Powered By Blogger

Selasa, 28 Februari 2023

MENGUBAH CATATAN HARIAN MENJADI BUKU

 


MENGUBAH CATATAN HARIAN MENJADI BUKU

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

 

Dulu, bagi saya, menulis buku itu sesuatu yang sangat sulit. Belum tentu dalam waktu satu tahun saya mampu menulis satu judul buku. Persepsi saya dahulu adalah menulis buku itu harus dilakukan dengan sangat serius dan fokus serta memerlukan waktu khusus. Tetapi sejak mendapatkan pencerahan dari mentor menulis saya yaitu Prof. Dr. Ngainun Naim di tahun 2017 saat mengikuti pelatihan online menulis buku ajar, persepsi saya tersebut berubah total. Ternyata menulis buku itu tidak sesulit yang saya bayangkan dahulu. Ternyata menulis buku itu bisa dilakukan dengan santai. Ternyata menulis buku itu mudah, kita hanya perlu mengetahui strateginya. Jika telah mengetahui strateginya, maka setebal apapun buku yang ingin ditulis, maka hal itu bukanlah sesuatu yang mustahil.

 

Dalam pelatihan menulis tersebut, Prof. Dr. Ngainun Naim mengenalkan sebuah filosofis tentang menulis yaitu menulis itu bagaikan sebuah klangenan. Bagi beliau, menulis itu seperti klangenan, menulis itu menyenangkan. Karena menyenangkan, maka menulis itu menjadi aktivitas harian yang tidak membosankan. Karena menyenangkan, maka beliau berusaha setiap hari menulis. Beliau menikmati aktivitas menulis tersebut tanpa ada rasa terbebani.

 

Mendengarkan penjelasan beliau tersebut, pikiran saya menjadi terbuka. Saya merasa mendapatkan sebuah insigt baru yang membuka tabir pikiran saya sehingga saya akhirnya memiliki cara pandang baru tentang aktivitas menulis. Menulis sebagai klangenan adalah sebuah cara pandang baru yang saya coba terapkan dalam kehidupan saya. Selama beberapa bulan saya mencoba mempraktikkan formula “klangenan” dari Prof. Dr. Ngainun Naim tersebut dengan setiap hari belajar menulis, menulis tema apapun yang muncul dalam pikiran saya.

 

Sejak itu, saya terus berusaha menulis setiap hari. Apapun ide yang terbersit dalam pikiran segera saya tulis di smartphone. Apapun yang saya lihat dan menarik segera saya abadikan dalam sebuah tulisan di smartphone. Apapun yang saya dengar dan itu menggelitik pikiran saya segera saya catat di aplikasi menulis di smartphone. Demikianlah saya berusaha memanfaatkan sisi lain dari smartphone selain sebagai alat komunikasi juga bisa untuk belajar menulis.

 

Satu tahun berikutnya sejak mengikuti pelatihan menulis online bersama Prof. Dr. Ngainun Naim dan mempraktikkan ilmunya, saya mampu menulis dan menerbitkan empat judul buku solo. Keempat buku solo saya tersebut semuanya berasal dari catatan-catatan harian saya selama hampir satu tahun sebelumnya. Dari berbagai tema tulisan di catatan harian tersebut, saya kelompokkam menjadi empat tema besar yang kemudian menjadi calon judul buku. Keempat buku tersebut memang bukanlah buku bermutu tinggi ataupun buku best seller karena hanya berasal dari catatan-catatan harian, tetapi yang jelas salah satu judul buku saya tersebut sampai sekarang masih laku terjual dan setiap tahun saya masih menerima royalty dari hasil penjualan buku oleh penerbit.

 

Aktivitas menulis catatan harian tersebut masih terus saya lakukan hingga sekarang. Catatan-catatan harian yang saya tulis di handphone tersebut selanjutnya saya pindahkan ke komputer. Dari kebiasaan menulis harian tersebut, akhirnya di komputer saya banyak tersimpan file-file arsip catatan-catatan harian dengan berbagai topik. Arsip catatan-catatan harian inilah yang dikemudian hari akan menjadi bahan untuk menjadi buku.

 

 



Setelah sempat selama dua tahun vakum dari menulis buku solo, saya berencana akan kembali menulis buku solo di tahun ini. Bahan tulisan yang akan diterbitkan menjadi buku sudah ada di komputer, saya hanya perlu menyatukan dalam satu file, kemudian memikirkan judul buku, menyusun daftar isi, dan membuat kata pengantar. Setelah itu, selanjutnya tugas penerbit untuk mengubah kumpulan tulisan saya tersebut menjadi buku hingga terbit.

 

Di awal tahun 2023 ini, saya mengubah kumpulan catatan harian saya yang bertema tentang aktivitas menulis menjadi sebuah buku yang saya beri judul Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku. Alhamdulillah proses layout, pengurusan ISBN dan pengajuan sertifikat hak cipta sudah selesai, tinggal menunggu proses cetak saja. Pada kesempatan ini, saya mengucapkan banyak terima kasih kepada mentor menulis saya, Prof. Dr. Ngainun Naim yang terus mendukung aktivitas menulis saya dan telah berkenan memberikan kata pengantar pada buku saya ini. Semoga buku karya sederhana ini bermanfaat dan ada yang berminat membacanya. Amin. []

 

 

Gumpang Baru, 28 Februari 2023

 

 ________________________________

*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya.

Senin, 27 Februari 2023

ISRA MIKRAJ DAN RELATIVITAS WAKTU

 

ISRA MIKRAJ DAN RELATIVITAS WAKTU

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

            Tanggal 18 Februari 2023 nanti, kita (umat Islam) akan memperingati Isra Mikraj. Mengapa kita perlu memperingati peristiwa Isra Mikraj setiap tahunnya? Karena peristiwa Isra Mikraj mengandung banyak hikmah yang bermanfaat untuk meningkatkan kadar keimanan kita. Ada beberapa hikmah yang dapat kita petik dari peristiwa Isra Mikraj-nya Rasulullah Saw.

            Sampai sekarang masih terjadi perdebatan tentang peristiwa agung Isra Mikraj yang dilakukan Rasulullah Saw. Apakah peristiwa tersebut masuk akal (rasional) atau hanya cerita fiktif saja? Apakah Rasulullah Saw melakukan Isra Mikraj dengan tubuh (jasad) atau hanya ruh saja? Bagaimana pandangan ilmu Sains dalam menjelaskan peristiwa Isra Mikraj tersebut? Dalam artikel ini beberapa pertanyaan tersebut akan dibahas dan dijelaskan jawabannya.

    Isra Mikraj merupakan salah satu peristiwa penting dalam agama Islam. Kata Isra Mikraj  merupakan kata serapan dari bahasa Arab. Makna Isra Mikraj menurut KBBI ialah peristiwa perjalanan Nabi Muhammad saw. dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa, langsung ke Sidratulmuntaha (di langit ke tujuh) pada malam hari untuk menerima perintah salat lima waktu (Prasetya, 2022). Isra Mikraj terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah, sebelum Rasulullah Saw. hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, Isra Mikraj terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, yaitu antara tahun 620-621 M. Menurut al-Allamah al-Manshurfuri, Isra Mikraj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, dan inilah yang popular (Faisal, 2022).

            Peristiwa Isra Mikraj merupakan peristiwa penting dalam agama Islam karena pada peristiwa Isra Mikraj tersebut perintah ibadah salat fardhu ditetapkan Allah Swt. yang langsung diterima oleh baginda Rasulullah Muhammad Saw. di Sidratul munthaha. Peristiwa perjalanan Nabi Saw dalam Isra Mikraj tersebut mengandunng banyak pelajaran dan hikmah karena banyak kejadian yang penuh misteri. Kisah peristiwa Isra Mikraj sulit diterima oleh akal pikiran manusia awam pada umumnya karena sekilas bertentangan dengan hukum alam. Bagaimana mungkin ada manusia yang mampu mengadakan perjalanan dalam satu malam dari masjidilharam ke masjidilaqsa dan lanjut ke langit ketujuh (sidratul munthaha)?

Akal pikiran manusia biasa akan mudah menyangkal kebenaran peristiwa tersebut. Maka, untuk dapat memahami peristiwa Isra Mikraj tersebut diperlukan hati dan pikiran yang jernih serta didukung dengan pengetahuan yang cukup. Orang awam akan kesulitan memahami peristiwa luar biasa tersebut karena mereka tidak memiliki pengetahuan pendukungnya. Peristiwa Isra Mikraj dapat dipahami dengan menggunakan pendekatan sains modern. Teori Relativitas waktu dapat dipergunakan untuk memahami perjalanan Rasulullah Saw di malam Isra Mikraj tersebut. Hal itu dikarenakan peristiwa Isra Mikraj sangat berkaitan dengan fenomena relativitas waktu. Boleh jadi peristiwa Isra Mikraj merupakan nubuwwah Nabi Muhammad Saw tentang pentingnya pengetahuan tentang relativitas waktu.

Relativitas waktu adalah fakta yang telah terbukti secara ilmiah, sebagaimana telah diungkapkan oleh Teori Relativitas Khusus yang dipublikasikan oleh Albert Einstein pada tahun 1905. Teori relativitas khusus merupakan salah satu dari teori relativitas Albert Einstein, selain itu ada teori relativitas umum. Teori relativitas (theory of relativity) digaungkan pertama kali pada 1916. Kemudian menjadi gagasan yang paling revolusioner dalam sejarah dan menjadi lompatan besar atas hukum gravitasi yang sebelumnya digagas oleh Sir Isaac Newton pada 1687 (CNN Indonesia, 2019). Teori relativitas khusus menyatakan bahwa “Kecepatan membuat waktu bersifat relatif”. Bila suatu benda bergerak dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya maka waktu akan mengalami pemuluran atau melambatnya waktu. Fenomena ini disebut dengan dilatasi waktu (Jumini, 2015). Teori relativitas khusus Einstein ini dapat dipergunakan sebagai pendekatan berpikir untuk memahami peristiwa Isra Mikraj-nya Rasulullah Saw.

Penjelasan teori relativitas khusus Einstein tentang terjadinya pemuluran atau pelambatan waktu menunjukkan bahwa waktu di alam semesta ini bersifat relatif. Waktu bersifat relatif bergantung pada kerangka acuannya. Jika suatu kerangka acuan bergerak relatif terhadap kerangka acuan lain yang diam, maka waktu yang dialami oleh seseorang di kerangka acuan yang bergerak tersebut akan berbeda waktu dengan waktu pada kerangka acuan yang diam. Tetapi hal ini hanya berlaku jika gerak tersebut mempunyai kecepatan yang mendekati kecepatan cahaya. Perbedaan waktu tersebut kemudian dikenal sebagai konsep dilatasi waktu (Jumini, 2015).

Kebenaran adanya relativitas waktu di dunia ini berkesesuaian dengan apa yang termaktum dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an di beberapa ayat dan surat menyatakan bahwa waktu bersifat relatif. Inilah beberapa ayat Al-Qur’an yang membuktikan adanya relativitas waktu.  


“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu menurut perhitunganmu.” (QS. Al-Hajj [22]: 47).

 Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, Kemudian (urusan) itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. As-Sajdah [32]: 5).

 “3). (yang datang) dari Allah, yang mempunyai tempat-tempat naik. 4).Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’aarij [70]: 3-4).

 

                Dilihat dari ketiga ayat dalam Al-Qur’an di atas, tampak begitu jelasnya bahwa waktu itu relatif. Allah menggambarkan terjadinya relativitas waktu dengan memberikan contoh perbandingan waktu dimana waktu di sisi-Nya sangat berbeda jauh dengan waktu di dunia, yaitu waktu satu hari di sisi-Nya setara dengan seribu tahun dan lima puluh ribu tahun waktu di dunia. Konsep relativitas waktu menurut Al-Qur’an ini menunjukkan bahwa betapa lambatnya waktu di akhirat jika dilihat dari kerangka acuan waktu di dunia.

Ketiga firman Allah Swt tersebut di atas jelas-jelas menunjukkan bahwa waktu di akhirat itu sangat lama sekali, sampai di ayat lain Allah Swt menggunakan istilah abadi untuk menggambarkan betapa lamanya waktu di akhirat dibandingkan waktu di dunia. Jika dihitung, maka:

1). 1 hari di akhirat = 1.000 tahun di dunia.

     1 hari di akhirat = 1.000 x 365 hari di dunia = 365.000 hari di dunia.

2). 1 hari di akhirat = 50.000 tahun di dunia

     1 hari di akhirat = 50.000 x 365 hari di dunia = 18.250.000 hari di dunia.

            Angka-angka di atas merupakan angka-angka yang sangat besar jika dibandingkan angka (jumlah) usia manusia hidup di dunia. Jika rata-rata usia manusia hidup di dunia diambil 70 tahun, maka 1000 tahun : 70 = 14,285 tahun. Berarti sehari di akhirat sama dengan 14 kali usia hidup manusia, padahal itu baru sehari, bagaimana jika seminggu? Sebulan? setahun? Otak  manusia tidak akan mampu membayangkan lamanya waktu di akhirat. Maka untuk memudahkan agar manusia bisa memahami maksud ayat-ayat relativitas waktu tersebut, Allah Swt menggunakan istilah yang lebih sederhana yaitu abadi. Jadi kehidupan di akhirat adalah kehidupan yang abadi atau selama-lamanya karena waktu sangat lama sekali jika dibandingkan dengan waktu hidup manusia di dunia.

            Kita kembali ke pembahasan tentang peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad Saw. Dalam peristiwa Isra Mikraj dikisahkan dalam waktu semalam Rasulullah Saw diberangkatkan (menempuh perjalanan) dari Masjidilharam di Mekkah ke Masjidilaqsa di Jerusalem kemudian dilanjutkan naik melewati langit ke tujuh menuju Sidratul Munthaha. Cerita perjalanan beliau dalam peristiwa Isra Mikraj tersebut bagi akal pikiran orang awam akan sulit diterima dan dipandang cerita yang tidak masuk akal. Mengapa? Karena orang awam masih menggunakan kerangka acuan hukum alam di dunia ini dimana tidak masuk akal manusia mampu bergerak dengan begitu cepatnya dalam waktu semalam mampu mengadakan perjalanan yang sangat jauh (jarak Mekkah-Jerusalem setara dengan perjalanan onta berlari selama satu bulan) dan bahkan ke langit ke tujuh. Tetapi jika kita menggunakan teori relativitas waktu dengan menggunakan kerangka acuan hukum alam berbeda dengan hukum alam dunia ini, maka peristiwa Isra Mikraj tersebut bisa masuk akal (rasional).

            Peristiwa Isra Mikraj mudah diterima akal jika kita berpikir bahwa Rasulullah Saw melakukan perjalanan Isra Mikraj di alam yang hukum alamnya (sunnatullah) berbeda dengan hukum alam di dunia ini. Artinya Rasulullah Saw ketika melakukan Isra Mikraj beliau memasuki alam atau dimensi lain yang berbeda dengan alam dunia sehingga hukum alam yang berlaku juga berbeda dengan hukum alam di dunia. Jadi untuk memahami peristiwa Isra Mikraj yang luar biasa tersebut, kita harus menggunakan kerangka acuan bukan alam dunia ini. Dengan kata lain, Rasulullah Saw menempuh perjalanan Isra Mikraj bukan di alam dunia ini, karena pasti terkendala oleh hukum alam (sunnatullah) alam dunia.

Pendapat yang paling masuk akal terkait peristiwa Isra Mikraj adalah Rasulullah Saw menempuh perjalanan Isra Mikraj di alam ruh, atau dengan kata lain Rasulullah Saw melakukan perjalanan Isra Mikraj hanya dengan ruhnya saja, tidak beserta dengan jasadnya. Alam ruh berbeda dimensi ruang dan waktunya dengan dimensi ruang dan waktu alam dunia, maka pastilah hukum alam (sunnatullah) yang berlaku di alam ruh juga berbeda dengan hukum alam (sunnatullah) alam dunia. Hokum alam (sunnatulah) yang berlaku di alam ruh tidak berlaku di alam dunia, dan sebaliknya juga hukum alam di dunia juga tidak berlaku di alam ruh. Hal itu dikarenakan di setiap alam Allah Swt menetapkan hukum alam (sunnatullah) sendiri-sendiri yang berbeda antara satu alam dengan alam yang lain. Dengan pendekatan pemikiran seperti ini, maka peristiwa Isra Mikraj Rasulullah Saw merupakan peristiwa yang masuk akal (rasional) karena terjadi bukan di alam dunia tetapi di alam ruh yang hukum alamnya (sunnatulah) berbeda sehingga memungkinkan terjadinya perjalanan yang sangat cepat menurut pandangan kerangka acuan hukum alam di dunia.

            Dalam peristiwa Isra Mikraj, ruh Rasulullah Saw keluar dari jasad dan berada di alam yang tidak terinderakan oleh panca indera kita; beliau melihat serta mendengar apa-apa yang ada di alam kita. Dengan kata lain, ruh beliau memasuki alam dimensi lain yaitu alam ruh. Perjalanan beliau yang berlangsung sangat cepat dapat terjadi karena dilakukan tanpa jasad sehingga tidak terkendala oleh hukum alam (sunnatullah) yang berlaku di alam kita. Ruh beliau yang berada di alam lain mengikuti hukum alam (sunnatullah) yang berlaku di sana. Jadi peristiwa Isra Mikraj adalah masuk akal (rasional) (Baiquni, 1996).

            Jika masih juga muncul keraguan dengan pertanyaan, bagaimana mungkin Rasulullah Saw bisa memasuki alam ruh dan mengadakan perjalanan Isra Mikraj, padahal beliau manusia biasa yang ruhnya berada di dalam jasadnya? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penting untuk diketahui bahwa peristiwa Rasulullah Saw melakukan perjalanan Isra Mikraj itu bukan atas kehendaknya sendiri dan bukan atas kemampuannya sendiri, melainkan atas kehendak dan kuasa Allah Swt. Jadi Rasulullah Saw bukan berangkat sendiri melakukan perjalanan Isra Mikraj melainkan Rasulullah Saw diberangkatkan oleh Allah Swt. Jadi Allah Swt yang berkuasa dan berkendak untuk memberangkatkan Rasulullah Saw untuk memasuki alam ruh dan melakukan perjalanan Isra Mikraj. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Firman Allah Swt dalam Al-Qur’an Surat Al-Israa’ ayat 1.


“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Israa’ [17]: 1).

 

            Dengan memahami teori relativitas waktu, kita jadi lebih mudah memahami dan menerima bahwa peristiwa Isra Mikraj yang dialami Rasulullah Saw adalah masuk akal. Memang zaman dulu ketika orang-orang zaman Nabi Saw belum memahami tentang relativitas waktu, peristiwa Isra Mikraj sulit diterima akal sehat alias tidak masuk akal, tetapi setelah sains mengungkap kebenaran bahwa waktu bersifat relatif dengan ditemukannya teori relativitas khusus oleh Albert Einstein, maka peristiwa Isra Mikraj adalah masuk akal dan rasional.

            Memperingati peristiwa Isra Mikraj mengajarkan kita untuk mengungkap kebenaran Ilahi yaitu konsep relativitas waktu bahwa waktu di alam semesta ini bersifat relatif. Kini bisa dimengerti bahwa waktu berubah-ubah di ruang-ruang alam semesta yang berbeda dan bahwa setiap tempat mempunyai kerangka referensi (kerangka acuan), yakni ukuran yang berbeda. Juga diketahui bahwa posisi tempat-tempat di alam semesta menentukan pengaturan waktu relatifnya. Melalui pemahaman konsep relativitas waktu, kita dapat memahami bahwa pengamat di alam semesta, dengan sedikit waktu yang sama dengan seribu tahun menurut perhitungan kita, dapat dengan mudah melihat milyaran orang yang lahir, hidup, dan mati selama periode ini. Oleh karena itu, tidaklah heran kalau Allah Swt dapat melihat masa lalu, masa kini, dan masa akan datang (Abbas, 2000).

            Sebagai penutup, memperingati hari besar Islam Isra Mikraj penting dilakukan umat Islam karena mengandung beberapa hikmah. Hikmah pertama, umat Islam jadi memahami betapa bermanfaatnya penemuan sains tentang teori relativitas khusus yang khusus berbicara tentang waktu yang bersifat relatif, walau sebenarnya jika umat Islam mau mengkaji Al-Qur’an lebih serius lagi, khususnya terkait ayat-ayat kauniyah, maka kebenaran konsep relativitas waktu akan lebih dulu dipahami orang Islam jauh sebelum Albert Einstein mengungkap teori relativitas khususnya. Hikmah kedua, dengan memahami kemukjizatan Isra Mikraj yang dialami Rasulullah Saw, dapat menambah keimanan kita tentang alam ghaib, yaitu ada alam lain di luar alam dunia yang dimensi ruang dan waktunya atau hukum alamnya (sunnatullah) berbeda dengan hukum alam di dunia. Hikmah ketiga, keberadaan hari akhir dapat diterima secara rasional sebagai alam berdimensi lain dimana dimensi ruang dan waktunya berbeda dengan dimensi ruang dan waktu di alam dunia. Dengan analogi berpikir tentang adanya planet, sistem tata surya ataupun galaksi di luar planet, sistem tata surya dan galaksi kita yang mana hukum alamnya berbeda dengan hukum alam di bumi, yang secara sains terima sebagai kebenaran ilmiah, maka harusnya keberadaan alam akhirat sebagai alam lain di luar alam dunia yang mana hukum alamnya juga berbeda dengan hukum alam di dunia, adalah sesuatu yang mudah diterima akal sehat atau bersifat rasional. Hikmah keempat, dari pemahaman tentang relativitas waktu yang ditunjukkan dari peristiwa Isra Mikraj membuka pemahaman kita bahwa sifat keabadiaan di alam akhirat itu masuk akal atau rasional karena memang di alam akhirat dimensi waktunya berbeda atau bersifat relatif dibandingkan dimensi waktu di alam dunia, yang mana di Al-Qur’an Allah Swt memberitahukan bahwa waktu sehari di akhirat itu setara dengan waktu seribu tahun waktu di dunia.  Hikmah kelima, dengan memahami konsep relativitas waktu yang diajarkan dari peristiwa Isra Mikraj, kita jadi lebih mudah menerima kebenaran bahwa Allah Swt mampu mengamati seluruh kehidupan makhluknya di dunia ini, karena waktu di sisi-Nya sangat lama dibandingkan waktu di dunia. Wallahu A’lam bish-Shawab. []

 

Gumpang Baru, 29 Januari 2023

 

 

Sumber Bacaan

Abbas, A. M. A. (2000). Singgasana-Nya di atas Air: Penciptaan Alam Semesta Menurut Al-Qur’an dan Sains. Jakarta: Penerbit Lentera.

Baiquni, A. (1996). Al-Quran dan Ilmu Pengetahuan Kealaman. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.

CNN Indonesia. (2019, Oktober). Mengenal Teori Relativitas Einstein Beserta Pembuktiannya. Retrieved January 26, 2023, from Teknologi website: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20191003101030-199-436322/mengenal-teori-relativitas-einstein-beserta-pembuktiannya

Faisal, I. (2022, February 27). Membumikan Makna Isra Mikraj. Retrieved January 13, 2023, from Kementerian Agama Republik Indonesia website: https://kemenag.go.id/read/membumikan-makna-isra-mi-raj-v3v7v

Jumini, S. (2015). Relativitas Einstein terhadap Waktu Ditinjau dari Al-Qur`an Surat Al-Ma’ârij Ayat 4. Syariati: Jurnal Studi Al-Qur’an Dan Hukum, 1(02), 213–232. doi: 10.32699/syariati.v1i02.1110

Prasetya, Y. (2022, February 28). Mana yang Benar: Isra Mikraj atau Isra Miraj? Retrieved January 29, 2023, from KOMPASIANA website: https://www.kompasiana.com/yogaprasetya/621c0474bb44864df32420f2/mana-yang-benar-isra-mikraj-atau-isra-miraj

 

___________________________________

*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya

Kamis, 23 Februari 2023

RAMADAN BULAN PERBAIKAN DIRI

 


RAMADAN BULAN PERBAIKAN DIRI

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

            Sebentar lagi umat Islam di seluruh dunia akan memasuki bulan Ramadan. Bulan Ramadan adalah bulan yang istimewa. Keistimewaannya bukan hanya karena bulan diturunkannya kitab suci Al-Qur’an hingga terdapatnya malam Lailatul Qadar. Tetapi, di bulan Ramadan juga terdapat ibadah yang diwajibkan untuk dilaksanakan oleh seluruh umat Islam, yaitu berpuasa, sebagaimana telah diperintahkan Allah Swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 183. Karena keistimewaan inilah maka bulan Ramadan diyakini sebagai bulan yang penuh kemuliaan (Saputro, 2023).

Setiap tahun di bulan Ramadan umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Ibadah puasa Ramadan bukan hanya ibadah terkait aspek fisik jasmani, tetapi juga sangat berkaitan dengan aspek psikis (rohani). Banyak hikmah yang terkandung dalam perintah ibadah puasa Ramadan. Agung Nugroho Catur Saputro (2023) dalam bukunya berjudul Spiritualisme Lapar dalam Ibadah Puasa menjelaskan beberapa hikmah dari puasa Ramadan, yaitu antara lain puasa sebagai sarana membangkitkan empati diri, puasa mengajarkan kejujuran, puasa membangkitkan sifat welas asih, puasa melatih sikap profesional, dan lain sebagainya.

Puasa Ramadan merupakan salah satu ibadah yang wajib dikerjakan oleh setiap orang Islam yang telah memenuhi syarat. Pada dasarnya setiap orang Islam wajib melaksanakan ibadah puasa Ramadan. Walaupun pada beberapa orang tertentu diberikan keringanan untuk tidak melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadan, tetapi mereka tetap wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya di waktu lain di luar bulan Ramadan dengan cara sesuai syariat. Jadi kewajiban mengerjakan ibadah puasa Ramadan berlaku umum untuk orang Islam tanpa terkecuali.

            Tujuan diperintahkannya kewajiban menjalankan ibadah puasa Ramadan sebagaimana termaktum dalam surat Al-Baqarah ayat 183 adalah untuk menjadikan umat Islam mencapai derajat muttaqin atau orang yang bertakwa. Jadi tujuan puasa Ramadan bukan untuk menguji kekuatan fisik jasmani orang Islam dalam menahan rasa lapar dan dahaga selama seharian penuh melainkan hanya untuk menjadikan umat Islam memiliki kepribadian orang-orang yang bertakwa.

 

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (QS. Al-Baqarah [02] : 183).

 

            Takwa adalah kata kunci dalam pelaksanaan ibadah puasa Ramadan. Apakah yang dimaksud dengan takwa? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), takwa adalah terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya; atau keinsafan diri yang diikuti dengan kepatuhan dan ketaatan dalam melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya; atau kesalehan hidup (KBBI Online, 2023). Kata takwa, menurut HAMKA dalam tafsirnya, Al-Azhar, diambil dari rumpun kata wiqayah yang berarti memelihara. Memelihara hubungan yang baik dengan Allah Swt. Memelihara jangan sampai terperosok kepada perbuatan yang tidak diridhai-Nya. Memelihara segala perintah-Nya supaya dapat dijalankan. Memelihara kaki jangan terperosok ke tempat yang penuh lumpur atau duri (Kurnianto, 2020).

Pemaknaan takwa menurut HAMKA tersebut di atas sejalan dengan pendapat Abu Hurairah ra. ketika ditanya tentang pengertian takwa. Suatu ketika, Abu Hurairah ditanya oleh seseorang, ''Wahai Abu Hurairah, apakah yang dimaksud dengan takwa itu?'' Abu Hurairah tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi memberikan satu ilustrasi. ''Pernahkah engkau melewati suatu jalan dan engkau melihat jalan itu penuh dengan duri? Bagaimana tindakanmu untuk melewatinya?'' Orang itu menjawab, ''Apabila aku melihat duri, maka aku menghindarinya dan berjalan di tempat yang tidak ada durinya, atau aku langkahi duri-duri itu, atau aku mundur.'' Abu Hurairah cepat berkata, ''Itulah dia takwa!'' (HR Ibnu Abi Dunya) (Kurnianto, 2020).

            Memandang pendapat HAMKA dan Abu Hurairah di atas, terlihat bahwa takwa itu menggambarkan sebuah proses yang penuh kehati-hatian. Takwa bukan merujuk kepada hasil akhir tetapi merujuk kepada sebuah tindakan dan proses. Jadi takwa bersifat dinamis, bukan statis. Karena merupakan sebuah proses, maka takwa harus selalu dipelihara dan dijaga serta diusahakan. Takwa merupakan representasi dari sebuah ikhtiar untuk tetap berada di jalan yang diridai Allah Swt. Derajat ketakwaan seseorang itu bisa naik dan bisa turun. Maka rasa ketakwaan itu harus selalu dijaga dan dipelihara agar tetap eksis dalam diri setiap orang.

            Terkait puasa Ramadan, pernahkah terpikir mengapa kita diperintahkan menjalankan puasa Ramadan setiap tahun? Jika puasa Ramadan bertujuan menjadikan kita menjadi orang bertakwa, apakah dengan setiap tahun kita diwajibkan menjalankan ibadah puasa Ramadan dapat dimaknai bahwa kita belum bertakwa? Atau dengan kata lain, jika takwa menjadi indikator diterimanya puasa kita oleh Allah Swt, apakah berarti puasa Ramadan kita setiap tahun tidak diterima Allah Swt sehingga kita masih harus menjalankan ibadah puasa Ramadan setiap tahun? Bagaimana kita menjelaskan alasan mengapa kita harus setiap tahun menjalankan ibadah puasa Ramadan? Mengapa tidak cukup sekali atau beberapa kali saja kita menjalankan ibadah puasa Ramadan, tidak perlu rutin setiap tahun seumur hidup kita?

            Untuk menemukan jawaban atas pertanyaan tersebut, maka kita harus kembali pada tujuan diperintahkannya ibadah puasa Ramadan. Kita semua sudah mengetahui bahwa tujuan dari diwajibkannya kita (umat Islam) berpuasa Ramadan adalah untuk membentuk kita menjadi orang yang bertakwa (muttaqin). Inilah tujuan utama diwajibkannya ibadah puasa Ramadan. Sekarang yang menjadi permasalahannya adalah apakah takwa itu sebuah kondisi atau produk akhir ataukah sebuah proses dinamis?

            Jika kita merujuk kepada pendapat Abu Hurairah dan HAMKA di atas, bahwa konsep takwa itu lebih merujuk pada proses dinamis, bukan kondisi akhir, maka pertanyaan di atas akhirmya menemukan jawabannya. Mengapa umat Islam diperintahkan untuk berpuasa Ramadan rutin setiap tahun adalah karena untuk menjaga atau memelihara eksistensi ketakwaan dalam diri, bukan untuk menjadikan berbertakwa. Puasa Ramadan bukanlah persyaratan seseorang untuk menjadi bertakwa. Karena takwa itu sebuah proses yang dinamis, maka tingkat ketakwaan seseorang itu bersifat fluktuatif, terkadang bisa naik, terkadang konstan, dan bahkan terkadang bisa turun. Di sinilah konsep takwa yang bersifat dinamis menemukan titik temunya. Jadi diperintahkannya kita berpuasa Ramadan setiap tahun di bulan Ramadan tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk memelihara dan mempertahankan kondisi tingkat ketakwaan kita tetap berada di posisi puncak. Inilah alasan kita diwajibkan terus-menerus melaksanakan ibadah puasa Ramadan agar tingkat ketakwaan kita tetap terjaga dan bahkan mungkin diharapkan meningkat semakin tinggi.

            Takwa merupakan kondisi seseorang dimana ia berada pada keadaan terbaik, yaitu melaksanakan segala perintah Allah Swt dan menjauhi segala larangan-Nya. Segala hal yang diperintahkan Allah Swt pastilah perbuatan baik sedangkan segala hal yang dilarang Allah Swt adalah perbuatan buruk. Maka dapat dipahami bahwa kondisi takwa adalah keadaan seseorang yang berada dalam kondisi terbaik. Orang yang bertakwa (muttaqin) dapat dimaknai sebagai orang yang selalu aktif memelihara dirinya selalu dalam kondisi terbaik. Jadi dapat ditarik benang merah bahwa takwa adalah proses menuju kondisi terbaik. Takwa merupakan sebuah proses transformasi diri seseorang untuk menjadi baik dan selalu dalam kondisi baik.

            Konsep takwa sebagai sebuah proses menuju kondisi terbaik tersebut di atas, jika kita kaitkan dengan perintah ibadah puasa Ramadan, maka dapat disimpulkan bahwa bulan Ramadan adalah bulan menuju kebaikan. Ramadan adalah bulan dimana proses menjadi baik dimulai. Ramadan adalah awal perjalanan menuju kondisi baik dan bahkan terbaik. Oleh karena itu, sangat masuk akal ketika setelah selesai menjalankan ibadah puasa sebulan penuh di bulan Ramadan, kita menjumpai bulan Syawal yang berarti bulan peningkatan. Ya, memasuki bulan Syawal adalah waktunya kita meningkatkan tingkat ketakwaan atau tingkat kebaikan kita menjadi lebih tinggi lagi. Semoga kita semua diberikan kemampuan dan dimudahkan dalam upaya meningkatkan dan memperbaiki tingkat ketakwaan kita kepada Allah Swt. Amin. Wallahu a’alm bish-shawab. []

 

Gumpang Baru, 23 Februari 2023

 

 

Sumber Bacaan

KBBI Online. (2023). Arti kata takwa—Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online. Retrieved February 22, 2023, from https://kbbi.web.id/takwa

Kurnianto, F. (2020, January 30). Saat Abu Hurairah Ditanya Arti Takwa. Retrieved February 22, 2023, from Republika Online website: https://republika.co.id/share/q4wqz5430

Saputro, A. N. C. (2023). Spiritualisme Lapar dalam Ibadah Puasa: Mencari Mutiara Hikmah Dibalik Kemuliaan Bulan Ramadan. Yogyakarta: KBM Indonesia.

 

___________________________________

*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya

Senin, 06 Februari 2023

KOLABORASI, KUNCI PRODUKTIVITAS

Sumber Gambar: https://babettetenhaken.com/2017/09/27/relentless-collaboration/


KOLABORASI, KUNCI PRODUKTIVITAS

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 


Dalam rentang waktu empat tahun terakhir ini saya merasakan produktivitas dalam berkarya melaju dengan pesat. Setiap tahun puluhan karya buku saya terbit. Padahal jika mengacu pada buku PO PAK Dikti, seorang dosen sepatutnya maksimal menulis satu judul buku pertahun. Jika saya mengacu pada aturan Dikti tersebut, maka saya termasuk dosen yang tidak patut karena jumlah karya buku saya melebihi aturan. Saya kurang tahu mengapa dosen dianggap patut jika maksimal mampu menulis buku satu judul dalam satu tahun, padahal banyak dosen yang mampu menulis buku lebih dari satu. Saya juga bingung dengan kalimat maksimal satu judul buku pertahun, mengapa bukan minimal satu judul buku pertahun? Aturan PO PAK Dikti tersebut memberikan kesan bahwa menulis buku itu sangat sulit sehingga bahkan seorang berprofesi dosen pun akan mengalami kesulitan menulis buku sehingga sampai dibatasi hanya satu judul pertahun.


Jika andaikan saya menulis buku hanya untuk kepentingan memenuhi angka kredit kenaikan pangkat dosen, maka saya tidak akan seproduktif sekarang. Sayangnya memang tidak demikian. Saya menulis buku memang tidak saya niatkan hanya untuk memenuhi angka kredit dosen. Saya menulis buku karena memang saya senang menulis. Saya menulis buku untuk aktualisasi diri. Saya menulis buku untuk bukti eksistensi diri. Saya menulis buku untuk mengabadikan pemikiran dan gagasan saya. Sampai sekarang saya belum menggunakan buku-buku karya saya untuk usulan kenaikan pangkat ataupun jabatan fungsional dosen. Sampai saat ini saya menekuni aktivitas menulis buku sebagai kesenangan saja. Saya merasa lebih hidup ketika bisa menghasilkan karya buku. Hidup saya terasa lebih dinamis tatkala mampu menulis dan menerbitkan buku.


Jika merujuk pada database SINTA Kemdikbud (https://sinta.kemdikbud.go.id), jumlah buku yang saya unggah dan diverifikasi sebanyak 90 judul dan jumlah sertifikat hak kekayaan intelektual berupa hak cipta buku dari Kemenkumham RI sebanyak 35 buah. Dari puluhan judul buku tersebut, mayoritas merupakan hasil karya dalam empat tahun terakhir ini. Mungkin para pembaca akan bertanya, bagaimana cara saya bisa menghasilkan karya buku begitu banyak hanya dalam waktu beberapa tahun saja? Jawabannya adalah kolaborasi. Ya, kolaborasi merupakan kunci saya bisa produktif dalam menulis buku.


Dahulu, bagi saya menulis buku itu sesuatu yang sangat sulit. Dapat menulis satu judul buku dalam waktu setahun itu sesuatu yang luar biasa. Saya tidak pernah membayangkan jika suatu saat nanti mampu menulis buku puluhan judul dalam waktu beberapa tahun saja. Tetapi semua itu berubah drastis setelah saya mengenal yang namanya kolaborasi menulis. Ya, menulis secara berkolaborasi membuat produktivitas saya dalam menulis buku meningkat tajam. Selain menulis buku-buku kolaborasi, saya juga bergabung dalam komunitas penulis untuk menjaga spirit menulis saya. Dengan bergabung dalam sebuah komunitas penulis, maka setiap bulan saya harus aktif menulis satu artikel yang nantinya akan diterbitkan dalam bentuk buku antologi karya seluruh anggota komunitas. Dengan pola dan strategi begini, maka saya menjadi aktif dan produktif menulis buku-buku karya kolaborasi.


Selain menulis buku-buku kolaborasi, saya juga aktif menulis artikel untuk calon buku tunggal saya. Saya menulis artikel-artikel dengan tema bebas sesuai pikiran saya. Tetapi untuk memudahkan dalam mengelola artikel-artikel tersebut, maka setiap artikel saya tuliskan temanya sebagai nama calon judul bukunya dan juga saya berikan nomor artikelnya. Dengan demikian, ketika ketika jumlah artikel dengan tema tertentu telah terkumpul banyak, selanjutnya kumpulan artikel tersebut saya susun secara sistematis dan saya berikan judul bukunya. Jadilah calon buku tunggal saya. Demikian lah strategi saya agar bisa produktif menulis buku tunggal setiap tahunnya.


Menulis dan produktif menerbitkan buku memiliki banyak manfaat. Baik manfaat untuk diri penulis maupun manfaat untuk orang lain (pembaca). Dengan menulis buku, penulis dapat mengungkapkan ide, gagasan dan pemikirannya sehingga bisa diketahui orang lain. Buku karya penulis terkadang mampu menginspirasi sehingga menggerakan orang lain untuk mengikuti pemikiran sang penulis. Dengan demikian buku mampu memberikan mafaat bagi orang lain.


Selain bermanfaat bagi orang lain yang membacanya, menulis buku juga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, baik manfaat psikis maupun manfaat finansial. Menulis dapat membuat penulisnya lebih bahagia karena dapat mengungkapkan segala unek-unek pikirannya. Menulis buku juga dapat mendatangkan keuntungan finansial ketika buku yang ditulisnya digemari (dibeli) banyak orang sehingga penulisnya mendapat royalti. 


Apakah selama menekuni aktivitas menulis buku, saya sudah pernah mendapatkan keuntungan finansial? Jawabannya adalah pernah. Ya, saya sudah pernah mendapatkan manfaat finansial dari aktivitas menulis buku. Saya sudah pernah mendapatkan uang ratusan juta rupiah dari aktivitas menulis buku. Saya mampu membelikan rumah untuk keluarga juga dari menulis buku. Saya dapat membelikan motor baru untuk istri juga dari hasil menulis buku. Saya mempunyai biaya untuk merenovasi rumah juga dari hasil keuntungan menulis buku.


Jadi, bagi saya menekuni aktivitas sebagai penulis buku memang tidak ada ruginya. Terlebih saya berprofesi sebagai dosen, maka aktivitas menulis buku sangat mendukung tugas keprofesian saya. Aktivitas menulis buku selain bisa dijadikan sebagai profesi utama, juga bisa dijadikan sebagai profesi sampingan seperti saya. Jika Anda akan menjadikan aktivitas menulis buku sebagai profesi utama, maka Anda harus serius dan totalitas dalam menekuninya. Anda harus menjadi seorang penulis buku yang kreatif, produktif dan profesional. Bagaimana, apakah Anda tertarik menjadi penulis buku? []

 

Gumpang Baru, 04 Februari 2023


___________________________________

*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya

Postingan Populer