CINTA ORANG TUA, CINTA ANAK
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Dari Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah
Saw. bersabda: ”Apabila anak keturunan Adam itu meninggal, maka terputuslah semua
amalnya, kecuali (amal) dari tiga ini: sedekah jariyah, ilmu pengetahuan yang dimanfaatkan,
dan anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.” (HR Muslim). Hadis ini banyak
dipergunakan sebagai dasar pemikiran pentingnya setiap orang memiliki investasi
amal yang pahalanya terus mengalir berkesinambungan kepadanya walaupun ia telah
meninggal dunia nanti.
Berkaitan dengan amalan yang pahalanya
mengalir terus-menerus tersebut, kita patut bersyukur karena ternyata
Rasulullah Saw. memberikan petunjuk bahwa cara memiliki amalan yang pahalanya
berkesinambungan tersebut ternyata tidak hanya satu jalan, bahkan malah ada
tiga jalan. Ketiga jalan amal berkesinambungan tersebut bagus kalau bisa diamalkan
semunya, tetapi jika tidak mampu minimal kita punya satu amalan dari ketiga
amalan tersebut.
Ketiga amalan yang bersifat
kesinambungan pahalanya tersebut, yaitu sedekah jariyah, ilmu pengetahuan yang
dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendoakan kedua orangnya. Tidak semua orang
mampu memiliki tiga amal berkesinambungan tersebut sekaligus karena mungkin ada
faktor lain yang menyebabkan tidak memungkinannya memiliki tiga jenis amalan
tersebut. Oleh karena itu, kita harus pintar-pintar membuat strategi agar
bagaimana kita bisa memiliki ketiga amal berkesinambungan tersebut.
Amalan pertama yaitu sedekah jariyah
merupakan jenis amalan yang dapat dikendalikan oleh setiap orang. Selama ia
memiliki harta, keinginan dan berniat memberikan sedekah jariyah, maka pastilah
ia dapat melakukannya. Sedekah jariyah ini maknanya luas sekali, tidak terpaku hanya
pada sedekah untuk pembangunan bangunan fisik. Kata kunci untuk sedekah jariyah
adalah sedekah tersebut dapat terus bermanfaat bagi orang lain walaupun orang
yang bersedekah telah meninggal dunia.
Amalan kedua yaitu ilmu pengetahuan yang
dimanfaatkan, juga termasuk amalan yang dapat dikendalikan orang yang
bersangkutan. Selama seseorang itu memiliki ilmu pengetahuan, keinginan dan kemampuan
untuk mengajarkan/menyampaikan kepada orang lain, maka pastilah amalan jenis
kedua ini juga mudah diraih. Tetapi untuk dapat kesempatan melakukan amalan
kedua ini, seseorang harus berusaha dengan serius untuk belajar dan menuntut
ilmu. Hanya orang-orang yang berilmu pengetahuan yang bermanfaat saya yang
punya peluang untuk melakukan amalan kedua. Amalan kedua ini merupakan salah
satu keberkahan bagi orang yang berilmu.
Tentang ilmu yang bermanfaat, ada
sebagian orang yang memahaminya yang dimaksud adalah ilmu agama. Tetapi ada juga
sebagian orang yang memahaminya bahwa ilmu yang dimaksud adalah ilmu secara
umum, bukan hanya ilmu agama saja. Penulis pribadi lebih cenderung sependapat
dengan pendapat yang mengatakan bahwa ilmu yang bermanfaat adalah semua ilmu
pengetahuan, baik ilmu agama maupun ilmu keduniawian (sains). Mengapa penulis
berpendapat demikian? Karena menurut pandangan penulis, semua ilmu itu baik
ilmu agama maupun ilmu duniawi (sains) pada hakikatnya sama-sama ilmu-Nya Allah
Swt.
Ilmu agama diperoleh dari wahyu yang
diturunkan Allah Swt melalui para rasul-Nya, sedangkan ilmu duniawi (sains) diperoleh
dari pengamatan dan perenungan terhadap fenomena alam semesta yang diciptakan
Allah Swt untuk bahan pembelajaran umat manusia. Baik ilmu agama maupun ilmu
duniawi (sains) asalnya sama-sama dari sumber yang satu yaitu Allah Swt, yang
berbeda hanya cara memperolehnya. Karena sumbernya sama, yaitu Allah swt., maka
pastinya kedua jenis ilmu tersebut tidak akan ada pertentangan di antara
keduanya. Jika pun ternyata ditemukan kesan perbedaan ataupun pertentangan
antara ilmu agama dan ilmu duniawi (sains), pasti itu bukan karena ilmunya yang
bertentangan, melainkan pasti karena faktor manusianya yang subjektif dalam memahami ataupun mentakwilkan
(menafsirkan) maksud dari kedua ilmu tersebut.
Dibandingkan amalan pertama dan kedua, amalan
ketiga yang paling berbeda. Mengapa? Karena
amalan ketiga ini tidak sepenuhnya dapat dikendalikan setiap orang. Hal ini
karena tidak setiap orang dapat memastikan dirinya bisa memiliki anak. Kemampuan
memiliki anak tidak dapat dikendalikan oleh setiap orang. Seseorang tidak dapat
memastikan jika dirinya pasti akan memiliki anak setelah menikah. Oleh karena
itu, kesempatan melakukan amalan ketiga merupakan keistimewaan yang khusus dimiliki
oleh orang yang memiliki anak.
Bagi pasangan suami istri yang memiliki
anak, seyogyanya bersyukur karena mereka terpilih dan mendapat keistimewaan untuk
melahirkan anak yang notabene makhluk ciptaan Allah Swt. Setiap anak yang
terlahir ke dunia ini pada hakikatnya adalah milik penciptanya yaitu Allah Swt.
Orang tua bukanlah pemilik anak yang dilahirkannya, melainkan hanya orang yang
dititipi oleh Allah Swt. Oleh karena itu, orang tua tidak dibenarkan merasa
memiliki hak atas kehidupan anak-anaknya. Anak-anak tetaplah milik Allah Swt. Allah
lah yang memberikan kehidupan kepada anak-anak. Allah Swt telah membekali
setiap anak yang terlahir ke dunia ini dengan bekal potensi diri dan kemampuan
yang masih bersifat laten (tersimpan dalam diri anak).
Potensi diri anak akan muncul manakala
anak berada di lingkungan yang tepat dan sesuai untuk berkembangnya potensi
diri. Fitrah kehidupan anak sudah ditetapkan oleh Allah Swt. Potensi diri dan
kemampuan anak akan tumbuh dan berkembang secara alami ketika anak menemukan
lingkungan yang tepat, baik lingkungan pergaulan di keluarga, lingkunggan
pergaulan di masyarakat, maupun lingkungan di sekolah. Maka, tugas orang tualah
untuk menempatkan anak-anak berada di lingkungan yang baik agar mereka dapat
menjalankan tugas perkembangannya dengan maksimal.
Dalam menerapkan pola asuh dalam
pemeliharaan anak, seyogyanya orang tua tidak menempatkan anak sebagai
investasi jangka panjang. Janganlah menjadikan anak sebagai objek kehidupan
yang bisa seenaknya diatur-atur kehidupannya oleh orang tua. Janganlah anak
dijadikan sebagai alat untuk mewujudkan tujuan orang tua. Janganlah anak
dijadikan alat bantu untuk menjalankan egoisme orang tua. Anak sudah memiliki
jalan kehidupannya sendiri sesuai blueprint
penciptaanya. Ingatlah bahwa anak bukan milik orang tuanya, melainkan milik
Allah Swt.
Para orang tua hendaknya mengingat kembali
pada konsep awal bahwa orang tua yang bisa memiliki anak adalah orang tua yang
istimewa karena dipilih Allah Swt untuk dititipi amanah anak untuk dipelihara
dengan baik dan penuh limpahan rasa cinta dan kasih sayang. Maka bersyukurlah
dengan cara memelihat anak dengan penuh cinta dan kasih sayang, mengenalkan
anak pada Tuhannya melalui pendidikan agama, dan menyediakan lingkungan
pendidikan yang kondusif dan dapat memfasilitasi anak mengeskplorasi bakat
minatnya dan mengembangkannya secara maksimal.
Dapat memelihara anak dengan penuh cinta
dan kasih sayang itu sudah sebuah kebaikan dan pasti dibalas oleh Allah Swt
dengan pahala kebaikan. Mengenalkan anak dengan Tuhannya melalui pendidikan
agama yang baik itu juga sebuah kebaikan bagi orang tua. Memfasilitasi anak
menemukan potensi diri dan bakat minatnya serta membantu anak mengembangkan
diri secara maksimal juga sebuah kebaikan dan akan dicatat sebagai amal
kebaikan orang tua. Ketika anak sejak kecil dilimpahi cinta dan kasih sayang
orang tua, maka ketika mereka dewasa secara alami pasti akan mencintai dan
menyayangi kedua orang tuanya yang sangat mencintai mereka. Tidak perlu disuruh-suruh
agar anak berbakti kepada orang tua, anak yang dididik dengan lingkungan penuh limpahan
cinta dan kasih sayang pasti secara alami juga jiwanya dipenuhi oleh rasa cinta
dan kasih sayang kepada orang tuanya.
Keinginan anak untuk berbakti kepada
orang tua itu harusnya muncul secara alami, bukan karena tekanan atau ketakutan
akibat ancaman dosa. Kebaikan itu harus alami, bukan dipaksa atau karena
tekanan. Anak secara alami akan berbakti pada kedua orang tuanya dan menyayangi
orang tuanya jika mereka juga dulu pernah merasakan dirawat dengan penuh cinta
dan kasih sayang. Anak akan ikhlas mendoakan kedua orang tuanya jika mereka
dulu pernah merasakan ketulusan dan keikhlasan orang tuanya dalam merawat
mereka sejak kecil.
Jiwa anak yang dipenuhi rasa cinta dan
kasih sayang orang tuanya pasti juga akan secara alami ingin memberikan cinta
dan kasih sayangnya kepada orang tuanya. Ketika mereka dewasa, terutama ketika
kedua orang tuanya telah tiada, hati mereka akan selalu merindukan memori kehangatan
rasa cinta dan kasih sayang kedua orang tuanya. Mereka setiap hari akan
melantunkan doa-doa terbaiknya untuk kedua orang tuanya sebagai bentuk
kerinduan mereka pada kedua orang tuanya. Sebaliknya, jiwa anak yang kering
dari cinta dan kasih sayang, yang hanya diisi dengan rasa ketakutan dan ancaman
dosa jika tidak berbakti pada orang tua, hanya akan membentuk anak yang
terpaksa berbakti dan mendoakan orang tuanya. Padahal doa yang dipanjatkan
dengan tidak ikhlas atau karena keterpaksaan itu tidak akan mampu menembus
pintu-pintu langit. Semoga kita dimampukan untuk menjadi orang tua yang baik
bagi anak-anak kita. Amin. []
Gumpang Baru, 15 Juni 2023
___________________________________
*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di Program Studi
Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis buku Berpikir
untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia
Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), dan
90-an buku lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar