Sumber Gambar : https://sharinghappiness.org/SedekahBerbukaYatimDhuafa |
MEMBERI MAKANAN BERBUKA
SEPERTI BERPUASA?
Oleh :
Agung Nugroho Catur Saputro
Ada sebuah hadis Rasulullah Saw yang
menyatakan bahwa orang yang memberi makan buka puasa bagi orang lain yang
sedang berpuasa akan mendapatkan pahala seperti orang yang berpuasa. Hadis Rasulullah
Saw ini mendorong umat Islam berbondong-bondong bersedekah memberikan makanan
buka puasa untuk orang-orang yang berpuasa. Umumnya makanan berbuka puasa
tersebut diberikan atau dititipkan di masjid-masjid. Sehingga muncullah tradisi
orang berbuka puasa di masjid. Setiap bulan Ramadan, semua masjid menyediakan
menu berbuka puasa bagi siapa saja yang ingin berbuka puasa. Inilah dampak
positif dari hadis Rasulullah Saw di atas.
Terkait hadis Rasulullah Saw tersebut di
atas, ada yang perlu kita (umat Islam) renungkan yaitu apakah sebatas itu saja (memberikan makanan
berbuka puasa) makna dari hadis Rasulullah Saw tersebut? Apakah dorongan
memberikan makanan untuk orang yang berpuasa hanya di bulan Ramadan saja? Ataukah
hadis Rasulullah Saw tersebut hanyalah sekadar pemancing untuk pembentukan
sikap kepedulian kepada orang lain yang lebih membutuhkan bantuan di waktu-waktu di luar
bulan Ramadan? Kira-kira hikmah atau pesan tersirat apa yang hendak disampaikan
Rasulullah Saw melalui sabdanya tersebut?
Menurut pendapat penulis pribadi, hadis
Rasulullah Saw tersebut hanyalah sekadar pancingan untuk mengajarkan kepada
umat Islam tentang kepedulian terhadap sesama manusia yang lebih membutuhkan. Waktunya
pun juga tidak terpaku hanya di bulan Ramadan. Kebaikan pada sesama manusia
khususnya kepada orang-orang yang lebih membutuhkan uluran bantuan seharusnya
tidak mengenal batas waktu dan tempat. Kapan pun dan di manapun kita berada,
kita harus selalu berbuat kebaikan dan menebarkan manfaat. Jika pahala memberi
makanan (representasi dari makanan buka puasa) pada orang yang kelaparan
(representasi dari orang berpuasa) hanya ketika bulan Ramadan saja, maka ajaran
ini bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan. Manusia harus berbuat baik
pada sesama manusia di sepanjang waktu dan di sembarang tempat. Tidak hanya di
bulan Ramadan saja umat Islam seharusnya berbagi makanan sedekah. Bersedekah dan
bersikap dermawan seharusnya tidak hanya di bulan Ramadan saja, tetapi juga di
semua bulan di luar bulan Ramadan. Jika benar Islam mengajarkan kebaikan hanya
di bulan tertentu saja, maka ajaran tersebut tidak bisa diterima sebagai ajaran
yang luhur dan universal. Maka lebih masuk akal jika hadis Rasulullah Saw
tersebut mengandung pesan tersirat agar umat Islam memiliki rasa empati dan kepedulian
sosial yang tinggi kepada sesama manusia yang membutuhkan bantuan.
Ungkapan dalam hadis Rasulullah Saw
tersebut yang menyamakan pahala kebaikan orang yang memberikan makanan buka
puasa seperti pahala orang yang berpuasa menunjukkan betapa seriusnya Rasulullah
Saw dalam mengajak umat Islam untuk memiliki rasa empati dan kepedualian sosial
yang tinggi. Stimulus balasan pahala yang besar jangan dimaknai secara harfiah
saja tetapi harus dimaknai secara kontekstual bahwa membantu orang-orang yang
menderita kelaparan (representasi dari kemiskinan dan penderitaan) merupakan
sebuah amal kebaikan yang sangat mulia. Semua umat Islam harus memiliki sikap
dan kepribadian yang luhur yaitu bersifat dermawan dan memiliki rasa
kemanusiaan yang tinggi yang ditunjukkan dari sikap kepeduliannya terhadap
nasib penderitaan orang lain.
Demikianlah makna dan hikmah hadis
Rasulullah Saw di atas menurut pandangan dan pemikiran penulis pribadi. Kebenaran
atas pandangan dan pemikiran penulis ini bersifat relatif dan tidak mengikat
siapapun. Hanya kepada Allah Swt semata penulis berserah diri atas kebenaran
pemahaman penulis ini. Maka, jika pembaca tidak sepakat dengan pandangan ini,
itu tidak menjadikan mengapa. Tetapi jika ada pembaca yang sepakat dengan
pandangan pemikiran penulis ini, silakan diimplementasikan dalam kehidupan
nyata sehari-hari. Hanya dari Allah Swt sajalah kebenaran hakiki itu datang. Wallahu a’lam bish-shawab. []
Gumpang Baru, 18 Ramadan 1442 H (30
April 2021)
*) Tulisan dalam artikel ini adalah
pendapat pribadi penulisnya.