Powered By Blogger

Senin, 11 September 2023

PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA: MEMBACA AL-QUR’AN

 


PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA: 

MEMBACA AL-QUR’AN

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Penyelenggaraan pendidikan untuk anak merupakan tanggung jawab orang tua. Orang tua dapat menyelenggarakan pendidikan sendiri untuk anak-anaknya atau meminta bantuan pihak lain untuk mengambil alih tanggung jawabnya. Di era modern ini, umumnya tanggung jawab pendidikan anak dilimpahkan ke lembaga pendidikan, seperti sekolah atau pondok pesantren. Orang tua mempercayakan proses pendidikan anak-anaknya kepada sekolah karena sekolah memiliki kurikulum, sarana prasarana, dan sumber daya manusia yang mendukung pelaksanaan proses pendidikan.

 

Jika tanggung jawab pendidikan anak telah dilakukan oleh sekolah, lantas peranan apa yang dapat dilakukan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya? Karena pada hakikatnya tanggung jawab pendidikan anak tetap berada di pundak orang tua, sedangkan sekolah hanya membantu saja, maka setiap orang tua tetap harus menyelenggarakan proses pendidikan di rumah (pendidikan keluarga). Menurut K.H. R. Zainuddin Fananie, pendidikan rumah adalah asas bagi segala pendidikan sesudahnya. Asas pendidikan dalam rumah adalah “kasih sayang” dan “kecintaan” (Fananie, 2011).  Karena anak tidak 24 jam sehari semalam berada di sekolah -kecuali anak yang belajar di pondok pesantren atau di sekolah program boarding yang tinggal di asrama-, maka waktu anak di rumah sebagian waktunya dapat dialokasikan untuk pendidikan keluarga. Orang tua dapat memilih waktu yang tepat untuk menyelenggarakan program pendidikan keluarga.

 

Pendidikan seharusnya mampu mendidik peserta didik menjadi pribadi yang berakhlak mulia dan berkarakter baik, mengetahui adab kesopanan bagaimana sikap berinteraksi dengan orang lain, baik dengan gurunya maupun sesama peserta didik. Fananie (2011) berpandangan bahwa tujuan pendidikan adalah membantu menunjukkan jalan kebaikan kepada peserta didik agar dapat memilih jalan tersebut dengan sendirinya. Dalam hal ini tentu saja pendidik akan menunjukkan jalan yang paling baik agar peserta didik menjadi baik di setiap perbuatan, perkataan, dan hati.

 

Materi program pendidikan keluarga dapat berupa pendidikan keagamaan dan pendidikan karakter. Walaupun mungkin di sekolah telah juga mendapatkan program pendidikan karakter, maka program pendidikan karakter di rumah dapat membantu memperkuat program pendidikan karakter yang diselenggarakan sekolah agar hasilnya lebih maksimal. Selain untuk menambah materi pendidikan karakter, pendidikan keluarga juga dapat untuk melatih anak-anak mengimplementasikan materi pendidikan karakter dalam sikap dan perilaku hidup sehari-hari sehingga nilai-nilai karakter yang dipelajari dapat menyatu dalam diri mereka dan menjadi kebiasaan.

 

Berkaitan dengan pendidikan rumah atau pendidikan keluarga, K.H. R. Zainuddin Fananie (2011) mengemukakan beberapa hal sebagai berikut. 1). Anak-anak yang membutuhkan pendidikan lebih banyak menggunakan waktunya di rumah daripada di tempat-tempat lain., 2). Pengaruh pendidikan rumah lebih besar daripada sekolah karena anak merasa hidup dan kesenangannya bergantung kepada orang tua., 3). Azas pendidikan rumah adalah kecintaan dan kasih sayang sehingga pendidikan yang diberikan akan mudah tertanam., 4). Pendidikan kepercayaan, keagamaan, dan adat istiadat wajib ditanamkan di dalam rumah.

 

Menurut Hudi (2017), pendidikan moral atau karakter hanya sampai pada moral knowing tidaklah cukup, sebab sebatas hanya tahu atau memahami nilai-nilai atau moral tanpa melaksanakannya, hanya menghasilkan orang cerdas, tetapi tidak bermoral. Sangat  penting proses pendidikan dilanjutkan sampai pada moral feeling. Moral feeling adalah aspek yang lain yang harus ditanamkan kepada peserta didik yang merupakan sumber energi dari diri manusia untuk bertindak sesuai prinsip-prinsip moral. Terdapat enam hal aspek emosi yang harus dirasakan oleh seseorang untuk menjadi manusia bermoral atau berkarakter, yakni conscience (nurani), self esteem (percaya diri), empathy (merasakan penderitaan orang lain), loving the good (mencintai kebenaran), self control (mampu mengontrol diri), dan humility (kerendahan hati). Namun, pendidikan moral atau karakter hanya sampai pada moral feeling saja juga tidaklah cukup, sebab sebatas ingin atau mau, tanpa disertai perbuatan nyata hanya akan menghasilkan manusia munafik.

 

Menyadari betapa pentingnya melatihkan perilaku baik rutin setiap hari sehingga bisa menjadi kebiasaan dan bahkan kesenangan, maka kami selaku orang tua mendesain suasana keluarga yang kondusif dan memberikan contoh langsung kepada anak-anak. Dengan melihat sendiri contoh yang dilakukan orang tuanya dan mengalami sendiri bagaimana sikap dan perilaku tersebut dilakukan, maka kami berharap anak-anak bisa menikmati proses melakukan perilaku baik tersebut sehingga terbangun kecintaan untuk terus melakukannya. Kami berharap kebiasaan-kebiasaan baik yang dilakukan setiap hari tersebut akan masuk dan menyatu dengan diri anak-anak sehingga mewujud menjadi jati diri dan karakter mereka kelak. Demikianlah harapan dan upaya kami selaku orang tua agar anak-anak kami kelak menjadi orang-orang yang berkepribadian baik dan bisa sukses di masa depan. Amin.

 

Salah satu program pendidikan keluarga yang kami desain dan kami latihkan setiap hari ke anak-anak adalah kebiasaan membaca Al-Qur’an setiap bakda shalat Maghrib. Setiap bakda shalat Maghrib kami semua mengaji bersama di dalam satu ruangan dan kemudian dilanjutkan program kajian keluarga. kami memilih waktu bakda shalat Maghrib sebagai waktu keluarga (family time) untuk melaksanakan program pendidikan karakter di lingkup keluarga karena kami merasa waktu di antara sholat Maghrib dan shalat Isya’ adalah waktu yang tepat untuk berkumpul semua anggota keluarga dan membicarakan banyak hal terkait permasalahan keluarga maupun perkembangan pendidikan anak-anak.

 

Kebiasaan membaca Al-Qur’an setiap bakda shalat Maghrib ini sudah lama kami lakukan sejak kami menikah karena kebiasaan tersebut saya bawa ke dalam kehidupan berkeluarga saya. Membaca Al-Qur’an setiap bakda shalat Maghrib merupakan kebiasaan di keluarga saya. Setelah saya menikah, kebiasaan tersebut saya teruskan dan lanjutkan menjadi kebiasaan di kehidupan keluarga baru saya. Setelah anak-anak ada dalam kehidupan keluarga kami, maka kebiasaan tersebut kami ajarkan ke anak-anak agar kelak ketika mereka sudah dewasa dan memiliki keluarga sendiri juga akan seperti saya yang membiasakan keluarganya melakukan kebiasaan membaca Al-Qur’an setiap bakda shalat Maghrib.

 

Kami mengamati anak-anak ketika masih kecil karena sudah terbiasa melihat kedua orang tuanya membaca Al-Qur’an akhirnya mereka ikut-ikut melakukannya. Cara belajar anak kecil adalah mengamati lingkungan sekitarnya dan meniru (mengimitasi) apa yang dilihatnya. Anak pertama kami dulu juga begitu, awalnya hanya mengimitasi apa yang dilakukan orang tuanya, tetapi setelah ia bisa membaca Al-Qur’an dengan baik, maka ia juga rutin setiap bakda shalat Maghrib membaca Al-Qur’an bersama kedua orang tuanya.

 

Dan sekarang pemandangan tersebut berulang kembali pada anak kedua kami yang baru berusia lima tahun. Di usia yang hampir mendekati enam tahun ini, putri kecil kami telah mampu membaca tulisan arab walaupun masih terbata-bata. Putri kecil kami sekarang sedang sekolah di TK B dan kemampuannya membaca buku IQRA’ sudah sampai jilid 6 yang berarti sebentar lagi ia akan lanjut ke tingkat membaca Al-Qur’an. Walaupun belum lulus IQRA’ jilid 6, putri kecil kami sudah ingin membaca Al-Qur’an setiap bakda shalat Maghrib seperti papi, mami, dan kakanya. Untuk menunjang keinginannya tersebut, maka saya memberikannya mushaf Al-Qur’an sendiri untuk putri keci kami. Ia tampak senang sekali memiliki mushaf Al-Qur’an sendiri yang berbeda warna dengan mushaf Al-Qur’an orang tua dan kakaknya.

 

Sekarang setiap hari bakda shalat Maghrib, kami sekeluarga duduk bersama di ruang mushalla di rumah membaca Al-Qur’an. Melihat pemandangan tersebut, hati saya sangat bahagia dan bersyukur sekali. Saya sangat bersyukur kepada Allah Swt atas karunia anak-anak yang baik dan sholih sholihah. Terkadang saya tersenyum bahagia melihat bagaimana betapa cantik dan lucunya putri kecil kami yang memakai mukena warna pink duduk dengan dan membaca Al-Qur’an dengan suara paling keras. Ia juga rajin menata mushaf-mushaf Al-Qur’an di meja dengan urutan dari bawah mushaf Al-Qur’an milik kakaknya, kemudian di atasnya mushaf Al-Qur’an milik papinya, di atasnya lagi mushaf Al-Qur’an milik maminya, dan baru posisi paling atas mushaf Al-Qur’an miliknya. Formasi penataan mushaf Al-Qur’an tersebut tidak boleh diubah dan dia maunya yang menata sendiri susunan mushaf-mushaf Al-Qur’an tersebut.

 

Satu lagi hal yang membuat saya sangat bahagia dan bersukur kepada Allah Swt adalah keinginan putri kecil kami untuk mengerjakan shalat fardhu lima waktu. Alhamdulillah sekarang di usianya yang masih terbilang balita, putri kecil kami sudah rutin mengerjakan sholat wajib lima waktu atas keinginannya sendiri. Dan kami lebih bersyukur lagi, putri kecil kami juga mau mengerjakan shalat sunah seperti shalat sunah bakda Maghrib, shalat sunah bakda Isya’ dan shalat witir. Setiap kali masuk waktu shalat, kami mengatakan kepada si kecil, “Adek ayo shalat”, maka putri kecil kami segera masuk ke kamar mandi untuk berwudlu dengan tidak lupa dengan suara keras membaca doa mau masuk ke kamar mandi.

 

Karena sudah sekitar sebulan ini putri kecil kami mulai rutin mengerjakan shalat wajib dan shalat sunah, maka sekarang setiap kali saya pulang dari kampus, saya selalu bertanya pada putri kecil kami, “Adek sudah shalat Ashar?”. Dan sepertinya biasanya, dengan suara khasnya, putri kecil kami menjawab, “Ya sudah lah, tadi shalat sama mami, masak papi lupa?”. Pertanyaan “Adek sudah shalat?” memang saya sengaja saya ucapkan agar terekam dalam memori ingatan si kecil, sehingga kelak ketika ia sudah dewasa akan selalu ingat mengerjakan shalat karena dulu papinya sering menanyakannya.

 

Demikianlah program sederhana pendidikan keluarga terkait pendidikan karakter religius yang kami desain untuk anak-anak kami. Program membaca Al-Qur’an dan program kajian keluarga setiap bakda shalat Maghrib memang bukan program yang luar biasa. Kedua program pendidikan keluarga kami tersebut sangat sederhana dan simple sekali, yang saya yakin semua orang/keluarga pasti juga mampu melakukannya. Walaupun bukan program pendidikan yang luar biasa, kami tetap melakukannya karena kami sadar bahwa aktivitas yang ringan seperti membaca Al-Qur’an jika tidak dilatihkan ke anak-anak sejak kecil dan tidak dibiasakan dalam kehidupan keluarga, maka anak pasti akan merasa berat melakukannya. Agar anak merasa ringan melakukannya dan bahkan menjadi kebutuhannya, maka kami mengajarkannya sejak mereka kecil dan memberikan contohnya dalam kehidupan keluarga secara rutin. Semoga upaya baik kami ini mendapatkan ridha Allah Swt dan mampu membentuk putra putri menjadi sosok pribadi yang shalih shalihah. Amin. []

 

Gumpang Baru, 11 September 2023

 

 

Daftar Bacaan

Fananie, K. H. R. Z. (2011). Pedoman Pendidikan Modern. Tinta Medina.

Hudi, I. (2017). Pengaruh Pengetahuan Moral Terhadap Perilaku Moral pada Siswa SMP Negeri Kota Pekanbaru Berdasarkan Pendidikan Orang Tua. Jurnal Moral Kemasyarakatan, 2(1), 30–44.

 

_______________________________________________

*Agung Nugroho Catur Saputro, Dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret. Penulis buku Berpikir untuk Pendidikan (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2022), Bongkar Rahasia Cara Mudah Produktif Menulis Buku (Yogyakarta: KBM Indonesia, 2023), dan 90-an buku lainnya.

 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer