Powered By Blogger

Selasa, 31 Desember 2024

MAKNA FILOSOFIS DI BALIK REAKSI KIMIA

 Seri Filsafat Kimia (6)


MAKNA FILOSOFIS DI BALIK REAKSI KIMIA

Oleh: 
Agung Nugroho Catur Saputro
 



Setiap materi di alam ini pasti mengalami perubahan karena alam ini senantiasa berubah, tidak konstan. Perubahan materi bisa berlangsung secara fisika maupun secara kimia. 


Perubahan fisika adalah perubahan materi yang tidak menghasilkan zat baru. Perubahan fisika bisa berlangsung bolak-balik. Karena perubahan fisika tidak menghasilkan zat baru, maka secara substansi materi yang mengalami perubahan fisika sebenarnya tidak berubah. Contoh air jika dibekukan berubah jadi es, tetapi jika dipanaskan berubah menjadi uap air. Baik uap air, air, maupun es, materi penyusunnya sama yaitu air.


Sedangkan perubahan kimia adalah perubahan materi yang menghasilkan zat baru. Perubahan kimia lebih lazim  dikenal dengan sebutan "reaksi kimia". Karena menghasilkan zat baru, maka secara substansi materi yang mengalami reaksi kimia memang berubah menjadi materi lain yang sama sekali berbeda dengan materi sebelumnya. Contoh logam besi bisa berubah menjadi karat besi jika berada di tempat yang banyak oksigen dan udaranya lembab.


Terjadinya reaksi kimia dapat diketahui jika pada perubahan materi tersebut teridentifikasi minimal salah satu ciri-ciri  berikut, yaitu terjadinya perubahan temperatur, munculnya perubahan warna, terjadinya endapan, dan munculnya gas. 


Berlangsungnya reaksi kimia melibatkan sejumlah energi. Reaksi kimia hanya mungkin terjadi jika energinya cukup untuk berlangsungnya reaksi. Setiap reaksi kimia memiliki energi aktivasi (Ea). Energi aktivasi dapat kita pandang semacam energi minimal yang perlu dimiliki oleh zat-zat yang bereaksi untuk dapat berubah menjadi zat hasil reaksi. 


Jika zat-zat yang bereaksi tidak memiliki energi yang melebihi energi aktivasi, maka zat-zat tersebut tidak akan bereaksi, kecuali ada tambahan energi dari luar sistem sehingga akhirnya energi zat-zat yang akan bereaksi memiliki energi yang melebihi energi aktivasi. Contohnya untuk memicu terjadinya reaksi kimia yang melibatkan zat-zat fase padat memerlukan energi tambahan berupa energi kalor melalui proses pemanasan.


Dalam reaksi kimia, zat-zat pereaksi (reaktan) akan saling bereaksi membentuk zat baru (senyawa baru) yang disebut zat hasil reaksi (produk). Sifat produk sama sekali berbeda dengan sifat reaktan, tetapi reaktan "hanya" bisa bertransformasi menjadi produk jika reaktan memiliki energi minimal yang cukup untuk melampaui energi aktivasi.


Mengapa zat-zat di alam ini (atom, molekul, ion) dapat bereaksi secara kimia? Perlu kita pahami bahwa zat-zat kimia itu benda mati yang tidak dapat berperilaku seperti makhluk hidup. Tetapi mengapa zat-zat kimia tersebut dapat bereaksi? 


Penting kita pahami bahwa walaupun zat-zat (materi) di alam ini benda mati, tetapi mereka diberikan oleh Allah Swt semacam "sifat" tertentu yang terikat oleh sunnatullah (hukum-hukum alam). Jadi materi di alam ini ketika berinteraksi dengan materi lain hanya sekedar menjalankan "kehendak" Tuhannya yang telah ditetapkan dalam wujud sifat-sifat materi. Materi di alam ini hanya memenuhi "kewajibannya" selaku makhluk, materi di alam ini hanya sekedar mematuhi takdirnya.


Dari uraian penjelasan di atas, hikmah kehidupan apa yang dapat kita ambil? Hikmah yang pertama adalah terjadinya perubahan materi secara kimia (reaksi kimia) telah mengajarkan kepada kita bahwa setiap orang niscaya harus berubah menjadi lebih baik. Untuk dapat berubah menjadi pribadi yang lebih baik memerlukan bekal keilmuan yang cukup agar dapat  melalui segala hambatan dan rintangan yang setiap saat dapat menghalangi kelancaran proses perubahan tersebut.


Hikmah kedua adalah jika kita memiliki keinginan untuk berubah ke arah yang lebih baik tetapi kita kurang memiliki bekal keilmuan maupun motivasi yang cukup, maka kita memerlukan bantuan dari pihak lain. Maka sangat pantaslah kalau agama kita menganjurkan agar kita saling membantu satu sama lain dan saling menasihati dalam kebaikan.


Adapun hikmah yang ketiga adalah perubahan diri menjadi pribadi yang lebih baik itu perlu momen yang tepat dan indikator terjadinya perubahan. Setiap waktu adalah baik, tetapi di antara waktu-waktu yang baik tersebut terdapat waktu yang paling "tepat" untuk kita melakukan perubahan diri.


Waktu terbaik untuk melakukan proses "transformasi diri" adalah setelah kita melakukan refleksi diri (muhasabah), yakni mengevaluasi apa saja yang telah kita lakukan, progres kebaikan apa yang telah kita capai, planing-planing kehidupan kita apa saja yang telah terealisasi dan apa saja yang belum terealisasi. Nah, waktu dan momen yang paling tepat untuk mengawali proses "transformasi  diri" adalah ketika awal tahun (baru). Pada saat awal tahun (baru) inilah waktu yang tepat untuk kita menetapkan resolusi dalam kehidupan kita dan merumuskan indikator-indikator ketercapaian resolusi kita. 


Hikmah keempat yaitu adanya  "rahasia" dibalik kesuksesan proses transformasi diri. Ada konsep yang sangat penting yang perlu kita pahami dalam proses transformasi diri yaitu "kesadaran diri" bahwa keinginan kita untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik adalah kehendak Allah Swt yang sudah ditetapkan pada setiap diri kita.


Kita harus paham bahwa transformasi diri itu sebuah keniscayaan, dan itu adalah "kehendak" Allah Swt. Jadi kalau kita bertransformasi menjadi pribadi yang lebih baik, berarti secara tidak langsung kita mewujudkan "takdir baik" kita sendiri. Tidak inginkah kita menjadi hamba yang mematuhi kehendak Allah Swt? Tidak inginkah kita menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik sesuai kehendak Allah Swt? WaAllahu a'lam. []


*) Staf Pengajar Kimia di Universitas Sebelas Maret (UNS)

Postingan Populer