Sumber Gambar : https://digitalbisa.id/uploads/articles/dt-kesalehan-sosial-ala-santri-milenial-ZhufCSo1Xb.jpg |
SANTRI DAN PONDOK PESANTREN DI ERA DIGITAL
Oleh:
Agung
Nugroho Catur Saputro
Santri identik dengan
sarung, peci, dan al-Qur’an atau jilbab dan al-Qur’an bagi santriwati yang
setiap hari aktivitasnya mempelajari ilmu-ilmu agama Islam. Menurut Prof. Dr.
KH. Said Aqil Sirodj, M.A., konon istilah “santri”
berasal dari bahasa Sanskerta “shastri”
yang artinya orang yang belajar kalimat suci dan indah. Para Wali Songo
kemudian mengadopsi istilah tersebut sebagai “santri”. Salah pengucapan dalam hal ini biasa, misalnya, kata “syahadatayn” di Jawa menjadi “sekaten” dan seterusnya. Jadi, “shastri” atau “santri” adalah orang yang belajar kalimat suci dan indah, yang
menurut pandangan Wali Songo berarti kitab suci Al-Qur’an dan hadis.
Kalimat-kalimat suci tersebut kemudian diajarkan, dipahami dan dimanifestasikan
dalam kehidupan sehari-hari (Octavia, Syatibi, Ali, Gunawan, & Hilmi, 2014).
Santri dan santriwati
memang merujuk pada anak-anak maupun remaja yang sedang menimba ilmu agama di
pondok pesantren. Istilah santri sangat spesifik merujuk pada peserta didik di
lembaga pendidikan agama Islam yang bernama Pesantren atau Pondok Pesantren. Kata
santri dan pesantren tidak dapat dipisahkan karena keduanya sangat berkaitan. Pondok
pesantren merupakan lembaga pendidikan agama Islam yang diselenggarakan oleh
umat Islam. Keberadaan Pondok pesantren tidak bisa dipisahkan dari sejarah
penyebaran agama Islam di bumi nusantara ini (Indonesia). Pada umumnya pondok
pesantren didirikan oleh seorang ulama atau kyai di wilayah pemukiman pedesaan.
Para santri pondok pesantren hidup dari bercocok tanam dan mengelola lahan
pertanian/perkebunan sekitar pondok pesantren. Mungkin demikianlah gambaran
yang tersirat dalam pikiran kebanyakan orang ketika mendengar kata santri atau
pondok pesantren.
Pesantren adalah sebuah asrama pendidikan tradisional, di mana para
siswanya (baca: santri) semua tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan
guru yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai dan mempunyai asrama untuk tempat
menginap santri. Tahukah Anda bahwa kata pesantren sebenarnya berasal dari kata
"santri" yang ditambahkan imbuhan "pe" dan akhiran
"an". Kata "santri" menurut A. H. Johns berasal dari bahasa
Tamil yang berarti guru mengaji. Sedangkan istilah santri digunakan untuk
menyebut siswa di pesantren. Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam
tertua yang merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di
Indonesia dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem
pendidikan keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan
Islam. Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berkembang
di negeri ini diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap perjalanan
sejarah bangsa (Kemdikbud, 2021).
Tahukah Anda bahwa kata “Pondok Pesantren” merupakan dua istilah yang
menunjukkan satu pengertian. Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah
tempat belajar para santri, sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal
sederhana terbuat dari bambu. Di samping itu, kata pondok mungkin berasal dari
Bahasa Arab Funduq yang berarti
asrama atau hotel. Di beberapa wilayah istilah pondok pesantren memiliki
penyebutan yang berbeda-beda. Di Jawa termasuk Sunda dan Madura umumnya
digunakan istilah pondok dan pesantren, sedang di Aceh dikenal dengan Istilah
dayah atau rangkang atau menuasa, sedangkan di Minangkabau disebut
surau. Pesantren juga dapat dipahami sebagai lembaga pendidikan dan
pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, di mana seorang kiai
mengajarkan ilmu agama Islam kepada santri-santri berdasarkan kitab-kitab yang
ditulis dalam bahasa Arab oleh Ulama Abad pertengahan, dan para santrinya
biasanya tinggal di pondok (asrama) dalam pesantren tersebut (Wikipedia, 2021).
Menurut penuturan Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A. dalam kata
pengantarnya di buku Pendidikan Karakter
Berbasis Tradisi Pesantren, “ Pesantren merupakan lembaga yang genuin dan
tertua di Indonesia. Eksistensinya sudah teruji oleh zaman, sehingga sampai
saat ini masih survive dengan
berbagai macam dinamikanya. Ciri khas paling menonjol yang membedakan pesantren
dengan lembaga pendidikan lainnya adalah sistem pendidikan dua puluh empat jam,
dengan mengkondisikan para santri dalam satu lokasi asrama yang dibagi dalam
bilik-bilik atau kamar-kamar sehingga mempermudah mengaplikasikan sistem
pendidikan yang total (Octavia et al., 2014).
Pondok pesantren dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu pondok pesantren tradisional dan
pondok pesantren modern. Pondok pesantren tradisional lebih dikenal dengan
sebutan pondok pesantren salafi. Pondok pesantren salafi hanya mengajarkan ilmu
agama Islam saja. Sedangkan pondok pesantren modern merujuk pada pondok
pesantren yang mengajarkan tidak hanya ilmu agama Islam saja tetapi juga
ilmu-ilmu umum. Selain itu perbedaan antara kedua jenis pondok pesantren
tersebut adalah dalam hal pengelolaannya atau manajemennya. Pondok pesantren
salafi dikelola secara sederhana sedangkan pondok pesantren modern dikelola
dengan menerapkan ilmu manajemen modern.
Kehidupan pesantren memang identik dengan kehidupan
yang sederhana. Sikap-sikap yang menonjol yang ditampakkan oleh para penghuni
pondok pesantren adalah sikap-sikap akhlakul karimah seperti sikap hidup
sederhana, sikap tawadhu’ atau rendah hati, sikap toleransi, sikap kepedulian
sosial yang tinggi, kepedulian terhadap sesama makhluk Tuhan, dan sikap-sikap
mulia lainnya. Sikap-sikap mulia tersebut memang diajarkan dan dicontohkan oleh
kyai pengasuh pondok pesantren agar para santri kelak menjadi pribadi-pribadi
yang berakhlakul karimah.
Di pondok
pesantren, para santri selain diajarkan ilmu tentang agama Islam, mereka juga
diajarkan oleh kyai tentang ilmu kehidupan. Para santri diajarkan ilmu tentang
bagaimana mereka nanti dapat hidup rukun dan harmonis dengan masyarakat di
sekitarnya. Para santri diajarkan ilmu tentang bagaimana mereka nanti mampu
mengimplementasikan ilmu-ilmu agamanya dalam kehidupan mereka. Para santri
diajarkan ilmu tentang bagaimana mereka nanti dapat bertahan hidup di tengah
persaingan yang begitu ketatnya. Jadi, di pondok pesantren para santri dididik,
dibina, dilatih dan digembleng dengan sistem pendidikan yang sudah dirancang sedemikian
rupa oleh kyai pengasuh pondok pesantren agar kelak mereka memiliki jiwa yang
tangguh dan sikap mental positif.
Seiring perkembangan
zaman, khususnya di era industri 4.0 dan era society 5.0 yang sangat mengandalkan
penggunaan teknologi digital di setiap bidang kehidupan, maka pondok pesantren juga dituntut untuk melakukan
pembenahan diri. Indonesia telah mengalami perubahan dari socio-agricultural menuju socio-industrial.
Tarmidzi Taher memberikan gambaran era industrialisasi dengan kemajuan
teknologi akan melahirkan masyarakat prural atau majemuk dimana dihadapkan
disintegrasi (runtuhnya nilai-nilai moral) yang pernah dipegangnya. Karenanya
pendidikan dipandang sebagai agen tunggal yang paling penting untuk
mensosialisasikan kompetensi-kompetensi baru yang dituntut oleh kebutuhan
masyarakat yang sedang berubah (Mu’awanah,
2003).
Sekarang mulai banyak
pondok pesantren yang beralih menjadi pondok pesantren modern yang ditandai
dengan memasukkan muatan ilmu-ilmu umum dalam proses pembelajarannya. Santri
pondok pesantren sekarang sudah sangat akrab dengan teknologi digital. Berbagai
kegiatan ekstrakurikuler di pondok pesantren modern telah memasukkan
ekstrakurikuler berkaitan dengan penggunaan teknologi informatika. Para santri
sekarang sudah familier dengan penggunaan komputer dan internet. Bahkan saat
ini sudah banyak para santri pondok pesantren yang menjuarai lomba-lomba
robotic yang mengandalkan teknologi komputer.
Santri zaman sekarang
yang lebih dikenal dengan sebutan santri millennial telah menampakkan sosok
santri yang tidak gagap teknologi. Sekarang sudah banyak lulusan-lulusan pondok
pesantren yang berprofesi atau berkarier di dunia pekerjaan yang menggunakan komputer.
Juga sudah banyak channel-channel Youtube yang kontennya berisi dakwah agama
Islam. Fenomena ini menunjukkan bahwa santri millenial sudah melek teknologi
internet. Para santri millennial tersebut telah siap menyongsong kehidupan masa
depan yang tidak bisa lepas dari yang namanya internet. Oleh karena itu
sangatlah wajar jika sekarang ini animo masyarakat untuk mendaftarkan
anak-anaknya ke pondok pesantren meningkat secara signifikan. Para orang tua
telah banyak yang menyadari bahwa bekal ilmu agama sangat penting bagi
pembentukan akhlak alkarimah anak-anaknya disamping penguasaan kompetensi di
bidang ilmu umum atau sains.
Sudah waktunya pondok
pesantren mempersiapkan diri menyongsong abad digital dengan melakukan
perbaikan kurikulum dengan menambahkan muatan mata pelajaran yang berkaitan
penguasaan teknologi digital. Terkait peranan pondok pesantren, Prof. Dr.
Masdar Hilmy dalam kata pengantarnya di buku Aku, Buku dan Peradaban menyatakan bahwa. “Komunitas pesantren
menempati salah satu segmen sosiologis yang turut berkontribusi dalam membentuk
profil kedirian Muslim yang ideal di negeri ini. Pembentukan dan produksi
konsep kedirian Muslim oleh komunitas pesantren menjadi mungkin berkat tradisi
literasi yang dibangun sejak lama” (Yunus et al., 2018).
Para santri millennial
sudah saatnya ikut menjadi agen perubahan peradaban yang sangat kental dengan teknologi
digital. Metode dakwah agama Islam juga sudah saatnya beralih menjadi
memanfaatkan teknologi digital sebagai media dan sarana mengajarkan ajaran
Islam. Narasi-narasi bahwa Islam adalah agama yang dekat dengan teknologi
digital harus mulai dibangun. Islam bukan agama konservatif yang tidak mau
menerima kemajuan teknologi. Islam adalah agama yang sangat mendukung penggunaan
teknologi digital untuk pemenuhan kebutuhan hidup umat manusia. Oleh karena itu
sudah waktunya pondok-pondok pesantren menghasilkan santri-santri yang melek
teknologi digital tanpa meninggalkan penguasaan ilmu agama. Jika meminjam
perkataan Prof. Dr. Mujamil Qomar, M.Ag., santri-santriwati lulusan pondok
pesantren diharapkan memiliki kualitas unggul keimanannya, unggul
intelektualnya, unggul keterampilannya, anggun akhlaknya, dan bagus amalnya (Qomar, 2014). Wallahu a’alm. []
Daftar Pustaka
Kemdikbud.
(2021). Pesantren. Retrieved October 14, 2021, from
https://petabudaya.belajar.kemdikbud.go.id/Repositorys/pesantren/
Mu’awanah,
E. (2003). Profil Guru Agama Era Globalisasi. In Meniti Jalan Pendidikan
Islam (pp. 217–248). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Octavia,
L., Syatibi, I., Ali, M., Gunawan, R., & Hilmi, A. (2014). Pendidikan
Karakter Berbasis Tradisi Pesantren. Jakarta: ReneBook.
Qomar,
M. (2014). Menggagas pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Wikipedia.
(2021). Pesantren. In Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Retrieved from
https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pesantren&oldid=18926850
Yunus
et al., M. (2018). Aku, Buku, dan Peradaban: Transformasi Pesantren Melalui
Penguatan Literasi. Yogyakarta: CV. Istana Agency.
Biodata
Penulis
Agung Nugroho
Catur Saputro, S.Pd., M.Sc. adalah alumni madrasah yang berprofesi
sebagai dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret
Surakarta (UNS). Beliau adalah penulis lebih dari 65 judul buku, Penulis buku
non fiksi tersertifikasi BNSP, Peraih Juara 1 nasional lomba penulisan buku
pelajaran kimia di Kementerian Agama RI (2007), Reviewer jurnal ilmiah
terakreditasi SINTA 2 dan 3, dan Trainer Certified Indomindmap (Indonesia) and
ThinkBuzan (UK) in field : Mind Map, Creativity and Innovation, Speed Reading,
Super Memory, and Growth Mindset Coach. Tulisan-tulisan penulis dapat dibaca di
akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website :
https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar