URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER KINERJA DAN KARAKTER MORAL
Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Menurut Thomas Lickona, (2012), “Character so conceived has three
interrelated parts: moral knowing, moral feeling and moral behavior.”
Karakter yang mulia menurutnya bermula dengan pengetahuan tentang kebaikan,
lalu menimbulkan komitmen (niat) terhadap kebaikan dan akhirnya benar-benar
melaksanakan kebaikan. Menurut Kilpatrick dalam (Hudi, 2017), pembentukan
karakter bangsa dapat dilakukan melalui proses pengetahuan (knowing) kepada tindakan kebiasaan (habits). Hal ini bermakna, pengetahuan
yang diperoleh diaplikasikan dalam bentuk tindakan melalui latihan dan
pendidikan yang berterusan untuk membedakan mana-mana pengaruh yang baik dan
keburukan. Untuk tujuan ini, seorang pelajar (siswa, mahasiswa) hendaklah
dididik secara sadar akan pengetahuan moral (moral knowing), menghargai nilai-nilai yang baik (moral feeling) dan melakukan kebiasaan
moral yang baik (moral habits).
Lickona (2012) mengatakan ada
7 (tujuh) alasan utama yang menjadi dasar mengapa Pendidikan Karakter wajib
untuk diberikan kepada seluruh peserta didik sejak dari tahap dini, yaitu: 1).
Ini cara terbaik untuk menjamin peserta didik bisa memiliki kepribadian yang
baik dalam hidupnya, 2). Ini cara yang paling efektif dalam meningkatkan
prestasi akademik peserta didik, 3). Sebagian peserta didik belum bisa
membentuk karakter yang baik bagi dirinya di tempat lain, 4). Sebagai sarana
untuk membentuk peserta didik agar menjadi insan yang dapat menghormati orang
lain dan hidup dalam kemajemukan. 5). Sebagai upaya untuk mengatasi akar
masalah moral-sosial seperti ketidakjujuran, ketidaksopanan, kekerasan, etos
kerja yang rendah, dll., 6). Ini cara terbaik untuk membentuk perilaku peserta
didik sebelum mereka memasuki lingkungan kerja, 7). Sebagai sarana untuk
mengajarkan nilai-nilai budaya yang menjadi bagian dari sebuah peradaban.
Pendidikan karakter sangat penting
diajarkan ke mahasiswa. Walaupun umumnya orang berpandangan bahwa mahasiswa
sudah dewasa sehingga mereka pastinya sudah memahami pendidikan karakter,
tetapi faktanya masih dijumpai adanya mahasiswa yang kurang memiliki karakter
baik. Penulis masih menjumpai di lapangan bagaimana beberapa mahasiswa kurang
peduli terhadap lingkungannya dan kurang memiliki empati terhadap orang lain.
Mereka cenderung bersikap individualistik dimana mereka hanya fokus pada
kepentingan dirinya sendiri dan kurang mempedulikan orang lain. Hal ini
menunjukkan bahwa belum semua mahasiswa memiliki karakter yang baik. Karakter
baik seperti rasa empati, kepedulian sosial, kemandirian, dan sikap religius
harus tetap diajarkan dan dilatihkan kepada mahasiswa dalam pembelajaran di
ruang-ruang kelas agar karakter-karakter yang baik tersebut menjadi habit
(kebiasaan) mereka.
Pendidikan karakter menjadi tanggung
jawab semua komponen pendidikan, khususnya pendidik (guru, dosen). Di tingkat
pendidikan tinggi, dosen memiliki kewajiban selain mengajarkan materi
perkuliahan juga memiliki tanggung jawab moral untuk mengajarkan pendidikan
karakter kepada para mahasiswa. Untuk mengajarkan materi pendidikan karakter
tidak perlu terpisah dalam mata kuliah khusus pendidikan karakter, tetapi dapat
diajarkan secara terpadu dalam penyampaian materi perkuliahan. Dosen dapat
mengintegrasikan materi perkuliahannya dengan materi pendidikan karakter
sehingga penyampaian materi perkuliahan secara terpadu juga menyampaikan materi
pendidikan karakter.
Ketika mengajar mata kuliah, penulis
berusaha memasukkan nilai-nilai karakter yang baik pada penyampaian materi
perkuliahan. Di mulai dari awal perkuliahan, penulis mengawali dengan mengajak
mahasiswa untuk berdoa terlebih dahulu sebelum memulai proses pembelajaran.
Pada pertemuan pertama, penulis selaku dosen yang memimpin doa bersama (doa
dalam hati masing-masing sesuai agama dan keyakinannya karena mahasiswa bisa
beragam agamanya). Tetapi pada pertemuan kedua dan seterusnya, penulis meminta
salah satu perwakilan mahasiswa untuk memimpin doa bersama. Mungkin apa yang
penulis lakukan tersebut dinilai tidak terlalu penting. Mungkin ada yang
berpendapat, buat apa mengajak mahasiswa berdoa bersama karena pastinya mereka
sudah berdoa sendiri-sendiri tanpa dipimpin.
Menurut penulis, kegiatan berdoa bersama
setiap kali memulai perkuliahan adalah kegiatan yang tidak sia-sia. Dalam
kegiatan doa bersama tersebut, penulis ingin mengajak dan mengingatkan agar
para mahasiswa kembali mengingat Tuhan (walau sesaat) setelah sekian waktu
beraktivitas memikirkan duniawi dan juga memohon kepada Tuhan agar ilmu yang
akan mereka pelajari nantinya membawa kebaikan dan kemanfaatan bagi kehdupan
mereka terkhusus kesuksesan karier mereka nanti. Kegiatan doa bersama di setiap
awal perkuliahan penulis desain untuk membangkitkan jiwa spiritualisme
mahasiswa agar walau sesaat hati dan jiwa mereka tersirami oleh nilai-nilai kesucian
yang bersifat transenden.
Kegiatan mengawali perkuliahan dengan
doa bersama sudah beberapa tahun penulis lakukan ketika mengajar dan penulis
merasakan (subjektivitas penulis) bahwa setelah adanya kegiatan doa bersama,
penulis merasakan suasana kelas yang lebih religius dan damai dibandingkan
suasana kelas sebelum penulis mengadakan kegiatan doa bersama. Penulis
mengamati terkadang masih ada satu dua mahasiswa yang terkesan meremehkan
kegiata doa bersama yang terlihat dari ketika berdoa mereka tidak serius
(khusuk). Melihat kondisi tersebut, ketika di dalam proses pembelajaran,
penulis menyisipkan nasihat tentang pentingnya berdoa secara khusuk kepada
Tuhan karena manusia adalah makhluk yang sangat lemah. Manusia membutuhkan
bantuan Tuhan dalam menjalani kehidupan agar ditunjukkan jalan kebaikan dan
dimudahkan dalam segala urusan. Melalui pemberian nasihat-nasihat seperti itu,
mahasiswa menjadi lebih sadar tentang pentingnya berdoa secara serius dan khusyuk.
Setelah di awal perkuliahan memasukkan
aktivitas berdoa bersama, di dalam proses penyampaian materi kuliah penulis
juga menyisipkan materi pendidikan karakter, misalnya penyisipan motivasi
berprestasi, manajemen diri, dan semangat berusaha (memperjuangkan cita-cita)
melalui pembacaan biografi tokoh-tokoh ilmuwan dunia. Sebagai contoh, ketika
menyampaikan materi kuliah kimia koordinasi, penulis mengawali dengan
menyampaikan sejarah perkembangan kimia koordinasi. Nah, saat membahas materi
sejarah perkembangan kimia koordinasi topik Teori Koordinasi Werner, penulis
menyisipkan pembahasan tentang biografi Alfred Werner, ilmuwan kimia peraih hadiah
nobel bidang kimia koordinasi tahun 1913. Melalui pembahasan biografi Alfred
Werner tersebut, mahasiswa mengetahui bagaimana Alfred Werner bekerja keras
meneliti senyawa-senyawa koordinasi selama kurang lebih 20 tahun sehingga
akhirnya menjadi pakar kimia koordinasi dengan merumuskan teori koordinasi dan
dunia menghargainya dengan memberikan penghargaan hadiah nobel pada tahun 1913.
Dari mempelajari biografi Alfred Werner
tersebut, mahasiswa dapat belajar tentang pentingnya belajar secara tekun, fokus,
menemukan bakat minat sejak dini, tidak mudah menyerah, dan akhirnya meraih
kesuksesan. Mahasiswa dapat menyadari dari kisah-kisah kesuksesan para tokoh
dunia bahwa kesuksesan harus diperjuangkan, kesuksesan tidak ada yang instan
tetapi melalui usaha dan perjuangan tanpa mengenal lelah. Dari metode pengintegrasian
pendidikan karakter ke dalam proses pembelajaran inilah mahasiswa belajar tentang
Performance Character, sedangkan
melalui kegiatan doa bersama dan menghayatinya serta mengimplementasikan dalam
perilaku kehidupan sehari-hari, mahasiswa belajar tentang Moral Character. Hal ini sebagaimana dinyatakan oleh Thomas Lickona (2012) bahwa karakter
dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu Karakter Moral (Moral Character) dan Karakter Kinerja (Performance Character).
Lebih lanjut, Djohan Yoga (2022) menjelaskan
tentang perbedaan antara Karakter Moral dan Karakter Kinerja. Karakter Moral (Moral Character) merupakan karakter yang
berguna untuk menjalin hubungan dengan orang lain seperti : jujur, rasa hormat,
menerima perbedaan, dll. Karakter Moral dapat mendorong seseorang untuk
berperilaku yang positif dan menjadi warganegara yang bertanggungjawab. Dengan
Karakter Moral, sesorang akan dapat menghargai pendapat orang lain serta tidak
melanggar nilai moral dalam meraih prestasi. Adapun Karakter Kinerja (Performance Character) merupakan
karakter yang berguna untuk meraih prestasi seperti: kerja keras, disiplin,
pantang menyerah, kreatif, dll. Karakter Kinerja mendorong seseorang untuk
mengeluarkan semua potensi yang dimilikinya untuk menguasai sesuatu (ilmu,
ketrampilan). Dengan Karakter Kinerja seseorang akan dapat memaksimalkan
prestasi sebab bisa melahirkan kekuatan dan strategi yang menantang diri
sendiri untuk meraih yang terbaik dengan talenta yang dimilikinya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa mahasiswa pelu dibekali dengan Karakter Moral dan Karakter
Kinerja. Mengapa mahasiswa perlu dibekali dengan pendidikan karakter moral dan
karakter kinerja sekaligus? Menanggapi pertanyaan ini, penulis mengutip penjelasan
Djohan Yoga (2022) dalam Workbook
Training of Trainer Character Education Practitioner yang memberikan penjelasan
secara sangat memuaskan terkait pentingnya Karakter Kinerja dan Karakter Moral
sebagai berikut.
1. Seseorang
bisa memiliki Karakter Kinerja saja tanpa Karakter Moral dan sebaliknya bisa
hanya memiliki Karakter Moral tapi tidak untuk Karakter Kinerja. Kita banyak
mendengar bahwa ada banyak peraih prestasi yang mencapaikan dengan berlatih
keras, disiplin, pantang menyerah dan aspek lainnya yang terkait dengan
Karakter Kinerja. Namun mereka kurang dalam aspek kejujuran, kebaikan, dan
aspek lainnya yang terkait dengan Karakter Moral. Sebaliknya ada orang yang
kuat dalam Kebajikan Moral tapi kurang dalam Kebajikan Kinerja seperti kerja
keras, kegigigihan dan berinisiatif.
2. Seseorang
yang berkarakter harus memiliki baik Karakter Kinerja maupun Karakter Moral.
Keduanya mendatangkan kewajiban. Karakter Kinerja seperti juga Karakter Moral
memiliki dimensi etika. Kita semua memiliki tanggungjawab untuk mengembangkan
talenta, merealisasikan potensi untuk keunggulan dan memberikan usaha terbaik
dalam melaksanakan tugas-tugas kita. Kita memiliki kewajiban dengan 2 alasan :
a). Rasa hormat kepada diri-sendiri dengan cara tidak mengabaikan talenta kita
tapi menggunakan mereka untuk berkembang sebagai pribadi yang terbaik. b.
Peduli dengan kebutuhan orang lain dengan cara mengerjakan seluruh tugas dengan
sebaik-baiknya sebab kualitas kerja kita akan berpengaruh pada kehidupan orang
lain. Dalam cara yang sama, kita semua juga memiliki tanggungjawab untuk
menjadi yang pribadi yang terbaik secara etika sebab hal ini juga akan
berpengaruh pada kehidupan yang ada di sekitar kita
3. Perlu
diingat bahwa dalam kebajikan moral (moral
virtues) yang pada hakikatnya baik, kebajikan kinerja (performance virtues) dapat juga digunakan untuk sesuatu yang buruk.
Para teroris mungkin telah menggunakan kebajikan kinerjanya seperti kecerdikan
dan tanggungjawab dalam melakukan pengeboman kepada orang yang tidak berdosa.
Sebaliknya, kebajikan moral seperti keadilan, kejujuran dan kepedulian yang
pada hakekatnya baik tidak dapat dipaksa untuk melakukan tugas-tugas yang
jahat.
4. Karakter
Kinerja dan Karakter Moral saling mendukung satu dengan yang lain secara
terpadu dan saling terkait. Keterpaduan Karakter Kinerja dan Karakter Moral
bisa ditunjukkan dalam 2 cara: a). Orang yang kuat dalam Karakter Kinerja bisa
membantu mereka dalam mencapai tujuan moralnya. b. Karakter Moral bisa
memberikan energi yang bisa memotivasi mereka untuk menggerakkan kinerja yang
tinggi dan memastikan bahwa mereka melakukannya secara beretika.
5. Pendidikan
Karakter memiliki tiga dimensi psikologis yaitu: kognitif (the head), emosi (the heart)
dan perilaku (the hand). Hal yang sama
juga berlaku untuk Karakter Kinerja dan Karakter Moral yang bisa dipandang
memiliki tiga komponen psikologis juga yaitu: kesadaran (awareness), sikap (attitude)
dan aksi (action) yang dikenal dengan
istilah 3A’s of Performance Character and
Moral Character. []
Referensi
Hudi, I. (2017).
Pengaruh Pengetahuan Moral Terhadap Perilaku Moral pada Siswa SMP Negeri Kota
Pekanbaru Berdasarkan Pendidikan Orang Tua. Jurnal Moral Kemasyarakatan,
2(1), 30–44.
Lickona, T.
(2012). Mendidik untuk membentuk karakter: Bagaimana sekolah dapat
memberikan pendidikan tentang sikap hormat dan bertanggungjawab. Bumi
Aksara.
Yoga, D. (2022).
Workbook Training of Trainer Character Education Practitioner.
Indomindmap.
Gumpang
Baru, 05 Agustus 2025
_________________________________
*) Dr.
Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc. adalah Dosen
di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret, alumni Program
Studi Doktor Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta, pengembang
model pembelajaran Chemistry, Technology and Society Berorientasi Pendidikan
Qur’ani (CTS-Q), peraih juara 1 Nasional lomba penulisan buku pelajaran Kimia
SMA/MA di Kementerian Agama RI, Penulis Buku Nonfiksi tersertifikasi BNSP yang
telah menulis 125 judul buku (mandiri dan book chapter) dan memiliki 48
sertifikat hak cipta dari Kemenkumham RI. Beliau dapat dihubungi melalui email: anc_saputro@yahoo.co.id, dan website: https://sharing-literasi.blogspot.com.