Powered By Blogger

Rabu, 30 September 2020

TIPS MENJAGA KOMITMEN MENULIS

Sumber gambar : https://republika.co.id/berita/pendidikan/eduaction/17/02/26/olznje284-tidak-ada-jalan-pintas-jadi-penulis


Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

                                    

“Mengapa hari ini saya sulit mendapatkan ide tulisan ya?” Mungkin kalimat seperti ini pernah terucap oleh lisan anda atau pernah muncul dalam pikiran anda. Mungkin kondisi seperti itu pernah anda alami ketika seharian belum menghasilkan tulisan apapun. Apakah kondisi seperti itu hanya anda sendiri yang mengalami atau juga dialami oleh para penulis lain? Lantas bagaimana solusi untuk mengatasi kebuntuan ide seperti itu?

            Sejak tiga tahunan ini saya menekuni aktivitas menulis, memang terkadang saya mengalami situasi seperti itu, mengalami kebuntuan pikiran, bingung mau menulis apa karena tidak ada ide tulisan apapun di pikiran. Tetapi saya juga sering mengalami kondisi yang sebaliknya, yaitu dalam sehari muncul banyak ide untuk ditulis. Makanya terkadang saya dalam sehari mampu menulis beberapa artikel sekaligus. Kalau mengalami kondisi yang terakhir ini saya pasti enjoy-enjoy saja dan menikmati kegembiraan menulis, tetapi bagaimana jika sedang mengalami kondisi yang pertama? Apa yang saya lakukan agar segera menemukan ide tulisan?

            Sebelum saya menjelaskan solusi untuk mengatasi kondisi tersebut, perlu saya sampaikan kepada anda bahwa seorang penulis itu adalah manusia biasa, dimana ada sisi kekurangan dan kelemahan. Seorang manusia biasa wajar jika terkadang mengalami kebuntuan pikiran karena ia manusia yang terkadang mengalami kelelahan pikiran sehingga otaknya agak lambat dalam mengolah informasi yang terpendam dalam memori. Jika ada penulis yang sama sekali tidak pernah mengalami kebuntuan pikiran atau kehabisan ide tulisan, maka penulis tersebut patut diragukan sifat kemanusiaannya.

Semua penulis pasti pernah mengalami kejadian kebuntuan pikiran. Seorang penulis besar pun pasti pernah mengalami kebuntuan ide, apalagi penulis pemula. Maka saran saya, nikmatilah aktivitas menulis dengan santai dan alami. Tidak usah memaksakan diri untuk harus menulis setiap hari. Jika pun ingin mentarget setiap hari harus menulis, silakan saja karena itu bertujuan baik. Tetapi yang perlu saya tekankan adalah tanyalah pada diri sendiri, apakah keinginan untuk menulis setiap hari itu datang dari dorongan faktor eksternal ataukah faktor internal? Maksudnya faktor eksternal adalah seperti agar tampak hebat dan keren, sedangkan faktor internal adalah misalnya demi merasakan kepuasan batin dan kebahagiaan.

Lalu bagaimana agar kita dapat selalu memiliki ide tulisan? Kata kuncinya adalah happy alias bahagia ketika menulis. Ide akan selalu mengalir dalam pikiran kita jika kita bahagia ketika  menulis, bukan terpaksa atau dipaksa untuk menulis. Menulislah dengan bahagia. Menulislah dengan enjoy. Menulislah karena kepuasan batin. Menulislah dengan hati gembira. Menulislah karena anda memang butuh menulis. Menulislah karena anda memang ingin menulis. Ciptakan sebuah kondisi batiniah dimana ketika anda tidak menulis, anda merasa ada yang  hilang dari diri anda. Jika kondisi batiniah seperti ini sudah tercipta dalam diri anda, maka pasti anda tidak akan mengalami lagi yang namanya kebuntuan ide dan kebuntuan pikiran. Kapan kondisi batinah seperti itu dapat tercapai? Jawabannya adalah ketika anda sudah menganggap bahwa menulis itu bukan suatu kebutuhan tetapi justru sebuah hobi, kegemaran, kesenangan atau klangenan. Ketika menulis telah menjadi kegemaran maupun klangenan, maka anda pasti dengan senang hati akan melakukannya dan hati penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan. Ada kepuasan batiniah ketika anda telah menulis, dan sebaliknya anda merasa ada yang hilang ketika anda belum menulis.

Bagaimana langkah awal agar menulis bisa menjadi sebuah hobi, kegemaran maupun klangenan? Mulailah dari menulis hal-hal yang sederhana dan anda senangi. Tulislah tema-tema yang anda minati. Tulislah kejadian sehari-hari yang anda lakukan dan anda lihat. Tulislah apapun yang anda pikiran. Tulislah apapun yang anda renungkan. Tulislah apapun yang baru saja terbersit dalam pikiran. Lakukan hal ini secara berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan rutin dan terasa enjoy. Ituah cara mudah agar kita bisa menikmati proses menulis. Mudah bukan? Ayo menulis. Menulis untuk mengabdi dan mengabadi. Salam literasi.

 

Gumpang Baru, 01 Oktober 2020

 

____________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. 

MENULIS SEBAGAI CAPAIAN KINERJA DOSEN

 


Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Karier saya sebagai penulis buku mungkin bisa dikatakan diawali tahun 2004 ketika saya menulis buku berbentuk LKS. Kemudian lanjut ke menerbitkan buku pelajaran Kimia untuk siswa SMA tahun 2007. Tahun 2008 saya menerbitkan buku pelajaran kimia untuk siswa MA yang diterbitkan oleh Kementerian Agama RI (Dulu masih bernama Departemen Agama). Dan akhirnya saya menerbitkan buku ajar untuk perguruan tinggi pada tahun 2013. Kisah perjalanan karier kepenulisan saya tersebut secara lengkap telah saya terbitkan dalam salah satu bab buku Kita Menulis, Merdeka Menulis yang diterbitkan oleh Penerbit Yayasan Kita Menulis tahun 2020.

Walaupun sudah beberapa kali menulis dan menerbitkan buku, bagi saya waktu itu menulis belum lah menjadi aktivitas rutin dan menjadi semacam hobi atau kesenangan. Saya belum merasakan nikmatnya menulis. Saya belum menemukan keasyikan ketika menulis. Dan saya juga belum merasakan kepuasan batin saat menulis. Ya, semua itu karena waktu itu menulis bagi saya masih sebatas untuk mendapatkan keuntungan finansial, sehingga menulisnya karena memang dipaksa.

            Sejak tahun 2017 saya mulai secara disiplin dan berkomitmen untuk menekuni aktivitas menulis. Setiap hari saya mencoba untuk membiasakan diri untuk menulis yang kemudian saya posting di akun media social. Tujuan saya menulis setiap hari adalah untuk menyiapkan naskah buku. Jadi tulisan saya yang saya posting di media social selama ini sebenarnya adalah bahan untuk menjadi buku nantinya. Setiap tulisan saya berikan kategori atau tema sebagai langkah awal nantinya ketika mau disusun menjadi sebuah buku. Misalnya tema-tema yang saya buat antara lain Kimia Kehidupan, Muhasabah, Renungan Kehidupan, Catatan Menulisku, Catatan Kehidupan, Klangenan, dan lain-lain. Dari strategi seperti ini, Alhamdulillah saya telah memetik manfaatnya.

            Melalui strategi “nyicil” menulis setiap hari dengan tema bebas sesuai keinginan hati, maka Alhamdulillah setiap tahun selama tiga tahun terakhir ini saya dapat menerbitkan buku solo minimal dua judul. Keuntungan lain dari aktivitas menulis rutin setiap hari ini, setiap tahun saya dapat “nyicil” bahan naskah buku untuk diterbitkan tahun berikutnya. Seperti tahun 2020 ini, saya telah menerbitkan buku mandiri sebanyak 3 judul. Selain itu dalam waktu dekat ini saya sedang menyiapkan finishing naskah buku ke empat yang akan saya diterbitkan tahun ini juga. Untuk penerbitan buku tahun 2021, saya telah menyiapkan dua bahan naskah buku. Seperti inilah strategi yang saya lakukan agar setiap tahun dapat menerbitkan buku mandiri minimal dua judul plus beberapa buku antologi karya penulis di grup literasi Sahabat Pena Kita (SPK).

            Terkait keaktifan saya menulis rutin setiap hari dan menerbitkan buku setiap tahunnya, awalnya saya niatkan untuk kepuasan diri sendiri. Awalnya saya menulis bukan untuk menyiapkan berkas kenaikan pangkat, saya tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Makanya tema tulisan saya ada yang sama sekali tidak berkaitan dengan bidang keahlian saya yaitu kimia dan pendidikan. Tetapi di suatu waktu ketika saya mengetahui adanya komponen penilaian kinerja dosen dari unsur penulisan buku, maka saya pun mencoba mengusulkan buku-buku yang telah terbit ke sistem kinerja dosen di kampus saya. Waktu itu saya hanya mencoba-coba saja, siapa tahu dapat diterima sebagai capaian kinerja dosen. Kalaupun tidak diterima, khususnya buku-buku yang judulnya sama sekali tidak berkaitan dengan bidang kompetensi saya, saya akan menerima dengan ikhlas karena semula memang saya tidak berniat menulis buku untuk syarat penilaian kinerja dosen maupun syarat kenaikan pangkat. Saya pun tidak terlalu berharap besar akan diterimanya karya-karya buku saya tersebut sebagai capaian kinerja dosen.

            Beberapa waktu kemudian, ketika saya mengecek di laman sistem kinerja dosen, saya kaget karena ternyata buku-buku saya diterima sebagai capaian kinerja dosen. Saya sama sekali tidak menyangka kalau buku-buku saya yang selama ini saya tulis dapat diterima pihak kampus sebagai capaian kinerja dosen. Apalagi setelah suatu waktu saya menerima transferan dana masuk ke rekening yang lumayan besar, saya kaget dan hampir tidak percaya. Saya tidak menyangka kalau kampus akan menghargai buku-buku karya saya dengan cukup besar, jauh di atas perkiraan saya. Saya benar-benar tidak menyangka dengan rezeki ini dan bersyukur kepada Allah swt atas jalan rezeki yang ditunjukkan kepada saya.

            Beberapa waktu yang lalu, saya iseng-iseng membuka profil dosen di website program studi yang ternyata datanya diambilkan dari website LPPM kampus. Setelah saya lihat profil saya, Alhamdulillah indeks personal peneliti saya lumayan tinggi. Setelah saya amati dan cermati, saya berkesimpulan kalau skor indeks peneliti saya cukup tinggi karena berasal dari kinerja penulisan buku.  Data dari tahun 2014 hingga sekarang tercatat oleh sistem bahwa saya memiliki kinerja penulisan buku sebanyak 13 judul.

            Dari kejadian-kejadian ini, saya menyimpulkan bahwa aktivitas yang saya tekuni saat ini yaitu menulis dan menerbitkan buku sangat mendukung kinerja saya selaku dosen. Aktivitas menulis yang semula saya niatkan untuk sekadar memuaskan hobi ternyata mampu mendukung kompetensi profesi saya. Dari sini saya belajar ilmu kehidupan bahwa hendaknya kita berkarya saja, jangan mikirkan nanti ada manfaatnya atau tidak, nanti mendatangkan keuntungan atau tidak. Karena jika kita melakukan aktivitas disebabkan orientasi mendapat keuntungan semata, maka kita tidak akan secara alami menjalani aktivitas tersebut. Kita akan memaksakan diri untuk menjalankan aktivitas tersebut dan tidak akan merasakan kebahagiaan. Berbeda jika kita melakukan aktivitas tersebut karena hobi atau klangenan, maka entah nanti ada keuntungan atau tidak, kita tetap merasakan kepuasan dan kebahagiaan serta menikmati hobi tersebut. Jika di kemudian hari ternyata aktivitas kita tersebut mendatangkan keuntungan finansial, maka itu sebuah berkah rezeki dari Allah Swt. []

 

Gumpang Baru, 30 September 2020

 ____________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan lebih dari 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.

Selasa, 29 September 2020

MEMAKNAI KISAH-KISAH PEJUANG KEHIDUPAN : Sebuah Refleksi Untuk Perbaikan Diri

Sumber gambar : https://kumparan.com/redaksiportalmadura/muslim-pekerja-keras-dicintai-dan-dibanggakan-rasulullah-1546619840687169365

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Di dunia ini, proses perjalanan kehidupan setiap orang berbeda-beda. Ada orang yang tampak mudah dalam menjalani kehidupannya, tetapi juga ada orang yang tampak kesulitan menjalani kehidupannya. Bahkan ada orang yang perlu perjuangan yang sangat berat untuk meraih kehidupan yang lebih baik.

Kita meyakini bahwa nasib manusia telah ditakdirkan oleh Allah swt. Allah swt menetapkan takdir baik dan takdir buruk untuk setiap orang. Manusia dengan bekal akalnya diberikan kebebasan untuk memilih takdirnya masing-masing. Melalui karunia Allah swt berupa potensi diri, setiap orang diharapkan berusaha menggapai takdir baiknya masing-masing. Keseriusan dan ketangguhan seseorang dalam berjuang meraih takdir baiknya akan mendapat apresiasi positif dari Allah swt. Allah swt sangat menyukai hamba-Nya yang mau bekerja dan berusaha memenuhi kebutuhan dirinya dan keluarganya.

Terkadang, dalam perjalanan kehidupan ini kita berjumpa dengan orang yang tampak [dalam persepsi kita] kesulitan dalam menjalani kehidupan. Kita melihat orang tersebut rezekinya sangat jauh di bawah kita. Kita melihat orang tersebut telah berusaha sekuat tenaga menjemput rezekinya yang disediakan Allah swt, tetapi tampak oleh kita rezeki orang tersebut kelihatan kecil sekali dibandingkan rezeki kita. Melihat kondisi tersebut, terkadang kemudian muncul perasaan kita bersyukur karena Allah swt telah memberi kita rezeki yang lebih baik.

Dampak dari perasaan tersebut adalah muncul rasa kasihan dan keinginan untuk membantu dan meringankan beban hidup orang tersebut dengan berperilaku sebagai seorang dermawan. Keinginan untuk bersedekah terkadang begitu kuatnya menyeruak di hati karena kita merasa memiliki harta (rezeki) berlebih.

Munculnya keinginan untuk bersedekah membantu meringankan beban hidup orang lain itu sesuatu yang wajar dan manusiawi dan bahkan perlu dibiasakan untuk melembutkan hati. Perasaan senasib dan sependeritaan dengan sesama manusia merupakan ciri kelembutan hati. Hati kita harus kita biasakan merasakan sentuhan-sentuhan "rasa kemanusiaan" agar kita menjadi manusia yang sebenarnya, yakni manusia yang berhati manusia, bukan manusia yang berhati mesin (robot).

Memang kalau kita melihat dari sisi banyaknya rezeki berupa harta benda, maka kita akan merasakan perasaan kasihan kepada orang-orang yang kehidupannya tampak susah dan juga muncul perasaan merasa beruntung karena rezeki kita berupa harta kekayaan melimpah. Tetapi pernahkah kita melihat mereka dari sudut pandang lain? Misalnya dari sisi "perjuangannya untuk menjemput takdir baik" atau usahanya? Kita pasti merasa kasihan kepada orang yang bekerja tetapi penghasilannya sangat kecil atau orang yang cacat tetapi tekun berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya. Kita jarang merasa kasihan pada orang yang lengkap anggota tubuhnya dan sehat tetapi malas bekerja. Artinya, munculnya perasaan kasihan kita itu didasarkan atas usahanya yang belum membuahkan hasil yang mencukupi.

Berdasarkan alur pemikiran di atas, sebenarnya kita "cenderung" mengapresiasi orang-orang yang lemah (rezekinya) karena semangat usahanya, bukan kondisi fisiknya. Demikian pula Allah swt akan memberikan apresiasi yang "istimewa" kepada hamba-hamba-Nya yang tekun berusaha dan menjemput takdir baiknya. Allah swt lebih melihat "proses" perjuangan hamba-hamba-Nya meraih takdir baiknya walaupun mungkin belum berhasil.

Sekarang mari kita renungkan bersama. Di bandingkan mereka yang memiliki semangat juang tinggi untuk meraih takdir baiknya walau belum berhasil (masih hidup kekurangan), apakah kita yang hidup serba kecukupan (bahkan mungkin berlimpah harta) ini telah memiliki "semangat juang" dan "semangat berproses "menjemput takdir baik" sebaik mereka? Apakah "proses hidup" kita ini jauh lebih baik dari "proses hidup" mereka? Apakah kita karena serba kecukupan merasa lebih mulia dibandingkan mereka dalam pandangan Allah swt? Apakah kita tidak berpikir jangan-jangan kita mudah memperoleh harta kekayaan karena Allah swt "memudahkan" kita sehingga berdampak lain kita "kehilangan" nilai proses perjuangan? Pernahkah kita berpikir, jangan-jangan Allah swt sedang menguji dan menilai "proses perjuangan" kita ketika dengan usaha sedikit justru kita memperoleh keuntungan besar?

Demikian sebagian bersitan-bersitan pikiran yang penulis abadikan dalam wujud goresan tinta ini. Semoga kita tetap komitmen dan konsisten berada dalam zona "proses berjuang meraih takdir baik", apapun hasilnya nanti agar di akhir-akhir kehidupan kita nanti Allah swt melihat kita sebagai "pejuang kehidupan".

Sebagai hamba, tugas kita hanyalah berjuang meraih takdir baik, masalah bagaimana hasil dari perjuangan tersebut, biarlah Allah swt yang menilainya. Allah swt tidak akan pernah mengabaikan "niat dan usaha" sekecil apapun. Marilah kita ubah pola pikir kita dari "berorientasi ke hasil" menjadi ke "berorientasi ke proses". Semoga bermanfaat. []

 

____________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.

  

Senin, 28 September 2020

HUKUM ALAM DAN MEKANISME KERJA ALLAH SWT

 

http://www.fadhilza.com/2008/04/kehidupan-manusia/allah-penguasa-tunggal-di-alam-semesta.html

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Tahukah kita, siapakah yang menemukan gaya gravitasi? Ya benar...Sir Isaac Newton. Newton menemukan gaya gravitasi berdasarkan pengamatannya terhadap fenomena alam, yaitu mengapa buah apel jatuhnya ke bawah? Mengapa buah apel jatuh tidak ke samping atau ke atas, tetapi mengapa selalu ke bawah? Pengamatannya tersebut kemudian dilanjutkan dengan pengamatan maupun eksperimen lain secara cermat, sistematis dan memenuhi kaidah-kaidah metode ilmiah.

Peristiwa buah apel jatuh ke bawah bukanlah fenomena baru, sejak sebelum ada Newton, buah apel kalau jatuh memang selalu ke bawah. Tapi yang pertama kali mempertanyakan mengapa apel jatuhnya ke bawah adalah Newton. Orang-orang sebelum Newton tidak ada yang mempertanyakan. Di sinilah letak kelebihan Newton yang membedakannya dengan orang lain. Newton adalah manusia biasa yang sama dengan orang lainnya, sama-sama melihat dengan mata, sama-sama berpikir pakai otak. Yang berbeda hanyalah Newton menggunakan akal penalarannya untuk mempermasalahkan peristiwa apel jatuh ke bawah.

Tahukah kita, apa yang membedakan kita (manusia) dengan makhluk lain ciptaan Allah Swt ? Perbedaan kita dibanding makhluk lain, dan perbedaan ini merupakan kelebihan kita adalah adanya nikmat karunia Allah Swt kepada kita berupa akal untuk berpikir, karunia akal untuk menalar, karunia akal untuk membedakan antara kebaikan dengan keburukan, karunia akal untuk memikirkan ayat-ayat Allah Swt baik yang tertulis dalam kitab suci maupun dalam bentuk hamparan alam semesta, karunia akal untuk menemukan hukum-hukum Allah Swt baik dalam kitab suci maupun alam semesta, dll.

Perhatikan fenomena berikut. Burung bisa terbang karena punya sayap, tapi manusia walau tanpa sayap bisa terbang dengan membuat pesawat terbang (hasil berpikir menggunakan akal). Ikan bisa menyelam dan hidup di dalam air karena punya sirip dan insang, tetapi manusia bisa menyelam ke dalam laut dengan membuat peralatan menyelam (hasil berpikir menggunakan akal). Kunang-kunang bisa memancarkan cahaya dari perutnya untuk penerangan, tapi manusia bisa menciptakan lampu pijar untuk membantu penerangan (hasil berpikir menggunakan akal). Maka nikmat Allah Swt mana lagi yang akan kita dustakan?

Kembali ke topik gaya gravitasi yang ditemukan oleh Newton. Sebenarnya apakah gaya gravitasi tersebut? Gaya gravitasi merupakan salah satu gaya-gaya lain di alam ini yang berhasil dipahami manusia. Selain gaya gravitasi, ada gaya magnetik, gaya elekstrostatik, dan gaya inti atau nuklir. Gabungan gaya yang berhasil dipahami manusia adalah gaya elektromagnetik. Dengan pemahaman gaya elektromagnetik ini, maka manusia dapat membuat magnet dengan menggunakan arus listrik.

Gaya-gaya yang berhasil dipahami manusia tersebut adalah gaya-gaya yang mengatur alam semesta ini bekerja. Setiap peristiwa yang terjadi di dunia ini, seperti apel jatuh ke bawah terdapat banyak gaya yang secara simultan bekerja bersamaan. Saat apel jatuh,selain karena pengaruh gaya gravitasi, ada juga gaya gesek, energi potensial, energi kinetik, di tingkat atomik ada gaya elektrik, energi vibrasi, energi kinetik, dll. Dari satu peritiwa apel jatuh saja, manusia belum mampu memahami semua gaya yang bekerja secara bersamaan,,manusia baru bisa memahami gaya-gaya tersebut secara terpisah. Tetapi Allah Swt mengetahui kapan, di mana, kondisi apa, sebuah apel akan jatuh.

Dari ulasan di atas, dapat kita ambil benang merah-nya bahwa gaya-gaya yang bekerja di alam semesta ini yang kita sebut "Hukum Alam" sebenarnya tidak lain adalah mekanisme cara kerja Allah Swt mengatur alam semesta. Jadi hukum alam ini adalah "sunatullah", ketetapan Allah Swt atas proses alam semesta ini.

Dengan mempelajari berbagai fenomena yang terjadi di alam semesta ini, secara tidak langsung kita sedang mempelajari bagaimana kinerja Allah Swt dalam mengatur alam semesta. Dengan mengetahui kinerja Allah Swt dalam mengatur alam semesta ini, secara tidak tidak langsung kita telah mengenal Allah Swt. Maka pantaslah kalau ada ayat dalam Al-Qur'an yang menyatakan jika kita ingin mengetahui keberadaan Allah Swt, maka janganlah kita memikirkan zat-Nya Allah (karena akal kita pasti tidak mampu menjangkaunya), tetapi cukup dengan memikirkan ciptaan-Nya. WaAllahu a'lam. []

 

 

____________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.

MEMAKNAI PERINGATAN HARI ULANG TAHUN : Umur kita Berkurang atau Bertambah?



Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Ada sebagian orang Islam yang melarang atau mengharamkan perayaan ulang tahun dengan dasar karena tidak ada contohnya dari Rasulullah Saw dan juga dengan argumentasi "umur berkurang kok dirayakan? ". Bagaimana pendapat Anda?

Di sini, penulis tidak akan membahas masalah ada atau tidaknya tuntutan atau contoh dari Rasulullah Saw dalam merayakan ulang tahun. Yang penulis ketahui bahwa Rasulullah Saw senang berpuasa hari Senin karena hari Senin merupakan hari kelahirannya. Apakah yang dilakukan Rasulullah Saw ini dapat dijadikan sebagai dasar argumentasi bahwa Rasulullah Saw juga merayakan hari kelahirannya? Penulis kembalikan ke pendapat sahabat pembaca. Bagi penulis, merayakan peringatan ulang tahun bukan merupakan amalan yang termasuk kategori “ibadah”. Peringatan ulang tahun hanyalah tentang bagaimana seseorang memaknai hari kelahirannya, dan cara memperingati juga berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa memperingati hari ulang tahun adalah termasuk ranah "muamalah" atau "hablum minannas". Tetapi di sini penulis ingin memfokuskan pada argumentasi tentang asumsi bahwa saat kita ber-ulang tahun, umur kita berkurang.

Untuk membahas permasalahan tersebut, mari kita menggunakan nalar pemikiran dengan mengawali dengan pertanyaan-pertanyaan berikut. Apakah kita mengetahui berapa jatah (takdir) umur kita? Kapan kita mengetahui jatah (takdir) umur kita? Apa yang dimaksud "umur kita"? Yang dimaksud "umur kita" itu adalah jatah umur kita (yang tidak kita ketahui) ataukah umur yang telah kita nikmati selama ini? Bagaimana kita mengetahui kalau umur kita berkurang sedangkan kita sendiri tidak mengetahui jatah umur kita?

Pasti kita semua sepakat bahwa umur kita dikatakan berkurang jika umur yang kita jalani (atas karunia Allah Swt) lebih pendek dari jatah umur kita (hanya Allah Swt yang Maha Mengetahui). Bagaimana kita bisa mengetahui bahwa saat kita ber-Ulang Tahun umur yang telah kita jalani lebih pendek dari jatah umur kita? Di sinilah terdapat perbedaan memaknainya.

Ketika kita memperingati hari ulang tahun kita, bisa jadi saat itu sebenarnya umur yang telah kita jalani lebih panjang dari jatah umur kita karena Allah Swt telah menambah jatah umur kita (hak prerogatif Allah Swt). Mungkin karena ibadah, doa dan amal kebaikan kita, Allah Swt berkenan menambah jatah umur kita agar kita bisa semakin lama beribadah menyembah-Nya. Ada suatu hadits Rasulullah Saw yang menunjukkan bahwa doa-doa kita bisa mengubah takdir kita (atas ijin dan keridloan Allah Swt).

        Dengan pemikiran seperti ini, ketika merayakan peringatan hari ulang tahun, apakah dalam Islam orang dilarang mendoakan kita dengan DOA "barakallah fi umrik"? Apakah dalam Islam orang yg ber-ulang tahun dilarang ber-SEDEKAH dengan mentraktir makan teman-teman dan koleganya sebagai bentuk syukur kepada Allah Swt karena telah memberikan [tambahan] umur yang barokah? WaAllahu a'lam. [] 

MENGEVALUASI [KEMBALI] FUNGSI TEMPAT PENDIDIKAN

 

Sumber gambar : https://silabus.org/lingkungan-sekolah/

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Dewasa ini kesadaran masyarakat tentang arti penting pendidikan semakin meningkat. Hal ini juga didukung oleh semakin banyaknya lembaga-lembaga pendidikan sebagai tempat berlangsungnya proses pendidikan. Alangkah menggembirakan kondisi seperti ini? Tapi sayang sekali...kondisi masyarakat yang menggembirakan tersebut disisipi fenomena yang tidak menyenangkan dimana seolah-olah pendidikan gagal dalam perannya mendidik generasi sekarang untuk "tidak hanya" cerdas intelektual tetapi juga cerdas akhlak dan moralnya.

Melihat fenomena tersebut, ada baiknya kita menengok kembali tentang hakikat fungsi tempat pendidikan. Menurut K.H.R. Zainuddin Fananie (2011), tempat pendidikan terbagi menjadi tiga bagian penting, yaitu rumah, sekolah, dan di luar dari keduanya tersebut, yaitu lingkungan dalam pergaulan masyarakat umum (sosial).

Pendidikan rumah adalah asas (dasar) bagi segala pendidikan sesudahnya. Asas pendidikan dalam rumah ialah "kasih sayang" dan "kecintaan". Asas hidup dalam pergaulan sosial ialah "keadilan" dan "kebenaran". Sedangkan asas pendidikan sekolah ialah kedua-duanya, yaitu "kasih sayang" dan "keadilan" atau "kecintaan" dan "kebenaran" sebagai jembatan untuk menghubungkan antara asas pendidikan rumah dan asas pergaulan sosial.

Di dalam rumah, orang tua yang menjadi pendidik. Di sekolah, gurulah yang mempunyai tanggung jawab. Dalam dunia pergaulan, masing-masing diri yang mengalamilah yang menjadi pendidik, yang mempunyai kewajiban mengatur diri dan bertanggung jawab atas segala sesuatunya.

