Sumber Gambar : Menikah Itu Bahagia? Yakin?. Banyak orang berpikir menikah itu happy… | by Steven Alidjurnawan | Medium |
NASIHAT PERNIKAHAN:
MENIKAH UNTUK MENGGAPAI KEBAHAGIAAN
Oleh
:
Agung
Nugroho Catur Saputro
Menikah merupakan
fitrah manusia. Manusia diciptakan Allah Swt untuk hidup berpasang-pasangan. Melalui
pernikahan, dua orang yang berlainan jenis dapat bersatu dan hidup bersama
dalam satu ikatan perkawinan yang diridai Allah Swt. Menikah menjadi salah satu
sunnah Rasulullah Saw. Dalam sebuah hadis beliau pernah bersabda, “Pernikahan, ikatan
dalam hubungan suami-istri, adalah salah satu sunahku, cara hidupku. Siapa yang
tidak senang dengan cara hidupku, maka ia tidak termasuk dalam kelompok
umatku.” (HR Bukhari dan Muslim).
Menikah juga
diperintahkan Allah Swt dan merupakan perbuatan yang disukai-Nya. Hal ini sebagaimana
sabda Rasulullah Saw. Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah
adalah perceraian" (H.R. Abu Daud dan Hakim). Dari hadis ini terlihat
jelas bahwa Allah lebih menyukai pernikahan daripada perceraian. Dengan kata
lain, Allah Swt meridai dan menyukai hamba-hamban-Nya yang menikah.
Dalam
agama Islam, menikah merupakan sarana untuk menjaga kehormatan diri, baik pihak
pengantin laki-laki maupun pengantin perempuan. Dengan menikah dan memiliki
keluarga, laki-laki dapat [berlatih] menjadi seorang pemimpin (imam) bagi
keluarganya. Di dalam keluarga, laki-laki menjadi kepala keluarga yang bertanggung
jawab atas kesejahteraan dan kenteraman keluarganya. Dia berkewajiban
memberikan nafkah untuk keluarganya agar dapat hidup cukup dan sejahtera.
Melalui pernikahan
pula, laki-laki dan perempuan dapat menyalurkan fitrah kebutuhan biologisnya
dengan tenang dan dengan cara yang sehat serta dibenarkan syariat. Menikah juga
merupakan sarana yang dipilihkan Allah Swt agar umat Islam dapat memperbanyak keturunan
melalui ikatan perkawinan yang suci. Dari pernikahan inilah akan terlahir
anak-anak dengan nasab yang jelas. Menikah bukan hanya sekadar jalan untuk
menyalurkan hasrat kebutuhan biologis, melainkan juga untuk menggapai
kebahagiaan hati. Selain terpenuhinya hasrat kebutuhan biologis yaitu hubungan
suami istri, melalui pernikahan juga terpenuhi kebutuhan psikis, yaitu
kebahagiaan, cinta, kasih sayang, keharmonisan, dan lain sebagainya.
Pernikahan
seharusnya di samping memenuhi persyaratan rukun pernikahan, juga harus diawali
dengan niat untuk saling memberikan cinta dan kasih sayang antar suami istri,
dan juga untuk tujuan menggapai kebahagiaan bersama. Inilah tujuan utama dari
pernikahan yaitu untuk mewujudkan kebahagiaan bersama dengan melalui rasa cinta
dan kasih sayang. Cinta dan kasih sayang di antara pasangan suami-istri
merupakan karunia Allah Swt yang harus disyukuri dan dirawat. Perasaan cinta
dan kasih sayang adalah murni dari Allah Swt, Tuhan yang Maha Cinta. Oleh
karena itu, perasaan cinta dan kasih sayang bersifat sacral atau suci. Maka
untuk menyalurkan rasa cinta dan kasih sayang yang sacral tersebut juga harus
melalui sarana yang sakral, yaitu akad pernikahan yang sesuai syariat. Di
sinilah letak keindahan dari sebuah pernikahan. Pernikahan adalah sakral dan
sarana untuk menyalurkan rasa cinta dan kasih sayang yang juga sakral. Oleh
karena itu, pernikahan tidak boleh dikotori oleh niat dan perbuatan yang tidak
sakral, seperti menikah hanya untuk tujuan melampiaskan kebutuhan biologis,
atau menikah untuk menyakiti pasangannya atau untuk balas dendam keluarganya,
dan tujuan-tujuan negatif lainnya.
Ketika menjalani kehidupan dalam
pernikahan (keluarga), penting ditanamkan dalam pikiran dan hati setiap
pasangan suami-istri bahwa apapun yang mereka lakukan untuk keluarga harus
dijalani dengan penuh kebahagiaan dan keikhlasan karena itu untuk kepentingan
kebahagiaan dan keharmonisan bersama. Semua pekerjaan jika dilakukan dengan
ikhlas dan hati yang bahagia maka akan terasa nikmat dan tidak membosankan. Dalam
kehidupan berkeluarga harus selalu diingat bahwa ada nilai pengabdian,
berbakti, pengorbanan, dan ibadah dari setiap aktivitas yang dilakukan
suami-istri yang untuk kepentingan keluarga.
Suami bekerja banting
tulang untuk mencari nafkah buat keluarganya memang capek dan melelahkan.
Tetapi jika diniatkan untuk memberikan kehidupan yang layak (sejahtera) bagi
istri dan anak-anaknya, maka rasa lelah dan capek tersebut akan hilang.
Bukannya capek dan lelah yang dirasakan, tetapi kebahagiaan dan kebanggaan
sebagai suami dan ayah yang telah mampu memberikan nafkah terbaik dari hasil
jerih payah dengan tangannya sendiri. Di sinilah nilai ibadah dari kerja suami
mencari nafkah untuk keluarganya.
Demikian pula halnya
dengan istri. Istri seharian capek bekerja mengurus keluarga, dari mulai
memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah, menyiapkan makan untuk suami dan
anak, melayani kebutuhan suami, menyiapkan kebutuhan anak-anak, dan lain
sebagainya. Jika pekerjaan yang begitu banyak dan melelahkan tersebut dilakukan
tanpa dasar niat bakti kepada suami dan pengorbanan untuk kebahagiaan keluarga,
maka pasti rasanya membosankan. Tetapi jika diniati untuk bakti kepada suami
dan demi kasih sayang kepada anak-anak, yang ujung-ujungnya adalah kebahagiaan
dan keharmonisan keluarga, maka semua pekerjaan tersebut terasa sangat nikmat
dan membahagiakan. Ada kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri bagi seorang istri
dan ibu yang dapat memberikan segenap bakti dan cintanya untuk suami tercinta
dan melimpahkan segenap cinta dan kasih sayangnya untuk kebahagiaan anak-anak.
Di sinilah nilai ibadah dari aktivitas istri di rumah. Jadi baik suami maupun
istri selalu ada nilai ibadah yang diperoleh karena semua aktivitas pekerjaan
yang dilakukan semata-mata untuk menjalankan perintah Allah Swt yaitu
mewujudkan kehidupan yang bahagia dan menjalankan pengabdian pada-Nya.
Di awal-awal
pernikahan, saya menasihati istri -lebih tepatnya diskusi bersama untuk merawat
keharmonisan keluarga- bahwa dalam membangun keluarga yang harus selalu dijaga
adalah adanya komunikasi antara suami-istri dan saling mempercayai satu sama
lain. Komunikasi antar suami-istri harus selalu terjadi agar segala
permasalahan ataupun kesalahpahaman dapat segera ditemukan solusinya sehingga
masalah tersebut tidak berkepanjangan dan mengakibatkan terganggunya
keharmonisan hubungan suami istri. Di samping itu, kunci penting untuk menjaga
keharmonisan dan kedamaian dalam kehidupan berkeluarga adalah adanya saling percaya
antara suami dan istri. Ikatan pernikahan akan dapat langgeng dan penuh
kebahagiaan dan kedamaian jika suami dan istri saling mempercayai. Tanpa adanya
saling percaya ini, maka mustahil pernikahan tersebut akan menghasilkan
kebahagiaan karena yang ada hanya saling curiga dan berpikiran negatif satu
sama lain. Dua hal inilah yang sangat saya tekankan dalam kehidupan keluarga
saya. Saya menyadari bahwa kebahagiaan dan rasa damai adalah tujuan akhir
sebuah ikatan pernikahan. Maka suami maupun istri harus berkomitmen dan
bertekad untuk mewujudkan kebahagiaan tersebut secara bersama-sama. Suami dan
istri sama-sama berkewajiban menjaga keutuhan ikatan pernikahan dengan saling
menjaga komunikasi dan menjaga kepercayaan pasangannya.
Pada tahun awal
pernikahan, kami memang sering terjadi riak-riak masalah karena kesalahpaman
antara saya dan istri. Hal itu wajar saja karena kami masih tahap saling
mengenal dan memahami karakter masing-masing. Dengan latar belakang kehidupan
yang berbeda, saya dari desa sedangkan istri dari kota pastilah terjadi
perbedaan dalam kebiasaan dan kultur kehidupan sehari-hari. Dari perbedaan latar
belakang kehidupan itulah terkadang terjadi gesekan-gesekan permasalahan di
awal-awal pernikahan kami. Walaupun begitu, kami tetap berkomitmen dan berusaha
untuk menyelesaikan kesalahpahaman tersebut dengan cara berkomunikasi dan
berdiskusi untuk mencari solusi yang tepat. Kami percaya bahwa dengan
menciptakan suasana kehidupan keluarga yang harmonis, tenteram, penuh rasa
cinta dan kasih sayang serta dukungan kesejahteraan yang cukup, kami akan dapat
menjaga ikatan pernikahan sampai akhir kehidupan kami. Hanya kepada Allah Swt
kami berserah diri dan berharap kebaikan. Semoga Allah Swt selalu meridai dan
memberkahi keluarga kami. Amin. []
Gumpang Baru, 27 Desember 2021
Biodata
Penulis
Agung Nugroho Catur
Saputro, S.Pd., M.Sc. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh
di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana tingkat Master (M.Sc.)
ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis
tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain sebagai dosen, beliau juga seorang bloger,
pembicara/narasumber workshop/seminar, pegiat literasi dan penulis yang telah
menerbitkan 70 judul buku (baik buku solo maupun buku antologi), Peraih Juara 1
nasional lomba penulisan buku pelajaran kimia di Kementerian Agama RI (2007),
Peraih SPK Award Kategori “Anggota Teraktif” peringkat 1 (2021), Penulis buku
non fiksi tersertifikasi BNSP, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan
IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 dan 3, dan trainer
tersertifikasi Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia), ThinkBuzan Certified
iMindMap Leader (UK), ThinkBuzan Certified Applied Innovation Facilitator (UK),
ThinkBuzan Certified Speed Reading Practitioner (UK), ThinkBuzan Certified Memory
Practitioner (UK), dan Indomindmap Certified Growth Mindset Coach-GMC. Penulis
dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email :
anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat dibaca di akun Facebook
: Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar