Powered By Blogger

Sabtu, 17 April 2021

BAGAIMANA KITA BERAGAMA?

 

Sumber Gambar : https://mediaindonesia.com/opini/259773/prinsip-kebebasan-beragama-atau-berkeyakinan

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Puasa Ramadan merupakan kewajiban bagi setiap muslim dan muslimat yang sudah terkena hukum syariat tanpa terkecuali. Walaupun begitu, bagi orang-orang tertentu yang karena suatu kondisi tertentu tidak memungkinkan untuk menjalankan puasa, Allah Swt memberikan keringan untuk tidak menjalankan puasa dan menggantikan puasa yang ditinggalkan di waktu lain dan cara yang lain. Jadi hukum puasa Ramadan yang wajib pada dasarnya tidak pernah berubah. Sesuatu amalan ibadah yang secara hukum syariat jelas dihukumi wajib maka akan tetap wajib sampai kapanpun. Hanya dalam pelaksanaan kewajiban tersebut agama memberikan keluwesan dalam mengerjakannya sesuai situasi dan kondisi yang dialami.

 

Setiap orang memiliki kondisi kehidupan yang berbeda-beda dan kemampuan yang berbeda-beda pula, maka dalam melaksanakan kewajiban ibadah juga bisa berbeda-beda. Sebagai contoh, bagi orang yang sakit atau dalam perjalanan diperbolehkan untuk tidak berpuasa Ramadan tetapi ia tetap wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya di hari lain sejumlah hari yang ia tidak berpuasa. Kata “diperbolehkan” maknanya tidak dipaksa atau keharusan, tetapi suka rela. Jika orang yang sakit atau menempuh perjalanan merasa masih mampu menjalankan puasa, maka ia diperbolehkan tetap berpuasa tanpa terkurangi sedikitpun pahala dari puasanya. Demikian pula sebaliknya jika ia merasa berat dan kesusahan jika tetap berpuasa di tengah menderita sakit atau menempuh perjalanan jauh, maka ia berhak menggunakan haknya yang dilegalkan oleh hukum syariat untuk tidak berpuasa dengan tetap menggantinya di waktu lain karena kondisi sakitnya ataupun kondisi perjalanan jauhnya tidak pernah bisa menggugurkan kewajibannya untuk berpuasa.

 

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa Islam sangat memperhatikan aspek kemanusiaan. Islam sangat luwes dalam mengatur tata cara pelaksanaan ibadah. Islam memiliki ketegasan dan tidak pernah kompromi dalam hal masalah akidah tetapi Islam juga tidak kaku dalam menerapkan hukum-hukum syariatnya.  Kita harus bisa membedakan antara akidah dengan cara menjalankan peribadatan. Memegang teguh akidah itu keharusan, tetapi bagaimana menjalankan aturan beragama dalam hal peribadatan adalah bergantung situasi dan kondisi. Agama adalah masuk ranah privasi, dimana agama yang mengandung ajaran akidah dan keimananan adalah urusan pribadi antara seorang hamba dengan Tuhannya. Agama adalah pedoman bagi seorang hamba untuk menjalankan perintah sang pencipta. Dalam menjalankan perintah agama masih ada ruang untuk menyesuaikan situasi dan kondisi yang terjadi sehingga karena kondisinya tersebut tidak memungkinkan ideal. Agama memberikan kebebasan bagi pemeluknya untuk menjalankan dan mengekspresikan rasa keberagamaannya dengan caranya sendiri sesuai kondisinya dengan tetap mematuhi prinsip-prinsip pokoknya. Agama hanya memberikan panduan bagaimana menjalan ibadah sebagai representasi dari ketundukan, kepatuhan, ketaatan, dan penghambaan kepada sang pencipta, tetapi bagaimana seseorang menjalankan keberagamaannya dapat menyesuaikan kondisi dirinya.

 

Setiap orang yang lebih tahu tentang kondisi dirinya sendiri dan tentunya Allah pasti lebih mengetahui kondisi yang sebenarnya. Maka penting sekali untuk dipahami bersama bahwa setiap orang tidak perlu memaksakan cara beragamanya kepada orang lain karena boleh jadi kondisi dan pemahamannya berbeda. Kita cukup menghormati orang lain dalam menjalankan ibadah dan keberagamaannya karena kita tidak akan diminta pertanggungjawaban atas ibadah orang lain. Setiap orang di hari akhir nanti akan sepenuhnya mempertanggungjawabkan sendiri amal ibadah dan perbuatannya, bukan orang lain. Jadi kita tidak perlu merasa terganggu dengan cara beribadah dan cara beragama orang lain. Kita cukup mengurusi diri kita sendiri apakah kita sudah menjalankan ajaran agama kita dengan baik dan benar sesuai pemahaman kita.

 

Kita beragama itu untuk siapa? Pastinya untuk kepentingan diri sendiri kan? Setiap orang pasti melakukan peribadatan untuk kepentingan dirinya masing-masing. Jadi buat apa kita memaksakan pemahaman dan keyakinan kita kepada orang lain? Menyampaikan kebenaran agama yang kita yakini (imani) sebagai bagian dari berdakwah tidak salah, tetapi jika memaksa orang lain harus mempercayai dan bahkan disertai dengan menghina atau merendahkan agama dan kepercayaan orang lain adalah perbuatan yang tidak benar. Beragama adalah kebebasan dan kemerdekaan setiap orang. Setiap orang bebas memilih agama apa yang dipercayai dan dianut. Dalam agama Islam juga ada dalil “tidak ada paksaan dalam beragama”. Jadi beragama itu bukan karena dipaksa atau karena diintimidasi tetapi karena suka rela dan mengakui kebenaran ajaran agama yang dianutnya. Wallahu a’lam bish-shawab. []

 

Gumpang Baru, 05 Ramadan 1442 H (17 April 2021)

 

*) Tulisan dalam artikel adalah pendapat pribadi penulis

 

 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer