TIPS DAN TRIK MUDAH MENULIS BUKU
Oleh
:
Agung
Nugroho Catur Saputro
“Menulis buku itu mudah”.
Setujukah anda dengan pernyataan ini? Jika anda setuju, berarti anda sependapat
dengan saya. Tetapi jika anda tidak setuju, berarti anda memiliki masalah dalam
menulis buku sehingga anda beranggapan bahwa menulis buku itu sulit. Sebenarnya
bagaimanakah menulis buku itu? Menulis buku itu mudah atau sulit? Menulis buku
itu ringan atau berat? Saya yakin jawabatan atas pertanyaan ini akan berbeda-beda
tergantung pada seberapa level kemampuan seseorang dalam menulis.
Bagi orang yang sudah
terbiasa menulis, maka menulis buku itu bukan masalah sulit. Tetapi bagi orang
yang jarang atau tidak terbiasa menulis, maka menulis buku itu persoalan besar
dan tentunya berat sekali. Yang menjadi persoalan sekarang adalah apakah dengan
mengatakan bahwa menulis itu sulit membuat permasalahan selesai? Tidak. Sebagai
akademisi, maka menulis buku seharusnya bukan persoalan sulit karena kita semua
sudah memiliki basic kemampuan menulis saat menyelesaikan tugas akhir
pendidikan. Jadi kita semua sebenarnya bisa menulis, hanya belum tahu bagaimana
strategi agar bisa menulis buku dan akhirnya bisa produktif menulis buku.
MENGAPA
KITA HARUS MENULIS?
Banyak orang ingin bisa
menulis. Berbagai pelatihan menulis diikuti. Berbagai teori menulis sudah
dipelajari. Tapi mengapa belum juga bisa menulis? Fenomena seperti itu juga
dinyatakan oleh Dr. Ngainun Naim dalam bukunya yang berjudul Menulis itu Mudah : 40 Jurus Jitu Mewujudkan
Karya. Beliau menyatakan bahwa banyak orang yang ingin bisa menulis. Mereka
ikut berbagai kursus, baik daring maupun luring. Tentu, kegiatan semacam ini
sangat bermanfaat dalam memberikan basis pengetahuan dan teori. Biasanya setelah
mengikuti kegiatan, semangat untuk menulis tumbuh pesat. Namun semangat saja
tidak cukup. Jika tidak pernah praktik menulis, juga tetap tidak akan bisa
menulis. Menulis itu harus dengan praktik. Semakin banyak praktik, semakin
bagus. Semangat menulis tinggi harus diiringi dengan manajemen waktu yang baik.
Setiap ada kesempatan bisa digunakan untuk membaca dan menulis. Jika dilakukan
dengan komitmen, pasti akan memberikan hasil yang menggembirakan (Naim, 2021).
Persoalan utama mengapa
banyak orang yang sudah hafal teori menulis dan mengikuti banyak training dan
workshop menulis serta juga bergabung di berbagai komunitas penulis, tapi
mereka belum juga menulis adalah karena setelah tahu teori menulis mapun
mengikuti pelatihan menulis tidak diikuti segera dengan praktik menulis. Sebanyak
apapun buku-buku tentang menulis yang dibaca dan berapa banyak seminar dan
workshop kepenulisan yang diikuti, jika tidak pernah memulai menulis, maka juga
tidak akan pernah bisa menulis. Bisa menulis itu karena terbiasa berlatih
menulis. Banyak berlatih menulis akan membuat seseorang semakin pandai menulis.
Aktivitas menulis yang diimbangi dengan aktivitas membaca banyak buku akan
memperkaya perbendaharaan kata dalam tulisannya.
Menulis
itu adalah sebuah keterampilan yang memerlukan latihan secara terus-menerus. Jangankan
seorang penulis pemula, bahkan seorang penulis profesional pun jika lama tidak
menulis maka kemampuan menulisnya juga mengalami kemunduran. Jika biasanya
cepat mendapat ide untuk ditulis dan lancer dalam menuliskannya, tetapi ketika
lama tidak menulis ternyata mereka juga mengalami kesulitan untuk mendapatkan
ide tulisan dan ketika proses menulis pun mengalami hambatan. Misalnya tiba-tiba
ide tulisan hilang atau buntu tidak tahu mau menulis apa. Tiba-tiba semangat
menulisnya menghilang tanpa sebab yang jelas. Tiba-tiba tidak betah menulis
padahal sebelumnya sangat betah dan menikmati proses menulis.
Sebelum
seseorang memutuskan ingin menulis, maka sebaiknya dia memahami alasan mendasar
mengapa ia harus menulis. Tanpa memiliki alasan mendasar yang mengharuskan ia
menulis, maka niscaya semangat menulisnya bisa tiba-tiba hilang di tengah
proses menulis. Oleh karena itu agar semangat menulis tetap terpelihara, setiap
orang yang menjalani aktivitas menulis harus mengetahui dan memahami dasar
alasan mengapa ia harus menulis.
Dalam kata pengantarnya
di buku “Bagaimana Saya Menulis” karya M. Alfan Alfian (2016), Hajriyanto Y.
Thohari mengutip perkataan almarhum Prof. Dr. Mukti Ali :
“Kalau
Anda ingin terkenal, menulislah! Atau berbuatlah sesuatu sehingga orang menulis
tentang perbuatan Anda itu. Tidak ada cara yang lain selain itu” (Prof. Dr. Mukti Ali, Menteri Agama RI
tahun 1970an). Masih dalam kata pengantarnya tersebut, beliau menuliskan :
“Pekerjaan
menulis, tentu, bukan sekadar urusan keterkenalan atau popularitas. Menulis
pada sejatinya adalah mengartikulasikan pikiran atau gagasan. Walhasil, penulis
adalah seorang yang banyak pikiran dan gagasan. Tentu mengartikulasikan pikiran
dan gagasan bisa dengan lisan (oral) dan bisa pula dengan tulisan (literal). Hanya
saja artikulasi dengan tulisan jauh lebih bertahan lama. Bahkan jika
pikiran-pikiran dan gagasan itu ditulis dalam bentuk buku maka jauh lebih
monumental” (Hajriyanto Y. Thohari,
Wakil Ketua MPR RI periode 2009-2014).
Ada
beberapa alasan mengapa kita harus menulis. Alasan-alasan ini merupakan faktor pendorong
agar kita mau menulis. Apa sajakah alasan-alasan mengapa kita harus menulis?
Tendi Murti (2015) dalam bukunya
berjudul “Bukan Sekadar Nulis, Pastikan Best Seller” memberikan 11 (sebelas)
alasan mengapa kita harus menulis, yaitu:
1.
Menulis berarti sedang membagi ilmu
dengan orang lain.
2.
Menulis berarti sedang menuliskan jejak
bagi orang-orang yang kita cintai.
3.
Menulis menjadikan hidup lebih semangat.
4.
Menulis itu menghimpun pahala.
5.
Menulis itu membuat kita lebih percaya
diri.
6.
Menulis itu dapat menyembuhkan penyakit (Pribadi, 2012).
7.
Menulis berarti sedang menuangkan
ide-ide kita yang unik dan bermanfaat.
8.
Menulis berarti sedang memperbaiki
dunia.
9.
Menulis berarti sedang belajar.
10. Menulis
itu lebih kreatif.
11. Menulis
itu sedang menuangkan impian.
Sedangkan
Agung Nugroho Catur Saputro (2018) dalam bukunya
berjudul “Ketika Menulis Menjadi Sebuah Klangenan” menyebutkan beberapa alasan
mengapa kita harus menulis sebagai berikut:
1. Menulis itu untuk menyebarkan ilmu
pengetahuan dan juga sekaligus sarana untuk meningkatkan kualitas diri (h.9).
2. Menulis adalah cara untuk membuat
pikiran-pikiran kita menjadi bermakna (meaningful)
karena dengan menulis kita telah mengikat makna dari pemikiran kita (h.18).
3. Menulis adalah salah satu perintah Allah
Swt yang tersirat dari perintah iqra’ di wahyu pertama yang diterima Rasulullah
Saw. Menulis merupakan sarana terwujudnya kehendak Allah Swt untuk umat Islam
secara umum yaitu berupa perintah “bacalah” atau iqra’(h.23).
4. Menulis merupakan salah satu ciri orang
baik, yaitu menebarkan manfaat bagi orang lain dan sekaligus menjadi amal
jariyah (h.48).
5. Menulis adalah warisan tradisi keilmuan
para ulama zaman dulu. Menulis merupakan cara mewariskan tradisi keilmuan
kepada generasi penerus. Menulis dapat mengabadikan nama kita melalui
tulisan-tulisan kita yang dikenang sepanjang masa, lintas waktu, lintas
geografis, dan lintas generasi (h.79).
Berdasarkan beberapa
alasan mengapa kita harus menulis di atas, lantas factor apa saja yang mampu
membuat seseorang menulis? R. Masri Sareb Putra menyatakan bahwa kesungguhan
dan rasa cinta terhadap ilmu menjadi modal penting dalam menulis. Selain itu,
masih banyak motivasi lain yang membuat seseorang mau menulis, yaitu keuntungan
bisa menjadi terkenal, mendapat uang honor/royalty, dan angka kredit (bagi
dosen), cinta ilmu, transfer ilmu, dan agar tampak intelek dan dikenal sebagai
pakar di bidangnya (Putra, 2007 : 20).
MANFAAT
MENULIS
Mengapa banyak orang
ingin menjadi penulis buku? Ya, karena menjadi penulis buku itu mempunyai
banyak manfaat atau keuntungan. Menjadi penulis buku tidak harus berprofesi sebagai
akademisi. Setiap orang dengan profesi apapun boleh dan tidak dilarang untuk juga
menjalani profesi sebagai penulis buku.
Banyak penulis buku
yang juga memiliki profesi lain. Ada penulis buku yang juga seorang dokter,
dosen, guru, tentara, polisi, pengacara, artis, ibu rumah tangga, dan berbagai
profesi lain. Banyak dari mereka yang akhirnya menuai keberhasilan setelah
buku-buku mereka meledak di pasaran. Menjadi buku-buku best seller. Tentu saja,
membuat pundi-pundi keuangan mereka bertambah pada akhirnya.
Selain keuntungan finansial, masih
terdapat beberapa keuntungan lainnya dari aktivitas menulis buku. Berikut ini
beberapa keuntungan dari menulis buku menurut Gamal Komandako (2013) dalam bukunya “Jangan
Menjadi Penulis Profesional Jika Ingin Rugi”:
1. Mendapatkan
keuntungan finansial.
2. Mendapatkan
ketenaran nama dalam taraf tertentu.
3. Meningkatkan
pengetahuan.
4. Meningkatkan
kreativitas.
5. Meningkatkan
karya nyata.
6. Menjadi
sarana untuk mengungkapkan isi hati.
7. Sebagai
sarana untuk pencerahan dan dakwah.
Selain keuntungan yang
dijelaskan oleh Gamal Komandako di atas, menulis juga bermanfaat sebagai aktivitas
terapi jiwa, yaitu sebagai sarana membahagiakan diri sendiri melalui semangat
berprestasi. Melalui aktivitas menulis, kita merasa mampu menjadi diri sendiri,
kita dapat mendeskripsikan siapa diri kita, dan kita bisa menemukan jati diri yang
sebenarnya (Saputro, 2020).
R. Masri Sareb Putra (2007) dalam bukunya “How
to Write Your Text Book” menuliskan beberapa manfaat menulis, yaitu :
1. Pelepasan
emosional. Menulis dapat menjadi penyaluran emosi dan perasaan. Mengungkapkan perasaan
dan pikiran secara tertulis dapat membentuk perubahan-perubahan kimiawi dalam
tubuh kita.
2. Manfaat
promotif atau kenaikan pangkat. Bagi seorang dosen, menulis akan mendatangkan
manfaat yang berlipat ganda. Tulisan apapun, baik popular, semi-ilmiah, atau
ilmiah, akan mendapatkan ganjaran yang setimpal. Edaran resmi dikti
menyebutkan, dosen yang menghasilkan karya tulis akan memperoleh ganjaran
berupa angka kredit sesuai dengan tingkat kesulitan dan usaha yang dikerahkan
untuk itu.
3. Manfaat
social. Manfaat social menjadi penulis buku ajar dan artikel opini di media
massa adalah menjadi terkenal atau dikenal. Predikat “terkenal” ini akan
membawa efek domino yang menguntungkan.
4. Manfaat
finansial. Dunia tulis menulis kini semakin menjanjikan. Jika ditekuni, profesi
penulis tak kalah menghasilkan uang dibandingkan profesi lainnya.
5. Manfaat
intelektual. Menulis pasti juga didahului dengan aktivitas membaca. Maka menulis
secara tidak langsung akan meningkatkan intelektual dan wawasan penulisnya
karena harus membaca banyak referensi.
HAMBATAN
DALAM MENULIS
Untuk memulai menulis pasti
akan menghadapi banyak hambatan. Pada umumnya hambatan yang dihadapi para
penulis pemula ketika mau memulai menulis adalah berkaitan dengan persoalan
pskikologis, seperti takut jika tulisan tidak bagus, tidak percaya diri, tidak
yakin dirinya mampu menulis, dan lain-lain. Jadi hambatan dalam memulai menulis
ternyata adalah masalah keberanian. Jika ingin bisa menulis maka harus berani
menulis. Jika berani memulai menulis, maka selamanya seseorang tidak akan
pernah bisa menulis atau menjadi penulis professional, walaupun ia memiliki
keinginan yang kuat.
Fenomena hambatan
psikologis yang dihadapi oleh para penulis pemula juga dibenarkan oleh Dr.
Ngainun Naim (2021: 34) dengan
pernyataannya bahwa “Para penulis pemula umumnya dihinggapi persolaan-persoalan
psikologis saat hendak menulis. Misalnya rasa takut, malu, tidak pede, merasa
tulisan belum bagus, dan sejumlah alasan lainnya. Jika persoalan semacam ini
diterus dipelihara maka yakinlah seumur hidup Anda tidak akan berhasil menulis.
Anda akan tetap merasa belum memiliki tulisan yang layak sebagaimana imajinasi
Anda. Padahal, tulisan yang layak itu lahir dari keberanian. Ya, keberanian
untuk terus menulis”.
Keberanian untuk
memulai menulis adalah hambatan yang ada pada diri setiap orang. Maka agar bisa
memulai menulis, maka seseorang harus mampu memiliki keberanian tersebut. Seseorang
harus mampu mengalahkan rasa ketakutan dirinya yang terus membayang-bayangi
hidupnya. Bayang-bayang bahwa dirinya tidak bisa menulis, tulisan tidak bagus,
tidak ada orang yang mau membaca tulisannya, tulisannya tidak keren, tulisannya
banyak kesalahan, dan lain sebagainya, harus dibuang jauh-jauh dari pikirannya.
Justru yang harus dibangun adalah semangat yakin bisa menulis, percaya diri
bahwa dirinya pasti bisa menulis dengan baik, yakin bahwa pasti ada orang yang
mau membaca tulisannya, dan kalimat-kalimat positif lainnya. Jangan membiarkan
pikirannya dihantui oleh pikiran-pikiran negative, melainkan harus diisi dengan
pikiran-pikiran positif dan optimisme.
Beberapa hambatan yang
umumnya dihadapi oleh orang yang baru akan memulai belajar menulis adalah
sebagai berikut:
1.
Tidak punya ide tulisan
2.
Bingung mau menulis apa?
3.
Takut tulisannya tidak bagus
4.
Tidak PeDe dengan tulisannya
5.
Sulit konsentrasi saat menulis
6.
Tidak punya waktu luang untuk menulis
7.
Tidak konsisten menulis
8.
Menulis jika saat mood saja
9.
Tidak suka membaca buku
10. Berat
mau menulis
Sementara itu, R. Masri
Sareb Putra (2007 : 32-34) telah
mengidentifikasi beberapa hambatan dalam menulis, yaitu :
1. Demophobia
= a fear of people (audience),
berasal dari kata “demos” yang berarti orang banyak, orang ramai, atau public. Jadi
demophobia adalah ketakutan akan khalayak yang akan membaca tulisan kita
nantinya. Belum menulis, kita sudah dihantui oleh perasaan ini. Jika ini yang
terjadi, maka selamanya kita tidak akan pernah menjadi penulis.
2. Laliophobia
= a fear of speaking (I
can’t write them down with my own words!). Laliophobia berasal dari kata “lalio”
(saya berkata). Laliophobia adalah ketakutan akan ketidakmampuan
mengungkapkan/menulis pikiran (hati) kita ke dalam tulisan. Jika ketakutan ini
menghinggapi kita, jangan panic. Percaya diri saja, segala sesuatu bisa
dilakukan karena kita telah biasa melakukannya.
3. Katagelophobia
= a fear of ridicule (ketakutan diejek/dicemooh). Untuk menghindari
agar tidak dicemooh, sebelum dipublikasikan, kita periksa dulu naskah tulisan
kita kira-kira di bagian mana yang berpotensi menimbulkan cemoohan atau
kritikan. Kita sadari bagian itu dan kita siapkan argument untuk menjawabnya
jika ada yang mempertanyakan.
4. Money-phobia
= a fear of find nothing from writing. Hambatan ini akan
menyerang jika uang merupakan orientasi dan penggerak utama setiap aktivitas
menulis.
STRATEGI
PRODUKTIF MENULIS
Bisa menulis saja belum
cukup untuk mengantarkan seseorang menjadi seorang penulis produktif. Menulis bukan
hanya berkaitan dengan bisa menulis, tetapi juga berkaitan dengan komitmen dan
konsistensi. Bisa menulis saja tidak cukup tanpa dibarengi dengan komitmen dan
konsisten menulis setiap saat. Untuk bisa menjadi penulis produktif, maka
seseorang harus konsisten menulis setiap saat. Ia harus bisa menyempatkan diri
untuk selalu menulis setiap hari. Ia harus bisa meluangkan sebagian waktu
kesibukannya untuk menulis. Ia tidak perlu menunggu waktu luang untuk menulis,
justru ia yang harus meluangkan waktu untuk menulis.
Menulis itu sangat
berkaitan dengan kedisiplinan diri. Hanya orang-orang yang memiliki
kedisiplinan yang tinggi untuk menulislah yang kelak bisa menjadi penulis
berkualitas. Dr. Ngainun Naim (2021: 86) menyatakan
bahwa menulis sesungguhnya merupakan keterampilan. Semakin sering dilakukan
akan semakin terampil. Jika ada orang yang bisa menulis dengan cepat dan
hasilnya baik, bisa dipastikan si penulis telah terbiasa menulis setiap hari.
Gamal Komandoko (2013) menyatakan
bahwa produktif menghasilkan tulisan adalah kunci utama bagi seorang penulis professional.
Kunci utama untuk mendapatkan pemasukan secara rutin. Beliau memberikan saran
beberapa cara agar produktif menulis, yaitu :
1. Tulislah
hal yang Anda kuasai dan sukai.
2. Manfaatkan
teknologi.
3. Tentukan
target.
4. Lakukan
sekarang juga!
Sementara
itu, Agung Nugroho Catur Saputro (2018) menjelaskan
tahap-tahap menulis bagi penulis pemula, yaitu :
1. Menyiapkan bahan tulisan. Bahan tulisan
berupa ide gagasan dan pemikiran dapat diperoleh dari berbagai cara, seperti
membaca, mengamati, memikirkan, merenungkan, menganalisis, mengkaitkan antar
informasi, maupun terinspirasi oleh seseorang atau suatu kejadian (h.57).
2. Menyeleksi bahan tulisan untuk memilih
yang terbaik atau paling sesuai dengan minat, karakter maupun style menulis
kita. Tidak semua bahan tulisan kita tulis, cukup kita pilih yang paling urgen
atau di sukai saja yang kita tulis agar menulis terasa menyenangkan dan tidak
terasa berat (h.58).
3. Menyiapkan data-data pendukung. Terkadang
selain menyiapkan bahan utama tulisan, kita juga harus menyiapkan data-data
pendukung agar tulisan kita menjadi lebih berbobot.
4. Mulai menulis. Tahap keempat ini adalah
tahap terpenting dalam menulis karena jika tahap ini tidak dilakukan, maka tulisan
tidak pernah jadi (h.58).
5. Membaca kembali dan mereview tulisan
yang dihasilkan. Membaca pada tahap ini adalah benar-benar membaca, bukan “memaksakan”
pikiran kita pada tulisan. Pada tahap membaca ini, bebaskan pikiran kita dari
prasangka bahwa tulisan kita sudah baik (h.59).
6. Merevisi tulisan. Jika dari hasil
membaca kembali ditemukan kesalahan-kesalahan, maka tulisan kita harus segera
diperbaiki (h.59).
7. Memposting tulisan kita di media sosial ataupun
blog. Setelah kita selesai menulis, segeralah memposting tulisan tersebut di
media-media sosial yang tersedia (grup WhatsApp, grup Telegram, akun Facebook, grup
Facebook, blog pribadi, media online, dan lain-lain).
Berikut ini beberapa
strategi agar kita bisa produktif menulis berdasarkan pengalaman pribadi
penulis:
1.
Menulis setiap hari
2.
Menulis di setiap kesempatan
3.
Meluangkan waktu khusus untuk menulis
4.
Menulis topic yang disukai
5.
Menulis topik yang dikuasai
6.
Menulis dengan senang hati
7.
Menjadikan aktivitas menulis sebagai
hobi atau klangenan
8.
Peka terhadap ide tulisan yang muncul di
pikiran
9.
Mempostting tulisan harian di media social
atau blog
10. Aktif
di komunitas penulis
DAFTAR
PUSTAKA
Alfian,
M. A. (2016). Bagaimana Saya Menulis. Bekasi: PT. Penjuru Ilmu Sejati.
Komandako,
G. (2013). Jangan Menjadi Penulis Profesional Jika Ingin Rugi.
Yogyakarta: Media Pressindo.
Murti,
T. (2015). Bukan Sekadar Nulis, Pastikan Best Seller. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Naim,
N. (2021). Menulis Itu Mudah: 40 Jurus Jitu Mewujudkan Karya. Lamongan:
Kamila Press.
Pribadi,
A. (2012, May 18). Menulis Untuk Penyembuhan Diri. Retrieved November 18, 2020,
from KOMPASIANA website: https://www.kompasiana.com/aguspribadi1978/55107337813311aa39bc64a6/menulis-untuk-penyembuhan-diri
Putra,
R. M. S. (2007). How to Write Your Own Text Book: Cara Cepat dan Asyik
Membuat Buku Ajar yang Powerful! Bandung: Kolbu.
Saputro,
A. N. C. (2018). Ketika Menulis Menjadi Sebuah Klangenan. Ciamis: CV.
Tsaqiva Publishing.
Saputro,
A. N. C. (2020, April 6). MENULIS SEBAGAI AKTIVITAS TERAPI JIWA. Retrieved
November 16, 2020, from SAHABAT PENA KITA website:
https://sahabatpenakita.id/menulis-sebagai-aktivitas-terapi-jiwa/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar