Powered By Blogger

Selasa, 12 September 2023

PANCASILA SEBAGAI SIMPUL PERSATUAN BANGSA

 


PANCASILA SEBAGAI SIMPUL PERSATUAN BANGSA

 Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
 

 



Indonesia adalah negara yang besar dengan ribuan pulau dan beraneka ragam suku bangsa. Indonesia didirikan di atas keanekaragaman suku, bahasa, budaya dan agama. Ada enam agama yang secara resmi diakui negara yaitu agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Walaupun begitu, di samping keenam agama tersebut, juga masih ada agama dan kepercayaan lain yang dianut rakyat Indonesia sejak dulu yang merupakan agama atau kepercayaan asli penduduk Indonesia (Nusantara). Keenam agama resmi tersebut semuanya bukan merupakan agama asli penduduk Indonesia, melainkan agama yang datang dari negara lain dan masuk ke Indonesia. Saat ini, agama dengan jumlah penganut mayoritas di Indonesia adalah agama Islam. Berdasarkan data Globalreligiusfuture,  penduduk Indonesia yang beragama Islam pada 2010 mencapai 209,12 juta jiwa atau sekitar 87% dari total populasi.


Melihat banyaknya suku bangsa dan budaya daerah yang membentuk bangsa Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia adalah negara yang unik dan istimewa. Mungkin di dunia ini tidak banyak negara yang menyerupai karakteristik seperti bangsa Indonesia. Oleh karena itu, terkadang peristiwa-peristiwa yang terjadi di negara lain ketika terjadi di Indonesia ternyata menghasilkan dampak yang berbeda. Dampak yang diprediksi juga akan terjadi di Indonesia sebagaimana terjadi di negara-negara lain ternyata sering meleset. Sepertinya misalnya pilpres 2014 diprediksi oleh beberapa pengamat politik akan menyebabkan Negara chaos, tetapi ternyata pilpres tetap berlangsung aman dan proses pergantian pimpinan juga berjalan lancar walau sampai terjadi dugaan kecurangan oleh salah satu paslon dan proses penetapan hasil pilpres sampai di sidang Makamah Konstitusi.


Keanekaragaman suku, bahasa, budaya dan agama sebenarnya merupakan aset bangsa Indonesia yang sangat berharga. Tidak semua bangsa memiliki aset berharga seperti bangsa Indonesia. Keanekaragaman tersebut jika dikelola dengan baik akan mampu menjadi modal penting untuk pembangunan. Keanekaragaman tersebut jika dikelola dengan baik akan dapat menjadi alat pemersatu bangsa. Keanekaragaman tersebut jika dimanfaatkan dengan baik akan dapat menjadi alat untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Pertanyaannya adalah bagaimana bangsa Indonesia (baca : rakyat Indonesia) memandang makna keanekaragaman dan keberagaman tersebut? Apakah keanekaragaman dan keberagaman bangsa dipandang sebagai karunia Allah yang istimewa dan penuh manfaat atau malah dipandang sebagai sesuatu yang merugikan bangsa dan negara?


Marilah kita lihat bagaimana pandangan Allah Swt mengenai keanekaragaman dan keberagaman manusia sebagaimana termaktum dalam Al-Qur’an. Dalam Q.S. al-Hujurat [49]: 13 Allah Swt berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling  kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”. (Q.S. al-Hujurat [49] : 13).

 

Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah Jilid 12, penggalan pertama ayat di atas “sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan” adalah pengantar untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dan yang lain. Tidak ada juga perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua diciptakan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pengantar tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalam terakhir ayat ini yakni “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa”. Oleh karena itu, beliau menyarankan agar kita semua berusaha untuk meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang termulia di sisi Allah Swt.


Masih dalam kitab yang sama, Prof. Dr. M. Quraish Shihab menyatakan bahwa kata ta’aarafuu terambil dari kata ‘arafa yang berarti mengenal. Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal balik. Dengan demikian, ia berarti “saling mengenal”. Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena itu, ayat di atas menekankan perlunya ‘saling mengenal”. Perkenalan itu dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. yang dampaknya tercermin pada kedamaian dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi. “Saling mengenal” yang digarisbawahi oleh ayat di atas adalah “pancing”nya bukan “ikan”nya. Yang ditekankan adalah caranya bukan manfaatnya.


Berdasarkan penjelasan pakar tafsir terhadap ayat di atas, tampak jelas bahwa tujuan Allah Swt menciptakan umat manusia beranekaragam suku dan bangsa adalah agar saling mengenal sehingga dapat saling memberi manfaat satu dengan yang lain. Keberagaman suku, budaya, bahasa dan agama (atau keyakinan) hendaknya tidak menjadikan penyebab terjadinya perpecahan dan permusuhan. Justru Allah Swt yang mengengaja menciptakan umat manusia dalam wujud yang berbeda-beda suku, warna kulit, bahasa dan ras/bangsa. Dengan diciptakan berbeda-beda dan beragam, diharapkan manusia mau saling kenal-mengenal satu dengan yang lain dan saling memberi manfaat melalui interaksi yang mutualisme.


Merujuk penafsiran Prof. Dr. M. Quraish Shihab di atas, Allah Swt lebih menekankan  tentang bagaimana cara saling mengenal dan memberi manfaat, bukan manfaat dari saling mengenal. Artinya melalui ayat di atas, Allah Swt menghendaki umat manusia yang ditakdirkan beranekaragam agar berupaya untuk saling mengenal. Untuk dapat saling mengenal antara umat manusia yang berbeda-beda, diperlukan saling berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain. Hanya pola interaksi yang saling menghormati dan menghargai saja yang akan dapat menghasilkan saling mengenal. Sedangkan pola interaksi yang diwarnai rasa saling curiga dan permusuhan hanya akan menghasilkan perpecahan dan peperangan, dan pola interaksi seperti ini jelas bertentangan dengan yang dikehendaki Allah Swt.


Firman Allah Swt di atas jika dipikirkan dan direnungkan, maka akan terlihat dengan jelas bahwa agama Islam sangat memperhatikan pola interaksi yang mutualisme dan persatuan antar manusia. Islam merupakan agama yang mencintai persatuan dan perdamaian. Allah Swt melalui firman-Nya tersebut di atas mengajarkan umat Islam dan umat manusia umumnya untuk saling mengenal satu sama yang lain walau berbeda suku, berbeda bahasa, berbeda tradisi, berbeda bangsa, berbeda warna kulit, berbeda ras, berbeda keyakinan maupun berbeda agama. Perbedaan yang terjadi pada umat manusia ternyata memang sudah ditakdirkan oleh Allah Swt, Tuhan yang Mahamenciptakan. Tugas umat manusia selaku makhluk-Nya hanyalah menjalani hidup sesuai yang dikehendaki oleh-Nya dan saling berinteraksi dengan penuh kerukunan dan kedamaian.


Dalam konteks ke-Indonesia-an, perenungan terhadap ayat di atas sangatlah relevan. Indonesia yang beranekaragam suku bangsa, bahasa, budaya dan agama dapat dijadikan sebagai model bagaimana tujuan ayat tersebut di atas diimplementasikan. Umat Islam dan rakyat  Indonesia pada umumnya mendapatkan kesempatan berharga untuk mempraktikkan tujuan ayat tersebut di atas diturunkan, yakni mencari pola interaksi yang menghasilkan persatuan (hasil dari saling kenal-mengenal) dan perdamaian. Pola interaksi yang ditekankan oleh Allah Swt melalui firman-Nya di atas ternyata telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia melalui penetapan dasar negara yaitu Pancasila yang terdiri atas lima sila, dimana setiap sila-silanya telah mengakomodasi pola interaksi antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dan pola interaksi antar manusia dalam menghargai nilai-nilai kemanusiaan, meletakkan pondasi persatuan, bentuk permufakatan dan bagaimana mewujudkan keadilan sosial untuk seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, PANCASILA merupakan salah satu contoh model interaksi  yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan manusia diciptakan Allah Swt dalam wujud yang beranekaragam suku, budaya, warna kulit, bahasa dan agama.


Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa cara untuk mewujudkan tujuan penciptaan umat manusia yang beranekaragam sebagaimana tercantum dalam firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Hujurat [49]: 13 adalah dengan menjalankan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Indonesia adalah negara yang memiliki karakteristik sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Hujurat [49]: 13. Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam khususnya dan sebagai rakyat Indonesia pada umumnya seharusnya bangga karena kita ditakdirkan Allah Swt lahir dan hidup di negara yang mirip dengan gambaran masyarakat yang diberikan Allah Swt melalui firman-Nya. Maka sudah sepantasnyalah tugas kita bersama untuk menjaga amanat Allah Swt tersebut dengan berusaha mengimplementasikan pola interaksi dan kehidupan yang penuh kerukunan, perdamaian dan saling menghargai satu dengan yang lain.


Persatuan dan kerukunan serta perdamaian bangsa Indonesia tidak akan tercapai jika tidak dilandasi semangat saling menghormati, menghargai dan sikap toleransi antar rakyat Indonesia. Perbedaan yang menjadi karakteristik bangsa Indonesia seyogyanya menjadikan dasar untuk menciptakan negara yang baldatun wa rabbun ghafur. Marilah kita rajut benang-benang persatuan dan kita eratkan simpul-simpul persatuan bangsa Indonesia melalui sikap saling menghormati, menghargai perbedaan dan sikap toleransi antar umat beragama dan suku bangsa. Semoga Allah Swt selalu melindungi bangsa Indonesia dari upaya-upaya segelintir orang maupun kelompok sparatis yang ingin merusak persatuan dan kedamaian bangsa Indonesia. Amin. [].

 

__________________________________________

*Agung Nugroho Catur Saputro. Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Peraih juara 1 Nasional lomba penulisan buku pelajaran Kimia SMA/MA di Kementerian Agama RI. Penulis Buku Nonfiksi tersertifikasi BNSP yang telah menerbitkan 100+ judul buku dan memiliki 37 sertifikat hak cipta dari Kemenkumham RI. Beliau dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp: 081329023054, email: anc_saputro@yahoo.co.id, dan website: https://sharing-literasi.blogspot.com.

 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer