, "Adek bingung bagaimana cara menulisnya karena adek belum bisa mengetik dengan komputer". Lalu saya jawab, "Adek menulis di buku saja dulu, nanti papi dan mami yang mengetiknya di komputer". Maka sore itu, si kecil Icha sibuk menulis cerita pertamanya yang berjudul "Susu yang enak dan segar". Tidak lupa ia membuat gambar ilustrasi untuk tulisan cerita pertamanya tersebut.
Selamat menulis bukunya ya dek Icha. Terus semangat membaca dan menulis buku. Membaca buku akan membuat kita mengenal dunia. Tetapi menulis buku akan membuat kita dikenal dunia. Sukses selalu dek Icha. Doa papi dan mami selalu menyertaimu. We love you so much 😍
Gumpang Baru, 08 November 2025
Minggu, 02 November 2025
ANAK SEBAGAI AMANAH, BUKAN INVESTASI
Catatan Inspirasi (107)
Sabtu, 01 November 2025
SANTRI, LITERASI, DAN TRADISI MENULIS
SANTRI, LITERASI, DAN TRADISI MENULIS
Oleh:
Dr. Agung
Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Santri dan Pondok
Pesantren
Setiap tanggal 22
Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Peringatan Hari Santri
Nasional (HSN) menjadi momentum penting untuk mengingatkan bangsa Indonesia
tentang peran penting dan jasa-jasa para santri dalam ikut berjuang untuk mendirikan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banyak tokoh-tokoh nasional pendiri bangsa
Indonesia yang memiliki latar belakang seorang santri. Oleh karena itu,
keberadaan bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari keberadaan santri dan
pondok pesantren.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata 'santri' setidaknya mengandung dua
makna. Arti pertama, santri adalah orang yang mendalami agama Islam, dan
pemaknaan kedua santri adalah orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh atau
orang yang saleh. Istilah santri selama ini digunakan untuk menyebut
orang-orang yang sedang atau pernah memperdalam ajaran agama Islam di pondok
pesantren (Nasir, 2024).
Santri dapat dimaknai secara
makna sempit maupun makna luas. Dalam makna sempit, santri merujuk kepada
orang-orang yang menuntut ilmu agama dan tinggal di pesantren. Namun, apabila
dimaknai lebih luas, santri tidak selalu merujuk kepada mereka yang tinggal di
lingkungan pesantren. Siapa saja yang menjalankan ilmu agama Islam maka dapat juga
disebut sebagai santri. Pada intinya, santri yang belajar di lingkungan
pesantren maupun tidak tetap dipandang sebagai orang yang memiliki pengetahuan
agama lebih dan taat menjalankannya (Kasim, 2023).
Santri identik dengan
pondok pesantren. Santri adalah julukan yang diberikan kepada seseorang yang
belajar agama Islam di pondok pesantren. Santri diidentikan dengan ciri-ciri
bersarung dan memakai kopiah bagi santri laki-laki dan berjilbab bagi santri
perempuan atau santriwati. Jadi santri adalah orang yang tinggal atau mondok di
pondok pesantren untuk khusus mempelajari ilmu-ilmu agama Islam.
Pondok pesantren dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pondok pesantren salafi dan pondok
pesantren modern. Apa perbedaan dari kedua jenis pondok pesantren tersebut?
Pondok pesantren salafi atau sering disebut pondok pesantren tradisional adalah
jenis pondok pesantren yang penyelenggaraan proses belajar mengajarnya
dilakukan secara tradisional. Kurikulum pendidikan di pondok pesantren salafi
hanya khusus mengkaji ilmu agama Islam. Adapun pondok pesantren modern telah
menerapkan metode-metode pembelajaran modern dalam proses pembelajaran dan
kurikulum pendidikannya juga telah memasukkan mata pelajaran umum selain tetap
mempelajari ilmu-ilmu agama Islam. Di pondok pesantren modern, para santri
dibekali dengan ilmu agama Islam dan juga ilmu pengetahuan umum seperti sains,
teknik, humaniora.
