KESADARAN DIRI
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Dua minggu yang lalu saya baru saja
menjalani tindakan operasi yang ketiga untuk pengangkatan batu ginjal. Saya
menderita sakit batu ginjal sudah sekitar dua bulan lebih dan menjalani proses
pengobatan secara intensif dengan dokter spesialis urologi. Saya sudah
menjalani tiga kali tindakan operasi pengangkatan batu ginjal dengan metode
yang berbeda-beda. Semua tindakan operasi yang berbeda-beda tersebut dilakukan
dokter karena batu ginjal saya posisinya agak masuk ke dalam ginjal sehingga
cukup sulit untuk mengambilnya dengan satu kali tindakan operasi.
Selain operasi pengambilan batu ginjal, ketika
operasi yang pertama dokter juga memasang DJ Stent (selang) di dalam ginjal
saya yang menghubungkan antara ginjal dan kandung kemih untuk membantu
melancarkan aliran urine dari ginjal ke kandung kemih. Langkah ini diambil
dokter dikarenakan terjadi pembengkakan saluran ginjal akibat adanya batu yang
menyumbat sehingga dikawatirkan akan mengganggu aliran urine ke kandung kemih. Jika
sampai terjadi penyumbatan aliran urine dari ginjal ke kandung kemih, maka bisa
mengakibatkan dampak yang lebih serius yaitu terjadinya gagal ginjal. Oleh
karena itulah, maka dokter mengambil langkah memasang DJ Stent di ginjal kanan
saya.
Sejak menderita sakit batu ginjal dimana
setiap hari saya merasakan rasa nyeri akibat adanya batu di ginjal kanan, saya
melakukan perenungan diri secara mendalam. Hasil dari proses penerungan diri
tersebut, saya sampai pada sebuah kesadaran diri bahwa betapa lemahnya tubuh saya
ini, betapa lemahnya makhluk Tuhan yang bernama manusia ini, betapa tidak
berdayanya manusia melawan batu kecil seukuran sebutir biji jagung. Hanya gara-gara
ada gumpalan kristal batu kecil seukuran biji jagung di dalam ginjal, tubuh saya
sudah merasakan keluhan rasa sakit yang menyiksa.
Selama dua bulan lebih, setiap hari saya
merasakan rasa sakit dan tubuh tidak kuasa menahannya. Ternyata di balik tubuh
yang tampak gagah ini tersimpan kelemahan yang nyata. Baru ada kristal batu
kecil (kerikil) di dalam ginjal, saya sudah menyerah tidak berdaya
menghadapinya. Lantas, dimana kekuatan yang selama ini saya bangga-banggakan?
Dimana kesombongan diri yang selama ini bersemayam di tubuh ini?
Dua hari pasca menjalani operasi
pengangkatan batu ginjal yang ketiga, tiba-tiba badan saya mengalami demam
tinggi. Mungkin di dalam tubuh saya terjadi peradangan akibat infeksi luka
pasca operasi pengangkatan batu ginjal. Dalam waktu yang singkat, tubuh saya yang
tadinya merasa sehat bugar tiba-tiba menjadi sangat lemah sekali. Hanya terkena
hembusan angin dari kipas angin saja, tubuh saya langsung merasakan hawa dingin
yang amat sangat yang terasa seperti sampai menusuk ke tulang. Untuk menyentuh
air juga seketika tidak berani karena air menjadi terasa sangat dingin sekali.
Ketika mengalam demam tinggi tersebut, tubuh
saya menggigil hebat sampai gigi berbunyi gemerutuk karena beratnya menahan
hawa dingin yang menjalar ke seluruh tubuh. Kepala menjadi pusing sekali dan
terasa sangat berat untuk sekadar duduk maupun berdiri. Perut menjadi terasa
mual dan lidah menjadi berasa pahit. Aneh sekali, tubuh yang tadinya sehat dan baik-baik saja tetapi dalam hitungan
detik bisa berubah total menjadi sangat lemah sekali. Saya merenung, betapa
lemahnya diri ini, betapa lemahnya tubuh yang saya bangga-banggakan ini, betapa
tidak berdayanya saya menghadapi rasa sakit.
Saat merasakan demam tinggi tersebut
yang disertai rasa yang serba tidak mengenakan di sekujur tubuh, saya merasakan
betul betapa tidak berdayanya saya. Tubuh saya bagaikan sudah tidak memiliki
lagi sedikitpun kekuatan untuk sekadar melawan semua rasa yang tidak enak
tersebut. Saya benar-benar hanya bisa pasrah dan sudah tidak mampu lagi
memberikan perlawanan untuk sekadar mengurangi semua rasa sakit tersebut.
Pada kondisi dan situasi yang kritis
tersebut, muncul perasaan pasrah sepasrah-pasrahnya kepada sang pemilik tubuh,
yakni Allah Swt. Hanya kepada-Nya lah saya menggantungkan harapan untuk kembali
sehat. Karena tubuh ini milik-Nya, maka saya memasrahkan tubuh yang diamanahkan
ke saya ini kepada-Nya. Hanya kepada-Nya lah segala doa dan harapan saya
panjatkan. Tiada daya dan upaya yang bisa saya lakukan lagi selainkan
mengembalikan semuanya kepada-Nya.
Dalam proses perenungan tersebut, saya
menyadari betul bahwa manusia itu tidak pantas menyimpan rasa sombong
sedikitpun dalam dirinya. Kesombongan sekecil apapun yang dimiliki manusia,
jika Allah Swt sudah berkehendak, maka seketika itu juga hancur luluh sifat
sombong tersebut. Tidak ada ruang sekecil apapun di dalam hati manusia untuk
bersemayamnya rasa sombong.
Ternyata, manusia memang sama sekali
tidak pantas memiliki rasa sombong sedikitpun karena sebenarnya memang tidak
ada yang bisa untuk disombongkan. Kesombongan itu hanya milik Allah Swt semata karena
DIA lah yang berhak memiliki kesombongan tersebut. Manusia hanyalah makhluk
yang penuh kelemahan. Janganlah sedikit nikmat keunggulan dan kekuatan yang dititipkan Allah Swt kepada diri kita lantas membutakan
hati dan pikiran kita sehingga akhirnya memiliki sifat sombong. Na’udzubillah min dzalik. []
Gumpang Baru, 09 Juni 2023
__________________________________
*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di
Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis
buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia,
2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta:
KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar