Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
Pada kesempatan ini saya akan membagikan sebuah inspirasi dari dosen saya
tentang bagaimana cara mencintai Indonesia melalui penggunaan bahasa Indonesia yang
baik dan benar dalam tulisan-tulisan ilmiah di lingkungan akademik. Tulisan ini
berisi tentang pandangan dan cita-cita seorang putra Indonesia yang
berkesempatan mengenyam pendidikan
tinggi di negara Eropa, beberapa tahun hidup dan tinggal di negara barat serta
berinteraksi dengan orang-orang di sana dengan menggunakan bahasa asing (bahasa
Inggris dan Perancis), tetapi ia tetap
memiliki kebanggaan dan kecintaan terhadap bahasa nasional bangsanya sendiri,
bahasa nasional yang telah mempersatukan ribuan pulau dan beraneka suku bangsa
menjadi satu bangsa besar yang berdaulat, yaitu bahasa Indonesia.
Di salah satu pertemuan dengan dosen ketika
perkuliahan, dosen saya membahas tentang fenomena masih banyaknya mahasiswa
pascasarjana yang menuliskan istilah-istilah asing dalam usulan judul proposal
tesisnya. Dosen saya tersebut kurang suka kalau banyak istilah asing yang
digunakan dalam tulisan-tulisan ilmiah. Beliau berpendapat bahwa sudah waktunya
kita bangga dengan bahasa nasional kita sendiri, yaitu bahasa Indonesia. Menurut
dosen saya tersebut, jika bahasa Indonesia banyak dipakai dalam tulisan-tulisan
ilmiah, maka dengan sendirinya akan terbentuk opini bahwa bahasa Indonesia
terbukti dapat dipergunakan di manapun dan di bidang apapun, termasuk di dalamnya
bidang penulisan karya ilmiah. Kalau bukan kita yang memulai menggunakan bahasa
Indonesia dalam tulisan-tulisan ilmiah, siapa lagi yang bisa diharapkan? Kita
lah yang memiliki bahasa Indonesia, maka kita pula lah yang harusnya menjaga
dan memeliharanya. Kita harus bangga dengan bahasa nasional kita sendiri
melebihi bahasa Negara lain.
Oh ya, sebelum melanjutkan tulisan ini, saya sampai lupa
belum memperkenalkan nama dosen saya tersebut. Dosen saya tersebut bernama Prof. Dr. Hari Sutrisno, M.Si. Beliau adalah
Guru Besar bidang Kimia Anorganik di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Saat
ini beliau menjabat sebagai Kepala Program Studi S2 dan S3 Pendidikan Kimia
Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Gelar Doktornya beliau
peroleh dari Ecole
Doctorale STIM, Univ. de Nantes, France. Selain menempuh pendidikan sampai
tingkat doktoral, beliau juga melanjutkan pendidikan post-Doctoral di
universitas yang sama, yakni di IMN
Jean Rouxel, Univ. de
Nantes, France.
Beliau memiliki beberapa sertifikat paten hasil penelitiannya yang diterbitkan di
negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, Perancis dan Eropa.
Ok, Saya lanjutkan cerita ini ya tentang bagaimana pandangan
Prof Hari (begitulah saya memanggil beliau) mengenai penggunaan bahasa
Indonesia di karya tulis ilmiah. Mendengarkan pemaparan dosen saya tersebut,
dalam hati saya merasa takjub dan bangga dengan beliau. Beliau begitu
memperhatikan kondisi tren penggunaan bahasa Indonesia saat ini. Beliau merasa
prihatin dengan munculnya fenomena orang-orang lebih bangga menggunakan bahasa
asing dibandingkan menggunakan bahasanya sendiri (bahasa Indonesia). Apa yang
membuat saya begitu bangga dengan beliau? Saya berpandangan bahwa beliau
merupakan tipe dosen yang berwawasan atau berpikiran maju seperti orang-orang
barat tetapi berkepribadian sebagai orang Jawa (Indonesia). Beliau cukup lama
hidup dan tinggal di negara eropa, tepatnya di negara Perancis sewaktu menempuh
studi Doctoral dan dilanjutkan studi post-Doctoral. Dengan pengalaman hidup
cukup lama di negara Eropa, wajar kalau pemikiran dan pandangan beliau tentang
kemajuan bangsa diwarnai oleh pemikiran dan pandangan orang-orang barat. Tetapi
yang membuat saya takjub dan heran adalah beliau masih menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur budaya Jawa. Menurut pengakuannya, beliau memiliki koleksi
buku-buku sejarah pulau Jawa dan sejarah nusantara yang asli ditulis oleh
penulis barat. Jika sudah berbicara tentang sejarah kerajaaan-kerajaan di pulau
Jawa, beliau begitu semangatnya bercerita dan ceritanya sangat detail. Hal itu
menunjukkan bahwa beliau memang menaruh perhatian tinggi terhadap budaya Jawa
dan sejarah bangsa Indonesia.
Beliau
bercerita bahwa suatu ketika beliau
pernah diminta merevisi judul artikel jurnalnya yang dikirim ke salah satu
jurnal kimia di sebuah kampus negeri. Saran revisi dari reviewer adalah beliau
diminta mengganti salah satu kata di judul artikelnya yang berbahasa Indonesia dengan
bahasa Inggris, padahal jurnalnya berbahasa Indonesia. Beliau tidak mau
merevisi judul artikelnya karena menurut beliau kata bahasa Indonesia yang
dipergunakan dalam judul artikelnya sudah benar. Kata tersebut sudah baku dan bahkan
ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Maka beliau memberikan tanggapan
atas saran reviewer dengan melampirkan foto kopi penulisan istilah kata yang
dimaksud dalam KBBI.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah, beliau menyarankan
ke mahasiswa agar sedapat mungkin meminimalkan menggunakan kata atau istilah
asing. Jika istilah asing tersebut sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia,
maka sebaiknya menggunakan istilah bahasa Indonesia. Jika istilah asing
tersebut tidak bersifat “khusus” dan dapat diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, maka sebaiknya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sebagai
contoh misalnya di bidang pendidikan, penulisan model “Problem Based Learning”
(PBL) sebaiknya dituliskan dalam bahasa
Indonesia menjadi model pembelajaran berbasis masalah. Model Project Based
Learning (PjBL) sebaiknya dituliskan dalam bahasa Indonesia menjadi model
pembelajaran berbasis proyek.
Contoh lain misalnya di bidang kimia, istilah “doped”
dapat diganti dengan istilah bahasa Indonesia “terdadah”, kata “doping” dapat
diganti dengan kata “mendadah”. Istilah “adsorption” dapat diganti dengan
istilah “penjerapan”, bukan “adsorpsi”. Kata “mengadsorpsi” dapat dituliskan
dengan kata “menjerap”. Istilah “Atomic Adsorption Spectroscopy” (AAS) dapat
digantikan dengan istilah “Spektroskopi Serapan Atom” (SSA). Istilah “High
Performance Liquid Chromatography” (HPLC) dapat digantikan dengan istilah
“Kromatografi Cair Kinerja Tinggi” (KCKT).
Menurut pendapat Prof Hari, awalnya mungkin banyak
orang yang akan merasa asing dengan istilah-istilah bahasa Indonesia tersebut.
Hal itu wajar saja terjadi karena orang-orang sudah terlalu terbiasa
menggunakan istilah asing (bahasa Inggris). Misalnya dalam bidang TIK
(Teknologi Informasi dan Komunikasi), istilah “link” lebih dikenal banyak
pengguna internet dari pada istilah “tautan”. Kata “mendownload” lebih banyak
dipergunakan para pengguna internet dari pada istilah “mengunduh”. Kata
“mengupload” masih terasa lebih enak diucapkan oleh banyak orang dari pada kata
“mengunggah”. Kata “email” masih lebih sering dipergunakan banyak orang dan
bahkan ditulis di kop-kop surat instansi pemerintahan dari pada kata “surat
elektronik atau surel”. Tetapi jika semakin banyak orang yang lebih suka
menggunakan istilah-istilah bahasa Indonesia dari pada istilah asing dalam
komunikasi tertulis, misalnya daam penulisan karya-karya ilmiah maupun penulisan
di media massa baik daring maupun luring, maka lambat laun masyarakat akan
terbiasa menggunakan istilah Indonesia dibandingkan istilah asing. Beberapa
tahun yang akan datang, generasi penerus kita akan mengenal istilah bahasanya
sendiri dibandingkan bahasa orang asing. Dengan demikian akan terbentuk rasa
bangga menggunakan bahasa nasional negara sendiri karena terbukti bahasa
Indonesia dapat dipergunakan di berbagai bidang dan disiplin ilmu.
Demikian sepenggal kisah inspirasi dari seorang putra
Indonesia yang berprofesi sebagai dosen tentang bagaimana cara mencintai
Indonesia melalui penulisan ilmiah. Semoga tulisan singkat ini dapat bermanfaat
dan menginspirasi pembaca untuk menemukan cara tersendiri bagaimana mencintai
Indonesia, negeri tercinta dimana kita dilahirkan dan hidup di dalamnya [].
Sumber Artikel
:
Agung Nugroho
Catur Saputro. (2020). Meng-Indonesia-kan
Istilah-istilah Asing sebagai Bnetuk Mencintai Indonesia. Book Chapter dalam
buku “Sejuta Alasan Mencintai Indonesia”. Gresik : Sahabat Pena Kita. Halaman
148-153.
________________________________
*) Penulis adalah staff pengajar di Program
Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih Juara 1
Nasional lomba penulisan buku pelajaran Kimia di Kementerian Agama RI (2007),
Penulis buku non fiksi sertifikasi BNSP, Penulis dan pengiat literasi yang
telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penulisan buku pelajaran kimia dan
IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis bisa dihubungi
melalui nomor WhatsApp +6281329023054, dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar