Powered By Blogger

Sabtu, 06 April 2024

RAMADAN SEBAGAI BULAN PENINGKATKAN KUALITAS DIRI

 

RAMADAN SEBAGAI BULAN PENINGKATKAN KUALITAS DIRI

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh kebaikan. Di dalam bulan Ramadan, Allah SWT mengkaruniakan ampunan dan keberkahan. Ibadah dan amalan kebaikan yang dikerjakan di dalam bulan Ramadan akan dibalas oleh Allah SWT dengan pahala kebaikan yang berlipat ganda. Di dalam bulan Ramadan, Allah SWT juga akan mengampuni dosa-dosa orang yang mau mengerjakan puasa Ramadan dengan ikhlas. Demikianlah keyakinan yang diimani oleh umat Islam terkait kemuliaan bulan Ramadan. Oleh karena itu, banyak orang Islam yang mempersiapkan diri dengan berbagai program kegiatan dan aktivitas yang berorientasi spiritual dalam rangka menjemput ampunan dan keberkahan dari-Nya.

Pada tahun ini, penulis tidak memprogramkan aktivitas khusus untuk mengisi bulan Ramadan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, selama bulan Ramadan penulis melakukan amalan ibadah yang bersifat kontinyu, bukan amalan ibadah yang menggebu-gebu yang dikhususkan dilakukan hanya saat bulan Ramadan saja. Hal itu penulis lakukan didasarkan atas hadis Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa Allah SWT menyukai amalan yang walaupun sedikit tetapi dilakukan secara istikamah (terus-menerus, kontinyu). Allah SWT tidak menyukai amalan yang banyak tetapi dilakukan hanya sekali. Sebagai contoh amalan kebaikan seperti membaca Al-Qur’an lima ayat setiap hari selama 30 hari itu jauh lebih baik dibandingkan dengan membaca Al-Qur’an 150 ayat tetapi hanya dilakukan satu kali.

Bulan Ramadan merupakan bulan yang penuh misteri. Di bulan Ramadan, Allah SWT memang mendorong umat Islam untuk berlomba-lomba melakukan ibadah dan amal kebaikan dengan menjanjikan balasan pahala kebaikan yang berlipat ganda dan ampunan dosa-dosa serta dijauhkan dari siksa api neraka. Tetapi di balik iming-iming balasan pahala kebaikan yang berlipat ganda dan ampunan dosa-dosa tersebut, Allah SWT justru tidak memberikan penjelasan tentang ibadah dan amalan kebaikan yang bagaimana yang layak mendapatkan balasan pahala kebaikan dari Allah SWT. Allah SWT hanya meberikan rambu-rambu bahwa puasa Ramadan yang dilakukan karena ikhlas lillahi ta’ala akan mendapatkan balasan pahala berlipat ganda. Ditambah dengan Rasulullah SAW juga menjelaskan bahwa tidak semua puasa Ramadan yang dilakukan orang-orang Islam itu dijamin diterima Allah SAW. Rasulullah SAW menyatakan bahwa banyak orang yang menjalankan puasa Ramadan tetapi tidak mendapatkan apa-apa (maksudnya tidak mendapatkan pahala dari Allah SAW) selain rasa lapar dan haus. Hal itu  menunjukkan bahwa amalan bulan Ramadan ini penuh misteri. Oleh karena itu, beragam pendapat dan penafsiran muncul di kalangan umat Islam tentang bagaimana memaknai kemuliaan bulan Ramadan.

Pada kesempatan bulan Ramadan tahun 1445 H ini, penulis mencoba memaknai bulan Ramadan sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas amalan ibadah untuk anak-anak. Pemaknaan penulis ini berangkat dari kondisi kesehatan yang sedang penulis alami. Beberapa hari sebelum masuk bulan Ramadan, penulis harus menjalani tindakan operasi penyakit batu ginjal yang sudah satu tahun ini penulis derita. Sebelumnya penulis sudah beberapa kali menjalani tindakan operasi dan beberapa kali tindakan penghancuran batu ginjal dengan metode ESWL, tetapi ternyata hasilnya belum sepenuhnya berhasil. Hingga akhirnya pada bulan Januari 2024 penyakit batu ginjal penulis kembali kambuh dengan penulis merasakan rasa nyeri di pinggang belakang sebelah kanan. Setelah menjalani tes CT-Scan, dokter merekomendasikan agar penulis kembali menjalani tindakan operasi. Maka awal bulan Maret 2024 kembali penulis menjalani tindakan operasi pengambilan batu ginjal.

Setelah menjalani tindakan operasi batu ginjal, ternyata kondisi kesehatan penulis ngedrop sehingga penulis harus dirawat beberapa hari di RS pasca tindakan operasi. Pada hari keempat pasca tindakan operasi, kondisi kesehatan penulis sudah agak membaik dan lebih stabil sehingga akhirnya dokter membolehkan penulis untuk pulang dan menjalani pengobatan rawat jalan. Ternyata sejak pulang dari rumah sakit, kondisi kesehatan penulis tidak juga segera pulih kembali, tetapi sampai satu minggu lebih kondisi kesehatan penulis belum pulih juga. Hal itu berdampak pada pelaksanaan ibadah selama puasa Ramadan. Minggu pertama bulan Ramadan, penulis belum mampu menjalankan ibadah puasa Ramadan karena kondisi kesehatan penulis yang masih sakit dan juga harus rutin meminum obat dari dokter. Oleh karena itu, penulis memutuskan untuk tidak melaksanakan puasa Ramadan sampai kondisi kesehatan penulis kembali pulih dan mampu untuk berpuasa.

Setelah satu minggu lebih penulis menjalani masa pemulihan kesehatan, Alhamdulillah kondisi kesehatan penulis mengalami peningkatan menjadi lebih baik dan penulis merasa sudah mampu untuk berpuasa Ramadan. Maka ketika memasuki minggu kedua bulan Ramadan, akhirnya penulis bisa ikut melaksanakan puasa Ramadan. Walaupun sudah mampu melaksanakan ibadah puasa Ramadan, kondisi kesehatan penulis belum pulih seratus persen. Hal itu berdampak pada pelaksanaan ibadah lain seperti sholat fardhu dan sholat Tarawih. Untuk sementara waktu, penulis menjalankan ibadah sholat fardhu dengan posisi duduk karena badan penulis belum mampu berdiri lama karena tenaga belum pulih betul dan kepala masih terasa pusing.

Mempertimbangkan kondisi kesehatan penulis yang belum pulih seratus persen tersebut, maka penulis memutuskan melaksanakan ibadah sholat Tarawih di rumah dengan berjamaah bersama keluarga. Karena kondisi badan belum nyaman untuk sholat dengan berdiri, maka penulis melaksanakan ibadah sholat dengan duduk. Dengan situasi yang seperti itu, penulis merasa kurang afdhol  jika imam memimpin sholat dengan duduk sementara makmumnya berdiri. Oleh karena itu, penulis meminta anak pertama untuk menjadi imam sholat Tarawih menggantikan papinya yang belum pulih kesehatannya. Awalnya si kakak (panggilan kami untuk anak pertama) tidak mau karena merasa tidak mampu. Tetapi kami (penulis dan istri) terus memotivasi dan meyakinkan dia bahwa kakak pasti bisa. Akhirnya si kakak bersedia menggantikan papinya menjadi imam sholat Tarawih.

Ramadan tahun ini akhirnya kami menjalankan ibadah sholat Tarawih berjamaah di rumah dengan kakak yang menjadi imamnya, sedangkan penulis, istri, dan putri kecil kami menjadi makmumnya. Penulis dan istri memutuskan agar si kakak berlatih menjadi imam sholat Tarawih agar dia bisa dan terbiasa mengimami sholat Tarawih, sehingga jika sewaktu-waktu ditunjuk untuk menjadi imam sholat Tarawih tidak kaget dan menolak. Jadi Ramadan tahun ini kami jadikan ajang latihan bagi si kakak untuk berani tampil menjadi imam sholat Tarawih, walaupun  masih di lingkup keluarga. Tetapi dengan berani berlatih mengimami sholat Tarawih di lingkungan keluarga, kami berharap suatu saat dia juga akan berani menjadi imam sholat Tarawih ataupun sholat Fardhu jika ditunjuk atau diminta di lingkungan masyarakat.

Di bulan Ramadan tahun ini pula putri kecil kami yang masih duduk di sekolah TK B  mulai berlatih menjalani puasa Ramadan. Awalnya adek (panggilan kami untuk putri kecil kami) ikut berpuasa Ramadan, tapi puasa setengah hari, yaitu saat azan Dhuhur berbuka dan melanjutkan puasa hingga berbuka lagi waktu azan Maghrib. Tetapi yang mengagetkan kami adalah ketika memasuki minggu kedua bulan Ramadan, tiba-tiba adek bilang kalau besok mau puasa sehari penuh. Awalnya kami tidak yakin dengan perkataanya, tetapi ternyata adek benar-benar berpuasa sehari penuh. Walaupun adek belum rutin puasa penuh setiap hari, terkadang puasa penuh dan terkadang puasa setengah hari, tetapi bagi kami, dia telah melatih diri untuk ikut berpuasa Ramadan. Kami sangat bersyukur karena putri kecil kami sekarang sudah mau berpuasa Ramadan dengan keinginannya sendiri.

Demikianlah proses peningkatan kualitas pengamalan ibadah anak-anak kami di bulan Ramadan tahun ini. Bulan Ramadan tahun ini mereka pergunakan sebagai momentum untuk meningkatkan kualitas diri dalam hal pengamalan ibadah bulan Ramadan. Bulan Ramadan memang seharusnya dimaknai sebagai bulan untuk meningkatkan kualitas diri, baik kualitas dalam pemahaman ilmu, pengamalan ilmu, maupun peningkatan kualitas spiritualitas diri. Melalui pemaknaan Ramadan sebagai bulan peningkatan kualitas diri, maka selama bulan Ramadan diharapkan akan diisi dengan aktivitas-aktivitas yang berorientasi kepada peningkatan kualitas diri sehingga ada harapan selepas bulan Ramadan akan mengalami peningkatan kualitas ilmu, kualitas ibadah, maupun kualitas hidup. Bulan Ramadan seyogyanya tidak hanya dimaknai sekadar bulan berburu pahala karena janji Allah SWT yang akan melipatgandakan amal ibadah dan kebaikan yang dilakukan selama bulan Ramadan, tetapi sebaiknya lebih dimaknai sebagai  bulan peningkatan kualitas diri menuju standar kualitas tinggi sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT, yakni mencapai standar kualitas muttaqin. Wallahu a’lam bish-shawab. []

 

Gumpang Baru, 31 Maret 2024

Postingan Populer