Pendidikan sosial terbagi menjadi dua. Pertama, mengetahui dan melakukan segala "kewajiban" supaya hidup sebagai manusia dan dapat bergaul dengan sesama manusia secara semestinya. Kedua, mengetahui dan melakukan "cara kesopanan" dalam pergaulan umum dengan cara yang lebih baik menurut "perkembangan zaman" dan menurut "kehendak kemanusiaan yang suci lagi mulia". []

 

Referensi

K.H. R. Zainuddin Fananie. (2011). Pedoman Pendidikan Modern. Surakarta : Tinta Medina.

 

____________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.

SIFAT-SIFAT PARA PENUNTUT ILMU



Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Di masa sekarang ini, kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan sudah cukup tinggi. Hal dibuktikan dengan tingginya minat para orang tua untuk mengirimkan anak-anaknya mengenyam pendidikan sampai jenjang sarjana bahkan sampai jenjang pascasarjana. Dari sisi orang tua, kondisi seperti ini patut kita syukuri. Tetapi dari sisi anak, ada yang perlu kita perhatikan yaitu tentang sifat-sifat penuntut ilmu. Apakah anak-anak kita sudah memiliki sifat-sifat penuntut ilmu sehingga tujuan mereka dalam menuntut ilmu tidak salah?

Apakah sifat-sifat penuntut ilmu yang harus dimiliki setiap orang yang sedang berjuang menuntut ilmu tersebut? Berikut penjelasannya.

1.        Ikhlas karena Allah SWT. Setiap siswa maupun mahasiswa dalam menuntut ilmu harus hanya semata-mata mengharapkan keridloan Allah SWT dan untuk bekal di akhirat, bukan untuk pamer, ingin terkenal ataupun harta benda.

"Barangsiapa menuntut ilmu demi memperoleh keridloan Allah SWT, akan tetapi dia tidak menggunakannya kecuali untuk memperoleh harta benda dengan ilmu itu, maka dia tidak akan mencium bau surga di hari kiamat" (HR. Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

2.        Sabar dalam menanggung kesulitan dan lapang dada. Menuntut ilmu itu adalah sebuah perjuangan, bukan kesenangan. Hal ini yang kadang kurang disadari oleh generasi sekarang, banyak yang tidak mau susah dalam studinya.

3.        Merasa rendah hati pada saat menuntut ilmu, menjauhi sikap takabur dan kebanggaan atas diri sendiri. "Barangsiapa belum pernah merasakan kehinaan sesaatpun dalam menuntut ilmu, maka dia akan menelan kebodohan selama hidupnya".

4.        Menelaah ilmu secara sungguh-sungguh. Kalau penuntut ilmu mencurahkan segenap kemampuan untuk suatu ilmu, maka dia akan memperoleh sebagian dari ilmu tersebut.

5.        Menghormati pendidik (ulama, ustadz, guru, dosen) dan menjaga kemuliaan mereka, tidak mencacat dan melukai kehormatan mereka.

6.        Bersopan santun kepada pendidik, baik dalam mendengarkan dan menerima pelajaran, beretika dan berusaha memperoleh pemahaman sempurna ketika menanyakan suatu masalah kepada mereka.

7.        Menjauhi perdebatan dan diskusi yang tidak bermanfaat. “Tidak ada berdebatan kecuali untuk mencari kebenaran".

8.        Semboyan seorang penuntut ilmu adalah "Hikmah adalah milik mukmin yang hilang. Di manapun dia menemukannya, maka dia lebih berhak terhadapnya".

            Demikian beberapa sifat penuntut ilmu yang sebaiknya dimiliki oleh setiap peserta didik, baik siswa sekolah maupun mahasiswa di perguruan tinggi. Sifat-sifat penuntut ilmu tersebut pada hakikatnya adalah adab, akhlak dan etika bagi setiap orang yang sedang menuntut ilmu. []

 

Keterangan :

Artikel merupakan saduran dari buku "Hakikat Ilmu Menurut Islam" karya Dr. Naser Al-Umar.

 

____________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. 

BELAJAR MENDIDIK KEPADA SANG GURU SEJATI : Strategi Belajar Mengajar Ala Rasulullah Muhammad Saw.


 

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

“Suatu bangsa tanpa ilmu yang membimbing perilaku dan pendidikan setiap individunya hingga tahu hak dan kewajibannya akan menjadi bangsa yang berantakan. Perbuatan dan tindakan-tindakannya tidak terkontrol tanpa aturan. Perilaku masing-masing individu akan bertentangan dengan perilaku individu yang lain. Tradisi, kebiasaan, dan persep-persepsi akan berbeda-beda sehingga tidak akan ada yang diuntungkan” ungkap Sa’id Hawwa (2014). Ungkapan ini menunjukkan bahwa pentingnya pendidikan bagi suatu bangsa. Jika ada suatu negara dimana setiap warga negaranya memperoleh akses dan layanan pendidikan yang bermutu tinggi, sehingga banyak cendekiawannya, maka negara tersebut akan menjadi bangsa yang besar dan maju.

Untuk dapat memberikan layanan pendidikan yang bermutu tinggi, diperlukan sosok-sosok pendidik yang profesional. Lantas profil pendidik yang profesional itu seperti apa? Apa indikator seorag pendidik dikatakan sebagai pendidik yang berhasil? Bagaimana konsep pendidikan dalam Islam sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Muhammad Saw. Silahkan membaca uraian berikut.

Setiap orang Islam dari anak-anak sampai orang dewasa pasti semua mengetahui siapa nabi akhir zaman yang menyebarkan agama Islam. Tetapi mungkin tidak semua orang Islam mengetahui bahwa proses penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Rasulullah Saw zaman dulu melalui proses pendidikan. Dan.......apakah kita tahu bahwa Rasulullah Muhammad Saw. adalah seorang guru (pendidik)? Ya....Rasulullah Saw adalah seorang pendidik sejati dan pantas menjadi suri tauladan bagi semua pendidik. Hal ini sebagaimana sabda beliau terkait tugas utamanya, yaitu “Sesungguhnya aku hanya diutus untuk memberi pengajaran” (Hawwa, 2002). Bahkan, Allah Swt dalam Al-Qur’anul Karim dengan sangat tegas juga menyebutkan tugas utama Rasulullah Saw. ini dalam firman-Nya, ”Dialah yang telah mengutus seorang Rasul dari kalangan mereka (yang bertugas) membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka, serta mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan hikmah”. (QS. Al-Jum’ah : 2).

Rasulullah Muhammad SAW adalah seorang guru (pendidik) sejati, yang menjadi sumber inspirasi dan keteladanan bagi para pendidik dalam mengajar. Bagaimana tidak? Beliau walaupun tidak mampu membaca dan menulis, tetapi beliau telah berhasil mengajarkan ajaran agama Islam dengan sangat baik kepada para sahabat-sahabatnya. Beliau mampu menyampaikan ajaran Islam kepada orang lain dengan berbagai tingkat usia dan latar belakang. Dan hasilnya dapat kita semua ketahui bersama, bagai mana agama Islam yang dulu hanya dianut oleh orang-orang Arab sekarang telah menyebar ke segala penjuru dunia.

Dalam konteks pendidikan Islam, guru dikenal dengan pendidik, yang merupakan terjemahan dari berbagai kata, yakni murabbi, mu’allim, dan mu’adib. Ketiga term tersebut memiliki makna yang berbeda-beda walaupun pada konteks tertentu mempunyai kesamaan makna. Kata “murabbi” sering dijumpai pada kalimat yang orientasinya lebih mengarah kepada pemeliharaan, baik yang bersifat jasmani maupun rohani. Sedangkan istilah “mu’allim” pada umumnya dipakai dalam membicarakan aktivitas yang lebih fokus pada pemberian atau transfer pemgetahuan dari seseorang kepada orang lain yang tidak tahu. Adapun “mu’addib” lebih luas dari istilah muallim dan lebih relevan dengan konteks pendidikan Islam (Putra, 2014).

Guru atau pendidik memegang peranan penting dalam proses belajar mengajar. Setiap guru harus memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, khususnya pengetahuan tentang metode, teknik, dan strategi dalam mengajar, mendidik, membimbing, dan melatih para siswa. Dengan menguasai metode-metode tersebut, seorang guru dapat berhasil mendidik dan mengantarkan siswanya berhasil dalam belajarnya dan menjadi orang sukses. Oleh karena itu, seorang guru ditunut untuk terus belajar menjadi guru yang baik.

Seperti apakah sosok guru yang baik itu? Sampai saat ini belum ada pedoman baku tentang kriteria guru yang baik. Guru yang baik itu setidaknya dapat dilihat dari caranya mengajar dan kepiawaiannya membuat peserta didik menjadi pembelajar sejati (Putra, 2014). Sedangkan menurut Hawwa (2002), kriteria guru (pendidik) yang baik dapat dilhat dari indikator-indikator berikut :

1. Kemampuannya mentransfer jiwa dan akal manusia dari suatu keadaan yang lebih rendah kepada keadaan yang lebih tinggi. Semakin besar peningkatan yang dapat dicapainya semakin besar pula tingkat kesempurnaan yang ditunjukkan.

2. Banyaknya manusia yang mampu dibinanya kepada kesempurnaan kemanusiaan mereka, semakin luas penyebarannya semakin menunjukkan akan kesempurnaan itu.

3. Efektivitas ajaran dan tarbiyah, tingkat kebutuhan manusia kepadanya, serta kontribusi dan pengaruh yang tetap ia berikan sepanjang masa di mana manusia tidak dapat terlepas darinya.

Ternyata, ketiga indikator kesuksesan pendidik tersebut di atas semuanya telah dimiliki dan dicapai oleh Rasulullah Muhammad Saw.

Kesuksesan Rasulullah Muhammad Saw berdasarkan ketiga indikator kesuksesan pendidik tersebut di atas dapat di lihat dari hasil dakwah beliau. Rasulullah Muhammad Saw telah sukses dengan sangat gemilang mencapai indikator pertama dengan mengantarkan atau merubah bangsa-bangsa Arab menjadi bangsa yang bermartabat, terhormat dan berperadaban maju. Indikator kedua tercapai dengan banyaknya jumlah pemeluk agama Islam di dunia ini. Dan indikator ketiga dapat kita ketahui dari fenomena semangat umat Islam dalam memegang teguh agamanya dan berusaha meneladani akhlaq Rosulullah Muhammad SAW. Menurut Anda, adakah sosok pendidik (lain) yang prestasinya menyamai atau bahkan melebihi prestasi Rasulullah Muhammad Saw? Menurut pendapat penulis, di dunia ini tidak ada seorang-pun yang memiliki capaian prestasi seperti yang telah dicapai baginda Rasulullah Muhammad Saw.

Dengan capaian prestasi yang begitu luar biasanya tersebut, pasti di antara kita ada yang penasaran ingin tahu bagaimana strategi Rasulullah Saw dalam mengajar dan mendidik para sahabatnya sehingga menjadi sosok-sosok yang kuat keimanannya, lembut jiwanya tetapi tegas dalam memegang prinsip agamanya. Penasaran? Rasulullah Muhammad Saw ternyata memiliki strategi khusus dalam mengajarkan dan menyampaikan ajaran agama Islam. Keunikan strategi Rasulullah Saw tersebut yang membuat pengajaran (dakwah) Rasulullah Saw mudah diterima dan dipahami orang. Adapun beberapa metode yang digunakan Rasulullah SAW dalam mengajar adalah sebagai berikut (Putra, 2014) :

1. Mendorong siswa menjadi seorang pembelajar

2. Menciptakan suasana belajar yang nyaman

3. Menerapkan metode belajar praktik

4. Mengajar sesuai kemampuan siswa

5. Melakukan variasi dalam mengajar

6. Memudahkan materi pelajaran sehingga siswa mudah paham

7. Mengajar melalui cerita dan kisah-kisah inspiratif

8. Mengajar dengan menggunakan perumpamaan (analogi)

9. Mengajar dengan menggunakan media ilustrasi berupa gambar dan multimedia

10. Mengajar dengan metode Talaqqi

Demikian, semoga bermanfaat dan menginspirasi bagi para pendidik dan calon pendidik.Amin. []

 

Referensi :

Hawwa, S. (2002). Ar-Rasul Muhammad Saw. Terjemahan oleh Jasiman, Fahrudin Nursyam, Yunan Abduh. Surakarta : Media Insani Press.

Putra, S. R. (2014). Prinsip Mengajar Berdasarkan Sifat-sifat Nabi. Jogyakarta : DIVA Press.

 

 

____________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.

Minggu, 27 September 2020

MANFAAT, CINTA DAN BAHAGIA : Tiga Kata Kunci Penggerak Roda Kehidupan Adrinal Tanjung, Sang Penulis Buku Birokrat Menulis 2

 


Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Setiap orang akan selalu berhadapan dengan pilihan jalan hidup di setiap tarikan nafas kehidupannya. Pilihan-pilihan jalan hidup tersebut terkadang terkesan sulit dan rumit untuk sekedar menentukan keputusan jalan mana yang harus dipilih. Setiap pilihan jalan hidup pasti akan berkonsekuensi dengan resiko dan hambatan yang menghadang. Saya yakin semua orang pasti menginginkan jalan kehidupannya baik-baik saja dan lancar-lancar saja. Saya percaya bahwa pada dasarnya setiap orang pasti ingin hidupnya bahagia. Ya, kebahagiaan adalah tujuan semua orang.

Kebahagiaan adalah kata kunci dalam mengarungi samudera kehidupan ini yang terkadang muncul ombak besar dan badai mengerikan yang siap menghantam dan memporakporandakan bahtera kita. Hanya orang-orang yang mengetahui betul tujuan hidupnya dan menentukan pilihan jalan hidupnya yang akan mampu menaklukkan keganasan ombak dan badai samudera tersebut.

Membaca buku Birokrat Menulis 2 karya sahabat saya Adrinal Tanjung, seorang birokrat yang memiliki passion di bidang literasi menulis, saya serasa ikut menyaksikan dan mengalami langsung bagaimana beliau menjalani perjalanan hidupnya. Melalui tulisan-tulisan di setiap lembar halaman bukunya tersebut, saya memahami bagaimana sulitnya beliau menjalani kehidupan sesuai pilihan jalan hidupnya, yakni jalan hidup dunia literasi, tetapi beliau tetap menjalaninya dengan yakin dan pantang menyerah karena beliau tahu betul tujuan hidupnya.

Dari setiap untaian kata-kata yang tercetak di setiap lembar halaman bukunya, untaian kata-kata yang indah dan menghanyutkan pikiran tersebut, saya menangkap adanya sebuah semangat luar biasa dari Adrinal Tanjung. Sebuah semangat untuk membuktikan diri bahwa pilihan jalan hidupnya untuk menekuni dunia literasi adalah pilihan benar dan terbaik yang ditunjukkan Allah Swt.

Saya merasakan bahwa di balik perjuangan Adrinal Tanjung untuk konsisten menekuni dunia literasi dengan tetap menjalani profesinya sebagai seorang birokrat, diwarnai dengan berbagai perasaan. Ada pergolakan perang batin yang hebat ketika sahabat saya tersebut akan menetapkan pilihan menapaki jalan literasi. Ada jalan berlika-liku yang harus dilalui, ada banyak hambatan kerikil-kerikil tajam yang harus disingkirkan, ada samudera luas yang harus diarungi dan ada lembah gunung yang harus didaki, yang semuanya itu dirangkum dengan kata "berdarah-darah". Ya, " berdarah-darah" adalah kata yang dipilihnya untuk menggambarkan bagaimana berat dan sulitnya dia berjuang menekuni bidang literasi menulis hingga menuai kesuksesan seperti sekarang ini.

Membaca buku Birokrat Menulis 2 halaman demi halaman, saya semakin takjub dan bangga dengan semangat dan ketegasan sikap sahabat saya tersebut. Maka ketika saya diminta beliau untuk memberikan testimony terhadap isi buku terbarunya tersebut, saya bingung mau menuliskan apa. Saya bingung bagaimana cara meringkas kisah panjang perjalanan Adrinal Tanjung dalam menekuni dunia literasi ke dalam beberapa kalimat. Setelah lama merenung, akhirnya saya menemukan tiga kata untuk merangkum dan menggambarkan kisah panjang perjalanan kehidupannya tersebut, yaitu MANFAAT, CINTA, dan BAHAGIA.

Kata "Manfaat" saya pilih untuk menggambarkan tujuan Adrinal Tanjung menulis, yakni berbagi manfaat kebaikan ke orang lain. Kata "Bahagia" juga saya pilih karena saya tahu bahwa Adrinal Tanjung menulis bukan untuk mencari keuntungan finansial ataupun kesenangan, tapi yang dicarinya adalah kebahagiaan. Dengan menulis dia merasa bahagia. Kebahagiaan lah yang membuat Adrinal Tanjung tetap konsisten menekuni literasi menulis sampai sekarang. Sedangkan kata "Cinta" sengaja saya pilih karena saya merasa bahwa Adrinal Tanjung menulis buku Birokrat Menulis 2 karena kecintaannya pada instansi dan profesinya.

Sahabat pembaca, jika Anda ingin melihat langsung bagaimana rasa ingin berbagi manfaat kebaikan, rasa bahagia dan rasa cinta telah mampu membuat seseorang sukses menjalani kehidupan dan kariernya, maka bacalah buku Birokrat Menulis 2 ini. Sebuah karya luar biasa dari seorang birokrat yang bernama Adrinal Tanjung. Selamat membaca. []

 

____________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.

Postingan Populer