Tradisi
Menulis di Pondok Pesantren
Sistem pendidikan di
pondok pesantren telah memfasilitasi aktivitas menulis bagi para santrinya.
Para santri yang belajar ilmu agama Islam di pondok pesantren setiap hari
dilatih untuk belajar menulis. Aktivitas literasi terkait menulis
terimplementasi dalam aktivitas belajar saat santri mengkaji kitab.
Saat mengkaji sebuah
kitab, ustadz membacakan arti terjemahan setiap kata dalam kitab dan
menjelaskan maknanya. Para santri mendengarkan penjelasan gurunya sambil
menuliskan arti setiap kata di kitabnya. Ketika belajar mengkaji kitab-kitab
agama Islam, santri juga membawa kitabnya. Jadi dalam proses pembelajarannya
terjadi aktivitas aktif, tidak pasif. Santri tidak hanya mendengarkan penjelasn
gurunya saja, tetapi mereka juga dituntut aktif untuk menuliskan penjelasan
gurunya di kitab sendiri. Kemampuan mendengarkan dan menulis sekaligus ini
bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Perlu konsentrasi yang tinggi dan
kecepatan yang tinggi dalam menuliskan penjelasan guru di kitab santri.
Aktivitas mengkaji
kitab-kitab agama Islam di pondok pesantren (biasanya disebut kitab kuning)
merupakan aktivitas yang berkaitan dengan literasi. Santri dituntut mampu
membaca, memahami, dan menulis kitab. Aktivitas membaca dan menulis secara
aktif tersebut mendorong para santri menjadi terbiasa untuk menulis. Dampaknya
adalah banyak para santri yang akhirnya menjadi penulis-penulis yang hebat. Banyak
para pemikir dan penulis buku-buku yang ternyata berlatar belakang santri
pondok pesantren.
Tradisi literasi di
sistem pendidikan pondok pesantren yang telah berlangsung bertahun-tahun sejak berdirinya
pondok pesantren di Indonesia telah melahirkan tokoh-tokoh penting pendiri
bangsa Indonesia. Para tokoh-tokoh nasional yang berlatar belakang pendidikan
pondok pesantren tersebut menampakan kemampuan yang tinggi berkaitan dengan
dunia literasi. Para tokoh-tokoh pendiri bangsa Indonesia tersebut umumnya
adalah sosok-sosok pembaca ulung dan penulis buku yang produktif. Gagasan-gagasan
pemikiran tentang model penyelenggaraan negara Indonesia dapat mudah ditemukan
dalam buku-buku karya para pahlawan bangsa Indonesia.
Beberapa
tokoh pahlawan nasional yang berlatar belakang santri adalah:
a.
KH Hasyim Asy'ari: Pendiri
Nahdlatul Ulama (NU) yang mengeluarkan Resolusi Jihad untuk mempertahankan
kemerdekaan.
b.
KH Ahmad Dahlan: Pendiri
Muhammadiyah yang berperan penting dalam pendidikan dan gerakan Islam
modern.
c.
Pangeran Diponegoro: Memiliki
latar belakang santri yang erat dengan ulama dan pernah belajar di pondok
pesantren.
d.
KH Wahid Hasyim: Putra
KH Hasyim Asy'ari, seorang anggota BPUPKI dan PPKI, serta pelopor masuknya ilmu
pengetahuan ke dunia pesantren.
e.
KH Zainal Arifin: Tokoh
Hizbullah yang pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri.
f.
KH Zainal Mustafa: Penggagas
pemberontakan di Singaparna dan Wakil Rais Syuriyah NU.
g.
KH Noer Ali: Dikenal
sebagai simbol keberanian dan perjuangan di Bekasi.
h.
Agus Salim: Seorang
diplomat dan politikus yang juga dikenal sebagai seorang santri yang
cerdas.
i.
Buya Hamka: Seorang
ulama dan sastrawan terkemuka dengan pendidikan agama yang mendalam. (Yulianti, 2025)
Peranan
Santri di Era Digital
Perubahan
zaman menjadi era digital seperti sekarang ini telah berdampak pada adanya
tuntutan dunia pondok pesantren untuk menyesuaikan muatan pendidikannya. Pondok
pesantren di era digital ini harus mau mengubah metode dan orientasi system
pendidikannya. Para santri selain diajarkan dengan ilmu-ilmu agama Islam
melalui mengkaji kitab-kitab agama Islam klasik hasil karya ulama-ulama
terdahulu, juga harus dibekali dengan kemampuan dan keterampilan abad 21. Kemampuan
dan keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, kreatif, analitis,
kolaboratif, dan berkomunikasi harus diajarkan kepada para santri.
Tantangan
ke depan untuk para santri di pondok pesantren adalah bagaimana mereka nantinya
dituntut untuk mampu mengimplementasikan pengetahuan ilmu agamanya ke dalam
kehidupan bermasyarakat. Para santri diharapkan mampu membumikan ilmu agama
sebagai solusi permasalahan di masyarakat dengan pendekatan yang humanis dan
logis. Menjadi tugas bagi para santri untuk mendekatkan masyarakat dengan
nilai-nilai religius.
Di zaman ketika
kemuliaan nilai-nilai spiritualisme sudah mulai pudar dan ditinggalkan
orang-orang era modern ini, maka para santri alumni pondok pesantren diharapkan
mampu memberikan kontribusi positifnya dalam menyadarkan masyarakat kepada
pentingnya nilai-nilai spiritual dalam mendukung berlangsung kehidupan. Manusia
adalah makhluk sempurna yang mengandung komponen jasmani dan rohani. Maka di
samping perlu pemenuhan kebutuhan fisik jasmani, manusia juga membutuhkan
dipenuhinya kebutuhan psikis rohani, seperti ketenangan, ketenteraman, kedamaian,
dll. Melalui strategi dan pendekatan yang tepat yang tidak ada kecenderungan
memaksa dan menggurui, maka masyarakat kemungkinan besar bisa tersadarkan
kembali untuk kembali kepada nilai-nilai spiritual.
Di era digital seperti
sekarang ini, menuntut para santri juga menyesuaikan dalam memdesain metode dan
strategi dakwahnya. Santri era digital juga harus mengambil peran aktif dalam menyediakan
konten-konten dakwah yang dapat diterima dan diakses oleh semua kalangan
netizen. Konten-konten dakwah yang mengedepankan humanisme dan toleransi dalam beragama
perlu diperbanyak. Hal ini agar misi dakwah yang santun, adem, damai, dan menentramkan
dapat terlaksana. Para santri diharapkan mampu menghasilkan karya-karya tulis seputar
dakwah Islam yang damai dan menyejukkan yang dapat diakses secara bebas oleh
semua orang di berbagai penjuru dunia. []
Referensi:
Kasim, Y. U.
(2023, Oktober). Apa Arti Kata Santri? Ternyata Punya Makna yang Luas.
https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6995453/apa-arti-kata-santri-ternyata-punya-makna-yang-luas
Nasir, M. F.
(2024, Oktober). Memaknai Kata Santri. NU Online.
https://jatim.nu.or.id/opini/memaknai-kata-santri-8bBoD
Yulianti, T. E.
(2025, Oktober). 10 Santri yang Jadi Pahlawan dan Tokoh Nasional, Dari
Pesantren untuk Indonesia. detikjabar.
https://www.detik.com/jabar/jabar-gaskeun/d-8171486/10-santri-yang-jadi-pahlawan-dan-tokoh-nasional-dari-pesantren-untuk-indonesia
Postingan Populer
-
Oleh : Agung Nugroho Catur Saputro Manusia adalah makhluk yang mendapatkan karunia keistimewaan dari Allah swt. Keistimewaan te...
-
Catatan Kehidupan (79) BERBUAT SALAH DAN MEMINTA MAAF Oleh: Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. Setiap orang pasti pernah melakukan kesal...
-
Sumber gambar : Dokumen pribadi penulis Oleh : Agung Nugroho Catur Saputro Beberapa bulan yang lalu saya mengikuti proses asesmen se...






