Powered By Blogger

Kamis, 08 Juni 2023

KESADARAN DIRI


KESADARAN DIRI

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 


 

Dua minggu yang lalu saya baru saja menjalani tindakan operasi yang ketiga untuk pengangkatan batu ginjal. Saya menderita sakit batu ginjal sudah sekitar dua bulan lebih dan menjalani proses pengobatan secara intensif dengan dokter spesialis urologi. Saya sudah menjalani tiga kali tindakan operasi pengangkatan batu ginjal dengan metode yang berbeda-beda. Semua tindakan operasi yang berbeda-beda tersebut dilakukan dokter karena batu ginjal saya posisinya agak masuk ke dalam ginjal sehingga cukup sulit untuk mengambilnya dengan satu kali tindakan operasi.

 

Selain operasi pengambilan batu ginjal, ketika operasi yang pertama dokter juga memasang DJ Stent (selang) di dalam ginjal saya yang menghubungkan antara ginjal dan kandung kemih untuk membantu melancarkan aliran urine dari ginjal ke kandung kemih. Langkah ini diambil dokter dikarenakan terjadi pembengkakan saluran ginjal akibat adanya batu yang menyumbat sehingga dikawatirkan akan mengganggu aliran urine ke kandung kemih. Jika sampai terjadi penyumbatan aliran urine dari ginjal ke kandung kemih, maka bisa mengakibatkan dampak yang lebih serius yaitu terjadinya gagal ginjal. Oleh karena itulah, maka dokter mengambil langkah memasang DJ Stent di ginjal kanan saya.

 

Sejak menderita sakit batu ginjal dimana setiap hari saya merasakan rasa nyeri akibat adanya batu di ginjal kanan, saya melakukan perenungan diri secara mendalam. Hasil dari proses penerungan diri tersebut, saya sampai pada sebuah kesadaran diri bahwa betapa lemahnya tubuh saya ini, betapa lemahnya makhluk Tuhan yang bernama manusia ini, betapa tidak berdayanya manusia melawan batu kecil seukuran sebutir biji jagung. Hanya gara-gara ada gumpalan kristal batu kecil seukuran biji jagung di dalam ginjal, tubuh saya sudah merasakan keluhan rasa sakit yang menyiksa.

 

Selama dua bulan lebih, setiap hari saya merasakan rasa sakit dan tubuh tidak kuasa menahannya. Ternyata di balik tubuh yang tampak gagah ini tersimpan kelemahan yang nyata. Baru ada kristal batu kecil (kerikil) di dalam ginjal, saya sudah menyerah tidak berdaya menghadapinya. Lantas, dimana kekuatan yang selama ini saya bangga-banggakan? Dimana kesombongan diri yang selama ini bersemayam di tubuh ini?

 

Dua hari pasca menjalani operasi pengangkatan batu ginjal yang ketiga, tiba-tiba badan saya mengalami demam tinggi. Mungkin di dalam tubuh saya terjadi peradangan akibat infeksi luka pasca operasi pengangkatan batu ginjal. Dalam waktu yang singkat, tubuh saya yang tadinya merasa sehat bugar tiba-tiba menjadi sangat lemah sekali. Hanya terkena hembusan angin dari kipas angin saja, tubuh saya langsung merasakan hawa dingin yang amat sangat yang terasa seperti sampai menusuk ke tulang. Untuk menyentuh air juga seketika tidak berani karena air menjadi terasa sangat dingin sekali.

 

Ketika mengalam demam tinggi tersebut, tubuh saya menggigil hebat sampai gigi berbunyi gemerutuk karena beratnya menahan hawa dingin yang menjalar ke seluruh tubuh. Kepala menjadi pusing sekali dan terasa sangat berat untuk sekadar duduk maupun berdiri. Perut menjadi terasa mual dan lidah menjadi berasa pahit. Aneh sekali, tubuh yang tadinya sehat  dan baik-baik saja tetapi dalam hitungan detik bisa berubah total menjadi sangat lemah sekali. Saya merenung, betapa lemahnya diri ini, betapa lemahnya tubuh yang saya bangga-banggakan ini, betapa tidak berdayanya saya menghadapi rasa sakit.

 

Saat merasakan demam tinggi tersebut yang disertai rasa yang serba tidak mengenakan di sekujur tubuh, saya merasakan betul betapa tidak berdayanya saya. Tubuh saya bagaikan sudah tidak memiliki lagi sedikitpun kekuatan untuk sekadar melawan semua rasa yang tidak enak tersebut. Saya benar-benar hanya bisa pasrah dan sudah tidak mampu lagi memberikan perlawanan untuk sekadar mengurangi semua rasa sakit tersebut.

 

Pada kondisi dan situasi yang kritis tersebut, muncul perasaan pasrah sepasrah-pasrahnya kepada sang pemilik tubuh, yakni Allah Swt. Hanya kepada-Nya lah saya menggantungkan harapan untuk kembali sehat. Karena tubuh ini milik-Nya, maka saya memasrahkan tubuh yang diamanahkan ke saya ini kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah segala doa dan harapan saya panjatkan. Tiada daya dan upaya yang bisa saya lakukan lagi selainkan mengembalikan semuanya kepada-Nya.

 

Dalam proses perenungan tersebut, saya menyadari betul bahwa manusia itu tidak pantas menyimpan rasa sombong sedikitpun dalam dirinya. Kesombongan sekecil apapun yang dimiliki manusia, jika Allah Swt sudah berkehendak, maka seketika itu juga hancur luluh sifat sombong tersebut. Tidak ada ruang sekecil apapun di dalam hati manusia untuk bersemayamnya rasa sombong.

 

Ternyata, manusia memang sama sekali tidak pantas memiliki rasa sombong sedikitpun karena sebenarnya memang tidak ada yang bisa untuk disombongkan. Kesombongan itu hanya milik Allah Swt semata karena DIA lah yang berhak memiliki kesombongan tersebut. Manusia hanyalah makhluk yang penuh kelemahan. Janganlah sedikit nikmat keunggulan dan kekuatan yang dititipkan  Allah Swt kepada diri kita lantas membutakan hati dan pikiran kita sehingga akhirnya memiliki  sifat sombong. Na’udzubillah min dzalik. []

 

Gumpang Baru, 09 Juni 2023


 __________________________________

*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya.

 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer