Powered By Blogger

Jumat, 31 Desember 2021

REFLEKSI AKHIR TAHUN 2021 DAN RESOLUSI TAHUN BARU 2022

 

Sumber Gambar : Tips Resolusi 2022 Anti Gagal – DEPOK POS

REFLEKSI AKHIR TAHUN 2021 DAN RESOLUSI TAHUN BARU 2022

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Tadi malam, malam terakhir menjelang berakhirnya tahun 2021, seperti biasanya saya pergunakan untuk melakukan refleksi diri terhadap apa yang sudah saya lakukan dan capai selama tahun 2021 ini serta rencana atau harapan di tahun 2022. Bakda sholat Maghrib, setelah membaca Al-Qur’an bersama keluarga, seperti rutinitas setiap harinya saya mengadakan kajian keluarga sebagai bagian dari program pendidikan karakter untuk keluarga. Tadi malam saya sengaja mengangkat tema tentang pentingnya melakukan evaluasi diri. Saya menyampaikan ke keluarga tentang pentingnya kita selalu melakukan muhasabah atau evaluasi diri kita sendiri agar kita dapat mengetahui apakah kita semakin baik dan mengalami progress kebaikan atau justru mengalami kemunduran dalam kualitas kebaikan diri.

            Berkaitan dengan pergantian tahun, saya juga melakukan refleksi diri terhadap kinerja dan capaian prestasi yang telah saya raih selama tahun 2021 ini. Selama tahun 2021 saya mengalami beberapa kejadian yang mempengaruhi perjalanan kehidupan saya, terutama kinerja saya dalam beraktivitas dan berkarya. Kejadian-kejadian yang saya alami antara lain adalah saya beberapa kali mengalami jatuh sakit, baik karena disebabkan penyakit lama yang sering kambuh maupun penyakit baru yang tiba-tiba muncul sehingga perlu perhatian ekstra karena sangat mengganggu aktivitas saya. Karena sakit tersebut, saya [terpaksa] harus beberapa waktu istirahat dari melakukan aktivitas fisik maupun pikiran untuk lebih fokus pada proses penyembuhan diri.

            Menjelang berakhirnya tahun 2021, saya mengalami kejadian yang tidak pernah saya sangka-sangka akan saya alami. Ibu saya yang selama ini baik-baik saja dan tidak sakit tiba-tiba berpulang ke rahmatullah menyusul ayah yang telah mendahului enam tahun yang lalu. Kejadian wafatnya ibu cukup memukul batin saya karena saya tidak pernah menduga jika beliau akan secepat itu menyusul ayah. Satu minggu setelah berpulangnya ibu, Allah Swt kembali memberikan ujian kepada saya. Tiba-tiba saya menderita sakit batu ginjal sehingga berdasarkan hasil tes laboratorium akhirnya harus dilakukan tindakan operasi di RS. UNS. Saya memang pernah punya riwayat menderita sakit batu ginjal, tetapi itu sudah cukup lama sekitar 20 tahun yang lalu. Kalau dulu yang sakit gingal sebelah kanan, sedangkan sekarang ginjal sebelah kiri yang sakit. Untuk kesekian kalinya saya harus kembali beristirahat beberapa waktu dari melakukan aktivitas fisik maupun pikiran untuk lebih fokus ke proses penyembuhan pasca operasi.

            Terkait capaian prestasi yang berhasil saya raih selama dan/atau sampai tahun 2021 ini adalah sebagai berikut:

1. Menjadi Narasumber/Trainer acara webinar/workshop penulisan buku ajar sebanyak 3 kali, yaitu diselenggarakan oleh KPPMF FKIP Universitas Sebelas Maret, Penerbit CV. Mitra Edukasi Negeri, Yogyakarta, dan penerbit CV. Kukuh Pustaka Jaya, Tulungagung. (2021)

2.  Menjadi Narasumber (invited speaker) acara Webinar Pendidikan sebanyak 4 kali, yaitu di kabupaten Bone, kabupaten Karawang, kabupaten Demak, dan kabupaten Sukoharjo. Webinar-webinar pendidikan ini terselenggara atas kerjasama Sahabat Guru dengan Kementerian Kominfo RI, APKASI (Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia), dan Dinas Pendidikan kabupaten. (2021)

3. Menjadi Narasumber/Pembicara acara Pre-launching buku dan bedah buku sebanyak 2 kali, yaitu yang diselenggarakan oleh komunitas SabiSabu (Satu Birokrat Satu Buku) dan penerbit LICENSI, Bondowoso. (2021)

4.   Mendapatkan sertifikat HKI Karya Cipta Buku sebanyak 9 buah. (2021)

5.  Menerbitkan buku, baik buku solo maupun buku antologi/kolaborasi sebanyak 70 buah. (2004-2021)

6.   Menulis satu artikel ilmiah dan mempresentasikannya di forum ilmiah Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia (SN-KPK) XIII. (2021)

7.  Menulis artikel popular di website komunitas Sahabat Pena Kita (SPK) yang beralamat di https://sahabatpenakita.id sebanyak 41 artikel. (2020-2021)

8. Menulis artikel popular di blog pribadi yang beralamat di https://sharing-literasi.blogspot.com sebanyak 157 artikel. (2020-2021)

9.  Memperoleh indeks di google scholar sebesar 17 (h-indeks) dan 27 (indeks-i10) dengan 980 sitasi. (2014-2021)

10.Memperoleh indeks kinerja personal peneliti (p-index) UNS di https://iris1103.uns.ac.id. sebesar 14,53 (2014-2021)

11. Memperoleh penghargaan SPK AWARD Peringkat 1 kategori “Anggota Teraktif”.

12. Mengikuti sertifikasi internasional di bidang MindMap, Creativity and Innovation, Speed Reading, Supermemory, dan Growth Mindset dari ThinkBuzan Ltd (UK) dan Indomindmap sebagai ThinkBuzan Certified iMindMap Leader, Indomindmap Certified Trainer-ICT, ThinkBuzan Certified Applied Innovation Facilitator, ThinkBuzan Certified Speed Reading Practitioner, ThinkBuzan Certified Memory Practitioner, dan Indomindmap Certified Growth Mindset Coach-GMC. (2020-2021).

Resolusi saya di tahun baru 2022 adalah saya berdoa dan berharap kepada Allah Swt agar diberikan kesehatan yang prima, baik kesehatan fisik maupun psikis agar saya dapat fokus ke tugas akhir studi doktoral saya dan secepatnya dapat menyelesaikannya. Saya sangat berharap diberikan kesehatan yang prima dan terhindar dari berbagai penyakit yang mengganggu aktivitas saya karena saya merasa faktor utama penghambat proses penyelesaian tugas akhir studi saya adalah masalah kesehatan. Oleh karena itu, harapan saya adalah dikaruniai kesehatan yang prima. Jika badan saya sehat, insyaAllah saya akan dapat lebih fokus dalam mengerjakan tugas akhir studi dan lebih produktif dalam berkarya. Hanya kepada Allah lah saya berserah diri dan berharap. Semoga Allah Swt meridai doa dan harapan saya di tahun 2022 ini. Amin. []

 

Gumpang Baru, 01 Januari 2022

Rabu, 29 Desember 2021

BELAJAR AGAMA SECARA CERDAS DI ERA DIGITAL

Sumber Gambar : Pentingnya Cerdas dalam Beragama - Jalan Damai

BELAJAR AGAMA SECARA CERDAS DI ERA DIGITAL

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Dewasa ini muncul fenomena semangat berdakwah di kalangan umat Islam yang cukup tinggi. Berbagai media informasi, baik media cetak maupun media online dipergunakan sebagai sarana untuk berdakwah. Tidak terkecuali media sosial juga banyak dimanfaatkan untuk berdakwah. Mungkin dapat kita jumpai hampir di setiap grup WhatsApp yang kita ikuti adanya anggota grup yang rutin setiap hari memposting materi-materi bermuatan dakwah. Walaupun kebanyakan hanya sebatas mem-forward saja konten dakwahnya, bukan hasil pemikiran atau pendapatnya sendiri. Selain itu, fenomena lain yang muncul saat ini adalah berdakwah melalui media channel Youtube yang dilakukan oleh para pendakwah. Kalau kita searching di Youtube, maka akan kita temukan banyak channel Youtube yang berisi konten-konten dakwah.

Banyak pendakwah yang memanfaatkan channel Youtube sebagai sarana untuk berdakwah karena kelebihan yang ada pada Youtube yaitu diakses banyak orang sehingga konten dakwahnya dapat tersebar luas dan menjangkau lebih banyak orang. Langkah yang dilakukan para pendakwah tersebut patut untuk diapresiasi. Hanya terkadang dengan adanya kemudahan akses yang tanpa batas tersebut, kurang diikuti dengan manajemen yang tepat. Terkadang dijumpai adanya acara kajian agama yang sebenarnya hanya untuk kalangan terbatas, tetapi  kemudian ada orang yang mempostingnya di Youtube. Akibatnya materi kajian agama yang tadinya hanya untuk kalangan terbatas akhirnya diketahui kalayak umum. Akhirnya, ketika ada topik pembahasan yang menyangkut agama dan faham kelompok lain yang berbeda, menimbulkan gejolak di masyarakat. Oleh karena itu, pendakwah dan masyarakat harus memahami bahwa kajian keagamaan yang bersifat khusus dan rawan disalahpahami sebaiknya tidak disiarkan di media umum seperti channel Youtube misalnya. Materi kajian tersebut cukup diakses oleh jamaah atau komunitas tertentu saja untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman sebagian masyarakat.

            Sudah ada beberapa berita viral tentang pernyataan pendakwah di sebuah channel Youtube yang dianggap kontroversial atau materi kajiannya dianggap menyinggung keyakinan agama atau faham kelompok lain. Channel Youtube tersebut kemudian banyak diakses orang dan menjadi bahan pembicaraan warganet di dunia maya. Dampaknya adalah bermunculan komentar-komentar negatif dari para warganet, mulai kata-kata yang mengolok-olok personal sang pendakwah hingga sampai mendiskreditkan agama sang pendakwah. Ada beberapa warganet yang tidak suka dengan pernyataan pendakwah tersebut karena dinilai telah menyinggung keyakinan umat agama atau faham kelompok lain. Sementara itu, muncul juga para warganet yang membela sang pendakwah tersebut dengan alasan apa yang disampaikan dalam kajian keagamaan tersebut adalah kebenaran yang diyakini dalam agamanya dan ada juga yang memberikan argumentasi bahwa acara kajian tersebut adalah kajian terbatas khusus untuk umat agama tertentu, maka umat agama lain tidak usah ikut menonton dan memberikan komentar. Benarkah sikap-sikap demikian? Benarkah bahwa acara kajian khusus itu tetap bersifat khusus ketika sudah diposting di media umum seperti Youtube atau grup-grup WhatsApp yang anggotanya heterogen? Benarkah dalam berdakwah diperbolehkan menyinggung keyakinan dan ajaran agama lain?

Berangkat dari kejadian-kejadian tersebut di atas, perlu adanya kesadaran di antara pendakwah agama agar jika materi kajiannya bersifat khusus da nada potensi bersinggungan dengan keyakinan agama atau faham kelompok lain, sebaiknya acara kajian tidak disiarkan secara umum, cukup diakses oleh jamaahnya sendiri. Jika acara kajiannya memang diperuntukkan untuk diakses kalayak umum, maka sebaiknya dipilih materi-materi kajian yang tidak bersinggungan dengan keyakinan umat agama lain atau faham kelompok lain.

            Menurut pendapat penulis pribadi tidak ada masalah berdakwah melalui media channel Youtube. Tidak hanya channel Youtube, tetapi juga media online seperti Facebook, Twitter, Blog/website, WhatsApp, Telegram, dan lain sebagainya, boleh dipergunakan sebagai sarana berdakwah. Media-media tersebut semuanya hanyalah sarana saja, karena yang terpenting adalah isi materi dakwahnya. Siapapun yang menyampaikan dakwah dalam channel Youtube dan media sosial lainnya tersebut tidak ada masalah karena semua orang memiliki hak yang sama untuk berdakwah atau menyampaikan ide, gagasan dan pemikirannya. Yang banyak menjadi masalah adalah justru materi atau konten isi dakwahnya. Inilah yang sebenarnya yang harus diperhatikan dan mendapat perhatian dari para pendakwah agar materi-materi dakwah yang disampaikan di dunia maya tidak berkaitan dengan keyakinan agama atau faham kelompok lain agar tidak menimbulkan ekses-ekses negatif yang justru menimbulkan konflik di masyarakat dan mengganggu kerukunan kehidupan umat beragama.

            Mendakwahkan ajaran agama adalah sah-sah saja. Menyampaikan kebenaran ajaran agama yang diyakini adalah hak setiap pemeluk agama. Kebenaran dimanan pun berada tetaplah kebenaran. Sebagaimana ungkapan “Emas berada di kubangan lumpur tetaplah emas, tetapi batu kali berada di kotak kaca yang mewah tetaplah batu kali, tidak akan pernah berubah menjadi emas”. Demikian pula tentang konsep kebenaran. Kebenaran suatu ajaran agama tidak perlu ditunjukkan dengan menyalahkan ajaran agama lain. Berdakwah adalah hak setiap pemeluk agama, tetapi ketika dakwah dilakukan dengan menyalahkan, menghina, merendahkan, dan bahkan mengolok-olok ajaran agama lain, itu merupakan tindakan yang tidak dapat dibenarkan. Sesuatu itu akan tampak benar tidak harus dengan menunjukkan kesalahan yang lain. Sesuatu itu akan terlihat unggul tidak harus dengan menunjukkan kelemahan yang lain.

            Prinsip-prinsip tersebut itulah yang harus dipegang oleh setiap pendakwah. Sampaikan kebenaran ajaran agamnya tanpa diikuti dengan menghina ajaran agama orang lain. Sampaikan dakwah agamanya tanpa harus menyinggung agama lain. Sesuatu ajaran yang kita yakini benar dalam agama kita belum tentu menjadi kebenaran yang diyakini umat agama lain. Sebaliknya juga begitu, keyakinan kebenaran dalam agama lain belum tentu menjadi ajaran kebenaran dalam agama kita. Dengan memahami cara pandang seperti ini, maka perlu mengedepankan  kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.

            Sedangkan bagi orang-orang yang mau belajar agama melalui media sosial seperti channel Youtube misalnya, harus bersikap cerdas. Cerdas maksudnya bagaimana? Yaitu cerdas dalam memilih channel Youtube yang akan diakses. Pilihlah channel Youtube kajian agama yang penceramahnya tidak provokatif, tidak radikal, tidak menjelek-jelekan agama atau golongan lain, penyampaian dakwah dengan adem, materi kajiannya menenangkan dan menenteramkan batin, dan mengedepankan kerukunan dalam kehidupan beragama. Hindarilah kajian-kajian agama yang berisi provokatif, mengandung ujaran-ujaran kebencian (hate speech), keras ajarannya, melarang jamaahnya berpikir dan menalar, mengungkapkan narasi-narasi kebencian kepada umat atau golongan lain, dan kurang memberikan solusi atas permasalahan  nyata yang terjadi di masyarakat. Jadilah pembelajar agama yang cerdas dan tidak mudah terprovokasi. []

 

Biodata Penulis

 

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana tingkat Master (M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan 70 judul buku (baik buku solo maupun buku antologi), Peraih Juara 1 nasional lomba penulisan buku pelajaran kimia di Kementerian Agama RI (2007), Peraih SPK Award Kategori “Anggota Teraktif” peringkat 1 (2021), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 dan 3, Indomindmap Certified Trainer-ICT, ThinkBuzan Certified iMindMap Leader (UK), ThinkBuzan Certified Applied Innovation Facilitator (UK), ThinkBuzan Certified Speed Reading Practitioner (UK), ThinkBuzan Certified Memory Practitioner (UK), dan Indomindmap Certified Growth Mindset Coach-GMC. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Selasa, 28 Desember 2021

NASIHAT PERNIKAHAN: MENIKAH UNTUK MENGGAPAI KEBAHAGIAAN

 

Sumber Gambar : Menikah Itu Bahagia? Yakin?. Banyak orang berpikir menikah itu happy… | by Steven Alidjurnawan | Medium

NASIHAT PERNIKAHAN: 

MENIKAH UNTUK MENGGAPAI KEBAHAGIAAN

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Menikah merupakan fitrah manusia. Manusia diciptakan Allah Swt untuk hidup berpasang-pasangan. Melalui pernikahan, dua orang yang berlainan jenis dapat bersatu dan hidup bersama dalam satu ikatan perkawinan yang diridai Allah Swt. Menikah menjadi salah satu sunnah Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadis beliau pernah bersabda“Pernikahan, ikatan dalam hubungan suami-istri, adalah salah satu sunahku, cara hidupku. Siapa yang tidak senang dengan cara hidupku, maka ia tidak termasuk dalam kelompok umatku.” (HR Bukhari dan Muslim).

Menikah juga diperintahkan Allah Swt dan merupakan perbuatan yang disukai-Nya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw. Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian" (H.R. Abu Daud dan Hakim). Dari hadis ini terlihat jelas bahwa Allah lebih menyukai pernikahan daripada perceraian. Dengan kata lain, Allah Swt meridai dan menyukai hamba-hamban-Nya yang menikah.

            Dalam agama Islam, menikah merupakan sarana untuk menjaga kehormatan diri, baik pihak pengantin laki-laki maupun pengantin perempuan. Dengan menikah dan memiliki keluarga, laki-laki dapat [berlatih] menjadi seorang pemimpin (imam) bagi keluarganya. Di dalam keluarga, laki-laki menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dan kenteraman keluarganya. Dia berkewajiban memberikan nafkah untuk keluarganya agar dapat hidup cukup dan sejahtera.

Melalui pernikahan pula, laki-laki dan perempuan dapat menyalurkan fitrah kebutuhan biologisnya dengan tenang dan dengan cara yang sehat serta dibenarkan syariat. Menikah juga merupakan sarana yang dipilihkan Allah Swt agar umat Islam dapat memperbanyak keturunan melalui ikatan perkawinan yang suci. Dari pernikahan inilah akan terlahir anak-anak dengan nasab yang jelas. Menikah bukan hanya sekadar jalan untuk menyalurkan hasrat kebutuhan biologis, melainkan juga untuk menggapai kebahagiaan hati. Selain terpenuhinya hasrat kebutuhan biologis yaitu hubungan suami istri, melalui pernikahan juga terpenuhi kebutuhan psikis, yaitu kebahagiaan, cinta, kasih sayang, keharmonisan, dan lain sebagainya.

            Pernikahan seharusnya di samping memenuhi persyaratan rukun pernikahan, juga harus diawali dengan niat untuk saling memberikan cinta dan kasih sayang antar suami istri, dan juga untuk tujuan menggapai kebahagiaan bersama. Inilah tujuan utama dari pernikahan yaitu untuk mewujudkan kebahagiaan bersama dengan melalui rasa cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang di antara pasangan suami-istri merupakan karunia Allah Swt yang harus disyukuri dan dirawat. Perasaan cinta dan kasih sayang adalah murni dari Allah Swt, Tuhan yang Maha Cinta. Oleh karena itu, perasaan cinta dan kasih sayang bersifat sacral atau suci. Maka untuk menyalurkan rasa cinta dan kasih sayang yang sacral tersebut juga harus melalui sarana yang sakral, yaitu akad pernikahan yang sesuai syariat. Di sinilah letak keindahan dari sebuah pernikahan. Pernikahan adalah sakral dan sarana untuk menyalurkan rasa cinta dan kasih sayang yang juga sakral. Oleh karena itu, pernikahan tidak boleh dikotori oleh niat dan perbuatan yang tidak sakral, seperti menikah hanya untuk tujuan melampiaskan kebutuhan biologis, atau menikah untuk menyakiti pasangannya atau untuk balas dendam keluarganya, dan tujuan-tujuan negatif lainnya.

            Ketika menjalani kehidupan dalam pernikahan (keluarga), penting ditanamkan dalam pikiran dan hati setiap pasangan suami-istri bahwa apapun yang mereka lakukan untuk keluarga harus dijalani dengan penuh kebahagiaan dan keikhlasan karena itu untuk kepentingan kebahagiaan dan keharmonisan bersama. Semua pekerjaan jika dilakukan dengan ikhlas dan hati yang bahagia maka akan terasa nikmat dan tidak membosankan. Dalam kehidupan berkeluarga harus selalu diingat bahwa ada nilai pengabdian, berbakti, pengorbanan, dan ibadah dari setiap aktivitas yang dilakukan suami-istri yang untuk kepentingan keluarga.

Suami bekerja banting tulang untuk mencari nafkah buat keluarganya memang capek dan melelahkan. Tetapi jika diniatkan untuk memberikan kehidupan yang layak (sejahtera) bagi istri dan anak-anaknya, maka rasa lelah dan capek tersebut akan hilang. Bukannya capek dan lelah yang dirasakan, tetapi kebahagiaan dan kebanggaan sebagai suami dan ayah yang telah mampu memberikan nafkah terbaik dari hasil jerih payah dengan tangannya sendiri. Di sinilah nilai ibadah dari kerja suami mencari nafkah untuk keluarganya.

Demikian pula halnya dengan istri. Istri seharian capek bekerja mengurus keluarga, dari mulai memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, menyiapkan makan untuk suami dan anak, melayani kebutuhan suami, menyiapkan kebutuhan anak-anak, dan lain sebagainya. Jika pekerjaan yang begitu banyak dan melelahkan tersebut dilakukan tanpa dasar niat bakti kepada suami dan pengorbanan untuk kebahagiaan keluarga, maka pasti rasanya membosankan. Tetapi jika diniati untuk bakti kepada suami dan demi kasih sayang kepada anak-anak, yang ujung-ujungnya adalah kebahagiaan dan keharmonisan keluarga, maka semua pekerjaan tersebut terasa sangat nikmat dan membahagiakan. Ada kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi seorang istri dan ibu yang dapat memberikan segenap bakti dan cintanya untuk suami tercinta dan melimpahkan segenap cinta dan kasih sayangnya untuk kebahagiaan anak-anak. Di sinilah nilai ibadah dari aktivitas istri di rumah. Jadi baik suami maupun istri selalu ada nilai ibadah yang diperoleh karena semua aktivitas pekerjaan yang dilakukan semata-mata untuk menjalankan perintah Allah Swt yaitu mewujudkan kehidupan yang bahagia dan menjalankan pengabdian pada-Nya.

Di awal-awal pernikahan, saya menasihati istri -lebih tepatnya diskusi bersama untuk merawat keharmonisan keluarga- bahwa dalam membangun keluarga yang harus selalu dijaga adalah adanya komunikasi antara suami-istri dan saling mempercayai satu sama lain. Komunikasi antar suami-istri harus selalu terjadi agar segala permasalahan ataupun kesalahpahaman dapat segera ditemukan solusinya sehingga masalah tersebut tidak berkepanjangan dan mengakibatkan terganggunya keharmonisan hubungan suami istri. Di samping itu, kunci penting untuk menjaga keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan  berkeluarga adalah adanya saling percaya antara suami dan istri. Ikatan pernikahan akan dapat langgeng dan penuh kebahagiaan dan kedamaian jika suami dan istri saling mempercayai. Tanpa adanya saling percaya ini, maka mustahil pernikahan tersebut akan menghasilkan kebahagiaan karena yang ada hanya saling curiga dan berpikiran negatif satu sama lain. Dua hal inilah yang sangat saya tekankan dalam kehidupan keluarga saya. Saya menyadari bahwa kebahagiaan dan rasa damai adalah tujuan akhir sebuah ikatan pernikahan. Maka suami maupun istri harus berkomitmen dan bertekad untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut secara bersama-sama. Suami dan istri sama-sama berkewajiban menjaga keutuhan ikatan pernikahan dengan saling menjaga komunikasi dan menjaga kepercayaan pasangannya.

Pada tahun awal pernikahan, kami memang sering terjadi riak-riak masalah karena kesalahpaman antara saya dan istri. Hal itu wajar saja karena kami masih tahap saling mengenal dan memahami karakter masing-masing. Dengan latar belakang kehidupan yang berbeda, saya dari desa sedangkan istri dari kota pastilah terjadi perbedaan dalam kebiasaan dan kultur kehidupan sehari-hari. Dari perbedaan latar belakang kehidupan itulah terkadang terjadi gesekan-gesekan permasalahan di awal-awal pernikahan kami. Walaupun begitu, kami tetap berkomitmen dan berusaha untuk menyelesaikan kesalahpahaman tersebut dengan cara berkomunikasi dan berdiskusi untuk mencari solusi yang tepat. Kami percaya bahwa dengan menciptakan suasana kehidupan keluarga yang harmonis, tenteram, penuh rasa cinta dan kasih sayang serta dukungan kesejahteraan yang cukup, kami akan dapat menjaga ikatan pernikahan sampai akhir kehidupan kami. Hanya kepada Allah Swt kami berserah diri dan berharap kebaikan. Semoga Allah Swt selalu meridai dan memberkahi keluarga kami. Amin. []

 

Gumpang Baru, 27 Desember 2021

 

 

Biodata Penulis

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana tingkat Master (M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain sebagai dosen, beliau juga seorang bloger, pembicara/narasumber workshop/seminar, pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan 70 judul buku (baik buku solo maupun buku antologi), Peraih Juara 1 nasional lomba penulisan buku pelajaran kimia di Kementerian Agama RI (2007), Peraih SPK Award Kategori “Anggota Teraktif” peringkat 1 (2021), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 dan 3, dan trainer tersertifikasi Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia), ThinkBuzan Certified iMindMap Leader (UK), ThinkBuzan Certified Applied Innovation Facilitator (UK), ThinkBuzan Certified Speed Reading Practitioner (UK), ThinkBuzan Certified Memory Practitioner (UK), dan Indomindmap Certified Growth Mindset Coach-GMC. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Minggu, 26 Desember 2021

SANTRI DAN PONDOK PESANTREN DI ERA DIGITAL

Sumber Gambar : https://digitalbisa.id/uploads/articles/dt-kesalehan-sosial-ala-santri-milenial-ZhufCSo1Xb.jpg

 

SANTRI DAN PONDOK PESANTREN DI ERA DIGITAL

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Santri identik dengan sarung, peci, dan al-Qur’an atau jilbab dan al-Qur’an bagi santriwati yang setiap hari aktivitasnya mempelajari ilmu-ilmu agama Islam. Menurut Prof. Dr. KH. Said Aqil Sirodj, M.A., konon istilah “santri” berasal dari bahasa Sanskerta “shastri” yang artinya orang yang belajar kalimat suci dan indah. Para Wali Songo kemudian mengadopsi istilah tersebut sebagai “santri”. Salah pengucapan dalam hal ini biasa, misalnya, kata “syahadatayn” di Jawa menjadi “sekaten” dan seterusnya. Jadi, “shastri” atau “santri” adalah orang yang belajar kalimat suci dan indah, yang menurut pandangan Wali Songo berarti kitab suci Al-Qur’an dan hadis. Kalimat-kalimat suci tersebut kemudian diajarkan, dipahami dan dimanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari (Octavia, Syatibi, Ali, Gunawan, & Hilmi, 2014).

Santri dan santriwati memang merujuk pada anak-anak maupun remaja yang sedang menimba ilmu agama di pondok pesantren. Istilah santri sangat spesifik merujuk pada peserta didik di lembaga pendidikan agama Islam yang bernama Pesantren atau Pondok Pesantren. Kata santri dan pesantren tidak dapat dipisahkan karena keduanya sangat berkaitan. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang diselenggarakan oleh umat Islam. Keberadaan Pondok pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah penyebaran agama Islam di bumi nusantara ini (Indonesia). Pada umumnya pondok pesantren didirikan oleh seorang ulama atau kyai di wilayah pemukiman pedesaan. Para santri pondok pesantren hidup dari bercocok tanam dan mengelola lahan pertanian/perkebunan sekitar pondok pesantren. Mungkin demikianlah gambaran yang tersirat dalam pikiran kebanyakan orang ketika mendengar kata santri atau pondok pesantren.

Pesantren adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, di mana para siswanya (baca: santri) semua tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai dan mempunyai asrama untuk tempat menginap santri. Tahukah Anda bahwa kata pesantren sebenarnya berasal dari kata "santri" yang ditambahkan imbuhan "pe" dan akhiran "an". Kata "santri" menurut A. H. Johns berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji. Sedangkan istilah santri digunakan untuk menyebut siswa di pesantren. Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan Islam. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berkembang di negeri ini diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan sejarah bangsa (Kemdikbud, 2021).

Tahukah Anda bahwa kata “Pondok Pesantren” merupakan dua istilah yang menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin berasal dari Bahasa Arab Funduq yang berarti asrama atau hotel. Di beberapa wilayah istilah pondok pesantren memiliki penyebutan yang berbeda-beda. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut surau. Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut (Wikipedia, 2021).

Menurut penuturan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A. dalam kata pengantarnya di buku Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren, “ Pesantren merupakan lembaga yang genuin dan tertua di Indonesia. Eksistensinya sudah teruji oleh zaman, sehingga sampai saat ini masih survive dengan berbagai macam dinamikanya. Ciri khas paling menonjol yang membedakan pesantren dengan lembaga pendidikan lainnya adalah sistem pendidikan dua puluh empat jam, dengan mengkondisikan para santri dalam satu lokasi asrama yang dibagi dalam bilik-bilik atau kamar-kamar sehingga mempermudah mengaplikasikan sistem pendidikan yang total (Octavia et al., 2014).

Pondok pesantren dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu pondok pesantren tradisional dan pondok pesantren modern. Pondok pesantren tradisional lebih dikenal dengan sebutan pondok pesantren salafi. Pondok pesantren salafi hanya mengajarkan ilmu agama Islam saja. Sedangkan pondok pesantren modern merujuk pada pondok pesantren yang mengajarkan tidak hanya ilmu agama Islam saja tetapi juga ilmu-ilmu umum. Selain itu perbedaan antara kedua jenis pondok pesantren tersebut adalah dalam hal pengelolaannya atau manajemennya. Pondok pesantren salafi dikelola secara sederhana sedangkan pondok pesantren modern dikelola dengan menerapkan ilmu manajemen modern.

Kehidupan pesantren memang identik dengan kehidupan yang sederhana. Sikap-sikap yang menonjol yang ditampakkan oleh para penghuni pondok pesantren adalah sikap-sikap akhlakul karimah seperti sikap hidup sederhana, sikap tawadhu’ atau rendah hati, sikap toleransi, sikap kepedulian sosial yang tinggi, kepedulian terhadap sesama makhluk Tuhan, dan sikap-sikap mulia lainnya. Sikap-sikap mulia tersebut memang diajarkan dan dicontohkan oleh kyai pengasuh pondok pesantren agar para santri kelak menjadi pribadi-pribadi yang berakhlakul karimah.

Di pondok pesantren, para santri selain diajarkan ilmu tentang agama Islam, mereka juga diajarkan oleh kyai tentang ilmu kehidupan. Para santri diajarkan ilmu tentang bagaimana mereka nanti dapat hidup rukun dan harmonis dengan masyarakat di sekitarnya. Para santri diajarkan ilmu tentang bagaimana mereka nanti mampu mengimplementasikan ilmu-ilmu agamanya dalam kehidupan mereka. Para santri diajarkan ilmu tentang bagaimana mereka nanti dapat bertahan hidup di tengah persaingan yang begitu ketatnya. Jadi, di pondok pesantren para santri dididik, dibina, dilatih dan digembleng dengan sistem pendidikan yang sudah dirancang sedemikian rupa oleh kyai pengasuh pondok pesantren agar kelak mereka memiliki jiwa yang tangguh dan sikap mental positif.

Seiring perkembangan zaman, khususnya di era industri 4.0 dan era society 5.0 yang sangat mengandalkan penggunaan teknologi digital di setiap bidang kehidupan, maka  pondok pesantren juga dituntut untuk melakukan pembenahan diri. Indonesia telah mengalami perubahan dari socio-agricultural menuju socio-industrial. Tarmidzi Taher memberikan gambaran era industrialisasi dengan kemajuan teknologi akan melahirkan masyarakat prural atau majemuk dimana dihadapkan disintegrasi (runtuhnya nilai-nilai moral) yang pernah dipegangnya. Karenanya pendidikan dipandang sebagai agen tunggal yang paling penting untuk mensosialisasikan kompetensi-kompetensi baru yang dituntut oleh kebutuhan masyarakat yang sedang berubah (Mu’awanah, 2003).

Sekarang mulai banyak pondok pesantren yang beralih menjadi pondok pesantren modern yang ditandai dengan memasukkan muatan ilmu-ilmu umum dalam proses pembelajarannya. Santri pondok pesantren sekarang sudah sangat akrab dengan teknologi digital. Berbagai kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren modern telah memasukkan ekstrakurikuler berkaitan dengan penggunaan teknologi informatika. Para santri sekarang sudah familier dengan penggunaan komputer dan internet. Bahkan saat ini sudah banyak para santri pondok pesantren yang menjuarai lomba-lomba robotic yang mengandalkan teknologi komputer.

Santri zaman sekarang yang lebih dikenal dengan sebutan santri millennial telah menampakkan sosok santri yang tidak gagap teknologi. Sekarang sudah banyak lulusan-lulusan pondok pesantren yang berprofesi atau berkarier di dunia pekerjaan yang menggunakan komputer. Juga sudah banyak channel-channel Youtube yang kontennya berisi dakwah agama Islam. Fenomena ini menunjukkan bahwa santri millenial sudah melek teknologi internet. Para santri millennial tersebut telah siap menyongsong kehidupan masa depan yang tidak bisa lepas dari yang namanya internet. Oleh karena itu sangatlah wajar jika sekarang ini animo masyarakat untuk mendaftarkan anak-anaknya ke pondok pesantren meningkat secara signifikan. Para orang tua telah banyak yang menyadari bahwa bekal ilmu agama sangat penting bagi pembentukan akhlak alkarimah anak-anaknya disamping penguasaan kompetensi di bidang ilmu umum atau sains.

Sudah waktunya pondok pesantren mempersiapkan diri menyongsong abad digital dengan melakukan perbaikan kurikulum dengan menambahkan muatan mata pelajaran yang berkaitan penguasaan teknologi digital. Terkait peranan pondok pesantren, Prof. Dr. Masdar Hilmy dalam kata pengantarnya di buku Aku, Buku dan Peradaban menyatakan bahwa. “Komunitas pesantren menempati salah satu segmen sosiologis yang turut berkontribusi dalam membentuk profil kedirian Muslim yang ideal di negeri ini. Pembentukan dan produksi konsep kedirian Muslim oleh komunitas pesantren menjadi mungkin berkat tradisi literasi yang dibangun sejak lama” (Yunus et al., 2018).

Para santri millennial sudah saatnya ikut menjadi agen perubahan peradaban yang sangat kental dengan teknologi digital. Metode dakwah agama Islam juga sudah saatnya beralih menjadi memanfaatkan teknologi digital sebagai media dan sarana mengajarkan ajaran Islam. Narasi-narasi bahwa Islam adalah agama yang dekat dengan teknologi digital harus mulai dibangun. Islam bukan agama konservatif yang tidak mau menerima kemajuan teknologi. Islam adalah agama yang sangat mendukung penggunaan teknologi digital untuk pemenuhan kebutuhan hidup umat manusia. Oleh karena itu sudah waktunya pondok-pondok pesantren menghasilkan santri-santri yang melek teknologi digital tanpa meninggalkan penguasaan ilmu agama. Jika meminjam perkataan Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag., santri-santriwati lulusan pondok pesantren diharapkan memiliki kualitas unggul keimanannya, unggul intelektualnya, unggul keterampilannya, anggun akhlaknya, dan bagus amalnya (Qomar, 2014). Wallahu a’alm. []

 

 

Daftar Pustaka

Kemdikbud. (2021). Pesantren. Retrieved October 14, 2021, from https://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id/Repositorys/pesantren/

Mu’awanah, E. (2003). Profil Guru Agama Era Globalisasi. In Meniti Jalan Pendidikan Islam (pp. 217–248). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Octavia, L., Syatibi, I., Ali, M., Gunawan, R., & Hilmi, A. (2014). Pendidikan Karakter Berbasis Tradisi Pesantren. Jakarta: ReneBook.

Qomar, M. (2014). Menggagas pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Wikipedia. (2021). Pesantren. In Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Retrieved from https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pesantren&oldid=18926850

Yunus et al., M. (2018). Aku, Buku, dan Peradaban: Transformasi Pesantren Melalui Penguatan Literasi. Yogyakarta: CV. Istana Agency.

 

 

Biodata Penulis

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc. adalah alumni madrasah yang berprofesi sebagai dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Beliau adalah penulis lebih dari 65 judul buku, Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Peraih Juara 1 nasional lomba penulisan buku pelajaran kimia di Kementerian Agama RI (2007), Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 dan 3, dan Trainer Certified Indomindmap (Indonesia) and ThinkBuzan (UK) in field : Mind Map, Creativity and Innovation, Speed Reading, Super Memory, and Growth Mindset Coach. Tulisan-tulisan penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Selasa, 07 Desember 2021

NAFS AL-MUTHMAINNAH SEBAGAI TUJUAN AKHIR PENCAPAIAN HIDUP

 


NAFS AL-MUTHMAINNAH SEBAGAI TUJUAN AKHIR PENCAPAIAN HIDUP
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro

Setiap orang pasti mengharapkan memiliki kehidupan yang bahagia, tenang, damai, dan tenteram. Harapan tersebut tidak hanya waktu hidup di dunia tetapi juga di kehidupan setelah dunia yaitu kehidupan di akhirat. Di akhirat nanti hanya ada dua tempat, yaitu surga dan neraka. Surga merupakan tempat yang disediakan Allah Swt untuk hamba-hamba-Nya yang taat dan berlaku baik, sedangkan neraka disiapkan untuk orang-orang yang ingkar dan berlaku tidak baik. Pada dasarnya semua orang mengharapkan bisa masuk ke surga, tetapi hak memasukkan ke surga adalah milik Allah semata. Oleh karena itu, jika kita ingin nanti dimasukkan ke surga-Nya Allah Swt, maka kita harus mampu menjadikan diri kita memiliki syarat untuk memasuki surga. Apakah syarat yang harus kita miliki agar layak dimasukkan ke surga-Nya Allah Swt?

Jika merujuk kepada firman Allah Swt dalam surat Al-Fajr  ayat 27-30, dapat diketahui bahwa yang dipersilakan masuk ke surga adalah orang-orang yang memiliki jiwa yang tenang (nafs al-muthmainnah).
“Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Rabb-mu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya! Kemudian masuklah ke dalam (jamaah) hamba-hamba-Ku, Dan masuklah ke dalam surga-Ku!” (Q.S. Al-Fajr [89] : 27-30).

Di dalam ayat di atas, Allah Swt tidak menyebutkan orang yang dipersilakan memasuki surga dengan sebutan orang yang beriman (mukmin) atau orang yang beragama Islam (muslim), tetapi dengan sebutan Jiwa yang tenang (nafs al-muthmainnah). Mengapa Allah Swt mempersilakan orang-orang yang jiwanya tenang untuk memasuki surga-Nya, bukan mempersilakan orang yang beriman atau berIslam? Apakah beriman dan berIslam tidak cukup untuk bisa memasukkan kita ke dalam surga-Nya Allah Swt? Apakah ibadah dan amal kebaikan kita selama hidup di dunia tidak cukup untuk menjadikan kita layak memasuki surga-Nya Allah Swt? Apakah orang beriman dan berislam belum tentu memiliki jiwa yang tenang? Lantas, bagaimana agar kita dapat memiliki jiwa yang tenang sehingga kita layak untuk memasuki surga-Nya Allah Swt kelak di yaum al-akhir?

Menurut Shadily (1980), Nafs al-Mutmainnah adalah jiwa yang telah mendapat ketenangan; telah sanggup untuk menerima cahaya kebenaran sang Ilahi . Juga jiwa yang telah mampu menolak menikmati kemewahan dunia  dan tidak bisa dipengaruhi oleh hal tersebut. Nafsu ini membuat pemiliknya merasa berpuas diri dalam pengabdiannya kepada Tuhan. Dia juga akan selalu berbuat amal saleh (kebaikan kepada sesame makhluk)  (Wikipedia, 2018). Merujuk pada definisi ini, maka dapat dipahami bahwa jiwa yang tenang atau nafs al-muthmainnah merupakan jiwa yang telah mencapai kebahagiaan sejati. Jiwa yang tenang adalah jiwa yang tidak membutuhkan faktor eksternal untuk membuat dirinya bahagia karena ia sendiri telah merasakan puncak kebahagiaan. Puncak kebahagiaan (the ultimate of happiness) inilah yang sebenarnya banyak dicari-cari oleh setiap orang di dunia ini. Puncak kebahagiaan yang hakiki yang tidak membutuhkan lagi alasan mengapa ia butuh bahagia karena ia telah merasakan sendiri nikmatnya kebahagiaan tersebut.

Beragama itu tujuannya untuk memperoleh kebahagiaan. Pengamalan ajaran agama bertujuan untuk mengabdikan diri selaku hamba Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya (taqqarrub ilallah). Jadi menjalankan ibadah dan amalan-amalan kebaikan lain yang sesuai tuntutan ajaran agama adalah dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Dengan berusaha mendekatkan diri kepada-Nya melalui pengamalan ibadah dan amalan-amalan kebaikan yang disukai-Nya, maka diharapkan Allah Swt akan meridhai. Mendapatkan keridhaan Allah Swt merupakan puncak kebahagiaan setiap orang karena tidak ada kebahagiaan lain yang lebih besar daripada kebahagiaan mendapatkan ridha-Nya. Jika kita sudah mendapatkan keridhaan-Nya, maka hasilnya adalah jiwa kita tenang, tenteram, dan damai. Tidak ada kedamaian dan ketenangan jiwa selain saat mendapatkan ridha dari Allah Swt. Maka jika Allah Swt telah ridha kepada kita, maka dengan sendirinya kita akan dimasukkan ke surga-Nya.

Tetapi apakah setiap orang yang beragama itu memiliki jiwa yang tenang? Ternyata tidak selalu begitu. Mengapa? Karena setiap orang memiliki niat dan motif yang berbeda-beda dalam memeluk suatu agama. Termasuk juga dalam menjalankan ibadah juga berbeda-beda niat setiap orang. Tidak semua orang ikhlas dalam menjalankan ibadah dan amal kebaikan, padahal syarat diterimanya ibadah dan amal kebaikan adalah jika dilakukan dengan ikhlas. Maka, di sinilah kemungkinan faktor yang menjadi penyebab mengapa Allah memanggil orang-orang yang berjiwa tenang untuk memasuki surga-Nya, bukan memanggil orang-orang yang [mengkalim diri sebagai] beriman dan berIslam.

Untuk menjadikan kita ikhlas dalam menjalankan ibadah, maka hati kita harus bahagia dulu. Tanpa merasakan kebahagiaan, maka mustahil kita akan bisa ikhlas dalam menjalankan ibadah. Mengapa bahagia menjadi prasyarat untuk bisa berlaku ikhlas ketika beribadah? Karena ketika hati kita sudah bahagia, maka kita tidak akan berharap apa-apa lagi dari aktivitas ibadah kita. Kita tidak akan berharap lagi setelah menjalankan ibadah hati kita akan tenang. Kita tidak akan lagi berharap mendapatkan keberuntungan dan rezeki melimpah setelah kita menjalankan ibadah. Intinya kita tidak akan mengharapkan mendapatkan sesuatu pun dari amalan ibadah kita. Pada titik inilah sebenarnya kita berlaku ikhlas karena kita tidak mengharapkan balasan apapun dari amalan ibadah kita. Dan memang demikianlah seharusnya ibadah kita. Kita beribadah dan menyembah Allah dengan hati yang bahagia karena mampu menyembah kepada-Nya sendiri merupakan kebahagiaan yang luar biasa. Tidak semua orang walau memiliki waktu dan kesempatan mau melakukan ibadah. Maka hati kita memiliki kemauan menjalankan ibadah kepada Allah Swt adalah sebuah nikmat kebahagiaan yang tiada tara. Oleh karena itu, penting sekali untuk kita bisa mewujudkan kehidupan yang bahagia.

Semua orang pasti mengharapkan kehidupan yang bahagia. Tapi sayangnya tidak setiap orang mengetahui bagaimana cara menjalani hidup yang bahagia dan ternyata juga tidak setiap orang mampu menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Karena tidak mudahnya mendapatkan kebahagiaan, Hendrik Ibsen, seorang filosof bangsa Norwegia (1828-1906) sampai berkeyakinan bahwa mencari bahagia itu hanya menghabiskan umur saja, karena jalan untuk menempuhnya sangat tertutup, dan setiap ikhtiar untuk melangkah ke sana senantiasa terbentur (Hamka, 2020; Saputro, 2020).

Sebenarnya, apakah yang dimaksud kebahagiaan itu? Mengapa tidak semua orang mampu menemukan kebahagiaan dalam kehidupannya? Bagaimakah cara kita menjalani kehidupan di dunia ini agar bahagia? Mark Nepo dalam buku The Book Awakening : Having the Life You Want by Being Present to the Life You Have yang dalam terbitan versi bahasa Indonesia berjudul Kitab Kebahagiaan : Rahasia Hidup Tenteram dan Bahagia Setiap Hari mengawali pembahasan bukunya dengan judul pertama “Kelahiran Manusia yang Berharga”. Melalui tulisannya tersebut, Mark mengajak kita untuk menghargai setiap waktu yang kita miliki. Mark ingin mengajak kita menyadari betapa berharganya hari-hari yang kita jalani. Dia ingin menyadarkan kita tentang berharganya “menjadi manusia”. Dengan menyadari betapa berharga dan bernilanya kita dan waktu yang kita miliki, maka akan muncul rasa syukur. Jiwa yang senantiasa bersyukur akan merasakan kebahagiaan. Maka, untuk merasakan kebahagian hidup, bersyukurlah setiap waktu atas nikmat hari-hari yang telah kita jalani. Menjaga kesehatan jasmani dan rohani menjadi faktor penting yang harus mendapatkan perhatian bagi semua orang (Nepo, 2015).

Dr. Didi Junaedi, MA dalam bukunya Tafsir Kebahagiaan, menjelaskan langkah-langkah meraih kebahagiaan menurut al-Qur’an adalah dengan memahami sumber-sumber kebahagiaan, penghalang kebahagiaan, serta langkah-langkah meraih kebahagiaan. Adapun sumber-sumber kebahagiaan berupa relasi intrapersonal, yang meliputi: sabar dan syukur, relasi interpersonal, yang meliputi: mencintai, memberi, dan memaafkan, dan relasi spiritual, yaitu : tawakal. Sedangkan penghalang kebahagiaan meliputi: disharmoni relasi intrapersonal, disharmoni relasi interpersonal, dan disharmoni relasi spiritual. Langkah-langkah meraih kebahagiaan meliputi : berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan sesama, dan mendekatkan diri kepada Tuhan (Junaedi, 2019).

Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan merupakan dasar terwujudnya jiwa yang tenang (nafs al-muthmainnah). Jiwa yang tenang akan ikhlas dalam menjalankan ibadah dan amalan kebaikan lainnya. Jiwa yang tenang memiliki keikhlasan dalam setiap ibadahnya sehingga menjadikan Allah ridha dan mempersilakan memasuki surga-Nya. WaAllahu a’lam bishshowab. []


Gumpang Baru. 26 November 2021


Referensi :
Hamka. (2020). Tasawuf Modern: Bahagia itu Dekat dengan Kita, Ada di dalam Diri Kita. Jakarta: Republika.

Junaedi, D. (2019). Tafsir Kebahagiaan. Brebes: Rahmadina Publishing.

Nepo, M. (2015). Kitab Kebahagiaan. Jakarta: Gramedia.

Saputro, A. N. C. (2020). Harmoni Kehidupan: Inspirasi Menjalani Kehidupan yang Seimbang. Sukabumi: Farha Pustaka.

Shadily, H. (1980). Ensiklopedia Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.

Wikipedia. (2018). Nafsul Mutmainnah. In Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Retrieved from https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Nafsul_Mutmainnah&oldid=13694931

___________________________
*Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis.

Postingan Populer