Powered By Blogger

Kamis, 24 September 2020

MENG-INDONESIA-KAN ISTILAH-ISTILAH ASING SEBAGAI BENTUK MENCINTAI INDONESIA

 


Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro

 

Pada kesempatan ini saya akan membagikan sebuah inspirasi dari dosen saya tentang bagaimana cara mencintai Indonesia melalui penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar dalam tulisan-tulisan ilmiah di lingkungan akademik. Tulisan ini berisi tentang pandangan dan cita-cita seorang putra Indonesia yang berkesempatan  mengenyam pendidikan tinggi di negara Eropa, beberapa tahun hidup dan tinggal di negara barat serta berinteraksi dengan orang-orang di sana dengan menggunakan bahasa asing (bahasa Inggris dan Perancis),  tetapi ia tetap memiliki kebanggaan dan kecintaan terhadap bahasa nasional bangsanya sendiri, bahasa nasional yang telah mempersatukan ribuan pulau dan beraneka suku bangsa menjadi satu bangsa besar yang berdaulat, yaitu bahasa  Indonesia.

Di salah satu pertemuan dengan dosen ketika perkuliahan, dosen saya membahas tentang fenomena masih banyaknya mahasiswa pascasarjana yang menuliskan istilah-istilah asing dalam usulan judul proposal tesisnya. Dosen saya tersebut kurang suka kalau banyak istilah asing yang digunakan dalam tulisan-tulisan ilmiah. Beliau berpendapat bahwa sudah waktunya kita bangga dengan bahasa nasional kita sendiri, yaitu bahasa Indonesia. Menurut dosen saya tersebut, jika bahasa Indonesia banyak dipakai dalam tulisan-tulisan ilmiah, maka dengan sendirinya akan terbentuk opini bahwa bahasa Indonesia terbukti dapat dipergunakan di manapun dan di bidang apapun, termasuk di dalamnya bidang penulisan karya ilmiah. Kalau bukan kita yang memulai menggunakan bahasa Indonesia dalam tulisan-tulisan ilmiah, siapa lagi yang bisa diharapkan? Kita lah yang memiliki bahasa Indonesia, maka kita pula lah yang harusnya menjaga dan memeliharanya. Kita harus bangga dengan bahasa nasional kita sendiri melebihi bahasa Negara lain.

Oh ya, sebelum melanjutkan tulisan ini, saya sampai lupa belum memperkenalkan nama dosen saya tersebut. Dosen saya tersebut bernama Prof. Dr. Hari Sutrisno, M.Si. Beliau adalah Guru Besar bidang Kimia Anorganik di FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta. Saat ini beliau menjabat sebagai Kepala Program Studi S2 dan S3 Pendidikan Kimia Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Gelar Doktornya beliau peroleh dari Ecole Doctorale STIM, Univ. de Nantes, France. Selain menempuh pendidikan sampai tingkat doktoral, beliau juga melanjutkan pendidikan post-Doctoral di universitas yang sama, yakni di IMN Jean Rouxel, Univ. de Nantes, France. Beliau memiliki beberapa sertifikat paten hasil penelitiannya yang diterbitkan di negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, Perancis dan Eropa.

Ok, Saya lanjutkan cerita ini ya tentang bagaimana pandangan Prof Hari (begitulah saya memanggil beliau) mengenai penggunaan bahasa Indonesia di karya tulis ilmiah. Mendengarkan pemaparan dosen saya tersebut, dalam hati saya merasa takjub dan bangga dengan beliau. Beliau begitu memperhatikan kondisi tren penggunaan bahasa Indonesia saat ini. Beliau merasa prihatin dengan munculnya fenomena orang-orang lebih bangga menggunakan bahasa asing dibandingkan menggunakan bahasanya sendiri (bahasa Indonesia). Apa yang membuat saya begitu bangga dengan beliau? Saya berpandangan bahwa beliau merupakan tipe dosen yang berwawasan atau berpikiran maju seperti orang-orang barat tetapi berkepribadian sebagai orang Jawa (Indonesia). Beliau cukup lama hidup dan tinggal di negara eropa, tepatnya di negara Perancis sewaktu menempuh studi Doctoral dan dilanjutkan studi post-Doctoral. Dengan pengalaman hidup cukup lama di negara Eropa, wajar kalau pemikiran dan pandangan beliau tentang kemajuan bangsa diwarnai oleh pemikiran dan pandangan orang-orang barat. Tetapi yang membuat saya takjub dan heran adalah beliau masih menjunjung tinggi nilai-nilai luhur budaya Jawa. Menurut pengakuannya, beliau memiliki koleksi buku-buku sejarah pulau Jawa dan sejarah nusantara yang asli ditulis oleh penulis barat. Jika sudah berbicara tentang sejarah kerajaaan-kerajaan di pulau Jawa, beliau begitu semangatnya bercerita dan ceritanya sangat detail. Hal itu menunjukkan bahwa beliau memang menaruh perhatian tinggi terhadap budaya Jawa dan sejarah bangsa Indonesia.

Beliau bercerita bahwa suatu ketika beliau pernah diminta merevisi judul artikel jurnalnya yang dikirim ke salah satu jurnal kimia di sebuah kampus negeri. Saran revisi dari reviewer adalah beliau diminta mengganti salah satu kata di judul artikelnya yang berbahasa Indonesia dengan bahasa Inggris, padahal jurnalnya berbahasa Indonesia. Beliau tidak mau merevisi judul artikelnya karena menurut beliau kata bahasa Indonesia yang dipergunakan dalam judul artikelnya sudah benar. Kata tersebut sudah baku dan bahkan ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Maka beliau memberikan tanggapan atas saran reviewer dengan melampirkan foto kopi penulisan istilah kata yang dimaksud dalam KBBI.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah, beliau menyarankan ke mahasiswa agar sedapat mungkin meminimalkan menggunakan kata atau istilah asing. Jika istilah asing tersebut sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, maka sebaiknya menggunakan istilah bahasa Indonesia. Jika istilah asing tersebut tidak bersifat “khusus” dan dapat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, maka sebaiknya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Sebagai contoh misalnya di bidang pendidikan, penulisan model “Problem Based Learning” (PBL) sebaiknya dituliskan dalam  bahasa Indonesia menjadi model pembelajaran berbasis masalah. Model Project Based Learning (PjBL) sebaiknya dituliskan dalam bahasa Indonesia menjadi model pembelajaran berbasis proyek.

Contoh lain misalnya di bidang kimia, istilah “doped” dapat diganti dengan istilah bahasa Indonesia “terdadah”, kata “doping” dapat diganti dengan kata “mendadah”. Istilah “adsorption” dapat diganti dengan istilah “penjerapan”, bukan “adsorpsi”. Kata “mengadsorpsi” dapat dituliskan dengan kata “menjerap”. Istilah “Atomic Adsorption Spectroscopy” (AAS) dapat digantikan dengan istilah “Spektroskopi Serapan Atom” (SSA). Istilah “High Performance Liquid Chromatography” (HPLC) dapat digantikan dengan istilah “Kromatografi Cair Kinerja Tinggi” (KCKT).

Menurut pendapat Prof Hari, awalnya mungkin banyak orang yang akan merasa asing dengan istilah-istilah bahasa Indonesia tersebut. Hal itu wajar saja terjadi karena orang-orang sudah terlalu terbiasa menggunakan istilah asing (bahasa Inggris). Misalnya dalam bidang TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), istilah “link” lebih dikenal banyak pengguna internet dari pada istilah “tautan”. Kata “mendownload” lebih banyak dipergunakan para pengguna internet dari pada istilah “mengunduh”. Kata “mengupload” masih terasa lebih enak diucapkan oleh banyak orang dari pada kata “mengunggah”. Kata “email” masih lebih sering dipergunakan banyak orang dan bahkan ditulis di kop-kop surat instansi pemerintahan dari pada kata “surat elektronik atau surel”. Tetapi jika semakin banyak orang yang lebih suka menggunakan istilah-istilah bahasa Indonesia dari pada istilah asing dalam komunikasi tertulis, misalnya daam penulisan karya-karya ilmiah maupun penulisan di media massa baik daring maupun luring, maka lambat laun masyarakat akan terbiasa menggunakan istilah Indonesia dibandingkan istilah asing. Beberapa tahun yang akan datang, generasi penerus kita akan mengenal istilah bahasanya sendiri dibandingkan bahasa orang asing. Dengan demikian akan terbentuk rasa bangga menggunakan bahasa nasional negara sendiri karena terbukti bahasa Indonesia dapat dipergunakan di berbagai bidang dan disiplin ilmu.

Demikian sepenggal kisah inspirasi dari seorang putra Indonesia yang berprofesi sebagai dosen tentang bagaimana cara mencintai Indonesia melalui penulisan ilmiah. Semoga tulisan singkat ini dapat bermanfaat dan menginspirasi pembaca untuk menemukan cara tersendiri bagaimana mencintai Indonesia, negeri tercinta dimana kita dilahirkan dan hidup di dalamnya [].

 

 

Sumber Artikel :

Agung Nugroho Catur Saputro. (2020). Meng-Indonesia-kan Istilah-istilah Asing sebagai Bnetuk Mencintai Indonesia. Book Chapter dalam buku “Sejuta Alasan Mencintai Indonesia”. Gresik : Sahabat Pena Kita. Halaman 148-153.

________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih Juara 1 Nasional lomba penulisan buku pelajaran Kimia di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi sertifikasi BNSP, Penulis dan pengiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penulisan buku pelajaran kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis bisa dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054, dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.

Tidak ada komentar:

Postingan Populer