Powered By Blogger

Rabu, 15 Oktober 2025

SIKAP KRITIS MAHASISWA

SIKAP KRITIS MAHASISWA 

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.


Dalam perkuliahan yang saya ajar, saat saya menjelaskan persamaan reaksi suatu reaksi, tiba-tiba ada seorang mahasiswi yang mengangkat tangan dan minta izin untuk bertanya. Setelah saya persilakan, mahasiswi tersebut berkata, "Mohon maaf pak Agung, tadi bapak menuliskan reaksi xxxx seperti di papan tulis. Tetapi di jurnal ini menyatakan berbeda, tidak seperti yang bapak tuliskan. Jadi  persamaan reaksi yang benar yang mana ya pak?". 


Mendengar perkataan mahasiswi tersebut, saya kemudian memintanya untuk menunjukkan persamaan reaksinya. Setelah dia menunjukkan persamaan reaksi yang tertera di artikel jurnal tersebut, lalu saya berkata, "Jurnal tersebut salah. Persamaan reaksi yang ditulis oleh penulis jurnal tersebut tidak masuk akal. Teori apa yang digunakan oleh penulis jurnal tersebut untuk menjelaskan persamaan reaksinya? Pasti tidak ada karena reaksi tersebut tidak mungkin terjadi. Jadi saya tegaskan bahwa persamaan reaksi yang benar adalah seperti yang saya tuliskan di papan tulis". 


Ternyata si mahasiswi tersebut belum puas dengan jawaban dan penegasan saya. Lalu ia pun bertanya ke ChatGPT dan ternyata diperoleh jawaban yang sama dengan penjelasan saya. Dia pun berkata, "Pak, setelah saya tanyakan ke ChatGPT, penjelasan pak Agung benar. Jadi persamaan reaksi dan penjelasan di artikel jurnal yang salah. Terima kasih pak".


Mengalami kejadian seperti itu di ruang perkuliahan, saya senang karena mahasiswa mampu bersikap kritis dan tidak takut mengkritisi penjelasan dosennya. Mahasiswa tersebut mampu menggunakan teknologi AI (artificial intelligence) untuk mendukung proses belajarnya. 


Di proses perkuliahan yang saya ampu, memang saya selalu mendorong mahasiswa untuk bersikap kritis dan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk bertanya. Demikian juga saya  mendorong mahasiswa untuk berani dan tidak takut salah untuk menjawab pertanyaan dosen. 


Dalam perkuliahan saya selalu menekankan pentingnya mahasiswa bersikap kritis dan menggunakan otak untuk berpikir. Untuk mampu bersikap kritis, otak tidak boleh kosong. Otak harus diisi dengan informasi dan pengetahuan sebanyak-banyaknya dengan cara banyak membaca, berdiskusi, berpikir, merenungkan, menghayati, dll. Jika kita sering membaca dan memikirkannya, maka struktur kognitif di otak kita akan penuh dengan database informasi dan ilmu pengetahuan. 


Kalau kita membiasakan diri untuk seting berpikir kritis, maka struktur otak kita juga akan semakin banyak membentuk jaringan-jaringan baru yang menghubungkan semua informasi dan ilmu pengetahuan yang tersimpan di database dalam otak. Dengan demikian kita akan menjadi orang yang memiliki pemikiran dan wawasan yang luas. Cara pandang kita akan menjadi lebih luas sehingga kita tidak mudah terjebak dalam doktrinasi yang tidak jelas. []


Surakarta, 13 Oktober 2025

Postingan Populer