Oleh :
Agung
Nugroho Catur Saputro
Dalam buku MindFul Life karya
Darmawan Aji dikisahkan bahwa pada suatu hari Socrates mengajukan sebuah
pertanyaan kepada murid-muridnya, “Apa yang menjadi hal terbaik bagi manusia?”
Socrates ingin mengajak murid-muridnya berdiskusi tentang tujuan akhir
kehidupan manusia. Salah satu muridnya, Aristippos dari Kyrene menjawab bahwa
yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kenikmatan. Argumentasi Aristippos
adalah bahwa manusia sejak kecilnya selalu mencari kenikmatan dan bila tidak
mendapatkannya, dia akan mencari sesuatu yang lain lagi. Dari sinilah kemudian
muncul filsafat hedonism yang diprakarsai oleh Aristippos. Istilah hedonisme
berasal dari kata hedone (bahasa
Yunani) yang berarti kenikmatan (pleasure).
Filsafat hedonisme menyatakan kita hanya termotivasi oleh dua hal : kenikmatan
dan kesengsaraan. Maka untuk mencapai hidup yang bahagia kita perlu mengejar kenikmatan dan
menghindari kesengsaraan[1].
Semua orang pasti mengharapkan kehidupan
yang bahagia. Tapi sayangnya tidak setiap orang mengetahui bagaimana cara
menjalani hidup yang bahagia dan ternyata juga tidak setiap orang mampu menemukan kebahagiaan dalam hidupnya. Karena tidak
mudahnya mendapatkan kebahagiaan, Hendrik Ibsen, seorang filosof bangsa
Norwegia (1828-1906) sampai berkeyakinan bahwa mencari bahagia itu hanya
menghabiskan umur saja, karena jalan untuk menempuhnya sangat tertutup, dan setiap
ikhtiar untuk melangkah ke sana senantiasa terbentur.[2]
Sebenarnya, apakah yang dimaksud
kebahagiaan itu? Mengapa tidak semua orang mampu menemukan kebahagiaan dalam
kehidupannya? Bagaimakah cara kita menjalani kehidupan di dunia ini agar
bahagia? Mark Nepo dalam buku The Book Awakening
: Having the Life You Want by Being Present to the Life You Have yang dalam
terbitan versi bahasa Indonesia berjudul Kitab
Kebahagiaan : Rahasia Hidup Tenteram
dan Bahagia Setiap Hari mengawali pembahasan bukunya dengan judul pertama “Kelahiran Manusia yang Berharga”. Melalui
tulisannya tersebut, Mark mengajak kita untuk menghargai setiap waktu yang kita
miliki. Mark ingin mengajak kita menyadari betapa berharganya hari-hari yang
kita jalani. Dia ingin menyadarkan kita tentang berharganya “menjadi manusia”.
Dengan menyadari betapa berharga dan bernilanya kita dan waktu yang kita
miliki, maka akan muncul rasa syukur[3].
Jiwa yang senantiasa bersyukur akan merasakan kebahagiaan. Maka, untuk
merasakan kebahagian hidup, bersyukurlah setiap waktu atas nikmat hari-hari yang
telah kita jalani. Menjaga kesehatan jasmani dan rohani menjadi faktor penting
yang harus mendapatkan perhatian bagi semua orang.
Kebahagiaan merupakan perasaan jiwa yang
sulit dikatakan. Perasaan bahagia itu begitu nyata tetapi sulit digambarkan.
Muhammad Iqbal, seorang tokoh pemikir muslim modern berpendapat bahwa
kebahagiaan yang agung akan diperoleh jika manusia telah mencapai taraf insan kamil, yaitu kesempurnaan proses
kehidupan di dalam ego (pribadi). Semakin sempurna kepribadian, maka semakin
sejati ego, dan semakin dekat pula kepada Tuhan.[4] Dr.
Didi Junaedi, MA dalam bukunya Tafsir Kebahagiaan, menjelaskan
langkah-langkah meraih kebahagiaan menurut al-Qur’an adalah dengan memahami
sumber-sumber kebahagiaan, penghalang kebahagiaan, serta langkah-langkah meraih
kebahagiaan. Adapun sumber-sumber kebahagiaan berupa relasi intrapersonal, yang
meliputi: sabar dan syukur, relasi interpersonal, yang meliputi: mencintai,
memberi, dan memaafkan, dan relasi spiritual, yaitu : tawakal. Sedangkan penghalang
kebahagiaan meliputi: disharmoni relasi intrapersonal, disharmoni relasi
interpersonal, dan disharmoni relasi spiritual. Langkah-langkah meraih kebahagiaan
meliputi : berdamai dengan diri sendiri, berdamai dengan sesama, dan mendekatkan
diri kepada Tuhan. [5]
Dalam kehidupan nyata sehari-hari, bagaimanakah
cara menciptakan kebahagiaan? Apakah kita perlu mencontoh pola kehidupan orang-orang
zaman dulu ataukah kita cukup menciptakan pola kehidupan kita sendiri yang
sesuai dengan keinginan kita dan sesuai dengan kondisi zaman sekarang? Nah, buku
yang sedang di hadapan pembaca ini yang berjudul Harmoni Kehidupan ini
akan memberikan gambaran bagaimana menciptakan kebahagiaan di zaman sekarang
yang berbasis dari pengalaman nyata
penulisnya. Penulis buku ini mencoba memotret gaya hidup kekinian yang
disarikan dari pemahamannya terhadap ajaran agama Islam yang bertujuan menuju
kebahagiaan. Kehidupan yang harmoni dan seimbang antara orientasi duniawi dan
orientasi ukhrawi menjadi titik sasaran buku ini. Di dalam buku ini penulis
juga menjelaskan pendapat, pandangan dan pemikirannya seputar isu-isu yang
masih populer atau sering diperbincangkan kaitannya dengan hukum agama Islam.
Buku ini sengaja penulis hadirkan ke
hadapan sahabat pembaca yang budiman khusus dalam rangka memperingati Hari Ulang
Tahun ke-3 bidadari kecil kami yang telah membawa keceriaan, kelucuan dan canda
tawa serta kebahagiaan di dalam kehidupan keluarga. Kehadirannya di dunia ini
yang telah penulis sekeluarga tunggu selama sepuluh tahun telah menorehkan
kesan khusus di hati penulis. Oleh karena itu, penulis sengaja mengawali isi
buku ini dengan bercerita tentang kisah perjuangan kami dalam menunggu
kehadirannya. Pada bab awal buku ini penulis menyajikan cerita kisah kelahiran
bidadari kecil kami dengan judul “Umur
dan Misteri Kehidupan”.
Untuk memudahkan pembaca dalam memahami
isi buku ini, maka buku ini disusun secara sistematis dan dibagi ke dalam enam
bagian. Bagian pertama membahas tentang mensyukuri nikmat waktu dan umur.
Bagian pertama ini terdiri atas empat judul tulisan. Bagian kedua membahas tentang
membuka pintu rezeki. Pada bagian kedua ini penulis memaparkan enam judul
tulisan. Bagian ketiga membahas tentang menggapai hidup bahagia. Di bagian ini
penulis mencoba memberikan gambaran-gambaran kehidupan yang bahagia dalam
bentuk tujuh judul tulisan. Bagian keempat membahas tentang bagaimana
menghadirkan kebahagiaan di rumah. Di sini penulis menjelaskan enam judul
tulisan. Bagian kelima membahas tentang kenikmatan hidup yang seimbang. Bagian kelima ini berisi tujuh
judul tulisan. Dan bagian keenam membahas tentang bagaimana
menjadi seorang pembelajar kehidupan. Di bagian terakhir dari buku ini penulis
berusaha memberikan gambaran tentang bagaimana seharusnya seorang muslim itu
menjalani kehidupannya. Juga tentang bagaimana seharusnya seorang muslim itu
menjadi seorang pembelajar kehidupan yang ideal.
Penulis berharap semoga buku ini dapat
memberikan inspirasi bagi para pembaca tentang alternatif-alternatif menjalani
kehidupan yang seimbang sehingga memperoleh kebahagian adalah sebuah
keniscayaan. Kebahagiaan bukanlah bergantung pada apa yang kita miliki, tetapi
bergantung pada bagaimana kita memaknai kehidupan ini. Kebahagiaan bukan datang
dengan sendirinya, tetapi kebahagiaan harus kita ciptakan dalam kehidupan kita.
Hidup seimbang dan bahagia adalah dambaan semua orang.
Akhirnya, penulis berharap semoga karya
tulis sederhana ini bermanfaat dan menjadi catatan keabadian penulis serta
menjadi amal jariyah penulis kelak di yaumil
akhir. Hanya kepada Allah lah semata penulis berserah diri dan mengharap keridhaan-Nya.
Amin. []
Gumpang Baru, 03 November 2020
____________________________________
*) Penulis adalah
staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret
(UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran
MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku tersertifikasi BNSP, Penulis
dan pegiat literasi yang telah menerbitkan 30 judul buku, Konsultan penerbitan
buku pelajaran Kimia dan IPA, dan Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2.
Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email :
anc_saputro@yahoo.co.id.
[1]
Darmawan Aji, MindFul Life (Surakarta
: Metagraf, 2019), 20
[2]
Hamka, Tasawuf Modern (Jakarta :
Republika, 2020), 20.
[3]
Mark Nepo, Kitab Kebahagiaan : Rahasia Hidup Tenteram dan Bahagia Setiap
hari. Terjemahan dari The Book
Awakening : Having the Life You Want by Being Present to the Life You Have (Jakarta,
Gramedia, 2015),1.
[4]
Muhammad Iqbal, The Reconstruction of
Religion Thought in Islam (New Delhi : Kitab Bhavan, 1981), 11-12.
[5] Didi Junaedi, Tafsir Kebahagiaan (Brebes : Rahmadina Publishing, 2019), 261.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar