Powered By Blogger

Kamis, 19 November 2020

MENULIS DAN RADIANT THINKING

 

Sumber gambar : https://www.semanticscholar.org/paper/TEACHERS%E2%80%99-ATTITUDE-TOWARD-THE-ROLE-OF-MIND-MAPPING-Ferfad/5075f8660d6f67dc7486368b6830a6ed3d37927c/figure/4

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Banyak orang ingin bisa menulis dengan mengikuti berbagai training dan workshop menulis. Sebenarnya menulis itu mudah atau sulit sih? Pertanyaan ini tidak mudah dijawab karena bergantung pada dua factor, yaitu siapa yang bertanya dan kepada siapa pertanyaan tersebut ditujukan. Faktor pertama adalah siapa yang bertanya. Jika yang bertanya adalah orang yang tidak suka membaca, maka jawabannya pasti sulit. Mengapa sulit, karena ia tidak memiliki atau minim bahan untuk ditulis. Seseorang yang tidak suka membaca maka perbendaharaan ide yang dimiliki pasti sedikit. Sebaliknya, jika yang bertanya adalah orang yang suka membaca, maka jawabannya mungkin bisa mudah, mengapa? Karena kalau ia suka membaca, maka banyak bahan hasil ia membaca yang bisa ditulis. Oleh karena itu, karena ia sudah punya bahan yang banyak dari hasil membaca, maka hanya perlu latihan saja untuk mengubah isi pikirannya menjadi tulisan.  

 

Kemudian faktor kedua adalah kepada siapa pertanyaan tersebut diajukan. Jika yang ditanya adalah orang yang tidak bisa menulis, maka jawabannya jelas pasti sulit. Tetapi jika orang yang ditanya adalah seorang penulis atau minimal orang yang bisa menulis, maka jawaban pertanyaan tersebut minimal tidak sulit alias mudah atau mungkin bisa sangat mudah. Pertanyaan seperti di atas sebenarnya merupakan pertanyaan yang tidak penting. Mengapa tidak penting? Karena jika seseorang yang ingin belajar menulis menanyakan pertanyaan seperti itu kepada seorang trainer menulis, maka jawaban dari sang trainer tidak akan membantu apapun. Coba pikirkan! Apakah jika sang trainer menjawab bahwa menulis itu mudah, lantas sang penanya langsung bisa menulis dengan lancar? Sebaliknya, jika sang trainer menjawab bahwa menulis itu sulit, apakah jawaban tersebut tidak justru membuat semangat penanya untuk belajar menulis menjadi tambah kendor karena mengetahui kalau seoramg trainer menulis saja kesulitan dalam menulis, apalagi dirinya yang belum bisa menulis. Jadi pertanyaan semacam itu memang tidak penting dan tidak perlu ditanyakan kepada siapapun. Lantas, apa yang harus dilakukan agar kita bisa menulis?

 

Seseorang jika ingin belajar menulis, maka tidak perlu bertanya menulis itu mudah atau sulit karena tujuan ia belajar menulis bukan untuk mengetahui mudah atau sulit, tetapi tujuannya adalah agar ia bisa menulis. Ya, tujuan utama ia belajar menulis adalah agar ia bisa menulis. Tanpa bertanya pun saat belum belajar menulis, ia sudah tahu kalau menulis itu sulit. Makanya ia ingin belajar menulis agar bisa menulis. Kalau menulis itu mudah, maka tidak mungkin ia mau belajar menulis. Nanti jika ia telah menjalani proses belajar menulis dan ia sukses bisa menulis, maka ia juga akan tahu dengan sendiri bahwa menulis itu mudah karena ia sekarang bisa menulis. Benar tidak alur berpikir seperti ini? Setujukah anda dengan argumentasi seperti ini?

 

Saya yakin anda yang membaca artikel ini mempunyai pendapat sendiri tentang mudah atau sulitkah menulis itu. Tetapi demikian lah pendapat saya bahwa menulis itu bukan masalah mudah atau sulit, tetapi lebih terpenting adalah adakah kemauan kita untuk mulai menulis atau tidak. Sebanyak apapun training, pelatihan dan workshop menulis yang diikuti, dan sebanyak apapun teori menulis yang telah dipelajari dari para narasumber, selama kita tidak mulai menulis dan berlatih menulis serta membiasakan menulis setiap waktu, maka kita tidak akan pernah bisa menulis apalagi menjadi seorang ahli menulis.

 

Menulis itu melibatkan proses berpikir yang kompleks. Orang yang terbiasa berpikir linier (satu arah) ataupun lateral (dua arah), kemungkinan akan mengalami kesulitan dalam menulis. Hal ini karena untuk bisa menulis, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang banyak hal. Orang yang memiliki kemampuan berpikir secara radiant thinking (segala arah, memancar) akan memiliki pancaran pikiran sehingga memiliki pengetahuan yang komprehensif. Pancaran pikiran adalah asosiasi-asosiasi pemikiran yang timbul dari suatu pusat pemikiran [1]. Orang yang terbiasa berpikir secara radiant thinking akan memiliki asosiasi pikiran yang sangat banyak yang berkaitan dengan pusat pemikiran. Radiant thinking merupakan proses berpikir asosiatif yang terpencar dari titik utama dan merupakan “cara kerja alami otak”.

 

Dikarenakan seorang penulis itu membutuhkan banyak ide, gagasan dan pemikiran yang baru, maka kemampuan berpikir secara radiant thinking sangat mendukung aktivitas menulis. Jika seseorang mengetahui pusat pikiran sebagai ide dasar tulisan kemudian ia mampu menguraikan pusat pikiran menjadi sub-sub pusat pikiran sebagai cabang-cabang dari ide dasarnya dengan sangat banyak, maka ia akan mampu menuliskannya dalam paragraf-paragraf yang terstruktur dan sistematis. Dengan menggunakan cara berpikir secara radiant thinking, seorang penulis akan mampu menghasilkan sebuah tulisan yang kaya akan ide-ide yang inovatif. Melalui berpikir secara radiant thinking akan membuat seorang penulis akan memiliki kreativitas yang tinggi dan kaya ide, gagasan maupun pemikiran yang merupakan perwujudan dari daya kreasi dan inovasinya. Jadi dapat disimpulkan bahwa menulis itu memerlukan cara berpikir secara radiant thinking.

 

Seseorang yang terbiasa berpikir secara radiant thinking akan mampu menghubungkan antar data, informasi, dan pengetahuan baik berupa fakta, konsep, maupun teori membentuk satu pemahaman yang komperehensif sehingga pemikirannya akan memancarkan pemahaman yang luas. Oleh karena itu, untuk mampu menjadi seorang penulis yang memiliki kekayaan ide yang melimpah, seseorang harus mampu dan membiasakan diri untuk berpikir secara radiant thinking.  Berpikir secara radiant thinking merupakan cara untuk membangun sikap kreatif dan inovatif.  Dengan terbiasa berpikir secara radiant thinking, seseorang akan memiliki perbendaharaan ide yang luar biasa banyak dan mampu menghubungkan antar ide-ide tersebut sehingga terbentuk ide-ide baru yang jumlahnya juga luar biasa banyak.

 

Sebenarnya otak kita memiliki kemampuan berpikir tidak linier. Buktinya adalah setiap hari pikiran kita melakukannya sepanjang waktu, mengamati berbagai hal yang ada di sekitar termasuk bentuk cetakan nonlinier : foto, ilustrasi, diagram, dan sebagainya. Namun kenyataannya kita terbiasa berpikir secara linier, kita dilatih untuk membaca unit informasi satu per satu dari informasi yang disajikan dalam bentuk baris. Hasil riset bidang biokimia, fisiologi dan psikologi mutakhir yang terkait kinerja otak menghasilkan temuan yang mengagumkan dan menggembirakan karena ternyata otak tidak hanya nonlinier tetapi juga demikian kompleks dan saling berkaitan [2].

 

Mari kita bayangkan. Seseorang yang terbiasa berpikir secara radiant thinking kepalanya akan dipenuhi dengan ide-ide brilian dan menakjubkan. Tidak pernah habis ide yang muncul di kepalanya karena selama otaknya terus bekerja membentuk sel-sela neuron baru yang menghubungkan antar sel saraf di otak, maka seketika itu juga ia akan menghasilkan ide-ide dan gagasan-gagasan baru. Sungguh luar biasa kemampuan yang dimiliki otak kita hasil karunia dari Tuhan yang Maha Pencipta. Sungguh beruntung orang yang mampu memaksimalkan potensi otaknya dengan melatihnya selalu berpikir secara radiant thinking. Tidakkah kita ingin memiliki otak dengan kinerja maksimal? Penting kita ketahui bahwa salah satu kemampuan luar biasa otak kita yang sangat mengagumkan adalah kapasitas daya ingatnya. Kapasitasnya luar biasa, atau tepatnya adalah tidak terbatas! Menurut Prof. Marc Rosenweig, apabila dalam 1 detik saja kita bisa mengingat 10 informasi baru, jika kita terus mengingat informasi-informasi baru tanpa berhenti selama 100 tahun ke depan, kita baru mempergunakan kapasitas otak kita kurang dari 10% saja. Bahkan hasil penelitian yang lebih ekstrim lagi, yaitu oleh seorang pakar otak dari Rusia, Prof. Pyotr Anokhin, dia mengatakan bahwa otak kita mempunyai kemampuan mengingat informasi sebanyak angka 1 yang diikuti angka 0 yang panjangnya 10.500.000 kilometer. Mengagumkan bukan?[1]

 

Sebuah penelitian tentang otak telah dilakukan. Jika seekor hewan percobaan diberi lingkungan yang merangsang dan menantang, misalnya kandang yang penuh dengan mainan, maka otak hewan ini menunjukkan peningkatan yang dramatis pada hubungan-hubungan sel sarafnya. Otak hewan ini akan lebih berat dan memiliki lebih banyak sel saraf di beberapa areanya dibandingkan otak hewan yang diletakkan dalam kandang percobaan yang relative kosong. Peningkatan berat otak ini akibat peningkatan jumlah sinaps -hubungan elektrokimia- di antara neuron. Berdasarkan temuan ini, maka dapat kita renungkan. Manakah yang akan kita pilih, memiliki otak yang ringan karena jarang dipakai untuk berpikir ataukah otak yang lebih berat dengan sering menggunakannya untuk berpikir? Pasti kita semua memilih otak yang berat. Nah, kita bisa terlebih dahulu memilih jenis otak yang kita inginkan dengan memilih pengalaman yang kaya dan bervariasi. Prosesnya dimulai di masa kanak-kanak dan berlanjut sampai saat kita meninggal. Sekarang para ahli mengetahui bahwa otak ternyata lebih lentur dan peka terhadap perubahan. Kita punya pilihan apakah otak kita akan berubah atau tidak berubah dari keadaannya sekarang ini. Pertanyaan yang patut kita renungkan adalah akankah kita membantu mendatangkan perubahan yang positif dan memperkaya kepada struktur dan fungsi otak, atau akankah kita membiarkannya mengalami “atrofi akibat tidak digunakan”?[3] Semuanya kembali pada pilihan kita masing-masing. Salam kreatif! []

 

Sumber Referensi

[1]   S. Windura, Mind Map Langkah Demi Langkah. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2016.

[2]   T. Buzan, Gunakan Kepala Anda [Terjemahan buku Use Your Head]. Batam: Interaksara, 2006.

[3]    R. Restak, Smart and Smarter : Cara-cara Melatih Otak Agar Kita Menjadi Lebih Pintar dan Tetap Pintar [Terjemahan dari buku Mozart’s Brain and The Fighter Pilot : Unleashing Your Brain’s Potential]. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005.

 

 

Gumpang Baru, 19 November 2020

 

 _______________________

*) Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc., ICT adalah staff pengajar di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS), Peraih juara 1 nasional bidang Kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi tersertifikasi BNSP, Penulis dan pegiat literasi yang telah menerbitkan lebih dari 30 judul buku,  Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2, dan Trainer MindMap tersertifikasi ThinkBuzan iMindMap Leader dan Indomindmap Certified Trainer -ICT. Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-tulisan penulis dapat diakses di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website https://sahabatpenakita.id dan blog https://sharing-literasi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Postingan Populer