Powered By Blogger

Jumat, 05 Februari 2021

MENGHIDUPKAN KEMBALI PENDIDIKAN KELUARGA DI MASA PANDEMI COVID-19

 




Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro


 

Pendahuluan

Tahun 2020 merupakan tahun yang berbeda bagi semua orang di dunia ini. Di tahun 2020 banyak orang yang kaget mau melakukan apa karena rencana, resolusi, dan target yang dibuat di akhir tahun 2019 menjadi buyar dan hancur berkeping-keping karena munculnya pandemic Covid-19. Pandemic covid-19 telah mengubah kondisi dunia. Semua bidang kehidupan terkena dampaknya sehingga harus dilakukan penyesuaian. Tidak terkecuali bidang pendidikan yang harus melakukan inovasi dalam proses pendidikannya.

Bidang pendidikan yang subjek dan objek garapannya adalah manusia harus segera mengambil langkah strategis untuk menyelamatkan calon tunas-tunas bangsa dari kemungkinan terpapar virus Covid-19 yang belum ada obatnya. Maka kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI adalah memindahkan tempat pendidikan dari sekolah ke rumah. Proses pendidikan diubah dari tatap muka di kelas dialihkan ke moda daring (dalam jaringan) dengan menggunakan perangkat gadget (laptop atau handphone). Kebijakan tersebut bukan yang paling baik, tetapi terpaksa harus diambil oleh pemerintah karena tidak ada cara lain selain merumahkan para pelajar (siswa, mahasiswa) untuk mengurangi dan memutus rantai penyebaran virus Covid-19. Walaupun banyak yang belum siap menggunakan teknologi internet untuk proses pembelajaran, kebijakan tersebut tetap harus diambil pemerintah karena model pembelajaran daring adalah model yang paling minim terjadi kontak fisik antar siswa sehingga dapat menghindarkan siswa dari kemungkinan terpapar virus corona.

Pada umumnya, ketika berbicara tentang pendidikan di masa pandemic Covid-19 pasti dikaitkan dengan pembelajaran daring melalui internet. Banyak jurnal ilmiah tentang pendidikan di masa pandemic Covid-19 yang berisi hasil riset tentang penggunaan internet dalam pembelajaran. Seakan-akan pendidikan di masa pandemic Covid-19 hanya berkaitan dengan pembelajaran daring melalui internet. Fenomena ini terjadi karena kebanyakan orang ketika membicarakan pendidikan maka yang dimaksud adalah pendidikan di sekolah. Padahal tempat pendidikan tidak hanya di sekolah, ada tempat pendidikan lain yang sering dilupakan yaitu pendidikan di rumah (keluarga) dan lingkungan pergaulan.

Karena di masa pandemic Covid-19 ini penulis berstatus sebagai dosen tugas belajar sehingga dibebaskan dari tugas pengajaran, maka penulis tidak memiliki pengalaman mengajar di kelas selama masa pandemic Covid-19. Oleh karena itu, dalam artikel ini penulis tidak akan berbicara tentang pemanfaatan internet dalam pembelajaran daring, tetapi penulis akan membahas tentang implementasi pendidikan karakter berbasis pendidikan keluarga di masa pandemic Covid-19. Penulis akan menguraikan beberapa alternatif program pendidikan yang dapat diselenggarakan di rumah untuk mendukung pembelajaran sekolah.

Pengertian Pendidikan

            Istilah “pendidikan” dalam bahasa Inggris dikenal dengan “education” yang berasal dari kata to educate, berarti mengasuh dan mendidik. Arti “education” dalam Dictionary of Education adalah kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mengembangkan kemampuan-kemampuan, sikap-sikap, dan bentuk tingkah laku yang bernilai positif dalam masyarakat tempat ia hidup (Karman, 2018: 73).

            John A. Laska, (1976:6) mendefinisikan pendidikan sebagai, “Upaya sengaja yang dilakukan pelajar atau (yang disertai-ed.) orang lainnya untuk mengontrol (atau memandu, mengarahkan, mempengaruhi dan mengelola) situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar yang diinginkan”. Dari perspektif tersebut, George R. Knight (2007) menambahkan bahwa pendidikan (education) tidak terbatas pada sekolah (schooling), dan tidak juga terbatas pada kurikulum atau metodologi tradisional yang dilaksanakan di sekolah-sekolah. Pendidikan adalah suatu proses sepanjang hayat yang bisa mengambil tempat di lingkungan dan konteks yang tidak terbatas (Knight, 2007).

Pendidikan bukan sekadar transfer informasi tentang ilmu pengetahuan dari guru ke siswa, melainkan suatu proses pembentukan karakter. Ada tiga misi utama pendidikan, yaitu pewarisan pengetahuan (transfer of knowledge), pewarisan budaya (transfer of culture), dan pewarisan nilai (transfer of value). Sebab itu, pendidikan bisa dipahami sebagai suatu proses transformasi nilai-nilai dalam rangka pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya (Syahidin, 2009:2).

K.H.R. Zaenuddin Fananie (1934) alam bukunya Pedoman Pendidikan Modern menyatakan bahwa pendidikan tidak hanya melingkupi bidang pengajaran di sekolah-sekolah atau di rumah, tetapi juga meliputi segala yang dapat mempengaruhi kebaikan jiwa manusia sejak kecil hingga dewasa dan hingga menjadi orang tua. Itulah definisi pendidikan (Fananie, 2011:4). Definisi ini berdampak pada pemahaman bahwa pendidikan tidak hanya berkaitan dengan urusan duniawi tetapi juga berkaitan dengan perkembangan jiwa anak didik. Prof. Dr. Abd. Majid, MA (2014: xvii) dalam bukunya Pendidikan Berbasis Ketuhanan menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya berkenaan dengan masalah-masalah dunia saja, tetapi juga berkenaan dengan bagaimana kehidupan setelah di akhirat kelak.

Sedangkan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah “Usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pendendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan darinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (Presiden RI, 2003).  

Mengenal Tempat Pendidikan

Ki Hadjar Dewantara tahun 1935 mengemukakan pendapatnya mengenai Tripusat Pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan gerakan kepemudaan. Masing-masing pusat pendidikan tersebut mempunyai tujuannya yang khas, namun tetp berhubungan satu dengan yang lain (Tilaar, 2015).

Sementara itu, K.H. Zainuddin Fananie (1934) menyatakan bahwa tempat pendidikan terbagi menjadi tiga bagian penting, yaitu rumah, sekolah, dan di luar dari keduanya tersebut, yaitu lingkungan dalam pergaulan masyarakat umum (sosial) (Fananie, 2011: xxiv). Pendidikan rumah atau pendidikan keluarga menempati posisi pertama dibandingkan tempat pendidikan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa rumah atau keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling utama bagi anak.

Pendidikan rumah adalah asas bagi segala pendidikan sesudahnya. Asas pendidikan dalam rumah ialah ‘kasih sayang” dan “kecintaan”. Asas hidup dalam dunia pergaulan umum ialah “keadilan” dan “kebenaran”. Sedangkan asas pendidikan sekolah ialah kedua-duanya, yaitu “kasih sayang” dan “keadilan” atau “kecintaan” dan “kebenaran” sebagai jembatan untuk menghubungkan kedua ruangan tersebut. Di dalam rumah, orang tualah yang menjadi pendidik. Di sekolah, gurulah yang mempunyai tanggung jawab pendidikan. Dalam dunia pergaulan, masing-masing diri yang mengalamilah yang menjadi pendidik, yang mempunyai kewajiban mengatur diri dan bertanggung jawab atas segala sesuatunya. Itulah pendidik yang paling berkuasa dan yang paling penting (Fananie, 2011: xxiv).

Profil Proses Pendidikan Sekolah di Masa Pandemi Covid-19

Tugas utama dari pendidikan di sekolah memang untuk pengembangan dan penajaman intelek, namun bukan berarti bahwa pendidikan di sekolah haruslah bersifat intelektualistik. Meskipun pendidikan di sekolah terutama ditekankan untuk pengembangan intelek, namun di dalam proses pengembangan itu selalu terselubung di dalam budi pekerti. Apalagi di dalam dunia modern dewasa ini di mana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang dengan sangat pesat, manusia cenderung melupakan nilai-nilai moral (Tilaar, 2015: 21).

Praktik pembelajaran secara daring selama pandemi Covid-19 ini meninggalkan beberapa persoalan. Dari mini survey yang dilakukan, Suhubdy (2020 : 142) menemukan bahwa sebanyak 62,2% peserta didik mengalami kesulitan dalam pembelajaran secara daring. Dari survei tersebut juga terjaring beberapa alasan ayang mendukung tentang opini “kesulitan” melakukan pengajaran daring, di antaranya:

1)  Sebanyak  36% responden menyatakan jaringan internet yang tidak  memadai;

2) Sebanyak 23,4% responden menyatakan tidak tersedianya secara khusus fasilitas yang memadai;

3)  Sebanyak 19,8% responden menyatakan kurangnya pengetahuan tentang perangkat lunak yang dapat digunakan;

4) Sebanyak 8,1% responden menyatakan lingkungan tempat bekerja (WFH) kurang kondusif; dan

5)   Sebanyak 6,3% responden menyatakan infrastruktur teknis pengajaran tidak memadai (kurang tersedianya gawai canggih seperti komputer, handphone, dll). 

Sementara itu, Puspaningtyas & Dewi (2020) berdasarkan hasil penelitiannya menemukan bahwa mayoritas peserta didik mengalami kendala terkait sinyal selama pembelajaran daring. Banyak peserta didik juga belum dapat menguasai aplikasi pembelajaran daring dengan baik sehingga berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Selain itu, peserta didik menyatakan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan guru dan lebih menyukai berdiskusi secara tatap muka serta peserta didik mengalami kesulitan dalam memahami materi apabila hanya bersumber dari buku.

Penelitian lain yang dilakukan oleh  Padli & Rusdi (2020) menyimpulkan bahwa perilaku peserta didik dalam pembelajaran daring cukup baik karena alasan proses pembelajaran yang lebih fleksibel dan tidak menyita banyak waktu. Namun peserta didik tetap lebih memilih belajar di sekolah daripada pembelajaran jarak jauh secara daring karena alasan terkendala fasilitas dan biaya serta kurangnya interaksi kelas.

Menghadapi perubahan model pembelajaran selama pandemi Covid-19 tersebut, para orang tua dituntut untuk siap mendukung program sekolah daring. Bentuk dukungan dan peran aktif orang tua dalam mendukung kesuksesan proses belajar-mengajar anak-anaknya di rumah adalah dengan mendampingi proses belajar anak. Salah satu kelemahan dari pembelajaran daring menggunakan internet adalah sulitnya menyelenggarakan pendidikan karakter. Di sinilah momentum orang tua untuk memaksimalkan pendidikan karakter di rumah karena anak hampir sepanjang waktu berada di rumah. 

Mengembalikan Fungsi Keluarga sebagai Tempat Pendidikan Pertama

Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk bersosialisasi. Keluarga adalah sekolah pertama bagi setiap anak. Peranan keluarga di dalam menjamin keberlanjutan suatu keturunan tidak dapat diganti oleh lembaga lainnya. Setiap keluarga demi untuk menjaga keberlanjutan keturunan, maka keluarga itu akan mendidik putra-putrinya sebaik-baiknya dalam berbagai segi kehidupan. Dari lingkungan keluarga inilah lahir peradaban kemanusiaan karena dari situlah akan lahir budi pekerti manusia yang akan membina suatu hidup bersama, yaitu kebudayaan. Dengan demikian, keluarga sebagai pusat pendidikan yang pertama dan utama tidak dapat digantikan oleh lembaga pendidikan yang mana pun. Oleh sebab itu, anak-anak yang kehilangan orang tuanya sejak muda ataupun anak-anak yatim piatu atau anak-anak dalam keluarga yang pecah-belah akan mengalami kesulitan di dalam perkembangan kepribadiannya (Tilaar, 2015: 19).

Kebijakan pemerintah mengalihkan proses pendidikan dari pembelajaran tatap muka (interaksi secara langsung) menjadi pembelajaran secara daring memang bukan pilihan yang terbaik, tapi itulah pilihan yang paling mungkin dan aman untuk dilakukan. Pendidikan model tatap muka yang masih menyisakan banyak persoalan terkait pendidikan karakter anak didik semakin terpuruk dengan dialihkannya ke model pembelajaran daring. Sekolah seakan semakin tak berdaya dalam menyelenggarakan pendidikan karakter kepada anak didik karena teknologi internet sangat terbatas untuk memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan karakter yang memerlukan ketauladanan dan praktik nyata. Di sinilah lembaga pendidikan sekolah memerlukan bantuan dan dukungan dari lembaga pendidikan lain yang sering terlupakan, yaitu lembaga pendidikan keluarga.

Rumah atau keluarga adalah lembaga pendidikan pertama yang diikuti anak sejak lahir tetapi kemudian banyak dilupakan setelah anak-anak masuk sekolah. Dengan adanya  musibah pandemic Covid-19 ini, pendidikan keluarga menemukan momentumnya kembali untuk eksis dan menunjukkan peranannya dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan karakter di negeri ini yang dinilai banyak orang belum maksimal hasilnya.

Alternatif Program Pendidikan di dalam Keluarga

Untuk memaksimalkan waktu kebersamaan di rumah, penulis menginisiasi beberapa program/kegiatan untuk mendidik anak-anak tentang karakter. Karena hampir setiap hari anak-anak berada di rumah, maka agar waktu kebersamaan bersama keluarga lebih bermakna, maka anak-anak perlu diberikan program kegiatan yang bertujuan untuk melengkapi materi pelajaran dari sekolah yaitu pendidikan karakter. Beberapa program kegiatan yang penulis lakukan bersama-sama anak-anak di rumah adalah :

1. Program sholat berjamaah. Penulis sekeluarga selalu sholat berjamaah untuk menanamkan kesadaran dan kebiasaan kepada anak agar selalu sholat berjamaah. 

2.  Program membaca buku. Program membaca buku ini dilakukan di waktu sore hari bakda sholat Ashar. Waktunya sekitar pukul 16.30 sampai masuk waktu Maghrib. Penulis, istri dan anak semua membaca buku yang dipilih sendiri di ruang baca keluarga. Setiap minggu judul buku yang dibaca diganti. Di akhir pekan penulis meminta anak dan istri untuk menceritakan isi kandungan buku yang dibacanya. Metode ini penulis tempuh untuk melatih anak dan keluarga memiliki waktu khusus untuk membaca buku secara rutin setiap hari.

3.  Menemani anak main bersama. Kegiatan ini penulis lakukan dengan anak kedua yang masih balita. Aktivitas bermain bersama anak ini bermanfaat untuk menjalin kedekatan antara ayah dan anak sejak kecil. Juga sebagai sarana untuk menyalurkan kasih saya ayah ke putri kecilnya sehingga anak memiliki memori kedekatan, kebersamaan dan kasih sayang dari ayahnya.

4.   Kajian agama Islam bakda sholat maghrib. Program kajian agama ini penulis laksanakan secara rutin setiap hari bakda sholat Maghrib. Setelah sholat Maghrib berjamaah, semua anggota keluarga membaca Al-Qur’an. Setelah selesai membaca Al-Qur’an, penulis selaku kepala keluarga memberikan ceramah agama. Program kajian bakda Maghrib ini penulis selenggarakan untuk menambah pengetahuan tentang agama Islam pada istri dan anak. Di kegiatan kajian inilah sering juga kami pergunakan untuk mendiskusikan tentang berbagai hal, khususnya tentang kondisi keluarga dan juga monitoring proses belajar anak.

5.  Diskusi Keluarga. Program ini awalnya penulis lakukan saat selesai makan malam bersama. Sambil tetap di meja makan, penulis dan istri membahas berbagai hal tentang perkembangan anak dan permasalahan lain. Karena sesuatu hal, akhirnya program diskusi keluarga ini kami gabung dengan saat kajian bakda Maghrib.

6.  Makan bersama keluarga. Aktivitas makan bersama ini dilakukan untuk mendisiplinkan anak dan anggota keluarga makan secara teratur dan terjadwal sehingga diharapkan anak memiliki pola makan yang teratur sehingga kesehatan seluruh anggota keluarga tetap terjaga. Acara makan bersama ini terkadang kami lakukan di rumah makan sebagai variasi suasana dan sebaga sarana menjalin kedekatan dan kebersamaan anak dengan orang tua.

Program-program pendidikan keluarga di atas tidak penulis putuskan sendiri, tetapi penulis diskusikan dengan istri dan anak. Jadi program-program pendidikan keluarga tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama seluruh anggota keluarga. Karena merupakan kesepakatan bersama, maka semua anggota keluarga harus komitmen dan konsisten mendukung pelaksanaan program pendidikan keluarga tersebut.

Penutup

            Pendidikan karakter merupakan bagian terpenting dalam proses pendidikan. Implementasi pendidikan karakter memerlukan interaksi langsung antara guru dan siswa dan pemberian contoh ketauladanan. Di masa pandemic Covid-19 dimana proses pembelajaran dilakukan secara daring menggunakan internet, proses pendidikan karakter mengalami hambatan karena tidak memungkinnya interaksi secara langsung di kelas. Karena siswa selama berbulan-bulan belajar di rumah, maka proses pendidikan keluarga yang merupakan tempat pendidikan pertama dalam sistem pendidikan menemukan momentumnya. Dengan dilaksanakannya pendidikah karakter di rumah yang dilakukan langsung oleh orang tua, maka interaksi antara siswa (anak) dengan orang tuanya bisa lebih intens dan pemberian contoh ketauladanan dapat langsung diamati oleh siswa. []

 

Daftar Pustaka

Fananie, K. H. R. Z. (2011). Pedoman Pendidikan Modern. Surakarta: Tinta Medina.

Karman, K. (2018). Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Knight, G. R. (2007). Filsafat Pendidikan [Translated from Issues and Alternatives in Educational Philosophy by George R. Knight]. Yogyakarta: Gama Media.

Laska, J. A. (1976). Schooling and Education: Basic Concepts dan Problems. New York: Van Nostrand Company.

Majid, Abd. (2014). Pendidikan berbasis ketuhanan: Membangun manusia berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.

Padli, F., & Rusdi. (2020). Respon Siswa Dalam Pembelajaran Online Selama Pandemi. Social Landscape Journal, 1(3), 1–7.

Presiden RI. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pemerintah Republik Indonesia. Retrieved from https://pusdiklat.perpusnas.go.id/public/media/regulasi/2019/11/12/2019_11_12-03_49_06_9ab7e1fa524ba603bc2cdbeb7bff93c3.pdf

Puspaningtyas, N. D., & Dewi, P. S. (2020). Persepsi Peserta Didik terhadap Pembelajaran Berbasis Daring. Jurnal Pembelajaran Matematika Inovatif, 3(6), 703–712. doi: http://dx.doi.org/10.22460/infinity.v6i1.234

Suhubdy. (2020). Penyiapan dan Pengemasan Materi Perkuliahan Daring di Masa Pandemi Covid-19: Kendala, Tantangan, dan Solusi. In Potret Pendidikan Tinggi di Masa Covid-19 (1st ed., pp. 135–155). Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Syahidin, H. (2009). Menelusuri metode pendidikan dalam al-Quran. Bandung: Alfabeta.

Tilaar, H. A. R. (2015). Pedagogik Teoritis untuk Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

 

 

 

_______________________________________________

BIODATA

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana Master (M. Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 46 judul buku (baik buku solo maupun buku antologi), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 di Universitas Diponegoro Semarang (UNDIP), dan Trainer MindMap Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK) dan Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

 

 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer