Oleh :
Agung
Nugroho Catur Saputro
Pendahuluan
Tahun 2020 merupakan
tahun yang berbeda bagi semua orang di dunia ini. Di tahun 2020 banyak orang
yang kaget mau melakukan apa karena rencana, resolusi, dan target yang dibuat
di akhir tahun 2019 menjadi buyar dan hancur berkeping-keping karena munculnya
pandemic Covid-19. Pandemic covid-19 telah mengubah kondisi dunia. Semua bidang
kehidupan terkena dampaknya sehingga harus dilakukan penyesuaian. Tidak
terkecuali bidang pendidikan yang harus melakukan inovasi dalam proses
pendidikannya.
Bidang pendidikan yang subjek
dan objek garapannya adalah manusia harus segera mengambil langkah strategis
untuk menyelamatkan calon tunas-tunas bangsa dari kemungkinan terpapar virus
Covid-19 yang belum ada obatnya. Maka kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI adalah memindahkan tempat
pendidikan dari sekolah ke rumah. Proses pendidikan diubah dari tatap muka di
kelas dialihkan ke moda daring (dalam jaringan) dengan menggunakan perangkat
gadget (laptop atau handphone). Kebijakan tersebut bukan yang paling baik,
tetapi terpaksa harus diambil oleh pemerintah karena tidak ada cara lain selain
merumahkan para pelajar (siswa, mahasiswa) untuk mengurangi dan memutus rantai
penyebaran virus Covid-19. Walaupun banyak yang belum siap menggunakan
teknologi internet untuk proses pembelajaran, kebijakan tersebut tetap harus
diambil pemerintah karena model pembelajaran daring adalah model yang paling
minim terjadi kontak fisik antar siswa sehingga dapat menghindarkan siswa dari
kemungkinan terpapar virus corona.
Pada umumnya, ketika
berbicara tentang pendidikan di masa pandemic Covid-19 pasti dikaitkan dengan
pembelajaran daring melalui internet. Banyak jurnal ilmiah tentang pendidikan
di masa pandemic Covid-19 yang berisi hasil riset tentang penggunaan internet
dalam pembelajaran. Seakan-akan pendidikan di masa pandemic Covid-19 hanya
berkaitan dengan pembelajaran daring melalui internet. Fenomena ini terjadi
karena kebanyakan orang ketika membicarakan pendidikan maka yang dimaksud
adalah pendidikan di sekolah. Padahal tempat pendidikan tidak hanya di sekolah,
ada tempat pendidikan lain yang sering dilupakan yaitu pendidikan di rumah
(keluarga) dan lingkungan pergaulan.
Karena di masa pandemic
Covid-19 ini penulis berstatus sebagai dosen tugas belajar sehingga dibebaskan
dari tugas pengajaran, maka penulis tidak memiliki pengalaman mengajar di kelas
selama masa pandemic Covid-19. Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis tidak
akan berbicara tentang pemanfaatan internet dalam pembelajaran daring, tetapi penulis
akan membahas tentang implementasi pendidikan karakter berbasis pendidikan
keluarga di masa pandemic Covid-19. Penulis akan menguraikan beberapa alternatif
program pendidikan yang dapat diselenggarakan di rumah untuk mendukung
pembelajaran sekolah.
Pengertian
Pendidikan
Istilah
“pendidikan” dalam bahasa Inggris dikenal dengan “education” yang berasal dari kata to educate, berarti mengasuh dan mendidik. Arti “education” dalam Dictionary of Education adalah kumpulan dari semua proses yang
memungkinkan seseorang mengembangkan kemampuan-kemampuan, sikap-sikap, dan
bentuk tingkah laku yang bernilai positif dalam masyarakat tempat ia hidup (Karman, 2018: 73).
John A. Laska, (1976:6) mendefinisikan
pendidikan sebagai, “Upaya sengaja yang dilakukan pelajar atau (yang
disertai-ed.) orang lainnya untuk mengontrol (atau memandu, mengarahkan,
mempengaruhi dan mengelola) situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar
yang diinginkan”. Dari perspektif tersebut, George R. Knight (2007) menambahkan
bahwa pendidikan (education) tidak
terbatas pada sekolah (schooling),
dan tidak juga terbatas pada kurikulum atau metodologi tradisional yang
dilaksanakan di sekolah-sekolah. Pendidikan adalah suatu proses sepanjang hayat
yang bisa mengambil tempat di lingkungan dan konteks yang tidak terbatas (Knight, 2007).
Pendidikan bukan
sekadar transfer informasi tentang ilmu pengetahuan dari guru ke siswa,
melainkan suatu proses pembentukan karakter. Ada tiga misi utama pendidikan,
yaitu pewarisan pengetahuan (transfer of
knowledge), pewarisan budaya (transfer
of culture), dan pewarisan nilai (transfer
of value). Sebab itu, pendidikan bisa dipahami sebagai suatu proses
transformasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan kepribadian dengan segala
aspek yang dicakupnya (Syahidin, 2009:2).
K.H.R. Zaenuddin
Fananie (1934) alam bukunya Pedoman
Pendidikan Modern menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya melingkupi bidang
pengajaran di sekolah-sekolah atau di rumah, tetapi juga meliputi segala yang
dapat mempengaruhi kebaikan jiwa manusia sejak kecil hingga dewasa dan hingga
menjadi orang tua. Itulah definisi pendidikan (Fananie, 2011:4). Definisi ini
berdampak pada pemahaman bahwa pendidikan tidak hanya berkaitan dengan urusan
duniawi tetapi juga berkaitan dengan perkembangan jiwa anak didik. Prof. Dr.
Abd. Majid, MA (2014: xvii) dalam bukunya Pendidikan Berbasis Ketuhanan menegaskan
bahwa pendidikan bukan hanya berkenaan dengan masalah-masalah dunia saja,
tetapi juga berkenaan dengan bagaimana kehidupan setelah di akhirat kelak.
Sedangkan menurut UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah “Usaha
sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pendendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa,
dan negara” (Presiden RI, 2003).
Mengenal
Tempat Pendidikan
Ki Hadjar Dewantara
tahun 1935 mengemukakan pendapatnya mengenai Tripusat Pendidikan, yaitu
keluarga, sekolah, dan gerakan kepemudaan. Masing-masing pusat pendidikan
tersebut mempunyai tujuannya yang khas, namun tetp berhubungan satu dengan yang
lain (Tilaar, 2015).
Sementara itu, K.H.
Zainuddin Fananie (1934) menyatakan bahwa tempat pendidikan terbagi menjadi
tiga bagian penting, yaitu rumah, sekolah, dan di luar dari keduanya tersebut,
yaitu lingkungan dalam pergaulan masyarakat umum (sosial) (Fananie, 2011: xxiv). Pendidikan
rumah atau pendidikan keluarga menempati posisi pertama dibandingkan tempat
pendidikan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa rumah atau keluarga merupakan
tempat pendidikan yang paling utama bagi anak.
Pendidikan rumah adalah
asas bagi segala pendidikan sesudahnya. Asas pendidikan dalam rumah ialah
‘kasih sayang” dan “kecintaan”. Asas hidup dalam dunia pergaulan umum ialah
“keadilan” dan “kebenaran”. Sedangkan asas pendidikan sekolah ialah
kedua-duanya, yaitu “kasih sayang” dan “keadilan” atau “kecintaan” dan
“kebenaran” sebagai jembatan untuk menghubungkan kedua ruangan tersebut. Di
dalam rumah, orang tualah yang menjadi pendidik. Di sekolah, gurulah yang
mempunyai tanggung jawab pendidikan. Dalam dunia pergaulan, masing-masing diri
yang mengalamilah yang menjadi pendidik, yang mempunyai kewajiban mengatur diri
dan bertanggung jawab atas segala sesuatunya. Itulah pendidik yang paling
berkuasa dan yang paling penting (Fananie, 2011: xxiv).
Profil
Proses Pendidikan Sekolah di Masa Pandemi Covid-19
Tugas utama dari
pendidikan di sekolah memang untuk pengembangan dan penajaman intelek, namun
bukan berarti bahwa pendidikan di sekolah haruslah bersifat intelektualistik.
Meskipun pendidikan di sekolah terutama ditekankan untuk pengembangan intelek,
namun di dalam proses pengembangan itu selalu terselubung di dalam budi
pekerti. Apalagi di dalam dunia modern dewasa ini di mana kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat, manusia cenderung
melupakan nilai-nilai moral (Tilaar, 2015: 21).
Praktik
pembelajaran secara daring selama pandemi Covid-19 ini meninggalkan beberapa
persoalan. Dari mini survey yang dilakukan, Suhubdy (2020 : 142) menemukan bahwa sebanyak 62,2% peserta didik
mengalami kesulitan dalam pembelajaran secara daring. Dari survei tersebut juga
terjaring beberapa alasan ayang mendukung tentang opini “kesulitan” melakukan
pengajaran daring, di antaranya:
1) Sebanyak 36% responden
menyatakan jaringan internet yang tidak
memadai;
2) Sebanyak 23,4% responden
menyatakan tidak tersedianya secara khusus fasilitas yang memadai;
3) Sebanyak 19,8% responden
menyatakan kurangnya pengetahuan tentang perangkat lunak yang dapat digunakan;
4) Sebanyak 8,1% responden
menyatakan lingkungan tempat bekerja (WFH) kurang kondusif; dan
5) Sebanyak 6,3% responden
menyatakan infrastruktur teknis pengajaran tidak memadai (kurang tersedianya
gawai canggih seperti komputer, handphone,
dll).
Sementara
itu, Puspaningtyas & Dewi (2020) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa mayoritas
peserta didik mengalami kendala terkait sinyal selama pembelajaran daring.
Banyak peserta didik juga belum dapat menguasai aplikasi pembelajaran daring
dengan baik sehingga berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Selain itu, peserta
didik menyatakan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan guru dan lebih
menyukai berdiskusi secara tatap muka serta peserta didik mengalami kesulitan
dalam memahami materi apabila hanya bersumber dari buku.
Penelitian
lain yang dilakukan oleh Padli & Rusdi (2020) menyimpulkan bahwa perilaku peserta didik dalam
pembelajaran daring cukup baik karena alasan proses pembelajaran yang lebih fleksibel
dan tidak menyita banyak waktu. Namun peserta didik tetap lebih memilih belajar
di sekolah daripada pembelajaran jarak jauh secara daring karena alasan
terkendala fasilitas dan biaya serta kurangnya interaksi kelas.
Menghadapi
perubahan model pembelajaran selama pandemi Covid-19 tersebut, para orang tua
dituntut untuk siap mendukung program sekolah daring. Bentuk dukungan dan peran
aktif orang tua dalam mendukung kesuksesan proses belajar-mengajar anak-anaknya
di rumah adalah dengan mendampingi proses belajar anak. Salah satu kelemahan
dari pembelajaran daring menggunakan internet adalah sulitnya menyelenggarakan
pendidikan karakter. Di sinilah momentum orang tua untuk memaksimalkan
pendidikan karakter di rumah karena anak hampir sepanjang waktu berada di
rumah.
Mengembalikan
Fungsi Keluarga sebagai Tempat Pendidikan Pertama
Keluarga merupakan
lingkungan pertama bagi anak untuk bersosialisasi. Keluarga adalah sekolah
pertama bagi setiap anak. Peranan keluarga di dalam menjamin keberlanjutan
suatu keturunan tidak dapat diganti oleh lembaga lainnya. Setiap keluarga demi untuk
menjaga keberlanjutan keturunan, maka keluarga itu akan mendidik putra-putrinya
sebaik-baiknya dalam berbagai segi kehidupan. Dari lingkungan keluarga inilah
lahir peradaban kemanusiaan karena dari situlah akan lahir budi pekerti manusia
yang akan membina suatu hidup bersama, yaitu kebudayaan. Dengan demikian,
keluarga sebagai pusat pendidikan yang pertama dan utama tidak dapat digantikan
oleh lembaga pendidikan yang mana pun. Oleh sebab itu, anak-anak yang
kehilangan orang tuanya sejak muda ataupun anak-anak yatim piatu atau anak-anak
dalam keluarga yang pecah-belah akan mengalami kesulitan di dalam perkembangan
kepribadiannya (Tilaar, 2015: 19).
Kebijakan pemerintah mengalihkan
proses pendidikan dari pembelajaran tatap muka (interaksi secara langsung)
menjadi pembelajaran secara daring memang bukan pilihan yang terbaik, tapi
itulah pilihan yang paling mungkin dan aman untuk dilakukan. Pendidikan model
tatap muka yang masih menyisakan banyak persoalan terkait pendidikan karakter
anak didik semakin terpuruk dengan dialihkannya ke model pembelajaran daring.
Sekolah seakan semakin tak berdaya dalam menyelenggarakan pendidikan karakter
kepada anak didik karena teknologi internet sangat terbatas untuk memfasilitasi
penyelenggaraan pendidikan karakter yang memerlukan ketauladanan dan praktik
nyata. Di sinilah lembaga pendidikan sekolah memerlukan bantuan dan dukungan
dari lembaga pendidikan lain yang sering terlupakan, yaitu lembaga pendidikan
keluarga.
Rumah atau keluarga
adalah lembaga pendidikan pertama yang diikuti anak sejak lahir tetapi kemudian
banyak dilupakan setelah anak-anak masuk sekolah. Dengan adanya musibah pandemic Covid-19 ini, pendidikan
keluarga menemukan momentumnya kembali untuk eksis dan menunjukkan peranannya
dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan karakter di negeri ini yang dinilai
banyak orang belum maksimal hasilnya.
Alternatif
Program Pendidikan di dalam Keluarga
Untuk memaksimalkan
waktu kebersamaan di rumah, penulis menginisiasi beberapa program/kegiatan
untuk mendidik anak-anak tentang karakter. Karena hampir setiap hari anak-anak
berada di rumah, maka agar waktu kebersamaan bersama keluarga lebih bermakna,
maka anak-anak perlu diberikan program kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi
materi pelajaran dari sekolah yaitu pendidikan karakter. Beberapa program
kegiatan yang penulis lakukan bersama-sama anak-anak di rumah adalah :
1. Program sholat berjamaah. Penulis sekeluarga selalu sholat berjamaah untuk menanamkan kesadaran dan kebiasaan kepada anak agar selalu sholat berjamaah.
2. Program membaca buku. Program membaca
buku ini dilakukan di waktu sore hari bakda sholat Ashar. Waktunya sekitar
pukul 16.30 sampai masuk waktu Maghrib. Penulis, istri dan anak semua membaca
buku yang dipilih sendiri di ruang baca keluarga. Setiap minggu judul buku yang
dibaca diganti. Di akhir pekan penulis meminta anak dan istri untuk
menceritakan isi kandungan buku yang dibacanya. Metode ini penulis tempuh untuk
melatih anak dan keluarga memiliki waktu khusus untuk membaca buku secara rutin
setiap hari.
3. Menemani anak main bersama. Kegiatan ini
penulis lakukan dengan anak kedua yang masih balita. Aktivitas bermain bersama
anak ini bermanfaat untuk menjalin kedekatan antara ayah dan anak sejak kecil.
Juga sebagai sarana untuk menyalurkan kasih saya ayah ke putri kecilnya
sehingga anak memiliki memori kedekatan, kebersamaan dan kasih sayang dari
ayahnya.
4. Kajian agama Islam bakda sholat maghrib.
Program kajian agama ini penulis laksanakan secara rutin setiap hari bakda
sholat Maghrib. Setelah sholat Maghrib berjamaah, semua anggota keluarga
membaca Al-Qur’an. Setelah selesai membaca Al-Qur’an, penulis selaku kepala
keluarga memberikan ceramah agama. Program kajian bakda Maghrib ini penulis selenggarakan
untuk menambah pengetahuan tentang agama Islam pada istri dan anak. Di kegiatan
kajian inilah sering juga kami pergunakan untuk mendiskusikan tentang berbagai
hal, khususnya tentang kondisi keluarga dan juga monitoring proses belajar
anak.
5. Diskusi Keluarga. Program ini awalnya
penulis lakukan saat selesai makan malam bersama. Sambil tetap di meja makan,
penulis dan istri membahas berbagai hal tentang perkembangan anak dan
permasalahan lain. Karena sesuatu hal, akhirnya program diskusi keluarga ini
kami gabung dengan saat kajian bakda Maghrib.
6. Makan bersama keluarga. Aktivitas makan
bersama ini dilakukan untuk mendisiplinkan anak dan anggota keluarga makan
secara teratur dan terjadwal sehingga diharapkan anak memiliki pola makan yang
teratur sehingga kesehatan seluruh anggota keluarga tetap terjaga. Acara makan
bersama ini terkadang kami lakukan di rumah makan sebagai variasi suasana dan
sebaga sarana menjalin kedekatan dan kebersamaan anak dengan orang tua.
Program-program
pendidikan keluarga di atas tidak penulis putuskan sendiri, tetapi penulis
diskusikan dengan istri dan anak. Jadi program-program pendidikan keluarga
tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama seluruh anggota keluarga. Karena
merupakan kesepakatan bersama, maka semua anggota keluarga harus komitmen dan
konsisten mendukung pelaksanaan program pendidikan keluarga tersebut.
Penutup
Pendidikan
karakter merupakan bagian terpenting dalam proses pendidikan. Implementasi
pendidikan karakter memerlukan interaksi langsung antara guru dan siswa dan pemberian
contoh ketauladanan. Di masa pandemic Covid-19 dimana proses pembelajaran
dilakukan secara daring menggunakan internet, proses pendidikan karakter
mengalami hambatan karena tidak memungkinnya interaksi secara langsung di
kelas. Karena siswa selama berbulan-bulan belajar di rumah, maka proses
pendidikan keluarga yang merupakan tempat pendidikan pertama dalam sistem
pendidikan menemukan momentumnya. Dengan dilaksanakannya pendidikah karakter di
rumah yang dilakukan langsung oleh orang tua, maka interaksi antara siswa
(anak) dengan orang tuanya bisa lebih intens dan pemberian contoh ketauladanan
dapat langsung diamati oleh siswa. []
Daftar
Pustaka
Fananie, K. H.
R. Z. (2011). Pedoman Pendidikan Modern. Surakarta: Tinta Medina.
Karman, K.
(2018). Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Knight, G. R.
(2007). Filsafat Pendidikan [Translated from Issues and Alternatives in
Educational Philosophy by George R. Knight]. Yogyakarta: Gama Media.
Laska, J. A.
(1976). Schooling and Education: Basic Concepts dan Problems. New York:
Van Nostrand Company.
Majid, Abd.
(2014). Pendidikan berbasis ketuhanan: Membangun manusia berkarakter.
Bogor: Ghalia Indonesia.
Padli, F., &
Rusdi. (2020). Respon Siswa Dalam Pembelajaran Online Selama Pandemi. Social
Landscape Journal, 1(3), 1–7.
Presiden RI.
(2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Pemerintah Republik Indonesia. Retrieved from
https://pusdiklat.perpusnas.go.id/public/media/regulasi/2019/11/12/2019_11_12-03_49_06_9ab7e1fa524ba603bc2cdbeb7bff93c3.pdf
Puspaningtyas,
N. D., & Dewi, P. S. (2020). Persepsi Peserta Didik terhadap Pembelajaran
Berbasis Daring. Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif, 3(6),
703–712. doi: http://dx.doi.org/10.22460/infinity.v6i1.234
Suhubdy. (2020).
Penyiapan dan Pengemasan Materi Perkuliahan Daring di Masa Pandemi Covid-19:
Kendala, Tantangan, dan Solusi. In Potret Pendidikan Tinggi di Masa Covid-19
(1st ed., pp. 135–155). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Syahidin, H.
(2009). Menelusuri metode pendidikan dalam al-Quran. Bandung: Alfabeta.
Tilaar, H. A. R.
(2015). Pedagogik Teoritis untuk Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku
Kompas.
_______________________________________________
BIODATA
Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT. adalah
dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas
Maret dan pendidikan pascasarjana Master (M. Sc.) ditempuh di Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa
doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta
(UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan
penulis yang telah menerbitkan lebih dari 46 judul buku (baik buku solo maupun
buku antologi), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku
pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang
telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan
penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi
SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), dan Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap
Leader (UK) dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat
dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun
Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar