Sejak mengikuti Pelatihan Menulis Buku Ajar (PMBA) tahun 2017 yang
diselenggarakan secara online oleh Mata Pena School dengan narasumber Dr. Ngainun Naim, saya berkomitmen ingin menjadi seorang penulis yang berkualitas.
Untuk merealisasikan komitmen tersebut, saya menempuh beberapa strategi agar
komitmen tersebut benar-benar terwujud. Strategi yang saya tempuh untuk
mewujudkan komitmen menjadi seorang penulis yang berkualitas dipengaruhi dan
didukung oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal adalah
motivasi dari dalam diri saya sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah
dukungan dari penulis lain.
Strategi pertama adalah menguatkan komitmen dan motivasi diri sendiri (faktor internal).
Pada tahap ini, saya belajar menulis setiap harinya dan memposting tulisan di
akun media sosial Facebook. Menulis satu artikel setiap hari adalah komitmen saya sendiri untuk
memantapkan diri agar bisa menjadi seorang penulis yang berkualitas. Dalam
perjalanan menjalankan komitmen menulis tersebut, terkadang saya mampu secara
rutin menghasilkan satu artikel per hari, tetapi terkadang baru bisa menulis
satu artikel dalam dua sampai tiga hari. Namun di saat yang lain, sehari bisa
menulis dua artikel. Memang untuk menjaga komitmen pada diri sendiri itu berat,
tapi tetap harus saya jaga komitmen tersebut.
Selama menjalani proses
kehidupan seperti itu, yakni menulis setiap harinya, keuntungan apa yang saya peroleh?
Apa yang saya rasakan? Apakah saya tidak
merasakan capek dengan hidup dikejar-kejar target pribadi tersebut? Mungkin
pertanyaan-pertanyaan seperti itu muncul di pikiran pembaca. Menurut saya
pribadi, setelah mencoba hidup di bawah bayang-bayang target menulis setiap
harinya, ternyata bukannya membuat saya merasa bosan, tersiksa, atau jenuh,
tetapi justru saya merasakan perasaan lain yang berbeda. Saya menemukan suatu
perasaan yang aneh, menggairahkan dan begitu hidup. Ada semacam perasaan senang
dan bahagia ketika berhasil menyelesaikan sebuah artikel tulisan dan mempostingnya
di akun media sosial. Saya merasakan adanya perasaan ketagihan yang menyeruak
di hati untuk segera dipuaskan dengan menulis. Ada kepuasan batin yang sulit
diutarakan ketika berhasil menyelesaikan artikel tulisan dan mempostingnya. Ada
semacam perasaan rindu yang sangat kuat di hati saya yang mendorong untuk terus
menulis. Dan rasa-rasa lain yang bercampur aduk muncul di hati dan pikiran
penulis. Mengapa bisa sampai saya merasakan perasaan-perasaan tersebut? Mungkin
semua itu karena didasari atas tujuan awal menulis. Saya sejak awal berkomitmen
untuk menulis setiap hari karena bertujuan ingin belajar menulis. Tujuan akhir
penulis adalah menjadi penulis yang berkualitas.
Setiap hari saya belajar mencoba
meningkatkan kualitas artikel tulisan yang saya hasilkan. Saya sangat menikmati
proses belajar tersebut dan sama sekali tidak merasa terpaksa karena memang
tidak ada yang memaksa. Saya memercayai bahwa suatu aktivitas walau berat jika dijalani
dengan sukarela dan hati senang maka akan terasa nikmat dan muncul rasa
ketagihan.
Strategi kedua adalah memcari dukungan dan motivasi dari penulis lain (faktor eksternal). Untuk tahap ini, saya memutuskan bergabung
dengan teman-teman sesama penulis di
beberapa komunitas literasi. Di komunitas literasi tersebut saya bisa mengenal
para penulis hebat dan belajar dari mereka. Melalui
berkenalan dan berinteraksi langsung dengan para penulis hebat tersebut, saya berharap
"tertulari" kehebatan mereka sehingga mampu menghasilkan karya-karya
tulis yang berkualitas. Ya, untuk menjadi seorang penulis hebat, saya harus mau
belajar langsung dari ahlinya. Inilah caraku untuk mewujudkan cita-citaku
menjadi seorang penulis berkualitas. Inilah jalan hidup yang kupilih untuk
mewujudkan keinginanku. Bagaimana dengan Anda?
Strategi ketiga
yang saya tempuh untuk mewujudkan cita-cita menjadi seorang penulis berkualitas
adalah berusaha menikmati proses menulis.
Untuk bisa menikmati proses menulis, kita mencoba membayangkan aktivitas
menulis dengan aktivitas lain yang menyenangkan sehingga menulis itu menjadi
menyenangkan. Seorang penulis profesional bisa dianalogikan dengan seorang chef restoran. Seorang chef sebuah restoran mewah ketika akan
menyajikan suatu menu makanan istimewa kepada pengunjung restoran, dia pasti
akan menggunakan segala keterampilan memasak yang dimilikinya, pengalamannya
memasaknya dan segenap pengetahuannya
tentang bahan-bahan dasar masakan, bumbu-bumbu terbaik, komposisi bumbu, dan
cita rasa makanan high class.
Demikian juga
halnya dengan aktivitas menulis. Menulis itu ibaratnya adalah memasak. Ketika
kita memasak, kita pasti menyiapkan semua bahan-bahannya, semua bumbu-bumbunya,
peralatan masak yang diperlukan, piring-piring cantik untuk menyajikannya, dan garnish untuk mempercantik sajian
masakan kita. Hal yang sama juga kita perlukan ketika kita menulis. Sebelum kita
memulai menulis, kita harus memiliki bahan-bahan yang berupa ide-ide yang akan
ditulis, kita menyiapkan sarana untuk menulis, kita menyiapkan cara bagaimana
menyajikan tulisan kita dalam sajian tulisan yang enak, mengalir dan tidak
menyiksa pembaca.
Seorang penulis
ketika mau menulis pasti ia sudah memiliki ide-ide apa yang akan ditulis, jika
belum memiliki ide-ide pasti ia mengalami kebuntuan dalam menulis. Lalu,
bagaimana agar kita memiliki banyak ide untuk tulisan-tulisan kita? Ada banyak
cara untuk memiliki ide, di antaranya melatih diri untuk peka terhadap
permasalahan di lngkungan sekitar. Kita harus terus melatih kepekaan dan
ketajaman hati dan pikiran kita agar dapat menangkap bersitan-bersitan ide yang
terkadang melintas di hati kita secepat kilat. Kalau pikiran kita tidak peka
dan tajam dalam mengenali adanya bersitan ide tersebut, maka pasti ide yang
melintasi pikiran kita tadi akan hilang tak berbekas.
Selain
memiliki kepekaan dan ketajaman pikiran
dan hati, jika ingin dapat menulis kita juga harus memiliki keluasan pikiran.
Kita harus membuka pikiran yang terbuka, siap menerima adanya perbedaan
pendapat dan pandangan di luar sana. Seorang penulis jangan berpikiran sempit
dan merasa paling benar, sementara pendapat dan pandangan orang lain itu salah.
Pandangan yang sempit dan merasa paling benar ini akan membuat seseorang itu
selalu spanengan. Sebagaimana yang dikatakan
oleh Edi AH Iyubenu dalam bukunya Cerita
Pilu Manusia Kekinian bahwa “orang yang spanengan
selalu tidak punya waktu untuk merenungi diri, lantaran selalu merasa telah
purna. Purna benarnya, purna pintarnya.”
Seseorang jika
ingin menjadi seorang penulis harus sering-sering bergaul dan berkomunikasi
dengan penulis-penulis profesional. Jika hanya ingin menulis, seseorang dapat
saja tidak ke mana-mana, cukup di rumah saja sambil menulis apa saja yang ingin
ditulis. Tetapi jika ingin menjadi seorang penulis, ia harus sering berjumpa
dan atau berkomunikasi dengan sesama penulis bahkan penulis lain yang lebih
profesional. Untuk dapat selalu berjumpa dan berkomunikasi dengan sesama
penulis, kita dapat bergabung dalam grup-grup atau komunitas penulis, misalnya
grup Facebook Dosen Menulis. Di dalam grup atau komunitas penulis tersebut,
kita dapat saling sharing tulisan dan
berbagi pengalaman menulis sehingga sekaligus dapat melatih kita untuk terus
menulis. Selain itu, di grup atau komunitas penulis tersebut, kita juga dapat
menambah wawasan dan perbendaharaan kosakata kita dengan membaca
tulisan-tulisan penulis lain yang selalu di posting di grup atau komunitas
tersebut. Ada semacam adagium yang pernah disinggung oleh Mas Iben di kelas
Menulis Efektif, yaitu “penulis yang baik adalah pembaca yang baik”. Jadi untuk
dapat menjadi seorang penulis yang baik, kita juga harus dapat menjadi seorang
pembaca yang baik. Membaca adalah langkah awal untuk dapat menulis.
Selain berbagai
persiapan yang harus disiapkan di atas, ada dua hal yang tidak boleh kita
hilangkan dari aktivitas kita menulis, yaitu yang pertama adalah perasaan senang. Aktivitas menulis seyogyanya kita
lakukan dengan perasaan senang, tidak terpaksa, bukan kewajiban bahkan suatu
kebutuhan. Dengan perasaan seperti ini, kita akan mampu melakukan aktivitas
menulis dengan rasa “enjoy”. Hal kedua yang tidak boleh kita lupakan
ketika menjalani aktivitas menulis adalah meluruskan niat dan tujuan kita
menulis. Aktivitas kita menulis sebaiknya kita niatkan untuk tujuan mulia,
yaitu menyebarkan ilmu pengetahuan. Kalau seandainya dari aktivitas menulis
tersebut, kita memperoleh keuntungan, misalnya royalti, itu kita syukuri dan
mungkin itu berkah dari Allah Swt atas ketekunan kita dalam menyebarkan
ilmu-ilmu-Nya. []
Gumpang Baru, 3
Februari 2021
---------------------------------------------------------------
BIODATA PENULIS
Agung
Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT. adalah
dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta (UNS). Pendidikan dasar dan menengah dijalani di madrasah, yaitu MI
Al-Islam 1 Ngesrep, MTs Nurul Islam 2 Ngesrep, dan MAN 1 Surakarta. Pendidikan
sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan
pascasarjana tingkat Master (M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di
Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis
yang telah menerbitkan 36 judul buku, Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada
lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis
buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi
(BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal
ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP),
Auditor internal Certified Internal Quality Audit SMM ISO 9001:2008,
dan Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Indomindmap
Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor
WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id.
Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur
Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan
blog : https://sharing-literasi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar