PANCASILA SEBAGAI SIMPUL PERSATUAN BANGSA
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
Indonesia adalah negara yang besar dengan ribuan pulau dan beraneka
ragam suku bangsa. Indonesia didirikan di atas keanekaragaman suku, bahasa, budaya
dan agama. Ada enam agama yang secara resmi diakui negara yaitu agama Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu. Walaupun begitu, di samping keenam
agama tersebut, juga masih ada agama dan kepercayaan lain yang dianut rakyat Indonesia
sejak dulu yang merupakan agama atau kepercayaan asli penduduk Indonesia
(Nusantara). Keenam agama resmi tersebut semuanya bukan merupakan agama asli
penduduk Indonesia, melainkan agama yang datang dari negara lain dan masuk ke
Indonesia. Saat ini, agama dengan jumlah penganut mayoritas di Indonesia adalah
agama Islam. Berdasarkan data Globalreligiusfuture, penduduk Indonesia yang beragama Islam pada
2010 mencapai 209,12 juta jiwa atau sekitar 87% dari total populasi.
Melihat banyaknya suku bangsa dan budaya daerah yang membentuk bangsa
Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia adalah negara yang unik dan
istimewa. Mungkin di dunia ini tidak banyak negara yang menyerupai
karakteristik seperti bangsa Indonesia. Oleh karena itu, terkadang peristiwa-peristiwa
yang terjadi di negara lain ketika terjadi di Indonesia ternyata menghasilkan
dampak yang berbeda. Dampak yang diprediksi juga akan terjadi di Indonesia
sebagaimana terjadi di negara-negara lain ternyata sering meleset. Sepertinya
misalnya pilpres 2014 diprediksi oleh beberapa pengamat politik akan menyebabkan
Negara chaos, tetapi ternyata pilpres tetap berlangsung aman dan proses
pergantian pimpinan juga berjalan lancar walau sampai terjadi dugaan kecurangan
oleh salah satu paslon dan proses penetapan hasil pilpres sampai di sidang Makamah
Konstitusi.
Keanekaragaman suku, bahasa, budaya dan agama sebenarnya merupakan aset
bangsa Indonesia yang sangat berharga. Tidak semua bangsa memiliki aset
berharga seperti bangsa Indonesia. Keanekaragaman tersebut jika dikelola dengan
baik akan mampu menjadi modal penting untuk pembangunan. Keanekaragaman
tersebut jika dikelola dengan baik akan dapat menjadi alat pemersatu bangsa.
Keanekaragaman tersebut jika dimanfaatkan dengan baik akan dapat menjadi alat
untuk menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Pertanyaannya adalah bagaimana bangsa
Indonesia (baca : rakyat Indonesia) memandang makna keanekaragaman dan
keberagaman tersebut? Apakah keanekaragaman dan keberagaman bangsa dipandang
sebagai karunia Allah yang istimewa dan penuh manfaat atau malah dipandang
sebagai sesuatu yang merugikan bangsa dan negara?
Marilah kita lihat bagaimana pandangan Allah Swt mengenai keanekaragaman
dan keberagaman manusia sebagaimana termaktum dalam Al-Qur’an. Dalam Q.S. al-Hujurat
[49]: 13 Allah Swt berfirman: “Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
(Q.S. al-Hujurat [49] : 13).
Menurut Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Mishbah Jilid
12, penggalan pertama ayat di atas “sesungguhnya
Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan” adalah
pengantar untuk menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di
sisi Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dan yang lain. Tidak ada juga
perbedaan pada nilai kemanusiaan antara laki-laki dan perempuan karena semua
diciptakan dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Pengantar tersebut
mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalam terakhir ayat ini yakni “Sesungguhnya yang paling mulia di antara
kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa”. Oleh karena itu, beliau
menyarankan agar kita semua berusaha untuk meningkatkan ketakwaan agar menjadi
yang termulia di sisi Allah Swt.
Masih dalam kitab yang sama, Prof. Dr. M. Quraish Shihab menyatakan
bahwa kata ta’aarafuu terambil dari
kata ‘arafa yang berarti mengenal.
Patron kata yang digunakan ayat ini mengandung makna timbal balik. Dengan
demikian, ia berarti “saling mengenal”.
Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin terbuka peluang
untuk saling memberi manfaat. Karena itu, ayat di atas menekankan perlunya ‘saling mengenal”. Perkenalan itu
dibutuhkan untuk saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna
meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. yang dampaknya tercermin pada
kedamaian dan kesejahteraan hidup duniawi dan kebahagiaan ukhrawi. “Saling mengenal” yang digarisbawahi oleh
ayat di atas adalah “pancing”nya bukan “ikan”nya. Yang ditekankan adalah
caranya bukan manfaatnya.
Berdasarkan penjelasan pakar tafsir terhadap ayat di atas, tampak jelas
bahwa tujuan Allah Swt menciptakan umat manusia beranekaragam suku dan bangsa
adalah agar saling mengenal sehingga dapat saling memberi manfaat satu dengan
yang lain. Keberagaman suku, budaya, bahasa dan agama (atau keyakinan)
hendaknya tidak menjadikan penyebab terjadinya perpecahan dan permusuhan.
Justru Allah Swt yang mengengaja menciptakan umat manusia dalam wujud yang
berbeda-beda suku, warna kulit, bahasa dan ras/bangsa. Dengan diciptakan
berbeda-beda dan beragam, diharapkan manusia mau saling kenal-mengenal satu
dengan yang lain dan saling memberi manfaat melalui interaksi yang mutualisme.
Merujuk penafsiran Prof. Dr. M. Quraish Shihab di atas, Allah Swt lebih
menekankan tentang bagaimana cara saling
mengenal dan memberi manfaat, bukan manfaat dari saling mengenal. Artinya
melalui ayat di atas, Allah Swt menghendaki umat manusia yang ditakdirkan
beranekaragam agar berupaya untuk saling mengenal. Untuk dapat saling mengenal
antara umat manusia yang berbeda-beda, diperlukan saling berinteraksi dan
berkomunikasi satu sama lain. Hanya pola interaksi yang saling menghormati dan
menghargai saja yang akan dapat menghasilkan saling mengenal. Sedangkan pola
interaksi yang diwarnai rasa saling curiga dan permusuhan hanya akan
menghasilkan perpecahan dan peperangan, dan pola interaksi seperti ini jelas bertentangan
dengan yang dikehendaki Allah Swt.
Firman Allah Swt di atas jika dipikirkan dan direnungkan, maka akan terlihat
dengan jelas bahwa agama Islam sangat memperhatikan pola interaksi yang
mutualisme dan persatuan antar manusia. Islam merupakan agama yang mencintai
persatuan dan perdamaian. Allah Swt melalui firman-Nya tersebut di atas
mengajarkan umat Islam dan umat manusia umumnya untuk saling mengenal satu sama
yang lain walau berbeda suku, berbeda bahasa, berbeda tradisi, berbeda bangsa,
berbeda warna kulit, berbeda ras, berbeda keyakinan maupun berbeda agama. Perbedaan
yang terjadi pada umat manusia ternyata memang sudah ditakdirkan oleh Allah
Swt, Tuhan yang Mahamenciptakan. Tugas umat manusia selaku makhluk-Nya hanyalah
menjalani hidup sesuai yang dikehendaki oleh-Nya dan saling berinteraksi dengan
penuh kerukunan dan kedamaian.
Dalam konteks ke-Indonesia-an, perenungan terhadap ayat di atas
sangatlah relevan. Indonesia yang beranekaragam suku bangsa, bahasa, budaya dan
agama dapat dijadikan sebagai model bagaimana tujuan ayat tersebut di atas
diimplementasikan. Umat Islam dan rakyat
Indonesia pada umumnya mendapatkan kesempatan berharga untuk
mempraktikkan tujuan ayat tersebut di atas diturunkan, yakni mencari pola
interaksi yang menghasilkan persatuan (hasil dari saling kenal-mengenal) dan
perdamaian. Pola interaksi yang ditekankan oleh Allah Swt melalui firman-Nya di
atas ternyata telah dirumuskan oleh para pendiri bangsa Indonesia melalui
penetapan dasar negara yaitu Pancasila
yang terdiri atas lima sila, dimana setiap sila-silanya telah mengakomodasi
pola interaksi antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa dan pola interaksi
antar manusia dalam menghargai nilai-nilai kemanusiaan, meletakkan pondasi persatuan,
bentuk permufakatan dan bagaimana mewujudkan keadilan sosial untuk seluruh
rakyat Indonesia. Dengan kata lain, PANCASILA merupakan salah satu contoh model
interaksi yang dirumuskan oleh para
pendiri bangsa Indonesia untuk mewujudkan tujuan manusia diciptakan Allah Swt
dalam wujud yang beranekaragam suku, budaya, warna kulit, bahasa dan agama.
Berdasarkan alur pemikiran di atas, maka dapat penulis simpulkan bahwa
cara untuk mewujudkan tujuan penciptaan umat manusia yang beranekaragam
sebagaimana tercantum dalam firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Hujurat [49]: 13
adalah dengan menjalankan dan mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Indonesia adalah negara yang memiliki
karakteristik sebagaimana firman Allah Swt dalam Q.S. Al-Hujurat [49]: 13. Oleh
karena itu, kita sebagai umat Islam khususnya dan sebagai rakyat Indonesia pada
umumnya seharusnya bangga karena kita ditakdirkan Allah Swt lahir dan hidup di negara
yang mirip dengan gambaran masyarakat yang diberikan Allah Swt melalui
firman-Nya. Maka sudah sepantasnyalah tugas kita bersama untuk menjaga amanat
Allah Swt tersebut dengan berusaha mengimplementasikan pola interaksi dan
kehidupan yang penuh kerukunan, perdamaian dan saling menghargai satu dengan
yang lain.
Persatuan dan kerukunan serta perdamaian bangsa Indonesia tidak akan
tercapai jika tidak dilandasi semangat saling menghormati, menghargai dan sikap
toleransi antar rakyat Indonesia. Perbedaan yang menjadi karakteristik bangsa
Indonesia seyogyanya menjadikan dasar untuk menciptakan negara yang baldatun wa rabbun ghafur. Marilah kita
rajut benang-benang persatuan dan kita eratkan simpul-simpul persatuan bangsa
Indonesia melalui sikap saling menghormati, menghargai perbedaan dan sikap
toleransi antar umat beragama dan suku bangsa. Semoga Allah Swt selalu
melindungi bangsa Indonesia dari upaya-upaya segelintir orang maupun kelompok
sparatis yang ingin merusak persatuan dan kedamaian bangsa Indonesia. Amin. [].
__________________________________________
*Agung Nugroho Catur Saputro. Dosen di Program
Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Peraih juara 1 Nasional
lomba penulisan buku pelajaran Kimia SMA/MA di Kementerian Agama RI. Penulis
Buku Nonfiksi tersertifikasi BNSP yang telah menerbitkan 100+ judul buku dan
memiliki 37 sertifikat hak cipta dari Kemenkumham RI. Beliau dapat dihubungi
melalui nomor WhatsApp: 081329023054, email: anc_saputro@yahoo.co.id, dan website: https://sharing-literasi.blogspot.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar