Powered By Blogger

Senin, 19 Oktober 2020

MEMAKNAI SERTIFIKAT KOMPETENSI

Sumber gambar : Dokumen pribadi penulis


Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Beberapa bulan yang lalu saya mengikuti proses asesmen sertifikasi penulis buku nonfiksi yang diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Penulis Editor Profesional (LSP PEP) yang memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) sebagai satu-satunya lembaga sertifikasi profesi yang berhak secara resmi melakukan proses sertifikasi bagi para penulis dan editor buku.

Saya memutuskan mengikuti proses sertifikasi skema penulisan buku nonfiksi dikarenakan saya sekarang menekuni aktivitas menulis buku-buku nonfiksi. Sampai saat artikel ini saya tulis, saya telah menulis dan menerbitkan lebih dari 30 judul buku, baik buku mandiri maupun buku antologi. Di antara puluhan buku yang telah saya tulis tersebut, ternyata tidak semua buku dapat saya pergunakan sebagai dokumen persyaratan untuk mengikuti proses sertifikasi penulis.

Untuk kelengkapan dokumen persyaratan mengikuti proses asesmen setifikasi penulis buku jalur portofolio, saya sebagai calon asesi harus mengumpulkan dokumen portofolio berupa buku minimal 3 judul buku yang telah saya tulis dan terbitkan disertai dengan memiliki nomor ISBNnya. Hanya buku-buku karya mandiri saja yang diakui oleh lembaga pensertifikasi sebagai dokumen portofolio persyaratan proses sertifikasi penulis, sedangkan untuk buku-buku karya antologi tidak diakui sebagai dokumen persyaratan portofolio.

Alhamdulillah ketika proses pendaftaran sertifikasi penulis buku nonfiksi jalur portofolio, saya telah memiliki lebih dari sepuluh judul buku karya mandiri, sehingga untuk tahap awal ini saya tidak mengalami permasalahan yang berarti. Di tahap awal saya hanya perlu melampirkan minimal tiga judul buku hasil karya saya dan pada saat sertifikasi saya dapat menyiapkan 12 judul buku karya mandiri. Oleh karena itu, pada saat proses asesmen, saya relatif lancar dalam memberikan keterangan dan penjelasan kepada asesor tentang proses penulisan buku tanpa hambatan berarti.

Tadi siang, pegawai PT. POS Indonesia yang biasa mengantarkan paket kiriman ke saya kembali datang ke rumah saya mengantar paket kiriman berisi sertifikat kompetensi penulis buku nonfiksi. Saya sangat bersyukur Alhamdulillah akhirnya sertifikat kompetensi sebagai penulis buku nonfiksi yang berlisensi BNSP dapat saya terima langsung. Sertifikat kompetensi tersebut sangat berarti bagi saya dan mendukung kompetens menulis saya yang saat ini saya tekuni.

Sertifikat kompetensi sebagai penulis buku nonfiksi yang secara resmi dan legal dikeluarkan oleh BNSP sebenarnya tidak berdampak apa-apa terhadap peningkatan kemampuan dan keterampilan saya dalam menulis buku. Setelah saya mengikuti proses sertifikasi penulis dan dinyatakan lulus atau kompeten, bukan berarti kompetensi menulis saya meningkat dengan pesat. Sama sekali tidak demikian. Proses sertifikasi yang saya ikuti bukan untuk meningkatkan kompetensi menulis saya. Jika sertifikasi tidak berdampak positif apapun terhadap peningkatan kualitas kemampuan menulis, lalu mengapa saya mengikuti proses sertifikasi? Apa manfaat dari saya memiliki sertifikat kompetensi sebagai penulis buku nonfiksi?

Sertifikat merupakan bukti tertulis penghargaan, penghormatan maupun pengakuan bahwa seseorang telah mengikuti suatu kegiatan yang dikeluarkan oleh instansi penyelenggara kegiatan. Sertifikat peserta seminar/webinar menunjukkan penghargaan panitia pada nama tertulis di sertifikat karena telah aktif mengikuti kegiatan seminar/webinar. Sertifikat narasumber seminar/webinar menunjukkan penhormatan dan pengakuan dari pemberi sertifikat atau instansi penyelenggara seminar/webinar bahwa nama tertulis di sertifikat benar-benar telah menjadi narasumber dalam seminar/webinar sebagaimana tertulis dalam sertifikat. Ijazah merupakan bukti pengakuan bahwa nama tertulis di ijazah telah selesai mengikuti dan menempuh pendidikan sebagaimana tertulis dalam ijazah. Demikian pula sertifikat kompetensi penulis buku adalah bukti pengakuan resmi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) bahwa nama yang tercantum di dalam sertifikat benar-benar telah memiliki kompetensi menulis buku sebagaimana tercantum dalam daftar unit kompetensi.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi sertifikat adalah sebagai bukti pengakuan atas kompetensi yang dimiliki seseorang. Selain itu bisa juga sertifikat dipergunakan sebagau media promosi kompetensi. Dalam dunia pekerjaan, seseorang tidak bisa seenaknya sendiri mengklaim bahwa dirinya memiliki kompetensi tertentu tanpa dibuktikan dengan uji kinerja atau sertifikat kompetensi yang diakui oleh lembaga penguji yang kredibel. Di sinilah pentingnya bukti pengakuan dari pihak eksternal terhadap kompetensi yang dimiliki seseorang. Tidak ada kewajiban seseorang harus mengikuti proses sertifikasi profesi. Hanya saja, misalnya ketika dalam suatu seleksi penerimaan calon pegawai baru instansi pemberi kerja menuntut bukti sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga penguji kompetensi yang kredibel, maka orang yang tidak memiliki sertifikat kompetensi dengan sendirinya pasti tersingkir walaupun ia memiliki kompetensi yang dibutuhkan.

Mungkin ada seseorang yang berpendapat bahwa sertifikat profesi tidak penting, yang terpenting adalah kompetensi ataupun skillnya. Pendapat seperti ini ada benarnya tetapi tidak seratus persen benar. Pendapat tersebut benar dan berguna ketika instansi pemberi kerja tidak mensyaratkan bukti kompetensi dari lembaga penguji yang kredibel, tetapi langsung menguji sendiri kompetensi calon pegawainya. Tetapi jika instansi pemberi kerja mensyaratkan dokumen sertifikat kompetensi dari lembaga penguji yang kredibel, maka pendapat tersebut tidak benar.

Kita harus dapat membedakan antara syarat administrasi dengan kompetensi. Sertifikat kompetensi bisa digunakan sebagai dokumen persyaratan administrasi yang umumnya berada di tahap awal seleksi penerimaan calon pegawai, sedangkan uji kompetensi berada di tahap berikutnya setelah pelamar lulus seleksi administrasi. Di sinilah keuntungan bagi pelamar yang memiliki kompetensi dan dibuktikan dengan memiliki sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga penguji yang kredibel. Jadi sertifikat kompetensi dan kompetensi bukan untuk diperbandingkan mana yang lebih penting, tetapi keduanya saling melengkapi dan memperkuat.

Terkait dengan sertifikat kompetensi sebagai penulis buku nonfiksi yang baru saja saya terima, saya pribadi secara kompetensi tidak membutuhkan sertifikat tersebut karena tanpa sertifikat tersebut saya tetap mampu menulis buku. Sertifikat kompetensi tersebut berguna bagi saya sebagai nilai plus bahwa saya memang memiliki kompetensi dalam menulis buku yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi dari badan resmi yaitu BNSP dan portofolio buku-buku yang telah saya tulis. Jadi, bagi saya pribadi keberadaan sertifikat kompetensi sebagai penulis buku nonfiksi adalah sebagai penunjang dan media promosi kompetensi saya. Demikian pendapat pribadi saya terkait sertifikat kompetensi yang mungkin saja berbeda dengan orang lain. Salam sehat, bahagia dan sukses selalu.[]

 

Gumpang Baru, 20 Oktober 2020

 

____________________________________

*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer