Powered By Blogger

Rabu, 29 April 2020

MENULIS DAN MEMBANGUN PERSONAL BRANDING


Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro


Pada suatu hari, penulis kedatangan seorang tamu. Tamu tersebut tidak lain adalah seorang pimpinan editor sebuah penerbit buku di kota Solo. Beliau mengantarkan paket buku pelajaran Kimia SMA/MA kelas X,XI, dan XII untuk penulis. Buku kimia yang diberikan ke penulis adalah sampel buku yang telah diterbitkan. Penulis bukanlah penulis buku kimia tersebut, tetapi penulis berhak memperoleh sampel buku tersebut. Mengapa penulis berhak memperoleh sampel buku kimia tersebut? Ya, karena di dalam buku kimia tersebut tercantum nama penulis. Nama penulis tercantum di halaman belakang buku kimia tersebut sebagai Konsultan.

Penulis terlibat dalam proses penerbitan buku kimia tersebut. Sebelum proses pencetakan, terlebih dahulu penulis membaca draft buku tersebut secara keseluruhan dan memberikan saran-saran perbaikan. Itulah wewenang dari pihak penerbit yang diberikan ke penulis selaku Konsultan Buku Pelajaran bidang Kimia dan IPA.

Bagaimana proses penulis bisa menjadi seorang Konsultan Buku di Penerbit? Semuanya berawal dari peristiwa di awal tahun 2017. Waktu itu penulis sedang mengikuti meeting di salah satu hotel di kota Solo, tiba-tiba HP penulis bergetar (penulis selalu men-silent HP dan hanya mengaktifkan getaran saja agar tidak terganggu jika ada telepon masuk), penulis lihat dari nomor yang tidak dikenal. Penulis biarkan, telepon tidak penulis angkat. Ternyata berkali-berkali nomor asing tersebut menelpon, tetapi tetap penulis abaikan (penulis terbiasa mengabaikan telepon dari nomor asing). Asumsi penulis, kalau sangat penting, pasti sang penelpon akan mengirim pesan SMS atau WA ke penulis. Perkiraan penulis tepat, setelah beberapa kali telepon tidak diangkat, sang penelpon mengirimkan pesan lewat WA.

Dalam pesan WA tersebut, sang pengirim pesan mengenalkan diri, asal institusi, dan maksud menghubungi penulis. Ternyata beliau yang menelpon dan mengirim pesan WA ke penulis adalah seorang pimpinan editor buku di salah satu penerbit buku di kota Solo. Maksud menghubungi penulis adalah bermaksud mengajukan permohonan kepada penulis untuk bersedia menjadi konsultan buku pelajaran bidang kimia dan IPA.

Permohonan tersebut awalnya tidak langsung penulis terima, karena penulis perlu informasi lebih lengkap lagi tentang penerbit tersebut dan kejelasan tawaran yang diajukan. Maka penulis sampaikan kepada beliau bahwa nanti malam setelah selesai meeting, penulis akan memberikan jawaban atas permohonan tersebut.

Malamnya penulis berdiskusi lebih lanjut dengan beliau tentang kejelasan hak dan kewajiban konsultan, aturan profesionalisme kerja, prinsip kerja penulis, besaran dan waktu pemberian penghargaan (honorarium), dan batasan wewenang konsultan.

Malam itu, sambil beristirahat penulis memikirkan tawaran sebagai konsultan buku tersebut. Dalam hati, penulis bertanya-tanya, mengapa tawaran sebagai konsultan tersebut bisa sangat dekat dengan passion penulis di bidang penulisan buku? Mengapa penulis yang ditawari sebagai konsultan, bukan orang lain, padahal penulis sama sekali tidak mengenal beliau dan belum pernah berinteraksi dengan penerbit tersebut? Mungkinkah Allah Swt yang menggerakkan hati dan pikiran pimpinan editor buku tersebut untuk menghubungi penulis?

Akhirnya penulis menyimpulkan bahwa semua pasti sudah menjadi kehendak Allah Swt. Pasti Allah Swt berada di balik kejadian ini. Pasti Allah Swt yang sudah mengatur semuanya dan membuat mekanisme untuk mempertemukan penulis dengan penerbit buku tersebut. Mungkin ini sudah takdir Allah Swt bahwa dalam rangka meniti profesionalisme penulis di bidang penulisan buku, penulis terlebih dahulu harus melewati tahap menjadi seorang konsultan buku pelajaran di penerbit buku. Mungkin ini suatu ujian atau tantangan dari Allah Swt bagi penulis pribadi untuk menunjukkan bukti profesionalisme kerja dan kompetensi penulis di bidang penulisan buku.

Tawaran sebagai konsultan buku pelajaran tersebut menurut penulis dapat bermanfaat bagi intitusi penulis sebagai sarana membawa nama baik UNS sebagai salah satu PTN yang berkualitas dan sebagai bukti atau parameter kualitas tenaga pengajar di UNS. Di samping itu, kesempatan menjadi seorang konsultan bisa juga menjadi sarana untuk membangun "Personal Brand" penulis pribadi di bidang penulisan buku. Mungkin rekam jejak sebagai konsultan di penerbit suatu saat akan berguna bagi pengembangan kompetensi penulis dalam bidang penulisan buku.

Pagi harinya, penulis baru memberikan jawaban dan menyatakan menerima permohonan sebagai konsultan di penerbit buku tersebut. Sebagai konsultan, biodata penulis akan ditampilkan di halaman belakang setiap buku yang diterbitkan bersama biodata penulis, editor dan reviewer serta profil penerbit.

Beberapa waktu kemudian, penulis menandatangani surat pernyataan kesediaan sebagai konsultan buku pelajaran bidang kimia dan IPA beserta hak dan kewajiban yang melekat. Maka mulai terhitung tahun 2017, penulis memiliki aktivitas sampingan sebagai konsultan buku pelajaran bidang kimia dan IPA di penerbit buku tersebut dan di setiap buku pelajaran kimia dan IPA yang diterbitkan akan selalu tercantum biodata penulis selaku konsultan.

Demikian kisah perjalanan penulis dalam membangun Personal Brand sebagai penulis. Semoga bermanfaat. Salam literasi. []

Sumber Artikel :
Agung Nugroho Catur Saputro. (2028). Ketika Menulis Menjadi Sebuah Klangenan : Kumpulan Kisah dan Tips-Trik Menjadi Seorang Penulis. Ciamis : CV. Tsaqiva Publishing. 

*) Penulis adalah dosen, penulis, dan pegiat literasi di Universitas Sebelas Maret (UNS) yang telah menerbitkan lebih dari 20 buku yang mencakup buku solo maupun buku antologi. Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Program Studi S3-Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta.

Selasa, 28 April 2020

MISTERI KEAJAIBAN DUNIA


Oleh : 
Agung Nugroho Catur Saputro


Sepuluh tahun yang lalu, ketika hari perkiraan kelahiran anak yang pertama telah mendekati, penulis yang waktu itu sedang tugas belajar sampai mengajukan ijin ke dosen untuk tidak ikut perkuliahan karena mau menunggui istri melahirkan. Setelah menunggu di rumah selama satu minggu ternyata anak belum juga lahir sampai akhirnya penulis harus ke luar kota lagi untuk mengikuti ujian akhir semester.

Ketika ujian akhir semester tinggal hari terakhir, ternyata Allah Swt justru mentakdirkan anak penulis lahir di malam hari terakhir ujian akhir semester dimana saat itu posisi penulis sedang di luar kota, sehingga akhirnya penulis tidak dapat menemani proses persalinan istri.

Dari kejadian tersebut, penulis melakukan perenungan mendalam dan menyimpulkan bahwa walau manusia berusaha sekuat tenaga, kalau Allah Swt belum menghendaki maka tidak akan terjadi. Oleh karena itu, segala usaha yang telah kita lakukan pada akhirnya harus kita "pasrahkan" kepada Allah Swt karena hanya DIA-lah zat yang Maha Menentukan.

Sekitar dua tahun sejak kelahiran anak pertama, penulis dan istri meniatkan menambah "momongan" lagi, tetapi ternyata sampai tahun ke-10 kami belum juga mendapat momongan lagi. Kami bingung mengapa kami sulit memperoleh anak kedua, padahal proses memperoleh anak pertama lancar-lancar saja.

Untuk menguatkan niat kami dalam memperoleh momongan lagi, berbagai cara sudah kami tempuh. Mulai dari konsultasi dokter spesialis kandungan yang belum menemukan faktor penyebab istri belum bisa hamil, padahal riwayat kehamilan anak pertama tidak ada masalah. Kemudian kami ke pengobatan alternatif berbasis herbal juga belum membuahkan hasil. Alternatif lain berikutnya adalah pijat yang juga belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan.

Karena berbagai cara dan upaya sudah ditempuh tapi semuanya tidak berhasil, akhirnya pada diri istri muncul sedikit perasaan pesimis atau putus asa untuk bisa hamil lagi, apalagi ditambah usia yang mau mendekati kepala empat.

Di sela-sela perasaan putus asa, tetap terbersit perasaan yakin (walau sedikit) bahwa Allah Swt akan mengabulkan doa dan harapan kami. Akhirnya kami  memutuskan untuk "pasrah" saja terhadap apapun keputusan Allah Swt. Kami berupaya tidak terlalu memikirkan lagi tentang keinginan menambah momongan lagi.

Keputusan untuk "pasrah" pada ketetapan Allah Swt tersebut berlangsung beberapa bulan sampai akhirnya kami mendapat kejutan "keajaiban" berupa karunia Allah Swt yang selama ini kami harap-harapkan. Ya, sebuah tanda kemahakuasaan Allah Swt telah menyertai kehidupan keluarga kami.

Ternyata hasil dari "kepasrahan" memberikan hasil yang di luar perkiraan kami, tetapi sangat kami harapkan selama 10 tahun ini. Subhanallah, Allah Swt memperlihatkan kemahakuasaan-Nya dengan tanda "kehamilan" istri penulis. Penulis sangat bersyukur dengan peristiwa ini.

Akhirnya, pada hari Jumat tanggal 3 November 2017 pukul 08.05 WIB, Allah Swt kembali menampakkan kemahakuasaan-Nya dengan mentakdirkan anak kami lahir secara normal. Seorang bidadari kecil nan cantik telah dipilihkan Allah Swt untuk menemani kami sekeluarga. Terima kasih ya Allah, Engkau telah mengabulkan doa-doa dan harapan kami.

Pada kelahiran anak kami yang kedua ini, Allah Swt memberikan kesempatan penulis untuk mendampingi istri dalam proses persalinan. Saat mendampingi istri mempersiapkan persalinannya tersebut, penulis melihat secara langsung proses persalinan dan "seakan-akan" ikut merasakan bagaimana beratnya perjuangan istri untuk melahirkan putri kecil kami. Penulis seakan-seakan ikut merasakan dan ambil bagian dari rasa sakit yang dialami istri.

Dari kejadian tersebut, penulis merenungkan betapa berat perjuangan seorang ibu dalam melahirkan anak-anaknya. Rasa sakit, optimis, putus asa, harapan, kebahagiaan, dan rasa-rasa yang lain bercampur jadi satu demi melahirkan seorang anak ke dunia ini. Dan ternyata perjuangan seorang ibu bukan berakhir setelah melahirkan, tetapi justru baru dimulai. Maka tak heran jika "Surga itu di bawah telapak kaki ibu". Wallahu A'lam.[]


Sumber Artikel :

Agung Nugroho Catur Saputro. (2018). Renungan Kehidupan : Kumpulan Refleksi Kehidupan Sehari-hari untuk Mengasah Ketajaman Mata Hati. Kebumen : CV. Intishar Publishing.


 *) Penulis adalah dosen, penulis, dan pegiat literasi di Universitas Sebelas Maret (UNS) yang telah menerbitkan lebih dari 20 buku baik karya solo maupun karya antologi. Saat ini penulis sedang menempuh pendidikan pascasarjana di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Senin, 27 April 2020

KISAH PERJUANGANKU MENJADI PENULIS : Berawal dari Penulis LKS Menjadi Penulis Buku



Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro

 “Orang sukses adalah orang yang mampu melampaui kemampuan standarnya dan melesat  jauh meningkatkan level kemampuan dirinya.” (ANC_Saputro)



Pengalaman adalah guru yang terbaik. Guru terbaik kita adalah diri kita sendiri. Perjalanan hidup kita dapat menjadi guru terbaik bagi kita menuju perbaikan diri. Perjuangan memenangi tantangan kehidupan merupakan pengalaman berharga yang mampu membentuk diri kita menjadi pribadi yang tangguh. Tidak ada kesuksesan tanpa mengalami kegagalan. Seseorang yang tidak pernah mengalami kegagalan dalam hidupnya sebenarnya tidak pernah mengalami kesuksesan. Mengapa demikian? Karena sebenarnya ia tidak mengalami kemajuan apapun, apa yang ia raih adalah capaian standar saja.

Berbeda dengan orang yang pernah mengalami kegagalan, ia akan memperbaiki diri dan mengevaluasi faktor-faktor penyebab kegagalannya. Akhirnya ia belajar banyak dari pengalamannya ketika gagal tersebut dan akan berusaha memperbaiki diri agar dirinya tidak mengalami kegagalan lagi. Dengan demikian, secara tidak langsung ia telah menaikan level kemampuannya jauh di atas level ketika ia dulu gagal. Orang demikianlah yang disebut sukses. Orang sukses adalah orang yang mampu melampaui kemampuan standarnya dan melesat  jauh meningkatkan level kemampuan dirinya.  

Demikian pula yang penulis alami dalam menekuni bidang kepenulisan. Sebelum mampu menulis buku, dulu penulis mengawali dari menulis LKS siswa. Penulis mengawali menekuni aktivitas menulis buku memang di segmen buku pelajaran. Tidak seperti penulis-penulis hebat lain yang mengawali menjadi penulis buku dengan menulis artikel-artikel opini di surat kabar, majalah dan media massa lain. Karena disiplin keilmuwan yang penulis pelajari sewaktu kuliah S1 adalah kependidikan, maka penulis mengawali karier penulis sebagai penulis buku juga penulis awali dari menulis buku-buku pelajaran sesuai bidang keahlian yang penulis tekuni yaitu kimia. Maka penulis pun mengawali menulis buku pelajaran kimia.

Sebelum berhasil menulis dan menerbitkan buku pelajaran kimia, penulis sebelumnya mengawali dengan menulis LKS siswa. Sejenak penulis merenungkan kembali memori dulu ketika mulai belajar menulis buku. Waktu itu, penulis mendapat tawaran untuk menulis LKS siswa bidang kimia. Penulis pun dengan senang hati menerima tawaran tersebut dan segera mempersiapkan bahan-bahan untuk ditulis. Penulis segera mengumpulkan buku-buku kimia baik di tingkat SMA maupun buku-buku kimia di perguruan tinggi dan membacanya untuk persiapan menulis LKS kimia siswa SMA/MA. Waktu itu penulis menulis buku LKS siswa dengan menggunakan tangan, maksudnya tidak penulis ketik dengan komputer tetapi penulis tulis pakai tangan di kertas HVS. Penulis menulis LKS tersebut dengan serius dan sungguh-sungguh. Penulis benar-benar mencurahkan segala kreasi dan imajinasi penulis untuk menghasilkan tulisan yang berbeda sehingga menghasilkan naskah LKS yang unik dan berbeda dengan LKS lain. 

Setelah selesai satu naskah LKS kimia untuk siswa SMA/MA, penulis pun menyerahkan ke koordinator penulis. Naskah yang penulis serahkan ke koordinator penulis adalah naskah photo copy-an saja, sedangkan naskah asli tulisan tangan penulis tetap penulis simpan sebagai arsip pribadi. Waktu itu penulis berpikiran, naskah asli penulis tersebut terlalu berharga untuk diserahkan ke penerbit karena pihak penerbit hanya menghargai naskah LKS penulis setebal 80 halaman kertas folio dengan harga Rp. 500.000,00 saja. Apalagi nama penulis juga tidak tercantum di cover LKS tersebut karena penulis hanya penulis pengganti saja. Dengan alasan cover cudah dicetak, maka penulis pun harus rela menulis naskah dengan resiko nama penulis tidak tercantum di dalam cover LKS tetapi nama penulis lain yang tercantum.

Sahabat pembaca yang budiman. Mungkin di antara sahabat pembaca ada yang bertanya, mengapa penulis mau menerima tawaran menulis LKS dengan honor hanya Rp. 500.000,00 saja? Apakah sebanding uang Rp. 500.000,00 dengan waktu dan pikiran yang penulis curahkan untuk menulis naskah LKS tersebut? Sahabat pembaca, perlu saudara/i ketahui bahwa waktu itu penulis hanyalah seorang guru hononer (GTT, Guru Tidak Tetap atau guru wiyata bakti) di sebuah SMA swasta di kota Solo. Waktu itu honor penulis sebulan hanya Rp. 200.000,00 saja. Maka honor Rp. 500.000,00 untuk menulis satu naskah LKS waktu itu bagi penulis lumayan besar, karena lebih dari honor penulis selama dua bulan. Makanya penulis tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut.

Walau penulis menerima honor menulis LKS sebesar Rp. 500.000,00, tetapi penulis tidak lantas merasa puas dengan hanya dihargai Rp. 500.000,00. Penulis merasa honor Rp. 500.000,00 tersebut masih sangat terlalu kecil untuk menghargai naskah penulis. Penulis merasa naskah penulis memiliki harga yang jauh lebih tinggi lagi di atas Rp. 500.000,00. Oleh karena itu, karena penulis merasa naskah penulis terlalu berharga untuk sekadar dibayar Rp. 500.000,00, makanya penulis tidak menyerahkan naskah aslinya ke penerbit tetapi hanya foto copy-nya saja. Penulis tetap menyimpan arsip naskah asli penulis tersebut. Penulis memiliki rencana suatu saat nanti (entah kapan) akan memperbaiki lagi naskah LKS tersebut dan mengubahnya menjadi naskah buku pelajaran.

Akhirnya saat yang penulis nanti-nantikan datang juga.  Ada kesempatan bagi penulis untuk mengikuti lomba penulis buku pelajaran MIPA (Matematika, Kimia, Fisika, dan Biologi) yang diselenggarakan oleh Departemen Agama RI (sekarang Kementerian Agama RI). Penulis pun menyambut gembira kesempatan tersebut dan segera memperbaiki dan melanjutkan penulisan naskah LKS penulis dulu untuk penulis ubah mengikuti format buku pelajaran. Dengan menggandeng salah seorang teman kuliah S2 sebagai co-author akhirnya kami mampu menyelesaikan naskah buku pelajaran tersebut dan mengirimkannya ke panitia lomba di Jakarta.

Singkat cerita, setelah melalui serangkaian proses seleksi dan penilaian oleh tim juri, akhirnya buku kami dinyatakan sebagai juara 1 bidang kimia dan berhak memperoleh piagam penghargaan dari Menteri Agama RI dan hadiah sejumlah uang. Karena buku-buku para pemenang dinilai layak untuk diterbitkan dan disebarluaskan ke para siswa, maka akhirnya buku kami diterbitkan secara besar-besaran melalui proyek pengadaan buku di Kementerian Agama RI. Karena sejak awal lomba ada ketentuan dari panitia bahwa hak cipta buku yang menang lomba tetap ada di penulis, maka ketika buku kami diterbitkan oleh Kementerian Agama RI, kami para penulis tetap berhak atas royalty dari penjualan buku pelajaran tersebut. Dari hadiah dan royalty penerbitan SATU buku kami tersebut - yang awalnya hanyalah sebuah naskah LKS dengan ketebalan 80 halaman yang kami ubah menjadi naskah buku pelajaran dengan ketebalan sekitar 180 halaman - total uang yang kami terima sekitar 300 kali lipat dibandingkan honor penulis dulu ketika menyerahkan naskah tersebut masih berupa LKS.

Setelah memenangkan lomba penulisan buku pelajaran di Kementerian Agama RI tersebut dan menikmati hasilnya hingga penulis mampu membelikan sebuah rumah untuk keluarga kecil penulis (rumah yang sekarang penulis tempati bersama keluarga), penulis akhirnya tertarik untuk terus menekuni bidang penulisan buku. Di lain waktu berikutnya, ketika di fakultas tempat penulis mengabdi (saat mengikuti lomba penulisan buku pelajaran penulis telah lolos seleksi CPNS menjadi dosen PNS) ada edaran tentang seleksi pemberian insentif penulisan naskah buku ajar, penulis pun dengan cepat merespon informasi tersebut dan segera menyusun naskah buku ajar. Penulis memilih mengubah bahan-bahan materi kuliah penulis untuk penulis ubah menjadi naskah buku ajar. Singkat cerita, akhirnya setelah proses seleksi dan penilaian panitia, akhirnya naskah penulis layak untuk memperoleh insentif tersebut. Penulis bersyukur memperoleh insentif penulisan buku ajar tersebut. Informasi awal dari panitia bahwa naskah yang lolos seleksi dan memperoleh insentif akan diterbitkan oleh fakultas, tetapi setelah hampir tiga tahun ternyata tidak ada kabar lagi, maka akhirnya naskah buku ajar penulis tersebut penulis terbitkan di penerbit lain. Sejak itu, penulis terus berlatih menulis dan menikmati aktivitas menulis buku. Sampai saat tulisan ini penulis buat, sudah ada lebih dari 20 buku yang penulis tulis, baik sebagai karya solo maupun dalam bentuk karya bersama (antologi).

Berdasarkan kisah perjalanan dan perjuangan penulis menekuni aktivitas menulis buku di atas, pesan yang ingin penulis sampaikan kepada sahabat pembaca adalah hargailah karya kita setinggi-tingginya dan yakinlah bahwa kalau kita mau berusaha dan terus meningkatkan kualitas diri, insyaAllah suatu saat nanti Allah Swt akan mewujudkan cita-cita dan harapan kita. Ingatlah firman Allah Swt : 

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar Ra’d [13] : 11).

Demikian sekilas kisah perjalanan penulis mengawali dan menekuni dunia kepenulisan buku hingga sekarang. Hasil yang penulis peroleh saat ini adalah buah dari dari apa yang dulu penulis perjuangkan. Semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dan mungkin menjadi inspirasi bagi sahabat pembaca yang akan/sedang  mengawali menjadi penulis. Salam literasi.
Gumpang Baru, 02/08/2019

*) Penulis adalah dosen, penulis buku, dan pegiat literasi di Universitas Sebelas Maret (UNS), penulis lebih dari 20 buku, dan anggota grup literasi Sahabat Pena Kita (SPK), yang saat ini sedang berjuang menyelesaikan studi doktornya di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

Minggu, 26 April 2020

RAHASIA HIKMAH DI BALIK FENOMENA BAYI BERHIJAB


Oleh : 
Agung Nugroho Catur Saputro


Pada kesempatan ini, penulis akan menceritakan pengalaman penulis bersama bidadari kecil alias putri cantik penulis yang belum genap satu tahun usianya. Cerita tentang putri kecil penulis hanya sebagai background saja karena yang utama adalah pemikiran penulis terhadap hikmah dan pesan rahasia yang tersirat dari kejadian yang dialami putri kecil penulis. Cerita ini tentang fenomena bayi berhijab kaitannya dengan kerinduan jiwa murni manusia [dewasa] terhadap ketaatan dan ketundukkan pada Allah Swt dan berakhlakul karimah. Bagaimana kisahnya, silakan membaca.

Sebagaimana telah penulis ceritakan di artikel sebelumnya tentang bagaimana proses panjang yang telah penulis dan istri penulis jalani untuk memperoleh momongan kedua yang sekarang menjadi bintangnya dalam tulisan artikel ini, maka penulis bersama istri bertekat akan merawat bidadari kecil dengan sebaik-baiknya dan membekalinya dengan dasar-dasar agama sejak dini. Apa yang kami lakukan untuk membekali si kecil dengan dasar-dasar agama yang hanif? Ya, kami melatih bidadari kecil kami untuk memakai hijab setiap keluar rumah atau ada acara ke luar. Kemana pun kami bepergian bersama bidadari kecil kami, kami selalu memakaikan hijab kecil di kepala putri cantik kami.

Penulis sebagai orang tua menyadari sekali bahwa menanamkan nilai-nilai ajaran agama kepada anak itu perlu dimulai sejak kecil dan dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam proses penanaman nilai-nilai ajaran agama ke anak, pertimbangan aspek psikologis anak jelas menjadi perhatian kami. Maka kami mengenalkan putri kecil kami tentang adab berpakaian sesuai ajaran Islam sejak kecil agar kelak ketika ia sudah besar sudah terbiasa dan tidak canggung lagi dalam mengenakan pakaian yang sesuai syariat. 

Harapan penulis dan istri adalah kami tidak ingin putri kecil kami kelak merasa terpaksa memakai pakaian hijab hanya karena takut dimarahi orang tuanya. Kami ingin putri kecil kami kelak dengan suka rela memakai pakaian hijab karena menyadari bahwa ia berpakaian seperti itu bukan hanya karena keinginan kedua orang tuanya tetapi semata-semata karena menjalankan dan menepati perintah Allah Swt. Melalui pembiasaan sejak dini, kami berharap putri kecil kami kelak memiliki kebiasaan untuk selalu berpakaian sesuai syariat dan menjadi habit (kebiasaan). 

Mengenalkan dan menanamkan nilai-nilai ajaran agama kepada anak perlu dilakukan sejak anak masih kecil dan didukung  ketauladanan (contoh nyata) dari lingkungan di sekitarnya yakni orang tua dan anggota keluarga lainnya. Penanaman nilai-nilai ajaran agama kepada anak tidak bisa dilakukan hingga menunggu anak dewasa dulu, karena hal itu justru akan sulit karena anak telah mampu berpikir dan memiliki pendapatnya sendiri. 

Ketika anak sudah dewasa baru dikenalkan ajaran-ajaran agama oleh kedua orang tuanya, maka pasti anak akan selalu mempertanyakan alasan dari setiap perintah dalam agama, dan dampaknya adalah kedua orang tuanya pasti kewalahan dan kerepotan. Jika kedua orang tuanya memiliki pengetahuan dan pemahaman agama yang cukup tinggi, mungkin hal itu tidak ada masalah karena orang tua akan mampu memberikan penjelasan  dasar atau dalil dari setiap perintah dalam agama. Tetapi sebaliknya jika kedua orang tuanya hanya memiliki pemahaman agama seperti halnya pemahaman orang awam, maka pasti orang tuanya akan kesulitan menjelaskan dasar suatu perintah dalam agama, bahkan mungkin orang tuanya akan dibantah oleh anaknya yang memiliki daya pikir rasional yang lebih baik karena faktor pendidikan yang diperolehnya. 

Pengalaman yang sering penulis lihat langsung ketika  bidadari kecil kami yang memakai hijab bertemu dengan orang lain, sering orang-orang yang memandangnya berkomentar, “adiknya lucu banget”, “iih adiknya gemesin, masih kecil sudah pakai hijab”, “masyaAllah, masih kecil sudah berhijab”, “adiknya imut dan lucu sekali, pingin nyubit pipinya”, dan komentar-komentar lainnya. Kami hanya tersenyum saja ketika tiba-tiba ada orang yang mengomentari penampilan putri kecil kami, dan kadang langsung mendekati putri kecil kami dan mengusap pipi bakpaonya. 

Pernah ada suatu kejadian cukup berkesan di sebuah  supermarket. Ketika itu penulis sedang mendorong troli belanjaan sedangkan sang bidadari kecil yang berhijab penulis dudukkan di atas troli. Penulis kurang menyadari kalau hijab putri kecil kami agak sedikit kurang rapi karena ketarik-tarik tangan putri kecil kami. Tiba-tiba ada salah seorang pegawai wanita di supermarket tersebut yang mendekati putri kecil kami dan merapikan hijab putri kecil kami sambil memandang wajah cantik nan polos putri kecil kami dan berkata, “ Nah, sekarang sudah rapi”. Selesai merapikan hijab putri kecil kami, dia pun pergi dengan tersenyum dan diiringi raut wajah kagum dengan penampilan putri kecil kami.

Kejadian-kejadian pada putri kecil kami tersebut di atas menunjukkan suatu fenomena yang cukup menarik. Pertanyaan yang muncul di benak penulis setiap melihat orang mengomentari hijab putri kecil kami adalah mengapa seakan-akan orang melihat suatu hal yang “aneh” dan “mengherankan” ketika ada bayi mungil memakai hijab? Apakah sebenarnya yang membuat orang-orang tersebut merasa lucu dan gemas ketika melihat seorang bayi mungil memakai hijab? Apakah yang sebenarnya yang dilihat orang-orang yang berkomentar terhadap putri kecil kami, mereka melihat sosok bayi mungil yang lucu sebagaimana bayi-bayi pada umumnya, ataukah mereka sedang melihat sosok anak manusia yang wajahnya polos, lugu, murni, bersih belum terkotori sifat-sifat duniawi, memancarkan aura kejernihan dan kebersihan hati, yang sedang menjalankan perintah Tuhannya, yakni memakai hijab? Apakah ada keanehan dengan penampilan putri kecil kami yang memakai hijab?

Menurut pendapat penulis terhadap penampilan putri kecil  kami itu sesuatu yang wajar dan tidak istimewa. Tetapi penulis kurang mengerti, mengapa respon orang-orang yang melihat penampilan putri kecil kami yang berhijab seperti menunjukkan ketakjuban dan kayak melihat sesuatu kejadian yang langka? Dari fenomena inilah, akhir penulis merasakan adanya “sesuatu pesan rahasia” yang tersirat yang harus penulis pikirkan. Penulis merasakan adanya dorongan dari hati yang paling dalam (hati nurani) untuk mencoba memikirkan pesan rahasia apa yang hendak ditunjukkan Allah Swt melalui fenomena putri kecil kami. 

Pemikiran penulis adalah sebagai berikut. Bayi adalah gambaran dari jiwa manusia yang masih suci dan murni, belum terkotori oleh nafsu-nafsu duniawi. Maka ketika kita memandang  seorang, maka jiwa kita merasakan sesuatu yang dekat, kepedulian, kasih sayang, menyejukkan, menenangkan, menenteramkan, menyenangkan, dan selalu ingin tertawa dengan segala kelucuan dan kepolosan tingkah polah si bayi. Ketika kita sedang melihat seorang bayi, kemudian timbul perasaan-perasaan seperti tersebut di atas, maka kemungkinan yang sedang melihat bayi adalah jiwa murni kita, jiwa kita yang masih pada kondisi fitrah (jiwa yang masih suci).  Mungkin maksud istilah “jiwa murni” atau “jiwa suci” ini mirip dengan istilah yang sering dikenal yaitu “mata batin”. Jadi bisa diungkapkan dengan redaksional lain pandangan pada seorang bayi yang menimbulkan perasaan-perasaan tersebut di atas adalah pandangan dari mata batin kita (yang kurang kita sadari, refleks muncul dari alam bawah sadar kita), bukan mata jasmani kita. 

Sementara itu, hijab adalah gambaran suatu ketaatan, ketundukkan dan keikhlasan seorang hamba dalam menjalankan kehendak Tuhannya. Maka ketika kita melihat seorang bayi memakai hijab kemudian muncul perasaan yang aneh-aneh seperti melihat suatu pemandangan yang langka tapi membahagiakan dan membuat spontan ingin meneteskan air mata sebagai ungkapan kebahagiaan yang tiada tara, maka hal itu menunjukkan bahwa ada kerinduan yang sangat dalam dalam jiwa kita tentang hakikat tujuan kita hidup. Ada kerinduan dalam diri kita tentang tujuan kita diciptakan Allah Swt ke dunia ini. Jadi ketika melihat seorang bayi mungil yang memakai hijab dan kemudian muncul perasaan-perasaan yang membahagiakan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, maka hal itu menunjukkan bahwa jiwa murni kita masih ada di jasad (tubuh) kita yang kotor ini, jiwa murni kita sedang merindukan saat-saat membahagiakan ketika dulu hidup di alam ruh, jiwa murni kita sedang membayangkan kehidupan yang indah yang diwarnai ketaatan, ketundukkan, dan keikhlasan menjalankan segala perintah Allah Swt, dan jiwa murni kita sedangkan merindukan diri kita (jiwa + jasad) melaksanakan perintah-perintah Allah Swt dengan segala keikhlasan, yakni berakhlakul karimah. Wallahu a’lam bi showab.[]


Sumber Artikel :

Agung Nugroho Catur Saputro. (2018). Muhasabah : Menemukan [Kembali] Nilai-nilai Kemuliaan Diri yang Hilang. Jombang : Penerbit Kun Fayakun.

*) Penulis adalah dosen, penulis buku, dan pegiat literasi di Universitas Sebelas Maret (UNS) yang telah menerbitkan lebih dari 20an buku dan saat ini sedang berjuang menyelesaikan studi doktornya.


Sabtu, 25 April 2020

MEMAKNAI BASMALAH


Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro



Basmalah adalah kata atau istilah yang merujuk pada bacaan "Bismillahirrahmanirrahim". Dalam kitab tafsir Al-Mishbah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab menerjemahkan bacaan "Bismillahirrahmanirrahim" dengan kalimat "Dengan nama Allah yang Rahman lagi Rahim".

Berkaitan dengan kata basmalah, Prof Dr. Quraish Shihab menuliskan bahwa Allah memulai kitab-Nya dengan Basmalah, dan memerintahkan Nabi-Nya sejak dini pada wahyu pertama untuk melakukan pembacaan dan semua aktivitas dengan nama Allah, "Iqra' Bismi Rabbika". Maka tidak keliru jika dikatakan bahwa Basmalah merupakan pesan pertama Allah kepada manusia; pesan agar manusia memulai setiap aktivitasnya dengan nama Allah (M. Quraish Shihab, 2002 :14).

Pesan Allah kepada manusia agar selalu memulai segala aktivitas dengan nama Allah bisa dimaknai bahwa Allah menghendaki agar manusia berperilaku sesuai yang dikehendaki Allah. Menyebut nama Allah di awal setiap aktivitas mengandung makna bentuk ketundukan dan kepatuhan makhluk pada sang Khalik. Menyebut nama Allah mengandung makna pengakuan akan ke-khalik-an Allah Swt.

Allah memberi pesan kepada manusia agar selalu mengawali segala aktivitas dengan menyebut nama Allah menunjukkan bahwa manusia memiliki keistimewaan di hadapan Allah dibandingkan makhluk-makhluk lain. Keistimewaan yang dimiliki manusia tersebut bisa terwujud karena atas ke-Mahapemurah-an Allah.

Allah mengistimewakan manusia menunjukkan manusia memiliki derajat yang lebih tinggi dibanding makhluk lain. Pesan pada wahyu pertama tersebut juga menunjukkan bawa Allah sangat sayang pada manusia. Tidak mungkin Allah meminta manusia selalu menyebut nama-Nya jika DIA tidak mencintai manusia. Karena sangat sayangnya pada manusia, maka Allah sangat suka jika nama-Nya disebut-sebut umat manusia.

Pengetahuan tentang keistimewaan manusia yang digali dari memaknai bacaan "Bismillahirrahmanirrahim" harus diiringi upaya untuk mewujudkannya. Setiap tarikan dan hembusan nafas diri harus diniatkan karena Allah ta'ala. Hidup dan mati semua makhluk  karena ketetapan Allah. Basmalah harus bisa menjadi ruh atas seluruh tindakan dan pikiran kita. Hanya dengan cara demikianlah kita akan mampu mewujudkan keistimewaan diri.

Merasa bahwa Allah selalu bersamanya adalah perwujudan dari memaknai basmalah. Merasa selalu diawasi Allah merupakan manifestasi dari pengamalan basmalah. Selalu bertanya pada hati nurani tentang apa yang akan dilakukan itu baik atau tidak adalah bentuk implementasi basmalah. Sikap berhati-hati dalam memutuskan suatu perkara merupakan dampak positif dari menghayati makna basmalah. Dan selalu menyertakan nama Allah dalam setiap sikap dan tindakan merupakan wujud totalitas dalam meng-hamba-kan diri kepada-Nya. Wallahu a'lam [].

Referensi
M. Quraish Shihab. (2002). Tafsir Al-Mishbah Volume 1. Jakarta : Lentera Hati.

Sumber Gambar : https://toppng.com/bismillah-PNG-free-PNG-Images_79837

Ruang Tafakur, 01 Ramadan 1441 H (24/04/2020)
*) Materi kajian Ramadan di lingkup internal keluarga
*) Pendapat dan pemikiran penulis pribadi

MENULIS, KESAKSIAN DAN KEABADIAN


Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro



Rabu (15/04/2020) sore, datanglah pegawai PT. POS Indonesia yang mengantar sebuah paket untuk penulis. Seperti biasanya kalau ada suara bel pintu pagar berbunyi, bagian anak lanang yang melihat siapa yang datang dan membukakan pintu pagar. Penulis cukup mengawasi dari dalam rumah untuk melihat siapa yang datang. Setelah membukaan pintu pagar, beberapa saat kemudian anak lanang kembali masuk ke dalam rumah dengan membawa sebuah bungkusan paket. Setelah saya lihat pengirimnya ternyata paket kiriman dari bapak Dr. Abd. Azis Tata Pangarsa. Dalam hati penulis berkata, “Oh kiriman buku tentang almarhum kyai Vicky sudah datang”. Alhamdulillah.

Beberapa saat kemudian penulis membuka bungkus paket buku tersebut. Penulis keluarkan satu buku dari sepuluh buku yang penulis pesan untuk segera ingin tahu isi dalamnya. Penulis sangat penasaran dengan isi buku tersebut. Buku tersebut merupakan buku antologi karya teman-teman penulis di grup Sahabat Pena Kita (SPK) yang khusus berisi refleksi anggota grup SPK tentang almarhum kyai Vicky. Alhamdulillah penulis ikut menyumbangkan tulisan refleksi atau kenangan bertemu dan berinteraksi dengan almarhum. Penulis memesan buku tersebut sebanyak 10 eksemplar karena penulis ingin mengabadikan kenangan bersama kyai Vicky dan menyebarluaskan kesaksian para sahabat-sahabat almarhum di grup Sahabat Pena Kita (SPK) ke beberapa orang. Penulis membeli buku-buku karya bersama penulis lain memang niatnya bukan untuk dijual lagi, tetapi untuk koleksi pribadi dan juga sebagian untuk disedekahkan kepada orang-orang yang menurut pandangan penulis layak untuk dihadiahi buku-buku tersebut.

Penulis sangat bersyukur kepada Allah Swt karena melalui sarana menulis buku, Allah memberikan rezeki finansial yang cukup banyak kepada penulis melalui jalan yang tidak disangka-sangka. Allah Swt selalu punya cara tersendiri untuk memberikan rezeki kepada hamba-Nya. Sejak tiga tahun ini, setelah sempat beberapa tahun vakum menulis buku, penulis kembali menekuni aktivitas menulis buku dengan niat semata-semata untuk mengabadikan ide, gagasan dan pemikiran penulis. Di samping itu juga untuk sharing pemikiran dan berbagi ilmu pengetahuan. Penulis teringat dengan pesan  bapak Dr. Ngainun Naim ketika penulis mengikuti pelatihan menulis buku ajar dimana beliau menjadi narasumbernya. Bapak Ngainun Naim mengatakan bahwa menulis itu sebaiknya dilakukan dengan senang hati, tidak karena terpaksa. Jadikan aktivitas menulis bagaikan seperti hobi atau klangenan. Kalaupun dari menulis itu nanti kita mendapatkan keuntungan finansial (royalty), anggaplah sebagai bonus saja. Jadi jangan menulis untuk orientasi keuntungan finansial semata, tetapi nikmatilah aktivitas menulis tersebut.

Sejak mendapatkan pencerahan dari sang motivator menulis tersebut, penulis merasa telah menemukan tujuan hakiki dari menulis. Memang, dulu penulis menulis (buku) semata-mata untuk tujuan mencari keuntungan finansial karena kondisi perekonomian penulis yang lemah. Walaupun penulis telah dan pernah menikmati hasil dari menulis buku tersebut, tetapi selama itu penulis belum mengganggap menulis sebagai sebuah kesenangan, hiburan, hobi ataupun klangenan. Penulis menulis buku dengan memaksakan diri untuk menulis karena ingin mendapatkan sejumlah uang. Dari aktivitas menulis buku yang pernah penulis jalani tersebut, alhamdulillah penulis dapat membelikan rumah baru untuk keluarga, merenovasi rumah, dan juga membelikan sebuah motor baru untuk istri tercinta.

Namun, sejak bertemu dengan sang motivator menulis bapak Dr. Ngainun Naim, saya mencoba merubah orientasi saya dalam menulis. Selama satu tahun setelah bertemu dengan bapak Ngainun Naim, saya mencoba belajar menikmati proses menulis setiap harinya hingga akhirnya di tahun kedua lahirlah empat buku solo karya penulis. Pasca menerbitkan empat buku solo tersebut melalui penerbit indie, penulis merasakan kebahagiaan dan kebanggaan yang amat sangat. Muncul perasaan sangat puas dengan capaian tersebut. Penulis merasa semakin mencintai aktivitas menulis. Sampai saat itu penulis hanya berpikiran yang penting berkarya dan terus menulis. Penulis tidak terlalu memikirkan apakah nanti mendapat keuntungan finansial atau tidak. Penulis tidak terlalu memikirkan apakah nanti buku-buku tersebut ada yang meminati atau tidak. Penulis percaya bahwa setiap tulisan pasti akan menemukan pembacanya sendiri.

Tetapi, ternyata Allah Swt menghendaki lain. Selang tidak berapa lama Allah Swt menunjukkan kemurahan-Nya. Allah Swt memperlihatkan jalan lain untuk memberi rezeki kepada penulis dari aktivitas menulis buku. Alhamdulilah selama dua tahun ini, setiap tahun penulis mendapat bonus rezeki puluhan juta rupiah dari aktivitas menulis buku dan juga dari honor sebagai konsultan di sebuah penerbit buku pelajaran. Tanpa menggantungkan dari penjualan buku, alhamdulilah Allah Swt memberikan tambahan bonus rezeki sebagaimana dinasihatkan bapak Ngainun Naim. Ternyata kalau kita meluruskan niat dan bersungguh-sungguh dalam menekuni keahlian kita, Allah Swt akan memberikan rezeki dari jalan yang tidak pernah kita sangka-sangka. Oleh karena itu, penulis tidak terlalu berobsesi harus dapat menerbitkan buku di penerbit mayor. Bagi penulis yang penting terus menulis dan dapat menerbitkan buku setiap tahunnya. Walaupun jika  menerbitkan buku di penerbit indie penulis harus mengeluarkan biaya sendiri, tetapi ternyata Allah Swt malah menggantinya dengan berlipat ganda. Di sinilah rahasia pintu rezeki Allah Swt yang terkadang sulit kita duga. Wallahu a’lam.

Kembali ke buku kiriman pak Dr. Abd. Azis Tata Pangarsa. Buku yang berjudul “Mengenang Sang Guru” tersebut merupakan kumpulan refleksi anggota grup Sahabat Pena Kita (SPK) terhadap almarhum bapak Dr. H.M. Taufiqi,SP.,M.Pd. Almarhum merupakan salah satu penggagas grup literasi Sahabat Pena Kita (SPK) yang awalnya bernama Sahabat Pena Nusantara (SPN). Almarhum semasa hidupnya banyak menginspirasi orang, khususnya di bidang literasi. Karya-karya buku almarhum banyak diminati orang sehingga menjadi karya best seller dan bahkan ada yang mega best seller. Almarhum merupakan sosok muslim yang inspiratif. Aktivitas almarhum semasa hidupnya selain sebagai dosen, master trainer, coach, penulis., beliau juga menduduki beberapa jabatan penting seperti Direktur Pascasarjana Universitas Raden Rahmat (UNIRA) Malang, Kepala sekolah SMK An-Nur Bululawang Malang, Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdhatul Ulama (Lakpesdam NU) kabupaten Malang, Presiden Direktur Bravo Viec Malang, dan juga sebagai brand ambassador Lazis PW NU Jawa Timur.

Di buku “Mengenang Sang Guru” tersebut, terdapat 22 orang penulis yang menyumbangkan artikel tulisan refleksi tentang kyai Vicky yang kesemuanya adalah anggota grup Sahabat Pena Kita (SPK). Penulis yang baru pertama kali bertemu dengan kyai Vicky juga ikut menyumbangkan tulisan kenangan penulis dengan beliau. Tulisan penulis tentang beliau berjudul “Perkenalan dan Perjumpaan yang Singkat : Mengenang Dr. H.M. Taufiqi,SP.,M.Pd.”.  Isi tulisan penulis adalah sebagai berikut :

 ********************************************* 
PERKENALAN DAN PERJUMPAAN YANG SINGKAT: 
Mengenang Dr. H. M. Taufiqi, S.P.,M.Pd.
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro

         Pada hari Jumat, 6 Maret 2020 pukul 19.00 wib di grup WhatsApp Sahabat Pena Kita (SPK) ada berita duka cita yang diposting oleh Prof. Imam Suprayogo. Isi berita duka citanya adalah telah dipanggilnya ke rahmatullah bapak Dr. H. M. Taufiqi, S.P., M.Pd. yang biasa dipanggi Mr. Vicky atau Kyai Vicky. Semua anggota grup SPK sangat kaget membaca berita duka cita tersebut. Secara bergantian semua anggota grup SPK menuliskan ungkapan rasa sedih dan duka citanya. Semua anggota SPK kaget dan tidak percaya kalau pak kyai Vicky telah berpulang. Saya sendiri juga mengucapkan belasungkawa dan mendoakan yang terbaik untuk almarhum. Saya memang belum begitu mengenal almarhum dan bahkan saya mengenalnya juga belum lama. Saya mulai mengenal beliau sejak bergabung di grup Sahabat Pena Kita (SPK) setahun yang lalu.

Tulisan ini saya persembahkan untuk mengenang almarhum Kyai Vicky. Beliau merupakan orang yang sangat dihormati di grup SPK. Beliau merupakan salah satu penggagas grup Sahabat Pena Kita (SPK) yang sebelumnya bernama Sahabat Pena Nusantara (SPN), dan  beliau diamanahi sebagai Dewan Penasehat. Beliau orang baik yang banyak berkiprah di dunia literasi. Banyak banyak memotivasi para guru yang jumlahnya ribuan orang. Beliau adalah seorang Master Trainer Inovasi Pendidikan, Coach, Penulis buku, dan Direktur Pascasarjana Universitas Islam Raden Rahmat (UNIRA) Malang. Selain itu beliau merupakan Presiden Direktur Bravo VIEC Malang dan juga Kepala Sekolah SMK Unggulan An Nur, Bululawang, Malang. Bagaimana gambaran tentang beliau, harian  online radarmalang.id dalam pemberitaan tanggal 20 Maret 2018 yang berjudul Dr. Taufiqi, S.P., M.Pd., Peraih Penghargaan Guru Inspiratif Tingkat Nasional” mendeskripsikan beliau sebagai berikut.

Dr Taufiqi, S.P., M.Pd. adalah tokoh yang kompleks. Pada suatu waktu, dia menggebu-gebu di hadapan ribuan peserta seminar motivasi. Pada waktu yang lain, dia bersarung untuk menghadiri rapat organisasi keagamaan. Dan pada kesempatan lain dia memimpin rapat di kampus dan sekolah.

Kira-kira seperti itulah kesibukan Taufiqi saban hari. Dia memotivasi lantaran dirinya adalah Presiden Direktur Bravo Viec Malang, sebuah lembaga pelatihan dan hipnoterapi yang bermarkas di Bululawang, Kabupaten Malang. Sementara organisasi sosial keagamaannya adalah Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Nahdlatul Ulama (Lakpesdam NU) Kabupaten Malang. Di lembaga yang merupakan think-thank NU tersebut Taufiqi menjabat sebagai ketua. Sedangkan di lembaga pendidikan, dia merupakan Kepala SMK Unggulan An Nur, Bululawang, dan Direktur Pascasarajana Universitas Raden Rahmad (Unira) Malang. Cukup? Ternyata tidak. Taufiqi juga menjadi brand ambassador Lazis PW NU Jawa Timur.

Nah, di tengah kesibukannya itu, Taufiqi masih bisa menebar inspirasi. Terbukti, dia dinobatkan sebagai The Best Inspiring Teacher of the Year tingkat nasional yang digelar di Semarang, Februari lalu. Penghargaan ini adalah penghargaan nasional yang digelar setiap tahun oleh majalah Indonesia Inspire.

Sumber :

(https://radarmalang.id/dr-taufiqi-sp-mpd-peraih-penghargaan-guru-inspiratif-tingkat-nasional/)

Awal mula saya mengenal Dr. H.M. Taufiqi, S.P., M.Pd. adalah ketika saya bergabung menjadi anggota grup komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK). Awalnya saya tidak mengenal beliau. Di grup WA SPK nama beliau tertulis Bravo Vic, tetapi dalam obrolan-obrolan teman-teman anggota di grup, teman-teman anggota grup memanggil beliau dengan sebutan Kyai Vicky atau Mr. Vicky. Setiap beliau memposting gambar pasti berisi foto beliau dengan latar belakang banyak sekali peserta yang mengacungkan buku dengan diiringi caption seminar dengan sekian ribu peserta. Ternyata foto itu adalah kegiatan seminar belau yang diikuti ribuan peserta dan setiap peserta harus membeli buku karya beliau yang menjadi materi seminar. Sampai sekitar lima bulan saya tahunya hanya itu. Saya tidak tahu siapa beliau karena saya anggota baru di grup SPK. Yang saya tahu, teman-teman penulis di grup SPK sangat menghormati beliau. Lama-kelamaan saya akhirnya mengetahui bahwa ternyata beliau merupakan salah satu penggagas berdirinya komunitas literasi Sahabat Pena Kita yang sebelumnya bernama Sahabat Pena Nusantara (SPN).

            Saya melihat dan mengenal beliau secara langsung ketika acara Kopdar 3 SPK di Universitas Negeri Semarang pada akhir bulan Juli 2019. Saat itu saya datang di gedung rektorat UNNES hampir bersamaan dengan beliau, tepatnya mobil saya dibelakang mobil beliau. Saya waktu itu belum mengetahui kalau orang yang baru saja turun dari mobil tersebut adalah pak Viqi. Setelah masuk ke ruang tempat acara seminar kepenulisan dalam rangka Kopdar 3 grup SPK, ada acara launching buku antologi kedua grup SPK yang berjudul Literasi di Era Disrupsi. Setelah MC menyebutkan nama orang yang akan melaunching buku tersebut, barulah saya tahu bahwa beliau  adalah orang yang tadi turun dari mobil ketika mobil saya menunggu untuk lewat.

            Selama acara seminar dan launching buku antologi SPK, saya belum pernah berbicara langsung dengan beliau. Kebetulan waktu itu karena saya datang terlambat dan acara sudah dimulai, saya duduk di barisan belakang. Tepat di depan saya ternyata yang duduk adalah istri beliau dan putra beliau yang masih kecil. Ketika acara seminar kepenulisan itulah saya mulai mengetahui siapa dan bagaimana kiprah bapak Dr. M. Taufiqi. Nama beliau disebut-sebut oleh bapak M. Khoiri (pak Emcho) yang sedang menjadi narasumber. Dari mendengarkan paparan materi pak Emcho, saya jadi mengetahui kalau pak Vicky adalah seorang penulis sekaligus motivator dan master trainer. Beliau memiliki sebuah lembaga pelatihan dan hipnoterapi yang bermarkas di Bululawang, Kabupaten Malang yang bernama Bravo Viec, dimana beliau sendiri sebagai Presiden Direkturnya. Beliau juga menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas Raden Rahmad (UNIRA) Malang. Satu hal yang saya kagumi dari beliau adalah beliau memperlihatkan diri sebagai seorang yang energik dan visioner. Beliau adalah seorang master trainer dan motivator yang sukses. Setiap seminar yang beliau selenggarakan diikuti ribuan peserta dan hebatnya adalah semua peserta membawa buku karya tulis beliau.

            Saya mengenal atau mengetahui beliau lebih dalam lagi adalah ketika acara musyawarah atau kopdar anggota SPK di malam hari setelah acara seminar dan launching buku selesai. Dalam acara musyawarah tersebut, beliau memberikan penjelasan tentang bagaimana langkah-langkah agar SPK dapat menjadi lembaga yang besar dan mempunyai kiprah yang luas. Pandangan-pandangan beliau tentang bagaimana mengelola sebuah lembaga begitu jelas, detail,  dan mudah dipahami. Hal itu menunjukkan bahwa beliau adalah seorang yang visioner dan memiliki keahlian dalam manajemen.

            Ada satu kenangan saya dengan almarhum ketika acara wisata di Eling Bening di hari kedua Kopdar 3 SPK. Waktu itu, setelah semua rombongan anggota grup SPK tiba di lokasi wisata Eling Bening, panitia mengajak untuk berfoto bersama di objek wisata tersebut dan di beberapa spot menarik lainnya. Karena saat itu almarhum bersama istri dan anaknya yang masih kecil, sehingga beliau membawa koper dan mengalami kebingungan mau ditaruh dimana kopernya karena tidak mungkin dibawa jalan-jalan. Saya yang waktu itu membawa mobil sendiri segera menawarkan ke almarhum untuk menitipkan koper bawaannya di bagasi mobil saya. Beliau menyambut gembira tawaran saya dan segera memasukkan kopernya di bagasi mobil saya. Ketika momen itulah beliau menyebut nama saya “dengan pak Agung ya?”. Saya pun menimpali “Betul pak, saya Agung dari UNS Solo”. Setelah acara wisata di Eling Bening Selesai, beliau mengambil kopernya dari bagasi mobil saya dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya. Saya pun membalasnya dengan ucapan “Sama-sama pak Vicky”. Itulah momen pertama saya berkenalan dan berbicara secara langsung dengan beliau. Ternyata pertemuan tersebut merupakan pertemuan pertama dan juga menjadi pertemuan terakhir saya dengan beliau. Ternyata Allah Swt telah mentakdirkan saya hanya sekali itu bertemu dan berbicara dengan  beliau. Allah Swt ternyata telah memanggil beliau untuk menghadap-Nya. Semoga beliau memperoleh tempat yang terbaik di sisi-Nya. Aamiin.

            Demikian sekelumit kisah perkenalan dan perjumpaan saya dengan sang Master Trainer dan Motivator Super. Saya bersaksi bahwa beliau adalah orang baik yang banyak menyebarkan manfaa, kebaikan dan inspirasi ke banyak orang. Saya bersyukur dapat mengenal beliau walau sesaat saja. Saya mendoakan semoga almarhum memperoleh kedudukan yang mulia di sisi Allah Swt. Semoga ibadah dan amal-amal kebaikan beliau diterima Allah Swt dan diampuni dosa-dosa dan kesalahan beliau serta Allah Swt menempatkannya di Jannah-Nya besok di yaum al akhir. Aamiin. 

****************************************

Demikianlah sumbangan tulisan penulis untuk mengenang kyai Vicky dalam buku “Mengenang Sang Guru” tersebut. Tulisan tersebut merupakan bentuk kesaksian penulis terhadap almarhum kyai Vicky semasa hidupnya yang ditulis sepanjang pengetahuan penulis. Bersama 21 orang penulis lainnya di dalam buku tersebut, semuanya bersaksi bahwa kyai Vicky adalah orang yang baik. Semua anggota grup Sahabat Pena Kita (SPK) bersaksi bahwa almarhum kyai Vicky semasa hidupnya adalah orang baik dan banyak menebar manfaat. Persaksian seluruh penulis buku dan juga seluruh anggota grup Sahabat Pena Kita (SPK) tentang kyai Vicky semoga didengar Allah Swt dan dapat menambah amal kebaikan almarhum. Semua orang di grup Sahabat Pena Kita (SPK) mencintai dan mendoakan semoga almarhum kyai Vicky diterima di sisi-Nya dan mendapatkan tempat yang terbaik. Aamiin.

Demikianlah kekuatan sebuah tulisan yang mampu mengabadikan nama seseorang yang telah tiada. Kenangan tentang kyai Vicky akan selalu diingat oleh banyak orang melalui buku kumpulan tulisan kesaksian para sahabatnya. Ternyata sebuah tulisan mampu mengabadikan seseorang untuk selalu dikenang dan juga dapat menjadi bukti kesaksian orang lain. Begitu hebatnya kekuatan sebuah tulisan hingga mampu menembus batas-batas ruang dan waktu.

Saat ini penulis menuliskan kenangan tentang almarhum kyai Vicky. Suatu saat nanti mungkin penulis juga akan ditulis dan dikenang orang lain melalui peninggalan tulisan-tulisan penulis. Semoga tulisan-tulisan penulis saat ini kelak dapat menjadi bukti keberadaan penulis di dunia ini dan menjadi sarana keabadian nama penulis. Harimau mati meninggalkan belang. Gajah mati meninggalkan gading. Manusia mati meninggalkan nama. Marilah kita tinggalkan nama kita nanti yang melekat pada karya-karya tulis kita. Sekarang kita menulis, nanti giliran kita yang akan ditulis. Semoga tulisan dan kenangan tentang diri kita nanti hanya berisi kisah-kisah kebaikan. Aamiin.[]

Gumpang Baru, 21 April 2020

*Staf Pengajar, Penulis Buku dan Pegiat Literasi di Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta
*Mahasiswa S3-Program Studi Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta


MENULIS SEBAGAI AKTIVITAS TERAPI JIWA



Oleh : 
Agung Nugroho Catur Saputro


Menulis merupakan aktivitas yang memiliki arti penting bagi diri saya. Melalui aktivitas menulis, saya merasa mampu menjadi diri sendiri. Melalui aktivitas menulis, saya dapat mendeskripsikan siapa saya. Dan melalui aktivitas menulis, saya merasa telah menemukan jati diri saya yang sebenarnya.

Terkadang saya sering merasa iri dengan orang lain yang memiliki banyak prestasi yang hebat-hebat. Terkadang saya suka merenungi diri sendiri, apa sih kehebatan saya, apa sih prestasi saya. Saya merasa hanyalah orang yang biasa-biasa saja. Saya merasa tidak sehebat orang-orang di luar sana. Saya sering merasa minder dengan kondisi yang saya alami karena saya merasa tidak ada yang dapat dibanggakan dari diri saya. Banyak sekali kelemahan dan kekurangan yang saya miliki. Dari kondisi merasa kurang "berprestasi" inilah akhirnya mendorong saya untuk mencoba membuat prestasi-prestasi, bukan untuk orang lain melainkan untuk sekadar menyenangkan diri sendiri bahwa diri ini juga bisa punya prestasi walau tidak sehebat orang lain.

Berangkat dari kesadaran untuk membangun prestasi diri tersebut, akhirnya saya mencoba mengenali dan menemukan potensi bakat apa yang terpendam dalam diri saya. Sekian lama saya mengeksplorasi potensi diri hingga akhirnya saya menyadari bahwa saya menyukai hal-hal yang terkait ilmu pengetahuan. Maka kesadaran diri tersebut segera saya tindaklanjuti dengan menekuni aktivitas membaca, berfikir, merenung, menghayati hikmah setiap mengoleksi buku-buku sebagai sumber ilmu, dan belajar menulis. Hasil dari aktivitas berpikir dan merenung tersebut saya coba ubah menjadi catatan-catatan bermakna hingga membentuk  sebuah alur pemikiran yang sistematis. Kumpulan pikiran-pikiran saya tersebut dikemudian hari saya ubah  menjadi sebuah buku.

Awal keinginan saya untuk menulis buku sebenarnya sudah sejak lama, tetapi baru terealisasi setelah lulus sarjana. Buku pertama saya berupa buku LKS mata pelajaran kimia untuk SMA. Dari LKS tersebut kemudian meningkat ke buku pelajaran Kimia untuk SMA/MA.

Berbekal pengalaman menulis buku pelajaran Kimia SMA/MA tersebut, saya pernah mencoba mencari keberuntungan dengan mengikuti kompetisi  tingkat nasional yaitu lomba penulisan buku pelajaran MIPA yang diselenggarakan oleh Departemen Agama RI (sekarang Kementerian Agama RI) dan alhamdulillah memperoleh juara 1. Buku pemenang lomba akhirnya diterbitkan oleh Departemen Agama RI dan didistribusikan secara nasional ke seluruh Madrasah Aliyah di Indonesia. Dari peristiwa ini alhamdulillah ada dampak positifnya bagi saya.

Beberapa tahun tahun kemudian  saya mulai ingin menulis buku ajar untuk perkuliahan mata kuliah yang saya ajar. Keinginan untuk menulis buku ajar saat itu karena dorongan adanya kompetisi hibah insentif penulisan buku ajar di kampus saya. Setelah itu, beberapa waktu lamanya saya fakum dari aktivitas menulis buku, saya lebih banyak menulis artikel ilmiah untuk jurnal maupun seminar ilmiah. Hingga di tahun 2017 saya mulai lagi tertarik untuk menekuni aktivitas menulis buku.

Sejak tahun 2017 itulah hingga sekarang saya tertarik untuk terus menulis buku. Tahun 2017 saya baru bisa menerbitkan satu buku antologi bersama teman-teman penulis di grup Dosen Menulis. Tahun 2018 di samping menerbitkan dua judul buku antologi, alhamdulillah saya juga  berhasil menerbitkan buku solo sebanyak empat judul. Jadi total buku saya yang terbit di tahun 2018 baik karya solo maupun karya antologi  sebanyak enam judul. 

Di tahun berikutnya, yakni tahun 2019 saya mencoba tetap berkarya walau bersamaan kesibukan studi lanjut S3 dimana banyak tugas-tugas matakuliah yang harus saya kerjakan. Alhamdulillah, walau lumayan kesulitan dalam membagi waktu antara untuk kuliah dan untuk menulis buku, akhirnya saya dapat menjalani keduanya. Di tahun 2019 saya dapat menerbitkan lima judul buku yang terdiri atas tiga judul buku solo dan dua judul buku antologi. Saya bersyukur Allah Swt masih mengkaruniai saya nikmat waktu, kesempatan, kesehatan, dan semangat untuk tetap berkarya dan mengukir prestasi diri.

Di awal tahun 2020 ini, melalui grup literasi Sahabat Pena Kita (SPK) saya bisa ikut berkarya bersama dalam tiga judul buku antologi yang telah diterbitkan dan dilaunching saat kopdar 4 SPK di Universitas Islam Malang (UNISMA) akhir januari kemarin. Lalu bagaimana dengan karya buku solo? Apakah saya cukup puas dengan hanya menerbitkan buku antologi? Tidak, alhamdulillah saat ini saya telah menyiapkan dua draft naskah buku yang siap terbit. Satu naskah sudah final dan satunya lagi masih proses melanjutkan pengeditan sebelum saya terbitkan.

Perjalanan saya untuk terus berkarya dengan menulis demi agar diri ini (merasa) mempunyai prestasi diri adalah bagian dari cara saya menghibur diri. Saya mencoba untuk menyenangkan diri sendiri dengan terus berkarya dan menyibukkan diri agar diri ini mampu mengurangi pikiran-pikiran negatif dan mengendalikan hawa nafsu perasaan iri dan dengki dengan kesuksesan orang lain. 

Dengan cara belajar mengukir banyak prestasi diri, maka kita akan dapat merasa setara dengan orang lain yang berprestasi. Maka dampaknya adalah setiap mendengar atau mengetahui orang lain memperoleh kesuksesan, bukannya rasa iri dengki dan pikiran negatif yang muncul, tetapi justru dorongan keinginan untuk juga bisa berprestasi seperti orang tersebut. Apalagi di masa "Stay at Home" ini, dimana aktivitas kita lebih banyak di rumah sehingga pikiran-pikiran negatif mudah sekali mengunjungi pikiran kita, maka semangat berkarya dan berprestasi diri merupakan bagian dari aktivitas terapi jiwa. 

Kesadaran diri untuk terus berusaha menutupi kelemahan dan kekurangan diri sendiri dengan memperbanyak diri berprestasi akan menjauhkan kita dari sifat iri dengki dan pikiran-pikiran negatif lainnya. Kita akan mampu meningkatkan rasa syukur kita pada Allah Swt karena menyadari bahwa ternyata Allah Swt itu Tuhan yang Maha Adil. Allah Swt ternyata membekali setiap orang dengan kemampuan dan kompetensi diri. Tinggal kita sendiri yang mau mengelola potensi dan kompetensi diri tersebut atau tidak. 

Demikian sekelumit kisah pengalaman saya untuk bisa membahagiakan diri sendiri melalui semangat berprestasi. Walau bukan pengalaman yang hebat layaknya kisah pahlawan superhero, tetapi saya tetap berharap semoga kesempatan berbagi inspirasi kecil ini tetap bermanfaat bagi pembaca. Selamat mengukir prestasi diri. Sukses untuk kita semua. Aamiin. []

Gumpang Baru, 1 April 2020.
*) Penulis adalah dosen dan penulis di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS),  mahasiswa doktoral Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dan penulis di komunitas literasi Sahabat Pena Kita (SPK).


Postingan Populer