HARMONISASI SAINS DAN AGAMA DALAM PARADIGMA PENDIDIKAN
KARAKTER
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
A.
Pendahuluan
Keberadaan
agama di dunia ini mungkin setua usia peradaban manusia. Agama mungkin ada
sejak ada manusia di muka bumi ini. Menurut worldpopulationreview.com, ada
sekitar 4.000 - 4.300 agama di dunia ini. Sekitar 85% dari orang-orang di Bumi mempunyai
agama, sementara sisanya tidak beragama (Joan, 2022). Agama yang paling banyak penganutnya adalah
Kristen, dengan diikuti oleh sekitar 2,38 miliar orang di seluruh dunia. Nomor
dua adalah agama Islam, yang dianut oleh lebih dari 1,91 miliar orang. Namun,
peneliti populasi memperkirakan bahwa Islam akan hampir menyusul Kristen pada
tahun 2050. Di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri
(Kemendagri) per Desember 2021, Islam menjadi agama dengan pemeluk terbanyak,
dengan jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai 237,53 juta jiwa atau 86,9%
dari populasi penduduk Indonesia (Zulfikar, 2022).
Agama ada untuk tujuan mengatur
kehidupan manusia agar teratur, tertib, rukun, damai, dan beradab. Agama bagi
manusia sebagai pedoman, petunjuk, kepercayaan, dan keyakinan bagi pemeluknya
untuk hidup sesuai dengan fitrah manusia yang dibawa sejak lahir (Maksudin, 2013). Ajaran-ajaran kebaikan dalam agama
diperuntukkan sebagai panduan bagi manusia untuk menjalani kehidupan dengan
baik. Keberadaan agama masih dibutuhkan selama umat manusia masih mengharapkan tatanan
kehidupan yang tertib, damai, dan beradab. Walaupun ada sebagian orang yang berpandangan
bahwa agama sudah tidak diperlukan lagi, sudah kadaluwarsa, sudah tidak relevan
dengan kehidupan manusia yang serba modern, dan lain sebagainya, tetapi faktanya jumlah penganut agama di dunia
terus mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan bahwa agama yang
merepresentasikan spiritualitas masih dibutuhkan manusia zaman modern ini.
Meskipun paham materalisme begitu gencarnya mempengaruhi manusia zaman
sekarang, tetapi ternyata ketenangan jiwa (rohani) masih banyak dicari orang. Dan
ketenangan jiwa tersebut dapat diperoleh melalui aktivitas menjalankan
ritual-ritual ibadah sesuai ajaran agama.
B.
Pengertian Agama
Agama
merupakan sesuatu yang mudah dipahami penganutnya tetapi sulit didefinisikan
secara ilmiah. Pakar tafsir Al-Quran kebanggan bangsa Indonesia Prof. Dr. M.
Quraish Shihab (1992), menyatakan bahwa agama adalah satu kata yang
sangat mudah diucapkan dan mudah juga untuk menjelaskan maksudnya (khususnya
bagi orang awam), tetapi sangat sulit memberikan batasan (definisi) yang
tepat--lebih-lebih bagi para pakar. Hal ini disebabkan, antara lain, dalam
menjelaskan sesuatu secara ilmiah (dalam arti mendefinisikannya), mengharuskan
adanya rumusan yang mampu menghimpun semua unsur yang didefinisikan dan
sekaligus mengeluarkan segala yang tidak termasuk unsurnya. Kemudahan yang
dialami oleh orang awam disebabkan oleh cara mereka dalam merasakan agama dan perasaan
itulah yang mereka lukiskan.
Banyak
ahli yang mencoba membuat definisi tentang agama, tetapi mereka belum
memperoleh sebuah definisi yang dapat mengakomodir semua komponen dalam agama
dan definisi tersebut menjangkau semua jenis agama di dunia ini. John Locke
(1632-1704) menyimpulkan bahwa “Agama bersifat khusus, sangat pribadi,
sumbernya adalah jiwaku dan mustahil bagi orang lain memberi petunjuk kepadaku
jika jiwaku tidak memberitahu kepadaku.” Mahmud Syaltut menyatakan bahwa, ”Agama
adalah ketetapan-ketetapan ilahi yang diwahyukan kepada Nabi-Nya untuk menjadi
pedoman hidup manusia.” Syaikh Muhammad Abdullah Badran (Guru Besar Al-Azar)
menggambarkan “hubungan antara dua pihak di mana yang pertama memiliki
kedudukan lebih tinggi dari pada yang kedua.” Sedangkan Prof. Dr. M. Quraish
Shihab sendiri mendefinisikan agama sebagai “Hubungan antara makhluk dan
khaliknya.” Hubungan ini mewujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah
yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.” (Shihab, 1992).
Setiap
agama meyakini adanya Supreme Being
(yang Mahakuasa) yang menciptakan alam semesta yang disebut Tuhan, dan ada pula
yang menyebutnya Dewa. Ada agama yang meyakini banyak Tuhan (politeisme) dan ada agama yang menyakini
satu Tuhan (monoteisme). Sejarawan Yunani kuno, Herodotus (484-425
SM), dalam perjalanannya ke Mesir mencoba menjelaskan bahwa dewa Amon dan Horus
yang dianut masyarakat Mesir hampir sama dengan dewa Zeus dan Apollo yang
diyakini oleh masyarakat Yunani. Euhemesus (330-260 SM) mengatakan bahwa
dewa-dewa yang ada dalam ‘sejarah” pada awalnya adalah orang-orang penting dan
terkenal yang kemudian disembah oleh pengikutnya setelah orang tersebut
meninggal (Pals, 1996).
C.
Urgensi Harmonisasi Agama dan Sains
Dalam
menjalani kehidupan di dunia, manusia tidak cukup hanya beragama saja,
melainkan mereka juga harus menguasai ilmu keduniawian yaitu sains sebagai
bekal untuk mengelola alam. Menurut Ibnu Khaldun dalam Maksudin (2013), sains adalah sejumlah ilmu yang dikembangkan
hampir sepenuhnya berdasarkan akal dan pengalaman dunia empiris. Sedangkan
Nidhal Guessoum (2020) mendefinisikan sains sebagai sekumpulan
pengetahuan mengenai dunia yang bermetode, ketat, empiris (didasari pengamatan
dan percobaan), dan objektif (tidak bergantung kepada siapa yang melakukan
percobaan, pengamatan, perhitungan, atau simulasi).
Agama
dan sains bagi manusia merupakan kebutuhan asasi. Artinya, kedua hal ini
merupakan kebutuhan pokok bagi hidup dan sistem kehidupan manusia (Maksudin, 2013). Basis terbentuknya agama dan sains memang
berbeda. Agama terbentuk berdasarkan wahyu Tuhan atau pemikiran orang-orang
suci, sedangkan sains dibentuk dari hasil berpikir rasional terhadap data
empiris berdasarkan hasil observasi maupun eksperimen. Agama berkaitan dengan
hal-hal spiritual (rohani) sedangkan sains berkaitan dengan pemikiran rasional
dan empiris. Jadi agama dan sains memang memiliki perbedaan yang sangat
mendasar yang menjadi faktor pembeda di antara keduanya. Jika hanya mendasarkan
kepada faktor pembentuknya saja, maka agama dan sains selamanya tidak akan
pernah bertemu. Tetapi jika dikaitkan dengan tujuan mengapa ada agama dan
mengapa ada sains, maka akan ditemukan sebuah titik temu yang mungkin mampu
mempersatukan agama dan sains dalam satu tujuan yang mulia, yaitu membangun
peradaban manusia yang maju dan beradab.
Agama
dan sains merupakan dua bidang ilmu yang sama-sama berasal dari Tuhan. Prinsip
inilah yang harus dipegang oleh setiap orang yang beragama. Menurut pandangan Maksudin (2013), hubungan agama dan sains ibarat dua sisi
mata uang yang tidak bisa berdiri sendiri dan tidak bisa dipisah-pisahkan. Di
samping itu, jika dikaji menurut fitrah manusia, agama dan sains keduanya pada
hakikatnya sama-sama berasal dari Tuhan. Agama sebagai dasar-dasar petunjuk
Tuhan untuk dipatuhi dan diamalkan dalam hidup dan sistem kehidupan manusia,
sedangkan sains diperolehnya melalui abilitas dan kapasitas atau potensi
manusia yang dibawanya sejak lahir.
D.
Pendidikan Karakter: Ikhtiar
Mengharmonisasikan Agama dan Sains
Berbagai
persoalan yang menyelimuti kehidupan manusia di dunia seperti tindak
kriminalitas, perbuatan tidak bermoral dan beretika, penyimpangan seksual, dan
lain sebagainya, jika ditelusur secara mendalam, ternyata faktor penyebab
intinya adalah lebih mengarah pada “kering rohaniah” dalam diri manusia. Oleh
karena itu, agama dan sains sebagai kebutuhan asasi manusia harus
diintegrasikan, dipadukan, dan disinergikan secara utuh. Di era globalisasi
yang sarat dengan kemudahan fasilitas dan perilaku materalistik ini, perlu
upaya bagaimana mengintegrasikan agama dan sains bagi umat manusia sehingga
terwujud hubungan sinergis, sistematis, dan fungsional bagi keduanya. Agama
tidak menjadikan pemeluknya menjauhi sains, dan demikian juga sains bagi
saintis tidak meninggalkan agama, akan tetapi agamawan dan ilmuwan saintis
saling memperkuat, memperkokoh, dan saling mengisi kekuranga dan kelemahan
sehingga yang ada saling “fastabiqul
khairat” (berlomba-lomba dalam kebaikan). Agama dan sains dimiliki bagi
setiap diri manusia secara utuh, berintegrasi, menyatu padu, sehingga
benar-benar menjadi manusia yang memiliki kecerdasan intelektual, emosional,
spiritual, dan kecerdasan keberagamaannya, atau disebut menjadi manusia saleh
individual sekaligus saleh sosial (Maksudin, 2013).
Ikhtiar
mengintegrasikan agama dan sains merupakan keniscayaan. Pengintegrasian agama
dan sains jika dimaksudkan untuk menyatukannya menjadi satu bidang ilmu baru,
maka kemungkinan akan sulit dilakukan. Mengapa? Karena agama dan sains
masing-masing memiliki karakteristik tersendiri. Agama bersifat
spiritualis-teologis sedangkan sains bersifat rasionalis-empiris. Agama
bersumber dari wahyu sedangkan sains bersumber pengamatan dan eksperimen. Agama
mencakup hal-hal transenden sedangkan sains hanya mencakup hal-hal fisik. Dalam
konteks agama Islam, Prof. Nidhal (Guessoum, 2020) memberikan petunjuk dalam ikhtiar
mengintegrasikan agama dan sains, yaitu bahwa Al-Qur’an seharusnya tidak
dijadikan sebagai rujukan untuk menguji teori atau hasil sains. Al-Qur’an
adalah buku panduan rohani, moral, dan sosial. Al-Qur’an mengajak manusia
meneliti dunia dan memasukkan pengetahuan yang didapat dalam pandangan dunia
teistik. Namun, Al-Qur’an tidak menyatakan diri menyajikan penjabaran, apalagi
penjelasan cara kerja dunia.
Menurut
pandangan penulis, pengintegrasian agama dan sains dapat dijalankan melalui
dunia pendidikan. Dalam konteks pendidikan, keterpaduan agama dan sains dapat
diarahkan kepada pembentukan karakter. Pembelajaran sains memungkinkan untuk
didisain secara terintegrasi dengan nilai-nilai religius sehingga pembelajaran
sains berbasis nilai-nilai spiritual. Disain pembelajaran sains berbasis
spiritual diharapkan dapat menanamkan karakter religius ke peserta didik dalam
pembelajaran sains. Strategi untuk mengintegrasikan nilai-nilai religius dalam
pembelajaran sains dapat dilakukan dengan mengadopsi metode pendidikan Qurani (Saputro, 2020). Dalam proses pendidikan di sekolah, peserta
didik harus diberikan pemahaman bahwa belajar itu tidak hanya
berhubungan dengan masalah-masalah dunia saja, tetapi juga berkaitan dengan
bagaimana kehidupan setelah meninggal nanti. Oleh karena itu, peserta didik
juga perlu mendapatkan pelajaran tentang agama agar mereka memiliki pandangan
yang seimbang antara kehidupan di dunia dan di akhirat (Majid, 2014).
E.
Simpulan
Berdasarkan
uraian pemikiran di atas, maka dapat disimpulkan bahwa agama dan sains dapat
diintegrasikan untuk tujuan pembentukan karakter. Karakter ilmiah-religius
dapat dibentuk melalui pembelajaran sains terintegrasi agama. Pembentukan
karakter dalam pembelajaran sains yang terintegrasi nilai-nilai karakter
religius dapat mengadopsi metode-metode pendidikan Qurani yang telah
dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Proses pembelajaran sains terintegrasi
karakter religius akan menghasilkan peserta didik yang memiliki karakteristik unggul
dalam penguasaan sains tetapi memiliki kerendahan hati (tawadhu’) dan
kelembutan hati dalam bersikap dan berperilaku. []
Daftar Bacaan
Guessoum, N. (2020). Memahami sains
modern: Bimbingan untuk kaum muda muslim [The young muslim’s guide to modern
science]. Jakarta: Qaf Media Kreativa.
Joan, I. H. P. (2022, September 5). 10 Agama Terbesar di Dunia, Islam Urutan Segini. Retrieved May 10, 2023, from https://mediaindonesia.com/humaniora/520289/10-agama-terbesar-di-dunia-islam-urutan-segini
Majid, Abd. (2014). Pendidikan berbasis ketuhanan: Membangun manusia berkarakter. Bogor: Ghalia Indonesia.
Maksudin. (2013). Paradigma agama dan sains nondikotomik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pals, D. L. (1996). Seven Theories of Religion. New York: Oxford University Press.
Saputro, A. N. C. (2020). Menggagas Pendidikan Berbasis Nilai. Sukabumi: Haura Utama.
Shihab, M. Q. (1992). Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Penerbit MIZAN.
Zulfikar, F. (2022, September 4). Daftar Urutan Agama Terbanyak di Dunia, Islam Nomor Berapa? Retrieved May 11, 2023, from Detikedu website: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6271846/daftar-urutan-agama-terbanyak-di-dunia-islam-nomor-berapa
___________________________________
*Agung Nugroho Catur Saputro,
Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis
buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia,
2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta:
KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar