Sumber Gambar : http://ptpn10.co.id/blog/arti-penting-sebuah-komitmen-teamwork-series-2 |
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
Menekuni dunia literasi menulis itu
memerlukan ketekunan dan komitmen. Menulis bukanlah sekedar menuangkan isi
pikiran ke dalam bentuk tulisan, tetapi lebih dari itu menulis adalah sarana
melatih kedisiplinan dan memelihara komitmen diri. Menulis merupakan aktivitas
yang perlu dilakukan secara terus-menerus. Keterampilan menulis harus dilatih
dan dipraktikkan secara terus-menerus. Semakin sering dipraktikkan secara rutin
dan kontinyu hingga menjadi habit dan hobi, maka menulis akan menjadi aktivitas
yang ringan dan menyenangkan. Bahkan aktivitas menulis dapat dimanfaatkan sebagai
terapi kesehatan [1]. Dengan menulis,
hati menjadi tenteram dan bahagia sehingga imun tubuh meningkat dan meningkat pula
semangat menjalani kehidupan.
Sekarang ini kesadaran orang untuk
menjaga kesehatan semakin tinggi. Semakin banyak orang melakukan olah raga
secara rutin setiap hari untuk menjaga stamina tubuh dan kesehatan. Kita melakukan
olah raga secara teratur untuk meningkatkan kesehatan fisik secara umum dan
membuat tubuh merasa lebih baik. Situasi yang sama juga berlaku ketika kita
melatih otak kita. Semakin sering kita melatihnya, kinerja otak akan semakin
membaik, dan semakin baik pula perasaan kita. Selain itu, berlawanan dengan
organ fisik lainnya, otak kita tidak aus oleh penggunaan yang berulang-ulang
dan terus-menerus. Malah sebaliknya, otak kita semakin membaik bila kita
semakin menantangnya. Pengamatan ini telah menjurus ke suatu prinsip mendasar
tentang cara kerja otak, yaitu : gunakan atau kita akan kehilangannya[2].
Demikianlah otak kita bekerja mirip
dengan bekerjanya otot. Otot tubuh kita kalau jarang dipakai untuk melakukan
aktivitas fisik, maka lama-kelamaan otot tubuh menjadi kaku. Demikian pula halnya
dengan otak kita, jika jarang dipakai untuk berpikir maka kinerjanya akan
menurun. Sebaliknya, jika semakin sering dipergunakan untuk berpikir menemukan
ide gagasan, maka kinerja otak kita semakin lancar dan cepat dalam menemukan
ide-ide segar untuk ditulis.
Ternyata, aktivitas menulis itu tidak
hanya melibatkan kerja otak tetapi juga melibatkan hati (spirit). Untuk menekuni
aktivitas menulis, selain kemampuan mengubah ide, gagasan, dan pemikiran
menjadi sebuah tulisan, juga diperlukan semangat pantang menyerah dan berani
menjaga komitmen diri untuk menulis. Selain itu, saat kita menulis juga harus melibatkan
hati. Maksudnya adalah aktivitas kita menulis harus mampu membuat hati kita
senang, tenteram, dan bahagia. Jika setiap kita menulis hati kita menjadi
bahagia, maka dapat dipastikan menulis itu bukan pekerjaan yang berat, bahkan bisa jadi malah kita menjadi ketagihan
untuk terus menulis. Oleh karena itu, bagi penulis pemula (seperti saya sendiri
misalnya), mengawali menulis lebih baik dimulai dari tema-tema yang ringan dan
menyenangkan.
Mulailah menulis misalnya tentang hobi
kita, tentang aktivitas sehari-hari kita, tentang keluarga kita, tentang
pekerjaan kita, dan lain sebagainya. Nanti jika menulis sudah terasa bukan beban
lagi dan bahkan menjadi semacam “klangenan”, boleh lah mulai menulis tema-tema agak
berat dan agak serius. Demikian strategi yang mudah terapkan untuk memunculkan spirit
menulis dan menjadikan menulis sebagai aktivitas rutin sehari-hari seperti
halnya makan. Jika kita tidak makan sehari, maka badan kita akan merasakan
efeknya seperti perut lapar, badan lemas, kepala pusing, dan lain-lain. Demikian
pula jika menulis sudah menjadi hobi atau klangenan bagi kita, maka jika sehari
saja kita tidak menulis, maka tubuh kita akan merasakan efeknya juga seperti
misalnya hati selalu gelisah kayak ada sesuatu yang mengganjal pikiran, pikiran
tidak tenang, tidur tidak nyenyak, sulit konsentrasi, dan lain sebagainya.
Belum lama ini saya bergabung dalam beberapa
grup WhatsApp yang dibentuk bertujuan untuk memfasilitasi anggota berkolaborasi
menulis buku bersama-sama. Saya pribadi senang jika ada tawaran atau undangan
menulis buku secara kolaborasi. Tujuan saya memutuskan bergabung ke dalam
grup-grup penulisan buku kolaborasi tersebut adalah yang pertama untuk menjaga semangat dan komitmen menulis saya. Saya menyadari
bahwa menjaga komitmen dan disiplin menulis secara rutin itu bukan sesuatu yang
mudah. Banyak faktor yang dapat menurunkan semangat menulis. Nah, dengan
bergabung dalam grup menulis buku kolaborasi tersebut menjadikan saya mampu
mempertahankan semangat menulis. Tujuan kedua
adalah untuk mendapat teman baru dan mengenal penulis lain. Dan tujuan ketiga adalah untuk membentuk network
(jejaring) kerjasama antarpenulis untuk berkolaborasi dalam berkarya. Dengan banyak
berkolaborasi dengan penulis lain, maka akan semakin banyak pula karya tulis
yang dapat kita hasilkan. Kolaborasi merupakan salah satu kemampuan yang
dipersyaratkan di abad 21. Maka, sudah waktunya kita memperbanyak kolaborasi
dan kerjasama sehingga kesuksesan dapat kita raih secara bersama-sama.
Ada fenomena menarik yang terjadi di
grup-grup kolaborasi menulis yang saya ikuti. Di salah satu grup kolaborasi
menulis, awalnya banyak orang yang bergabung di grup menulis tersebut. Tetapi seiring
berjalannya waktu, satu persatu anggota grup keluar. Saya kurang tahu apa motif
awal mereka bergabung di grup menulis dan apa alasan mereka kemudian keluar
dari grup. Tetapi menurut analisis saya, kemungkinan mereka keluar dari grup
karena mereka tidak mendapatkan apa yang mereka harapkan. Mungkin mereka
awalnya berharap bahwa setelah bergabung di grup menulis tersebut mereka akan dapat
belajar menulis. Saya berpikiran positif bahwa mereka yang keluar tersebut
adalah orang-orang yang punya semangat tinggi ingin belajar menulis. Sehingga ketika
beberapa waktu bergabung di grup tidak mendapatkan apa yang dicari, maka mereka
memutuskan keluar dari grup.
Jikaa dugaan saya tersebut benar, berarti
telah terjadi kekeliruan sebagian anggota grup dalam memahami tujuan pembentukan
grup kolaborasi menulis tersebut. Grup kolaborasi menulis tersebut memang
sengaja dibentuk untuk mewadahi orang-orang yang bersedia menulis bersama dalam
satu buku antologi dan memudahkan dalam menjalin komunikasi antar penulis. Maka
jika tujuan sebagian orang bergabung di grup untuk belajar menulis, maka mereka
salah masuk grup. Kadang terjadi ada seseorang yang memutuskan bergabung dengan
sebuah grup atau komunitas tertentu tanpa terlebih dahulu mencari informasi
tentang grup tersebut.
Fenomena yang terjadi di grup menulis
lain adalah ada beberapa orang yang terlambat mengirimkan artikel tulisannya ke
panitia atau bahkan ada yang tidak mengirimkan artikel sama sekali hingga batas
waktu yang telah ditetapkan panitia. Padahal semula mereka bergabung di grup
tersebut atas inisiatif sendiri. Mereka sendiri lah yang memilih tema tulisan
yang disediakan panitia untuk mereka tulis. Tetapi ketika mendekati batas waktu
pengumpulan artikel tulisan, ternyata ada beberapa anggota yang terlambat mengirimkan
artikel tulisan dan bahkan ada yang tidak mengirimkan artikel tulisan meskipun telah
ditunggu beberapa hari atau diberikan kelonggaran tambahan waktu. Sikap beberapa
anggota tersebut jelas menghambat proses penerbitan buku karena jadwal
penerbitan buku menjadi tidak tepat waktu sesuai rencana awal. Perbuatan sebagian
anggota grup yang tidak disiplin waktu dan kurang komitmen menulis telah
menyebabkan penulis lain yang disiplin mengumpulkan artkel tulisan menjadi dirugikan,
yaitu berupa keterlambatan proses penerbitan buku.
Demikianlah contoh fenomena yang terjadi
di grup menulis yang saya ikuti. Ternyata semangat saja tidak cukup untuk mampu
menyelesaikan sebuah tulisan tepat waktu, tetapi juga perlu memiliki komitmen
tinggi untuk menyelesaikan tulisan. Jadi semangat, disiplin, dan komitmen diri
sangat diperlukan untuk menjadi seorang penulis. Tanpa memiliki komitmen diri
yang kuat, maka seseorang yang mahir menulis pun bisa mungkin tidak mampu
menyelesaikan tulisannya karena adanya faktor-faktor lain yang menghambat. []
Sumber
Referensi
[1] A.
Pribadi, “Menulis Untuk Penyembuhan Diri,” KOMPASIANA, May 18, 2012.
https://www.kompasiana.com/aguspribadi1978/55107337813311aa39bc64a6/menulis-untuk-penyembuhan-diri
(accessed Nov. 18, 2020).
[2] R. Restak, Smart and Smarter :
Cara-cara Melatih Otak Agar Kita Menjadi Lebih Pintar dan Tetap Pintar
[Terjemahan dari buku Mozart’s Brain and The Fighter Pilot : Unleashing Your
Brain’s Potential]. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005.
Gumpang Baru, 18 November 2020
_______________________
*) Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT adalah staff
pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret
(UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran
MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi tersertifikasi
BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan lebih dari 30 judul
buku, Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal
ilmiah terakreditasi SINTA 2, dan Trainer MindMap tersertifikasi ThinkBuzan iMindMap
Leader dan Indomindmap Certified Trainer-ICT. Penulis dapat dihubungi melalui
nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat diakses di akun Facebook : Agung
Nugroho Catur Saputro, website https://sahabatpenakita.id
dan blog https://sharing-literasi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar