PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA:
MEMBACA AL-QUR’AN
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Penyelenggaraan pendidikan untuk anak
merupakan tanggung jawab orang tua. Orang tua dapat menyelenggarakan pendidikan
sendiri untuk anak-anaknya atau meminta bantuan pihak lain untuk mengambil alih
tanggung jawabnya. Di era modern ini, umumnya tanggung jawab pendidikan anak
dilimpahkan ke lembaga pendidikan, seperti sekolah atau pondok pesantren. Orang
tua mempercayakan proses pendidikan anak-anaknya kepada sekolah karena sekolah memiliki
kurikulum, sarana prasarana, dan sumber daya manusia yang mendukung pelaksanaan
proses pendidikan.
Jika tanggung jawab pendidikan anak
telah dilakukan oleh sekolah, lantas peranan apa yang dapat dilakukan orang tua
terhadap pendidikan anak-anaknya? Karena pada hakikatnya tanggung jawab
pendidikan anak tetap berada di pundak orang tua, sedangkan sekolah hanya
membantu saja, maka setiap orang tua tetap harus menyelenggarakan proses
pendidikan di rumah (pendidikan keluarga). Menurut K.H. R. Zainuddin Fananie,
pendidikan rumah adalah asas bagi segala pendidikan sesudahnya. Asas pendidikan
dalam rumah adalah “kasih sayang” dan “kecintaan” (Fananie, 2011). Karena anak tidak 24 jam sehari semalam berada
di sekolah -kecuali anak yang belajar di pondok pesantren atau di sekolah program
boarding yang tinggal di asrama-, maka waktu anak di rumah sebagian waktunya dapat
dialokasikan untuk pendidikan keluarga. Orang tua dapat memilih waktu yang
tepat untuk menyelenggarakan program pendidikan keluarga.
Pendidikan seharusnya mampu mendidik
peserta didik menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan berkarakter baik,
mengetahui adab kesopanan bagaimana sikap berinteraksi dengan orang lain, baik
dengan gurunya maupun sesama peserta didik. Fananie (2011) berpandangan
bahwa tujuan pendidikan adalah membantu menunjukkan jalan kebaikan kepada
peserta didik agar dapat memilih jalan tersebut dengan sendirinya. Dalam hal
ini tentu saja pendidik akan menunjukkan jalan yang paling baik agar peserta
didik menjadi baik di setiap perbuatan, perkataan, dan hati.
Materi program pendidikan keluarga dapat
berupa pendidikan keagamaan dan pendidikan karakter. Walaupun mungkin di
sekolah telah juga mendapatkan program pendidikan karakter, maka program
pendidikan karakter di rumah dapat membantu memperkuat program pendidikan
karakter yang diselenggarakan sekolah agar hasilnya lebih maksimal. Selain untuk
menambah materi pendidikan karakter, pendidikan keluarga juga dapat untuk
melatih anak-anak mengimplementasikan materi pendidikan karakter dalam sikap
dan perilaku hidup sehari-hari sehingga nilai-nilai karakter yang dipelajari
dapat menyatu dalam diri mereka dan menjadi kebiasaan.
Berkaitan dengan pendidikan rumah atau
pendidikan keluarga, K.H. R. Zainuddin Fananie (2011) mengemukakan
beberapa hal sebagai berikut. 1). Anak-anak yang membutuhkan pendidikan lebih
banyak menggunakan waktunya di rumah daripada di tempat-tempat lain., 2). Pengaruh
pendidikan rumah lebih besar daripada sekolah karena anak merasa hidup dan
kesenangannya bergantung kepada orang tua., 3). Azas pendidikan rumah adalah
kecintaan dan kasih sayang sehingga pendidikan yang diberikan akan mudah
tertanam., 4). Pendidikan kepercayaan, keagamaan, dan adat istiadat wajib
ditanamkan di dalam rumah.
Menurut Hudi
(2017),
pendidikan moral atau karakter hanya sampai pada moral knowing tidaklah cukup, sebab sebatas hanya tahu atau
memahami nilai-nilai atau moral tanpa melaksanakannya, hanya menghasilkan orang
cerdas, tetapi tidak bermoral. Sangat penting
proses pendidikan dilanjutkan sampai pada moral
feeling. Moral feeling adalah
aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada peserta didik yang merupakan
sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai prinsip-prinsip moral.
Terdapat enam hal aspek emosi yang harus dirasakan oleh seseorang untuk menjadi
manusia bermoral atau berkarakter, yakni conscience
(nurani), self esteem (percaya diri),
empathy (merasakan penderitaan orang
lain), loving the good (mencintai
kebenaran), self control (mampu
mengontrol diri), dan humility
(kerendahan hati). Namun, pendidikan moral atau karakter hanya sampai pada moral feeling saja juga tidaklah cukup,
sebab sebatas ingin atau mau, tanpa disertai perbuatan nyata hanya akan menghasilkan
manusia munafik.
Menyadari betapa pentingnya melatihkan perilaku
baik rutin setiap hari sehingga bisa menjadi kebiasaan dan bahkan kesenangan,
maka kami selaku orang tua mendesain suasana keluarga yang kondusif dan
memberikan contoh langsung kepada anak-anak. Dengan melihat sendiri contoh yang
dilakukan orang tuanya dan mengalami sendiri bagaimana sikap dan perilaku
tersebut dilakukan, maka kami berharap anak-anak bisa menikmati proses
melakukan perilaku baik tersebut sehingga terbangun kecintaan untuk terus
melakukannya. Kami berharap kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan setiap hari
tersebut akan masuk dan menyatu dengan diri anak-anak sehingga mewujud menjadi
jati diri dan karakter mereka kelak. Demikianlah harapan dan upaya kami selaku
orang tua agar anak-anak kami kelak menjadi orang-orang yang berkepribadian
baik dan bisa sukses di masa depan. Amin.
Salah satu program pendidikan keluarga
yang kami desain dan kami latihkan setiap hari ke anak-anak adalah kebiasaan
membaca Al-Qur’an setiap bakda shalat Maghrib. Setiap bakda shalat Maghrib kami
semua mengaji bersama di dalam satu ruangan dan kemudian dilanjutkan program
kajian keluarga. kami memilih waktu bakda shalat Maghrib sebagai waktu keluarga
(family time) untuk melaksanakan program pendidikan karakter di lingkup
keluarga karena kami merasa waktu di antara sholat Maghrib dan shalat Isya’
adalah waktu yang tepat untuk berkumpul semua anggota keluarga dan membicarakan
banyak hal terkait permasalahan keluarga maupun perkembangan pendidikan
anak-anak.
Kebiasaan membaca Al-Qur’an setiap bakda
shalat Maghrib ini sudah lama kami lakukan sejak kami menikah karena kebiasaan
tersebut saya bawa ke dalam kehidupan berkeluarga saya. Membaca Al-Qur’an
setiap bakda shalat Maghrib merupakan kebiasaan di keluarga saya. Setelah saya
menikah, kebiasaan tersebut saya teruskan dan lanjutkan menjadi kebiasaan di
kehidupan keluarga baru saya. Setelah anak-anak ada dalam kehidupan keluarga
kami, maka kebiasaan tersebut kami ajarkan ke anak-anak agar kelak ketika mereka
sudah dewasa dan memiliki keluarga sendiri juga akan seperti saya yang
membiasakan keluarganya melakukan kebiasaan membaca Al-Qur’an setiap bakda
shalat Maghrib.
Kami mengamati anak-anak ketika masih
kecil karena sudah terbiasa melihat kedua orang tuanya membaca Al-Qur’an
akhirnya mereka ikut-ikut melakukannya. Cara belajar anak kecil adalah
mengamati lingkungan sekitarnya dan meniru (mengimitasi) apa yang dilihatnya. Anak
pertama kami dulu juga begitu, awalnya hanya mengimitasi apa yang dilakukan
orang tuanya, tetapi setelah ia bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, maka ia juga
rutin setiap bakda shalat Maghrib membaca Al-Qur’an bersama kedua orang tuanya.
Dan sekarang pemandangan tersebut
berulang kembali pada anak kedua kami yang baru berusia lima tahun. Di usia
yang hampir mendekati enam tahun ini, putri kecil kami telah mampu membaca
tulisan arab walaupun masih terbata-bata. Putri kecil kami sekarang sedang
sekolah di TK B dan kemampuannya membaca buku IQRA’ sudah sampai jilid 6 yang
berarti sebentar lagi ia akan lanjut ke tingkat membaca Al-Qur’an. Walaupun belum
lulus IQRA’ jilid 6, putri kecil kami sudah ingin membaca Al-Qur’an setiap
bakda shalat Maghrib seperti papi, mami, dan kakanya. Untuk menunjang
keinginannya tersebut, maka saya memberikannya mushaf Al-Qur’an sendiri untuk
putri keci kami. Ia tampak senang sekali memiliki mushaf Al-Qur’an sendiri yang
berbeda warna dengan mushaf Al-Qur’an orang tua dan kakaknya.
Sekarang setiap hari bakda shalat
Maghrib, kami sekeluarga duduk bersama di ruang mushalla di rumah membaca
Al-Qur’an. Melihat pemandangan tersebut, hati saya sangat bahagia dan bersyukur
sekali. Saya sangat bersyukur kepada Allah Swt atas karunia anak-anak yang baik
dan sholih sholihah. Terkadang saya tersenyum bahagia melihat bagaimana betapa cantik
dan lucunya putri kecil kami yang memakai mukena warna pink duduk dengan dan
membaca Al-Qur’an dengan suara paling keras. Ia juga rajin menata mushaf-mushaf
Al-Qur’an di meja dengan urutan dari bawah mushaf Al-Qur’an milik kakaknya, kemudian
di atasnya mushaf Al-Qur’an milik papinya, di atasnya lagi mushaf Al-Qur’an milik
maminya, dan baru posisi paling atas mushaf Al-Qur’an miliknya. Formasi penataan
mushaf Al-Qur’an tersebut tidak boleh diubah dan dia maunya yang menata sendiri
susunan mushaf-mushaf Al-Qur’an tersebut.
Satu lagi hal yang membuat saya sangat
bahagia dan bersukur kepada Allah Swt adalah keinginan putri kecil kami untuk
mengerjakan shalat fardhu lima waktu. Alhamdulillah sekarang di usianya yang
masih terbilang balita, putri kecil kami sudah rutin mengerjakan sholat wajib
lima waktu atas keinginannya sendiri. Dan kami lebih bersyukur lagi, putri
kecil kami juga mau mengerjakan shalat sunah seperti shalat sunah bakda
Maghrib, shalat sunah bakda Isya’ dan shalat witir. Setiap kali masuk waktu
shalat, kami mengatakan kepada si kecil, “Adek ayo shalat”, maka putri kecil
kami segera masuk ke kamar mandi untuk berwudlu dengan tidak lupa dengan suara
keras membaca doa mau masuk ke kamar mandi.
Karena sudah sekitar sebulan ini putri
kecil kami mulai rutin mengerjakan shalat wajib dan shalat sunah, maka sekarang
setiap kali saya pulang dari kampus, saya selalu bertanya pada putri kecil
kami, “Adek sudah shalat Ashar?”. Dan sepertinya biasanya, dengan suara
khasnya, putri kecil kami menjawab, “Ya sudah lah, tadi shalat sama mami, masak
papi lupa?”. Pertanyaan “Adek sudah shalat?” memang saya sengaja saya ucapkan
agar terekam dalam memori ingatan si kecil, sehingga kelak ketika ia sudah
dewasa akan selalu ingat mengerjakan shalat karena dulu papinya sering
menanyakannya.
Demikianlah program sederhana pendidikan
keluarga terkait pendidikan karakter religius yang kami desain untuk anak-anak kami.
Program membaca Al-Qur’an dan program kajian keluarga setiap bakda shalat
Maghrib memang bukan program yang luar biasa. Kedua program pendidikan keluarga
kami tersebut sangat sederhana dan simple sekali, yang saya yakin semua orang/keluarga
pasti juga mampu melakukannya. Walaupun bukan program pendidikan yang luar
biasa, kami tetap melakukannya karena kami sadar bahwa aktivitas yang ringan
seperti membaca Al-Qur’an jika tidak dilatihkan ke anak-anak sejak kecil dan
tidak dibiasakan dalam kehidupan keluarga, maka anak pasti akan merasa berat
melakukannya. Agar anak merasa ringan melakukannya dan bahkan menjadi
kebutuhannya, maka kami mengajarkannya sejak mereka kecil dan memberikan
contohnya dalam kehidupan keluarga secara rutin. Semoga upaya baik kami ini
mendapatkan ridha Allah Swt dan mampu membentuk putra putri menjadi sosok
pribadi yang shalih shalihah. Amin. []
Gumpang Baru, 11 September 2023
Daftar
Bacaan
Fananie,
K. H. R. Z. (2011). Pedoman Pendidikan Modern. Tinta Medina.
Hudi, I. (2017). Pengaruh Pengetahuan
Moral Terhadap Perilaku Moral pada Siswa SMP Negeri Kota Pekanbaru Berdasarkan
Pendidikan Orang Tua. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 2(1), 30–44.
_______________________________________________
*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas
Sebelas Maret. Penulis buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta:
KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis
Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar