Sumber gambar: https://logicalgal.com/2014/12/03/logical-gal-what-do-you-believe/ |
AGAMA DAN SAINS, SELARAS ATAU BERTENTANGAN?
Agung Nugroho Catur Saputro
Sains adalah bidang
ilmu yang didasarkan atas pengalaman empiris dan pengukuran fisik. Ibnu Khaldun
dalam kitab The Muqaddimah mendefinisikan sains sebagai "Sejumlah ilmu
yang dikembangkan hampir sepenuhnya berdasarkan akal dan pengalaman dunia
empiris" (Maksudin, 2013:2). Sedangkan Profesor Nidhal Guessoum, guru
besar Fisika dan Astronomi, mendefinisikan sains sebagai "Sekumpulan
pengetahuan mengenai dunia yang bermetode, ketat, empiris (didasarkan
pengamatan dan percobaan), dan objektif (tidak bergantung kepada siapa yang
melakukan percobaan, pengamatan, perhitungan, atau simulasi)" (Guessoum,
2020 : 38).
Dalam beberapa abad
terakhir sains mengalami perkembangan menuju ke arah sains modern. Apakah yang
dimaksud dengan sains modern? Ziauddin Sardar (2006) memberikan definisi sains modern sebagai "Suatu cara
memperoleh pengetahuan yang terorganisasi, sistematis, dan disiplin,
berdasarkan percobaan dan empirisme yang memberi hasil yang bisa diulang dan
diterapkan secara universal, lintas budaya" (Guessoum, 2020 : 57).
Kerangka sains modern ini telah memberi tantangan bagi setidaknya beberapa
konsep Islam mengenai dunia dan alam. Muslim yang pandangannya sejalan dengan
pendekatan sains modern melihat tidak ada pertentangan antara kepercayaan bahwa
Tuhan memelihara dunia melalui hukum-hukum yang ditetapkan di alam, dan bahwa
penyebab alami adalah penyebab yang secara tak langsung diizinkan Tuhan (Guessoum,
2020 : 59).
Kebenaran sains hanya
berdasarkan pembuktian dan pengujian secara empiris. Karena bahan kajian sains
adalah materi fisik, maka sains jarang menyinggung aspek spiritual. Nilai-nilai
spiritual memang sulit diukur dan diamati, tetapi bukan berati tidak ada.
Sesuatu yang sulit diobservasi bukan berarti tidak ada.
Dalam pendidikan,
nilai-nilai spiritual umumnya diajarkan dalam mata pelajaran agama. Memang
agama mengajarkan akhlak, moral, adab, nilai kebaikan, karakter baik, nilai
religius, dan spiritual. Kajian mata pelajaran agama berkaitan dengan tuntunan
ibadah, hukum-hukum syariat, maupun panduan berperilaku baik. Kebenaran ajaran
agama didasarkan atas kitab suci yang berisi firman-firman Tuhan. Jadi
mempelajari ilmu agama bisa diasosiasikan dengan mempelajari ilmu Allah Swt.
Lantas, bagaimana
dengan mempelajari mata pelajaran sains yang notabene mempelajari materi di
alam semesta, apakah tidak termasuk mempelajari ilmu Allah? Materi dan seluruh
alam semesta ini adalah ciptaan Allah Swt. Allah menciptakan alam semesta ini
dengan menyertakan aturan-aturan-Nya yang merupakan panduan alam berproses.
Sifat dan perilaku setiap materi di alam semesta ini pasti mengikuti aturan
Allah tersebut. Aturan-aturan Allah yang memandu alam berproses kita kenal
dengan istilah sunnatullah. Nah, sains sebenarnya mengkaji, menemukan, dan
merumuskan aturan-aturan Allah yang mengikat materi di seluruh alam yang
kemudian dirumuskan menjadi hukum alam dalam wujud teori-teori sains. Jadi pada
dasarnya sains merepresentasikan hukum
Allah. Maka, mempelajari sains sama saja dengan mempelajari ilmu Allah Swt.
Berdasarkan penjelasan
di atas, dapat digaris bawahi bahwa ilmu agama dan ilmu sains keduanya adalah
sama-sama berasal dari sumber yang sama yaitu Allah Swt. Jadi baik ilmu agama
maupun ilmu sains sama-sama ilmu Allah Swt. Mempelajari kedua ilmu tersebut
merupakan anjuran bahkan kewajiban bagi kita. Ibnu Rusyid menegaskan bahwa ilmu
agama dan ilmu sains tidak mungkin bertentangan karena keduanya berasal dari
sumber yang sama yaitu Allah Swt. Ilmu agama dan ilmu sains saling melengkapi
untuk meningkatkan keimanan kita.
Bagaimana seandainya
dijumpai sebuah ayat Al-Quran yang tampak bertentangan dengan teori sains?
Bagaimana sebaiknya kita mensikapinya? Permasalahan seperti ini memang
terkadang membuat banyak orang kebingungan untuk memilih mana yang harus
dipercayai kebenarannya. Apakah lebih mempercayai Al-Quran atau teori sains?
Untuk menjawab
permasalahan di atas, kita terlebih dahulu harus memahami dua kaidah penting
berikut. 1). Al-Quran bukan buku sains; melainkan buku panduan, contoh yang
diberikan Al-Quran mengenai alam bukan dimaksudkan sebagai deskripsi, melainkan
pencerahan, menunjukkan suatu gagasan bermakna; (2). Menafsirkan ayat Al-Quran
itu seringkali bersifat subjektif, makanya kita memiliki banyak tafsir Al-Quran yang beragam atas berbagai
ayat (kadang saling melengkapi, kadang sangat berbeda).
Dari dua kaidah di
atas, kita dapat menyimpulkan dua hal penting : (1). Al-Quran, sebagai buku
panduan, sepenuhnya membahas perkara tujuan dan kehidupan manusia, yang
berhubungan dan ada di alam; itu alasannya banyak ayat Al-Quran menyebut alam.
(2). Sains dan AlQuran punya metodologi yang amat berbeda : sains itu induktif,
memulai dengan apa yang kita lihat di alam lalu membuat hukum dan teori untuk
menjelaskan gejala yang diamati, dan bertujuan objektif, tak bergantung ke
siapa yang melakukan pengamatan, percobaan, atau pembuatan kerangka teori;
AlQuran menyajikan wacana logis dengan argumen dan contoh yang bisa diikuti dan
dipercayai akal budi, mengutamakan pembangunan iman dan hubungan antara manusia
dan Tuhan, manusia dan sesama manusia, serta manusia dan lingkungan. Kedua
pendekatan dan tujuan itu saling melengkapi, tapi tidak bisa saling melanggar
batas, dan jelas tak bisa saling meniadakan (Guessoum, 2020).
Filsuf, ahli hukum,
dokter, dan ahli astronomi muslim tersohor Ibnu Rusyid (1126-1198) menyajikan
pendekatan sederhana mengenai bagaimana iman (agama) dan nalar (sains) bisa
diselaraskan. Ibnu Rusyid menulis, "Kebenaran (Wahyu) tak bisa
bertentangan dengan hikmah (filsafat, metode rasional dengan pembuktian);
sebaliknya, keduanya mesti saling sepakat dan saling mendukung".
Lalu, apa yang harus
dilakukan ketika menjumpai keadaan dimana tampak ayat Al-Quran bertentangan
dengan teori sains? Ibnu Rusyid memberikan dua kaidah tentang keselarasan Wahyu
dan sains sebagai panduan kita dalam mensikapi permasalahan tersebut. Kedua
kaidah Ibnu Rusyid tersebut adalah : (1). Dua kebenaran, yaitu Wahyu dan sains,
keduanya berasal dari Tuhan, mustahil saling bertentangan; (2). Takwil ayat Al-Quran
mesti dilakukan kalau pembacaan harfiah mengarah ke tidakcocokkan dengan
kebenaran yang sudah dipastikan di alam (Guessoum, 2020). Wallahu A'lam. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar