Sumber gambar : https://international.unime.it/research/phd-programmes/ |
Oleh :
Agung Nugroho Catur
Saputro
Dahulu setelah
berhasil menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana (Sarjana Pendidikan Kimia),
saya merasa telah memiliki pemahaman yang cukup tentang ilmu kimia dan
pendidikan kimia. Minimal bekal ilmu yang diperoleh selama mengikuti pendidikan
tingkat sarjana sudah lebih dari cukup untuk sekadar mengajar kimia di SMA.
Seiring berjalannya
waktu dengan semakin bertambahnya pengalaman mengajar, mulai muncul perasaan
merasa ilmu yang dimiliki masih kurang banyak, masih terlalu banyak hal-hal
yang belum diketahui. Apalagi setelah diterima menjadi dosen (saya mengikuti
tes seleksi CPNS dosen formasi S1), saya merasa bekal ilmu kimia yang saya
miliki terasa masih sangat kurang. Pemahaman dan pengalaman yang saya peroleh
selama menempuh pendidikan S1 terasa belum cukup untuk mengajar di Perguruan
Tinggi. Ternyata benar sekali aturan yang dibuat pemerintah bahwa syarat dosen mengajar
di program studi S1 adalah minimal berpendidikan tingkat S2. Kalau seorang
dosen berpendidikan S1 mengajar mahasiswa S1 maka bisa dianalogikan seperti
jeruk makan jeruk.
Berangkat dari kondisi
tersebut di atas, saya merasa harus segera melanjutkan pendidikan ke tingkat
yang lebih tinggi yaitu tingkat magister/master (S2). Ketika awal-awal
mengikuti pendidikan pascasarjana tingkat magister/master, saya merasa
pemahaman ilmu kimia saya masih sangat rendah. Karena perasaan merasa baru
memiliki ilmu yang sedikit, terkadang muncul rasa minder (tidak percaya diri) ketika berinteraksi dengan mahasiswa
lain, baik mahasiswa S1 maupun S2. Selama menempuh pendidikan S2, saya lumayan
harus belajar lebih giat dan bekerja keras untuk mengimbangi mahasiswa lain.
Saya harus berlari kencang untuk sekadar dapat mengimbangi kemampuan mahasiswa
lain.
Setelah berhasil
menyelesaikan pendidikan S2 dengan susah payah (harus mengulang riset dari awal
di laboratorium kimia karena hasilnya gagal), saya merasakan bahwa pengetahuan
ilmu kimia saya jauh meningkat dibandingkan waktu S1. Saya benar-benar telah
meng-update dan meng-upgrade penguasaan ilmu kimia. Setelah
menyelesaikan pendidikan master di bidang ilmu kimia, saya merasa sudah cukup
penguasaan saya di bidang kimia. Bekal ilmu yang saya peroleh selama digembleng
di kawah candradimuka berupa proses
pendidikan S2, saya rasa sudah lebih dari cukup untuk bekal saya mengajar dan
mengembangkan diri (penelitian) di bidang kimia. Terbukti sejak lulus S2,
setiap tahun saya memenangkan hibah penelitian di bidang penelitian kimia.
Pasca menyelesaikan
pendidikan S2 di bidang kimia, saya memang merasa penguasaan ilmu kimia sudah
jauh meningkat dibandingkan waktu baru S1. Saya sangat bersyukur karena selama
menempuh pendidikan S2 bisa berjumpa dan berinteraksi dengan dosen-dosen kimia
UGM yang hebat dan memperoleh ilmu pengetahuan dari beliau-beliau yang luar
biasa. Walau harus bekerja (belajar) dengan susah payah untuk menyelesaikan
studi, akhirnya saya bisa juga menyelesaikannya.
Selama menjalani tugas
belajar studi lanjut pascasarjana S2 di Program Studi Kimia FMIPA UGM, ada satu
pengalaman plus yang saya dapatkan yaitu di samping menjalani aktivitas sebagai
mahasiswa, saya juga aktif menulis buku untuk diikutkan dalam perlombaan
penulisan buku pelajaran MIPA dan berhasil memenangkan lomba penulisan buku
pelajaran kimia MA/SMA di Kementerian Agama RI dengan memperoleh juara 1
tingkat nasional. Setelah itu saya terlibat dalam proyek penerbitan buku
tersebut di Kementerian Agama RI sehingga waktu itu saya hampir setiap dua atau
tiga bulan sekali mendapat undangan ke kantor Kementerian Agama RI untuk
menghadiri rapat-rapat koordinasi rencana penerbitan buku para pemenang.
Alhamdulillah dari
aktivitas sampingan tersebut, saya mendapatkan tambahan finansial yang cukup
besar, baik dari hadiah juara lomba maupun dari royalty penerbitan buku sehingga
dapat membantu pembiayaan studi lanjut saya yang molor dan juga menopang kehidupan keluarga yaitu membelikan sebuah
rumah baru untuk keluarga dan motor baru untuk istri. Walaupun secara akademik
saya bisa dikatakan kurang sukses karena masa studi S2 saya melebihi batas waktu
semestinya, tetapi secara pengalaman kemandirian hidup saya sukses dalam membangun
kehidupan berkeluarga dengan menyediakan tempat tinggal yang layak untuk
keluarga sehingga kami sekeluarga tidak perlu mengontrak rumah lagi untuk
tempat tinggal. Ketika itu di saat yang sama masih ada beberapa kolega dosen
seangkatan saya yang masih hidup mengontrak atau tinggal bersama orang tua.
Ketika capaian
prestasi beberapa kolega dosen lain selama menempuh pendidikan magister/master
dan waktu lulus hanya membawa ijazah magister/master saja, justru tidak
demikian dengan saya. Selain mendapatkan ijazah master, ada beberapa capaian saya
sebagai bonus prestasi selama menjalani studi magister/master walau harus
dibayar dengan molornya masa studi saya. Beberapa bonus capaian prestasi yang telah
saya peroleh selama menjalani studi magister/master adalah : (1). Memperoleh
juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA untuk
MA/SMA di Kementerian Agama RI, (2). Berkesempatan bertemu dan bersalaman langsung
dengan bapak Menteri Agama RI di panggung auditorium Kementerian Agama RI di
Jakarta, sebuah pengalaman berharga bagi saya yang hanya orang biasa, (3)
Berdiri di atas panggung di hadapan para pejabat tinggi di Kementerian Agama RI
dan para tokoh nasional ketika menerima piala dan piagam penghargaan sebagai
juara 1 dari bapak Menteri Agama RI, (4). Dapat mengajak istri menghadiri acara
peringatan HUT Amal Bakti Kementerian Agama RI di auditorium Kementerian Agama
RI dan menyaksikan suaminya menerima penghargaan
dari bapak Menteri Agama RI, sebuah kebanggaan dan kebahagiaan tersendiri bagi
saya selaku suami., (5). Memperoleh hadiah pemenang lomba penulisan buku berupa
uang sebesar tujuh puluh juta rupiah, (6). Mendapatkan royalty penerbitan buku
pemenang lomba mencapai hampir seratus juta rupiah, (7). Memperoleh royalty
puluhan juta rupiah dari hasil pembelian hak cipta buku oleh Kemendikbud RI. Dari
uang hadiah dan royalty buku tersebut, akhirnya saya dapat (7) Membelikan sebuah
rumah baru layak huni untuk keluarga, dan (6) Membelikan sebuah motor baru untuk
istri.
Saya tidak merasa minder
dan malu masa studi S2 saya mencapai 3,5 tahun, tetapi justru merasa bangga
dengan capaian prestasi sampingan saya selama studi S2 tersebut. Belajar dari
pengalaman tersebut, saya menyadari bahwa setiap pilihan atau keputusan dalam kehidupan
ini pasti ada konsekuensinya, dan saya telah menentukan pilihan/memutuskan kuliah
sambil mencari proyek sampingan karena kondisi perekonomian keluarga yang masih
lemah sehingga menuntut saya selaku kepala keluarga harus kreatif. Konsekuensinya
adalah saya terlambat lulus kuliah S2.
Setelah lulus
pendidikan S2, saya merasa bersyukur dulu bisa diperbertemukan dengan
dosen-dosen yang "sulit" dalam hal tuntutan kualitas. Justru melalui
perjumpaan dengan dosen-dosen yang mempunyai standar kualitas yang tinggi
(sehingga dianggap "sulit" oleh sebagian mahasiswa) telah
menggembleng diri saya untuk meng-upgrade
kemampuan dan penguasaan ilmu kimia. Di sinilah rasa syukur itu terasa begitu
istimewa.
Bekal ilmu kimia dari
pendidikan S2 memang telah membuat penguasaan ilmu kimia saya meningkat dan
pemahaman pengetahuan kimia saya menjadi lebih terstruktur dan sistematis,
tetapi tidak demikian yang terjadi dengan ilmu pedagogi (pendidikan) saya. Saya
merasa ilmu pedagogi yang saya miliki masih sangat kurang sekali. Walaupun
sudah pernah mengikuti diklat Pekerti dan pelatihan-pelatihan lain terkait
pembelajaran dan juga didukung hasil membaca literatur-literatur pendidikan,
saya tetap merasa ilmu pedagogi saya masih rendah dan pemahaman ilmu pedagogi
saya belum terstruktur dan sistematis. Saya merasa pemahaman pengetahuan
pedagogi saya masih parsial-parsial, belum saling terkait membentuk kerangka
pengetahuan yang utuh. Saya merasa pengetahuan pedagogi saya belum bermakna
(meminjam istilah teori belajar bermakna Ausuble).
Berdasarkan alur pemikiran
tersebut di atas, maka saya memutuskan untuk melanjutkan pendidikan
pascasarjana S3 di bidang pendidikan kimia. Setelah mengenyam pendidikan
tingkat doktoral selama kurang lebih empat semester ini, khususnya tiga
semester di perkuliahan mata kuliah teori, saya sudah merasa bersyukur karena
bisa berjumpa dan berinteraksi dengan dosen-dosen yang hebat-hebat. Dari mereka
(dosen) saya merasakan mendapatkan ilmu baru, pengetahuan baru, pemahaman baru,
cara pandang baru, pengalaman baru di bidang kimia dan pedagogi kimia. Saya
mencoba menikmati proses belajar ini, bertemu dengan orang-orang baru dan
belajar pengalaman baru.
Semakin tinggi saya
menapaki tangga-tangga keilmuan, maka semakin membuka cakrawala dan cara
pandang saya terhadap dunia ini dengan segala kompleksitasnya. Setiap dosen
memiliki keunikan dan keunggulan masing-masing yang berbeda satu dosen dengan
yang lain. Benar lah ungkapan dalam sebuah peribahasa "di atas langit masih ada langit".
Semakin tinggi kita menapaki tangga-tangga ilmu, maka kita akan selalu
menjumpai tangga ilmu lain yang lebih tinggi lagi.
Islam sangat
menganjurkan pemeluknya agar mencari ilmu sebanyak-banyaknya dan sepanjang
masih bisa bernafas. Orang barat menyatakan dengan slogannya "Long Life Education" (pendidikan sepanjang
hayat). Sedangkan baginda Rasulullah Saw menyatakan dengan redaksional yang
berbeda sebagaimana sabdanya "Carilah
ilmu sejak dari buaian hingga ke liang lahat" (HR. Muslim).
Semakin tinggi ilmu
dan pengetahuan kita, maka semakin tampak "kebodohan" dan "ketidaktahuan"
kita. Semakin berbobot ilmu kita, maka terasa semakin kosong diri kita. Hanya
orang-orang yang berbekal "ngelmu"
yang cukup yang mampu menghadapi godaan sifat sombong dan angkuh yang muncul
mengiringi proses pemilikan ilmu. Hanya orang-orang yang arif dan bijaksana lah
yang tetap memiliki "kerendahan hati"
dan tidak merasa paling pandai walau memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan
berpendidikan tinggi. []
____________________________________
*) Penulis adalah
staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret
(UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran
MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis
dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan
buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2.
Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email :
anc_saputro@yahoo.co.id.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar