Oleh
:
Agung
Nugroho Catur Saputro
Hari Sabtu, 6 Februari
2021 adalah hari yang membahagiakan saya dan juga membanggakan. Mengapa? Karena
di hari tersebut tiga buku solo karya saya akan dilaunching di acara seminar literasi dan Kopdar 6 Sahabat
Pena Kita (SPK). Siapa yang tidak bahagia ketika karya tulisnya dilaunching di
acara webinar literasi yang dihadiri ratusan orang? Siapa yang tidak bangga
ketika karya tulisnya ditampilkan dalam video yang dilihat oleh ratusan orang
dalam moment webinar literasi? Saya rasa semua orang pasti bangga dan bahagia
ketika hasil karyanya diapresiasi dan diumumkan ke kalayak ramai.
Bisa menghasilkan karya
tulis yang diapresiasi orang lain merupakan anugerah dan nikmat yang luar
biasa. Menulis buku bukanlah suatu pekerjaan yang ringan. Saya tidak mengatakan
mudah, mengapa? Karena banyak juga penulis-penulis professional yang
mengganggap menulis buku itu tidak mudah, terutama untuk menghasilkan buku-buku
yang berkualitas. Saya lebih suka memilih menggunakan kata “tidak ringan”
karena memang untuk bisa menghasilkan tulisan dalam bentuk satu buku memerlukan
kerja keras dan usaha yang tidak ringan. Perlu keseriusan dan kedisiplinan
untuk mampu menyelesaikan penulisan buku. Perlu komitmen yang tinggi dan
dilandasi rasa suka, senang, dan bahagia ketika menulisnya karena jika ada rasa
terpaksa sedikit saja maka pasti bukunya tidak selesai-selesai.
Menulis itu harus
dilandasi perasaan bahagia, tidak boleh karena terpaksa atau memaksakan diri.
Mengapa? Karena menulis itu sebenarnya adalah proses menemukan diri sendiri.
Demikianlah yang disampaikan oleh gus Ulil atau Ulil Abshar Abdalla, MA
(Cendekiawan muslim yang produktif menulis) di webinar literasi SPK tanggal 6
Februari 2021. Setiap orang pasti menginginkan tahu tentang dirinya secara
utuh, apa saja potensi dan passionnya dan seberapa besar kemampuannya untuk
mewujudkan atau merealisasikan potensi, bakat dan minat dalam dirinya. Di
sinilah pentingnya rasa senang dan bahagia dalam proses pencarian jati diri
melalui aktivitas menulis. Menulis bukan sekadar menuangkan ide, gagasan, dan
pemikiran ke dalam bentuk tulisan, tetapi menulis itu lebih merupakan wujud
aktualisasi dan mengekspresikan diri dari seseorang. Sebuah tulisan –walaupun
sederhana- berpotensi mampu membangkitkan semangat dan bakat terpendam
pembacanya. Sebuah tulisan mampu memiliki energi yang luar biasa yang dapat
mendorong ribuan orang untuk mengikuti ide gagasan yang terkandung dalam
tulisan tersebut.
Kita
ingat bagaimana awal mula berdirinya negara Israel. Jika Benyamin Ze-ev alias
Theodore Herzl pada tahun 1894 tidak menulis dan menerbitkan
buku tipis berjudul DER JUDENSTAAT (The Jewish State), mungkin negara
Zionis Israel Raya tidak akan pernah ada. Dengan buku Der Judenstaat dan karya fiksinya berjudul Altneuland (Old New Land),
Herzl telah menginspirasi banyak orang Yahudi bergerak mendirikan negara
Israel apapun taruhannya, meskipun harus dengan merampas hak-hak orang
Palestina [1]. Inilah kekuatan energi yang terkandung dalam sebuah buku. Imaginasi
penulis buku tersebut akhirnya ditangkap dan diwujudkan orang-orang Yahudi di
seluruh penjuru dunia hingga saat ini kita dapat menyaksikan berdirinya negara
Israel di kawasan Timur Tengah. Terlepas dari pro dan kontra tentang berdirinya
negara Israel, tetapi penulis fokus pada kejadian asal mula munculnya gerakan
mendirikan negara Isarel yang bermula hanya dari ide di sebuah buku tipis.
Dulu, bagi saya menulis
buku itu sesuatu yang sangat berat dan mustahil bisa saya lakukan. Membayangkan
menulis ratusan halaman itu pikiran saya sudah tidak sampai. Menulis beberapa
halaman saja sudah terasa sangat berat, apalagi menulis sampai ratusan halaman.
Tetapi walau begitu, cita-cita dan keinginan untuk suatu saat dapat menulis
buku itu terus membayangi pikiran saya. Saya terus berusaha belajar menulis dan
mengikuti event-event lomba penulisan. Memang awalnya saya lebih banyak menulis
untuk lomba-lomba karya tulis ilmiah (tema akademik), tetapi minat saya pada tulisan-tulisan
tema umum (tulisan populer) juga besar, sehingga akhirnya saya mulai juga belajar
menulis tema-tema umum. Dari beberapa kali menulis tema-tema umum inilah di
kemudian hari saya bisa menulis bukan hanya buku akademik tetapi juga buku
genre lain.
Hingga tulisan ini
dibuat, saya telah menulis lebih dari 36 judul buku, baik berupa buku solo
maupun buku antologi dan kolaborasi. Saya mulai menulis buku tahun 2005 tetapi
mulai intens dan serius menekuni aktivitas menulis buku mulai tahun 2018. Selama
kurun waktu tahun 2005 -2017 saya hanya mampu menerbitkan 7 judul buku, tetapi
sejak tahun 2018 hingga saat ini saya mampu menerbitkan buku rata-rata lebih
dari 5 judul buku setiap tahunnya. Terakhir tahun 2020 kemarin saya mampu
menerbitkan 4 judul buku mandiri (3 judul buku solo dan 1 judul buku tim
penulis) dan 11 judul buku antologi maupun kolaborasi sehingga total sebanyak
15 judul buku. Ke-15 judul buku yang saya terbitkan tersebut tidak hanya
tentang satu tema saja tetapi berbagai tema, mulai dari tema pendidikan, sistem
manajemen mutu, nilai-nilai kehidupan, hingga tema keagamaan. Saya memang suka
menulis berbagai tema karena dengan begitu saya akan banyak berpikir tentang
berbagai hal sehingga pikiran saya selalu aktif, kreatif, dan segar dalam
menemukan ide-ide.
Prinsip saya dalam
menulis adalah menulis dan berkarya sebanyak-banyaknya semampu yang dapat saya lakukan. Mumpung masih punya
waktu saya pergunakan untuk menghasilkan karya tulis sebanyak-banyaknya. Entah karya
tulis saya diniai bagus atau tidak, saya tidak terlalu memperdulikannya. Apakah
buku-buku yang saya tulis itu akan diminati orang atau tidak juga tidak saya
pedulikan. Keyakinan saya adalah bahwa setiap tulisan akan menemukan pembacanya
sendiri dengan jalan yang tidak bisa diperkirakan. Karena tulisan yang saya
hasilkan merupakan representasi dari ilmu pengetahuan yang saya miliki, maka
menulis dan menerbitkannya dalam bentuk buku merupakan bagian dari ikhtiar saya
untuk mengabadikan buah pemikiran dan ide gagasan saya dan membagikannya kepada
kalayak umum. Karena buku adalah representasi dari ilmu pengetahuan dan Allah Swt.
menyukai orang-orang yang berilmu, maka saya percaya bahwa Allah Swt. akan
membantu mempertemukan ilmu dalam buku-buku saya tersebut dengan para pencari
ilmu (pembaca) melalui sekenario-Nya. InsyaAllah.
[]
Gumpang Baru, 15 Februari 2021
Referensi
[1] Habiburrahman
El Shirazy. (2020). Menulis itu wajib. Materi webinar literasi
“Literasi untuk Mengabdi dan Mengabadi”, diselenggarakan oleh komunitas
literasi Sahabat Pena Kita (SPK) bekerjasama dengan IAIN Syekh Nurjati Cirebon,
11 Juli 2020.
----------------------------------------------------------------------------
BIODATA
Agung
Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT adalah dosen di Program
Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS).
Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan
pascasarjana Master (M. Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahapeserta didik doktoral di Program
Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif
sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah
menerbitkan lebih dari 36 judul buku (baik buku solo maupun antologi), Peraih
Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di
Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran
Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas
Diponegoro Semarang (UNDIP), serta Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK)
dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi
melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel
penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar