![]() |
Sumber gambar : Dokumen pribadi penulis |
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
Beberapa bulan yang
lalu saya mengikuti proses asesmen sertifikasi penulis buku nonfiksi yang
diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi Penulis Editor Profesional
(LSP PEP) yang memperoleh lisensi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP) sebagai satu-satunya lembaga sertifikasi profesi yang berhak secara
resmi melakukan proses sertifikasi bagi para penulis dan editor buku.
Saya memutuskan
mengikuti proses sertifikasi skema penulisan buku nonfiksi dikarenakan saya
sekarang menekuni aktivitas menulis buku-buku nonfiksi. Sampai saat artikel ini
saya tulis, saya telah menulis dan menerbitkan lebih dari 30 judul buku, baik
buku mandiri maupun buku antologi. Di antara puluhan buku yang telah saya tulis
tersebut, ternyata tidak semua buku dapat saya pergunakan sebagai dokumen persyaratan
untuk mengikuti proses sertifikasi penulis.
Untuk kelengkapan dokumen
persyaratan mengikuti proses asesmen setifikasi penulis buku jalur portofolio, saya
sebagai calon asesi harus mengumpulkan dokumen portofolio berupa buku minimal 3
judul buku yang telah saya tulis dan terbitkan disertai dengan memiliki nomor
ISBNnya. Hanya buku-buku karya mandiri saja yang diakui oleh lembaga
pensertifikasi sebagai dokumen portofolio persyaratan proses sertifikasi
penulis, sedangkan untuk buku-buku karya antologi tidak diakui sebagai dokumen
persyaratan portofolio.
Alhamdulillah ketika
proses pendaftaran sertifikasi penulis buku nonfiksi jalur portofolio, saya
telah memiliki lebih dari sepuluh judul buku karya mandiri, sehingga untuk
tahap awal ini saya tidak mengalami permasalahan yang berarti. Di tahap awal
saya hanya perlu melampirkan minimal tiga judul buku hasil karya saya dan pada
saat sertifikasi saya dapat menyiapkan 12 judul buku karya mandiri. Oleh karena
itu, pada saat proses asesmen, saya relatif lancar dalam memberikan keterangan
dan penjelasan kepada asesor tentang proses penulisan buku tanpa hambatan
berarti.
Tadi siang, pegawai PT.
POS Indonesia yang biasa mengantarkan paket kiriman ke saya kembali datang ke
rumah saya mengantar paket kiriman berisi sertifikat kompetensi penulis buku
nonfiksi. Saya sangat bersyukur Alhamdulillah akhirnya sertifikat kompetensi
sebagai penulis buku nonfiksi yang berlisensi BNSP dapat saya terima langsung. Sertifikat
kompetensi tersebut sangat berarti bagi saya dan mendukung kompetens menulis
saya yang saat ini saya tekuni.
Sertifikat kompetensi
sebagai penulis buku nonfiksi yang secara resmi dan legal dikeluarkan oleh BNSP
sebenarnya tidak berdampak apa-apa terhadap peningkatan kemampuan dan
keterampilan saya dalam menulis buku. Setelah saya mengikuti proses sertifikasi
penulis dan dinyatakan lulus atau kompeten, bukan berarti kompetensi menulis
saya meningkat dengan pesat. Sama sekali tidak demikian. Proses sertifikasi
yang saya ikuti bukan untuk meningkatkan kompetensi menulis saya. Jika sertifikasi
tidak berdampak positif apapun terhadap peningkatan kualitas kemampuan menulis,
lalu mengapa saya mengikuti proses sertifikasi? Apa manfaat dari saya memiliki
sertifikat kompetensi sebagai penulis buku nonfiksi?
Sertifikat merupakan
bukti tertulis penghargaan, penghormatan maupun pengakuan bahwa seseorang telah
mengikuti suatu kegiatan yang dikeluarkan oleh instansi penyelenggara kegiatan.
Sertifikat peserta seminar/webinar menunjukkan penghargaan panitia pada nama tertulis
di sertifikat karena telah aktif mengikuti kegiatan seminar/webinar. Sertifikat
narasumber seminar/webinar menunjukkan penhormatan dan pengakuan dari pemberi
sertifikat atau instansi penyelenggara seminar/webinar bahwa nama tertulis di sertifikat
benar-benar telah menjadi narasumber dalam seminar/webinar sebagaimana tertulis
dalam sertifikat. Ijazah merupakan bukti pengakuan bahwa nama tertulis di ijazah
telah selesai mengikuti dan menempuh pendidikan sebagaimana tertulis dalam
ijazah. Demikian pula sertifikat kompetensi penulis buku adalah bukti pengakuan
resmi dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) bahwa nama yang tercantum
di dalam sertifikat benar-benar telah memiliki kompetensi menulis buku
sebagaimana tercantum dalam daftar unit kompetensi.
Berdasarkan penjelasan
di atas, dapat disimpulkan bahwa fungsi sertifikat adalah sebagai bukti pengakuan
atas kompetensi yang dimiliki seseorang. Selain itu bisa juga sertifikat
dipergunakan sebagau media promosi kompetensi. Dalam dunia pekerjaan, seseorang
tidak bisa seenaknya sendiri mengklaim bahwa dirinya memiliki kompetensi
tertentu tanpa dibuktikan dengan uji kinerja atau sertifikat kompetensi yang diakui
oleh lembaga penguji yang kredibel. Di sinilah pentingnya bukti pengakuan dari
pihak eksternal terhadap kompetensi yang dimiliki seseorang. Tidak ada kewajiban
seseorang harus mengikuti proses sertifikasi profesi. Hanya saja, misalnya ketika
dalam suatu seleksi penerimaan calon pegawai baru instansi pemberi kerja
menuntut bukti sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga penguji kompetensi
yang kredibel, maka orang yang tidak memiliki sertifikat kompetensi dengan sendirinya
pasti tersingkir walaupun ia memiliki kompetensi yang dibutuhkan.
Mungkin ada seseorang
yang berpendapat bahwa sertifikat profesi tidak penting, yang terpenting adalah
kompetensi ataupun skillnya. Pendapat seperti ini ada benarnya tetapi tidak
seratus persen benar. Pendapat tersebut benar dan berguna ketika instansi
pemberi kerja tidak mensyaratkan bukti kompetensi dari lembaga penguji yang
kredibel, tetapi langsung menguji sendiri kompetensi calon pegawainya. Tetapi jika
instansi pemberi kerja mensyaratkan dokumen sertifikat kompetensi dari lembaga
penguji yang kredibel, maka pendapat tersebut tidak benar.
Kita harus dapat
membedakan antara syarat administrasi dengan kompetensi. Sertifikat kompetensi
bisa digunakan sebagai dokumen persyaratan administrasi yang umumnya berada di
tahap awal seleksi penerimaan calon pegawai, sedangkan uji kompetensi berada di
tahap berikutnya setelah pelamar lulus seleksi administrasi. Di sinilah
keuntungan bagi pelamar yang memiliki kompetensi dan dibuktikan dengan memiliki
sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga penguji yang kredibel. Jadi
sertifikat kompetensi dan kompetensi bukan untuk diperbandingkan mana yang
lebih penting, tetapi keduanya saling melengkapi dan memperkuat.
Terkait dengan
sertifikat kompetensi sebagai penulis buku nonfiksi yang baru saja saya terima,
saya pribadi secara kompetensi tidak membutuhkan sertifikat tersebut karena
tanpa sertifikat tersebut saya tetap mampu menulis buku. Sertifikat kompetensi
tersebut berguna bagi saya sebagai nilai plus bahwa saya memang memiliki
kompetensi dalam menulis buku yang dibuktikan dengan sertifikat kompetensi dari
badan resmi yaitu BNSP dan portofolio buku-buku yang telah saya tulis. Jadi,
bagi saya pribadi keberadaan sertifikat kompetensi sebagai penulis buku
nonfiksi adalah sebagai penunjang dan media promosi kompetensi saya. Demikian pendapat
pribadi saya terkait sertifikat kompetensi yang mungkin saja berbeda dengan
orang lain. Salam sehat, bahagia dan sukses selalu.[]
Gumpang Baru, 20 Oktober 2020
____________________________________
*) Penulis adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar