Powered By Blogger

Selasa, 28 Desember 2021

NASIHAT PERNIKAHAN: MENIKAH UNTUK MENGGAPAI KEBAHAGIAAN

 

Sumber Gambar : Menikah Itu Bahagia? Yakin?. Banyak orang berpikir menikah itu happy… | by Steven Alidjurnawan | Medium

NASIHAT PERNIKAHAN: 

MENIKAH UNTUK MENGGAPAI KEBAHAGIAAN

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Menikah merupakan fitrah manusia. Manusia diciptakan Allah Swt untuk hidup berpasang-pasangan. Melalui pernikahan, dua orang yang berlainan jenis dapat bersatu dan hidup bersama dalam satu ikatan perkawinan yang diridai Allah Swt. Menikah menjadi salah satu sunnah Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadis beliau pernah bersabda“Pernikahan, ikatan dalam hubungan suami-istri, adalah salah satu sunahku, cara hidupku. Siapa yang tidak senang dengan cara hidupku, maka ia tidak termasuk dalam kelompok umatku.” (HR Bukhari dan Muslim).

Menikah juga diperintahkan Allah Swt dan merupakan perbuatan yang disukai-Nya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw. Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian" (H.R. Abu Daud dan Hakim). Dari hadis ini terlihat jelas bahwa Allah lebih menyukai pernikahan daripada perceraian. Dengan kata lain, Allah Swt meridai dan menyukai hamba-hamban-Nya yang menikah.

            Dalam agama Islam, menikah merupakan sarana untuk menjaga kehormatan diri, baik pihak pengantin laki-laki maupun pengantin perempuan. Dengan menikah dan memiliki keluarga, laki-laki dapat [berlatih] menjadi seorang pemimpin (imam) bagi keluarganya. Di dalam keluarga, laki-laki menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab atas kesejahteraan dan kenteraman keluarganya. Dia berkewajiban memberikan nafkah untuk keluarganya agar dapat hidup cukup dan sejahtera.

Melalui pernikahan pula, laki-laki dan perempuan dapat menyalurkan fitrah kebutuhan biologisnya dengan tenang dan dengan cara yang sehat serta dibenarkan syariat. Menikah juga merupakan sarana yang dipilihkan Allah Swt agar umat Islam dapat memperbanyak keturunan melalui ikatan perkawinan yang suci. Dari pernikahan inilah akan terlahir anak-anak dengan nasab yang jelas. Menikah bukan hanya sekadar jalan untuk menyalurkan hasrat kebutuhan biologis, melainkan juga untuk menggapai kebahagiaan hati. Selain terpenuhinya hasrat kebutuhan biologis yaitu hubungan suami istri, melalui pernikahan juga terpenuhi kebutuhan psikis, yaitu kebahagiaan, cinta, kasih sayang, keharmonisan, dan lain sebagainya.

            Pernikahan seharusnya di samping memenuhi persyaratan rukun pernikahan, juga harus diawali dengan niat untuk saling memberikan cinta dan kasih sayang antar suami istri, dan juga untuk tujuan menggapai kebahagiaan bersama. Inilah tujuan utama dari pernikahan yaitu untuk mewujudkan kebahagiaan bersama dengan melalui rasa cinta dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang di antara pasangan suami-istri merupakan karunia Allah Swt yang harus disyukuri dan dirawat. Perasaan cinta dan kasih sayang adalah murni dari Allah Swt, Tuhan yang Maha Cinta. Oleh karena itu, perasaan cinta dan kasih sayang bersifat sacral atau suci. Maka untuk menyalurkan rasa cinta dan kasih sayang yang sacral tersebut juga harus melalui sarana yang sakral, yaitu akad pernikahan yang sesuai syariat. Di sinilah letak keindahan dari sebuah pernikahan. Pernikahan adalah sakral dan sarana untuk menyalurkan rasa cinta dan kasih sayang yang juga sakral. Oleh karena itu, pernikahan tidak boleh dikotori oleh niat dan perbuatan yang tidak sakral, seperti menikah hanya untuk tujuan melampiaskan kebutuhan biologis, atau menikah untuk menyakiti pasangannya atau untuk balas dendam keluarganya, dan tujuan-tujuan negatif lainnya.

            Ketika menjalani kehidupan dalam pernikahan (keluarga), penting ditanamkan dalam pikiran dan hati setiap pasangan suami-istri bahwa apapun yang mereka lakukan untuk keluarga harus dijalani dengan penuh kebahagiaan dan keikhlasan karena itu untuk kepentingan kebahagiaan dan keharmonisan bersama. Semua pekerjaan jika dilakukan dengan ikhlas dan hati yang bahagia maka akan terasa nikmat dan tidak membosankan. Dalam kehidupan berkeluarga harus selalu diingat bahwa ada nilai pengabdian, berbakti, pengorbanan, dan ibadah dari setiap aktivitas yang dilakukan suami-istri yang untuk kepentingan keluarga.

Suami bekerja banting tulang untuk mencari nafkah buat keluarganya memang capek dan melelahkan. Tetapi jika diniatkan untuk memberikan kehidupan yang layak (sejahtera) bagi istri dan anak-anaknya, maka rasa lelah dan capek tersebut akan hilang. Bukannya capek dan lelah yang dirasakan, tetapi kebahagiaan dan kebanggaan sebagai suami dan ayah yang telah mampu memberikan nafkah terbaik dari hasil jerih payah dengan tangannya sendiri. Di sinilah nilai ibadah dari kerja suami mencari nafkah untuk keluarganya.

Demikian pula halnya dengan istri. Istri seharian capek bekerja mengurus keluarga, dari mulai memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, menyiapkan makan untuk suami dan anak, melayani kebutuhan suami, menyiapkan kebutuhan anak-anak, dan lain sebagainya. Jika pekerjaan yang begitu banyak dan melelahkan tersebut dilakukan tanpa dasar niat bakti kepada suami dan pengorbanan untuk kebahagiaan keluarga, maka pasti rasanya membosankan. Tetapi jika diniati untuk bakti kepada suami dan demi kasih sayang kepada anak-anak, yang ujung-ujungnya adalah kebahagiaan dan keharmonisan keluarga, maka semua pekerjaan tersebut terasa sangat nikmat dan membahagiakan. Ada kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi seorang istri dan ibu yang dapat memberikan segenap bakti dan cintanya untuk suami tercinta dan melimpahkan segenap cinta dan kasih sayangnya untuk kebahagiaan anak-anak. Di sinilah nilai ibadah dari aktivitas istri di rumah. Jadi baik suami maupun istri selalu ada nilai ibadah yang diperoleh karena semua aktivitas pekerjaan yang dilakukan semata-mata untuk menjalankan perintah Allah Swt yaitu mewujudkan kehidupan yang bahagia dan menjalankan pengabdian pada-Nya.

Di awal-awal pernikahan, saya menasihati istri -lebih tepatnya diskusi bersama untuk merawat keharmonisan keluarga- bahwa dalam membangun keluarga yang harus selalu dijaga adalah adanya komunikasi antara suami-istri dan saling mempercayai satu sama lain. Komunikasi antar suami-istri harus selalu terjadi agar segala permasalahan ataupun kesalahpahaman dapat segera ditemukan solusinya sehingga masalah tersebut tidak berkepanjangan dan mengakibatkan terganggunya keharmonisan hubungan suami istri. Di samping itu, kunci penting untuk menjaga keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan  berkeluarga adalah adanya saling percaya antara suami dan istri. Ikatan pernikahan akan dapat langgeng dan penuh kebahagiaan dan kedamaian jika suami dan istri saling mempercayai. Tanpa adanya saling percaya ini, maka mustahil pernikahan tersebut akan menghasilkan kebahagiaan karena yang ada hanya saling curiga dan berpikiran negatif satu sama lain. Dua hal inilah yang sangat saya tekankan dalam kehidupan keluarga saya. Saya menyadari bahwa kebahagiaan dan rasa damai adalah tujuan akhir sebuah ikatan pernikahan. Maka suami maupun istri harus berkomitmen dan bertekad untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut secara bersama-sama. Suami dan istri sama-sama berkewajiban menjaga keutuhan ikatan pernikahan dengan saling menjaga komunikasi dan menjaga kepercayaan pasangannya.

Pada tahun awal pernikahan, kami memang sering terjadi riak-riak masalah karena kesalahpaman antara saya dan istri. Hal itu wajar saja karena kami masih tahap saling mengenal dan memahami karakter masing-masing. Dengan latar belakang kehidupan yang berbeda, saya dari desa sedangkan istri dari kota pastilah terjadi perbedaan dalam kebiasaan dan kultur kehidupan sehari-hari. Dari perbedaan latar belakang kehidupan itulah terkadang terjadi gesekan-gesekan permasalahan di awal-awal pernikahan kami. Walaupun begitu, kami tetap berkomitmen dan berusaha untuk menyelesaikan kesalahpahaman tersebut dengan cara berkomunikasi dan berdiskusi untuk mencari solusi yang tepat. Kami percaya bahwa dengan menciptakan suasana kehidupan keluarga yang harmonis, tenteram, penuh rasa cinta dan kasih sayang serta dukungan kesejahteraan yang cukup, kami akan dapat menjaga ikatan pernikahan sampai akhir kehidupan kami. Hanya kepada Allah Swt kami berserah diri dan berharap kebaikan. Semoga Allah Swt selalu meridai dan memberkahi keluarga kami. Amin. []

 

Gumpang Baru, 27 Desember 2021

 

 

Biodata Penulis

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana tingkat Master (M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain sebagai dosen, beliau juga seorang bloger, pembicara/narasumber workshop/seminar, pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan 70 judul buku (baik buku solo maupun buku antologi), Peraih Juara 1 nasional lomba penulisan buku pelajaran kimia di Kementerian Agama RI (2007), Peraih SPK Award Kategori “Anggota Teraktif” peringkat 1 (2021), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 dan 3, dan trainer tersertifikasi Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia), ThinkBuzan Certified iMindMap Leader (UK), ThinkBuzan Certified Applied Innovation Facilitator (UK), ThinkBuzan Certified Speed Reading Practitioner (UK), ThinkBuzan Certified Memory Practitioner (UK), dan Indomindmap Certified Growth Mindset Coach-GMC. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Postingan Populer