Powered By Blogger

Selasa, 07 Oktober 2025

PENEMUAN ELEKTRON DAN TEORI ATOM THOMSON : Sebuah Kolaborasi antara Keyakinan dengan Fakta Kebenaran

Seri Filsafat Kimia (11)

PENEMUAN ELEKTRON DAN TEORI ATOM THOMSON : Sebuah Kolaborasi antara Keyakinan dengan Fakta Kebenaran

Oleh : 
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.



Apakah partikel terkecil penyusun materi? Ya..benar atom. Atom awalnya hanyalah sebuah pemikiran tanpa bukti eksperimen oleh para ahli filsafat Yunani. Walau hanya sebuah konsep pemikiran, ternyata dulu atom pernah menjadi topik perdebatan yang sangat sengit antar para ahli filsafat Yunani. Di antara ahli-ahli filsafat Yunani, tercatat dalam sejarah terdapat dua ahli filsafat Yunani yang berbeda pendapat tentang atom. 


Dua orang ahli filsafat Yunani yang berbeda pendapat tentang atom adalah Aristoteles dan Demokritos. Aristoteles tidak mempercayai keberadaan atom sedangkan Demokritos mempercayainya. Istilah "ATOM" sendiri merupakan sebuah nama yang diberikan oleh Demokritos untuk menyebut partikel terkecil yang menyusun materi (atom berasal dari kata Yunani "Atomos" yang berarti tidak dapat dibagi lagi).


Munculnya pemikiran tentang atom sebenarnya bermulai dari pemikiran filosofi berikut : Jika suatu materi dibagi menjadi menjadi dua bagian, kemudian setiap bagian dibagi lagi menjadi dua bagian...dan proses pembagian tersebut berlangsung terus-menerus. Apakah yang terjadi selanjutnya?  Nah...di sinilah terjadi perbedaan pendapat. 


Aristoteles meyakini bahwa materi bersifat kontinyu, artinya proses pemotongan materi dapat berlangsung terus-menerus tanpa terhingga. Sementara itu, Demokritos berbeda pemikiran dengan Aristoteles, dia mempercayai bahwa materi bersifat diskontinyu, artinya proses pemotongan materi suatu saat akan berhenti ketika sudah diperoleh materi paling kecil yang sifatnya sama dengan materi semula yang disebut "atom". Inilah awal cikal bakal ditemukannya konsep atom.


Konsep atom ini bertahan ratusan tahun dan hanya sekedar pemikiran tanpa pembuktian secara eksperimen sejak tahun 400an SM hingga tahun 1800an M ketika John Dalton merumuskan teori atom modernya. Dalton merumuskan teori atomnya secara ilmiah dengan menggunakan hukum-hukum yang telah dirumuskan para ilmuwan sebelumnya. Dalton menyatakan bahwa atom itu merupakan partikel terkecil penyusun materi yang bersifat " NETRAL". Atom digambarkan oleh Dalton seperti bola pejal yang sangat kecil sekali yang bersifat netral (tidak bermuatan listrik).


Konsep ke-Netral-an atom Dalton ini bertahan cukup lama hingga ada penemuan fakta baru yaitu penemuan partikel bermuatan listrik negatif yang disebut "elektron".


Elektron merupakan partikel penyusun atom yang bermuatan listrik negatif. Elektron ditemukan J.J. Thomson melalui serangkaian eksperimen menggunakan " Tabung Sinar Katoda". Penemuan elektron oleh Thomson tersebut berdampak luar biasa terhadap kebenaran konsep atom netral dari John Dalton. Dan di sinilah kejeniusan dan kedalaman pemikiran Thomson sebagai ilmuwan dipertaruhkan. Menurut Anda, kira-kira apa yang dilakukan oleh Thomson? Apakah Thomson akan mengganti konsep bahwa "atom bersifat netral" dengan konsep "atom bersifat negatif"? Di sinilah sejarah mencatat kehebatan pemikiran J.J. Thomson.


Penulis mencoba membayangkan  bagaimana beratnya pemikiran Thomson waktu itu. Bagaimana bingungnya Thomson, apakah tetap " meyakini" bahwa atom itu bersifat netral, sedangkan fakta kebenaran baru telah ia temukan bahwa di dalam atom terdapat elektron yang bermuatan negatif. Kalau seandainya Thomson memilih mengganti keyakinan konsep atom bersifat netral dengan konsep atom bermuatan negatif, maka sampai di situlah akhir dari karier akademiknya. Dia akan tercatat dalam sejarah ilmu pengetahuan sebagai ilmuwan yang gagal menafsirkan hasil penemuannya dan kehilangan momennya. Tetapi Thomson ternyata bukan seorang ilmuwan amatiran, dia adalah seorang ilmuwan besar yang kaya dengan pengalaman mengolah data-data eksperimen. Dia ternyata tidak mengambil langkah sederhana dengan hanya mengganti konsep atom menjadi bermuatan. Dan di sini-lah terlihat kehebatan dan kejeniudan Thomson. Apa yang dilakukan Thomson? 


Thomson ternyata tetap mempertahankan "keyakinannya" sebagaimana gagasan Dalton bahwa atom bersifat netral. Lantas bagaimana dengan fakta kebenaran keberadaan elektron? Thomson berpendapat bahwa atom bersifat netral. Karena di dalam atom terdapat elektron yang bermuatan negatif, maka Thomson berhipotesis bahwa  seharusnya di dalam atom ada "suatu muatan positif" yang tersebar merata yang dapat menetralkan muatan negatif elektron sehingga secara keseluruhan atom tetap bersifat netral. Berdasarkan pemikirannya tersebut, akhirnya Thomson mengusulkan teori/model atom yang baru yang dikenal dengan teori atom "Plumpudding" atau di Indonesia dikenal dengan sebutan teori atom "roti kismis".


Hikmah pelajaran apa yang dapat kita peroleh dari sejarah Thomson di atas? Kebenaran hasil pengamatan mata terkadang terkesan berbeda atau bertolak belakang dengan keyakinan. Padahal sebenarnya kebenaran pengamatan bisa memperkuat kebenaran keyakinan. Kebenaran pengamatan merupakan hasil kerja panca indra kita yang terkadang terbatas dan semu, sedangkan kebenaran keyakinan berasal dari hati nurani yang bersih dan suci. Kalau  kebenaran hasil pengamatan langsung dibenturkan dengan kebenaran keyakinan, maka pasti terjadi konflik pemikiran. Tetapi dengan menggunakan " akal penalaran", kita akan dapat "mengkombinasikan" dan "mengharmonisasikan" kebenaran pengamatan dan kebenaran keyakinan dengan sangat "cantik" dan hasilnya kita semakin meyakini kebenaran tersebut. WaAllahu a'lam.


Demikian, semoga bermanfaat.


*) Staf Pengajar Kimia di Universitas Sebelas Maret (UNS).

Senin, 06 Oktober 2025

MENJADI PENDIDIK YANG DIRINDUKAN

Pendidikan Profesional, pendidik yang dirindukan 


MENJADI PENDIDIK YANG DIRINDUKAN

  Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.

 

 

PENDAHULUAN

Siapa yang tidak ingin selalu dirindukan orang yang dicintai? Siapa yang tidak bahagia jika namanya selalu diingat oleh orang yang dicintainya? Siapa yang tidak bangga ketika orang yang dicintainya berhasil mewujudkan cita-citanya karena terinspirasinya olehnya? Dan siapa yang tidak bersukur ketika harapan dan keinginannya pada orang yang dicintai terealisasi? Saya kira semua orang akan setuju dengan jawaban ini “semua orang menginginkan seperti yang ditanyakan di atas”. Bagaimana dengan anda?

Demikian pula dalam dunia pendidikan. Seorang pendidik pastilah sangat mencintai dan menyayangi anak didiknya. Tidak ada seorang pun pendidik yang tidak peduli dengan masa depan anak didiknya. Semua pendidik pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk membuat anak didiknya berhasil dan sukses dalam belajarnya. Seorang pendidik yang profesional akan menempatkan dirinya layaknya orang tua sendiri bagi peserta didik. Peserta didik bagi seorang pendidik professional bagaikan anak kandung sendiri yang sangat disayangi. Setujukah anda dengan pernyataan-pernyataan ini?

Mendidik merupakan aktivitas yang mulia. Menjadi pendidik adalah sebuah pilihan hidup yang tidak main-main. Dalam konteks yang lebih umum, tahukah kita, siapakah yang dimaksud pendidik itu? K.H.R. Zainuddin Fananie dalam bukunya yang berjudul Pedoman Pendidikan Modern (2011) - buku yang ditulis tahun 1934 dan diterbitkan kembali setelah 76 tahun - memberikan gambaran siapakah sebenarnya yang dimaksud dengan pendidik. Menurut K.H.R. Zainuddin Fananie, tempat pendidikan dibagi menjadi tiga macam, yaitu rumah, sekolah, dan pergaulan masyarakat umum. Atas dasar pembagian ini, maka pengertian pendidik menyesuaikan konteks tempat pendidikan. Dalam lingkungan rumah, ibu bapaklah yang menjadi pendidik. Dalam lingkungan sekolah, gurulah yang mempunyai tanggungjawab. Lantas, dalam dunia pergaulan, siapakah yang menjadi pendidik? Dalam dunia pergaulan, hanya diri sendirilah yang menjadi pendidik, yang mempunyai kewajiban mengatur diri dan bertanggungjawab atas segala halnya sendiri. Itulah pendidik yang paling berkuasa dan yang paling penting.

Saat ini kita berada di era disrupsi yang ditandai dengan kemajuan yang pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi, yang sangat signifikan mempengaruhi bentuk dan pola layanan jasa. Hal ini berdampak pula di bidang pendidikan. Berkaitan dengan hal itu, maka dunia pendidikan harus berbenah sesegera mungkin dalam berbagai aspek. Keterlambatan dan ketidaksiapan dunia pendidikan dalam mempersiapkan diri mengakibatkan gagalnya pendidikan. Produk pendidikan akan menjadi kadaluarsa dan hanya akan menjadi beban peradaban. Barisan akademisi dan intelektual  produk pendidikan yang tidak disiapkan untuk hidup di era disrupsi  akan mengalami keterasingan di kancah persaingan global. Oleh karena itu, dunia pendidikan, dalam hal ini adalah para pendidik harus memahami situasi di era disrupsi dan mampu mensikapi dengan bijaksana serta juga mampu membekali anak-anak didiknya dengan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan.

 

Strategi PENDIDIK Menghadapi Era disrupsi

Era disrupsi yang ditandai dengan kecepatan akses informasi dan kompetisi seyogyanya disadari oleh setiap guru agar ia mampu membekali peserta didik dengan kemampuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk hidup di era disrupsi tersebut. Beberapa kompetensi dan  keterampilan (skill) yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik (artinya menjadi tugas guru untuk mengajarkannya dalam pembelajaran) agar nantinya mereka mampu eksis di era disrupsi antara lain kemampuan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), penguasaan bahasa asing (pendukung kemampuan berkomunikasi), jiwa kompetitor dan kemandirian, kemampuan penalaran, berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan mampu bekerja sama dalam teamworks.

Kompetensi-kompetensi yang diperlukan di era disrupsi tersebut harus ditanamkan ke setiap peserta didik dan itu tugas setiap guru sebagai bentuk tanggungjawabnya terhadap pemberian jaminan mutu terhadap anak didiknya. Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut tidaklah mudah dan sederhana karena tidak semua guru mampu melaksanakannya. Hanya guru-guru yang memiliki jiwa pendidik sejati dan memiliki kepribadian seorang pembelajar sejati-yaitu menjadi pribadi yang memiliki semangat untuk terus belajar dan meningkatkan kompetensi- sajalah yang mampu mewujudkannya. Jadi untuk mensukseskan program penyaiapan peserta didik menjadi generasi yang siap menghadapi era disrupsi, maka harus diawali dari pendidiknya dulu. Dalam hal ini menjadi tugas pemerintah (Kemendikbud) untuk menyiapkan guru-guru yang memiliki mental pembelajar sejati. Perlu ada program berkesinambungan untuk mengubah mindsite para guru agar memiliki mindsite pembelajar sejati.

Dalam implementasinya di kelas, setiap guru hendaknya mampu menyelenggarakan proses pembelajaran yang mengakomodir dan memfasilitasi peserta didik untuk berlatih dan membiasakan kompetensi-kompetensi era disrupsi.  Melalui pemberian aktivitas-aktivitas belajar (disesuaikan dengan metode pembelajaran yang diterapkan) yang dapat melatih peserta didik untuk mensimulasikan kompetensi-komptensi era disrupsi akan mampu menghasilkan generasi yang siap menghadapi era disrupsi.

 

MENJADI PENDIDIK YANG MULTISKILLS, HARUSKAH?

Era disrupsi dikenal dengan era kompetitif dan era multiskills (memiliki beberapa keahlian). Artinya orang yang sukses hidup di era disrupsi adalah mereka-mereka yang memiliki jiwa pejuang dan didukung dengan multiskills yang dimilikinya. Di era disrupsi, setiap orang dituntut untuk tidak hanya memiliki satu jenis kompetensi atau keahlian, tetapi seyogyanya memiliki beberapa keahlian. Oleh karena itu, di dalam keprofesian pendidik pun seorang guru juga seharusnya tidak hanya memiliki satu keahlian saja karena tugas keprofesiannya berkaitan dengan upaya mendidik, membimbing, mengajar, mentauladani dan menyiapkan peserta didik agar nantinya mereka dapat eksis di kehidupan di era disrupsi. Di era disrupsi guru tidak cukup hanya ahli bidang ilmu, tetapi juga harus ahli komunikasi, ahli psikologi, ahli bersosialisasi, dan ahli menghibur.

Seorang guru profesional harus mampu melaksanakan pembelajaran dalam kondisi dan situasi yang bagaimanapun. Jika seorang guru bertugas mengajar di kelas yang siswa-siswinya pendiam dan cenderung pasif, maka ia harus mampu mengaktifkan siswanya untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan metode-metode mengajar yang kreatif dan inovatif. Ketika ia kebetulan bertugas mengajar di jam terakhir dimana siswa-siswinya kecenderungannya kurang semangat dan kurang antusias dalam mengikuti pelajaran, maka ia harus mampu membangkitkan antusiasme dan semangat belajar siswa dengan cara-cara yang kreatif dan menyenangkan (menghibur) sehingga siswa kembali bergairah untuk belajar.

Seorang guru juga harus pintar dalam berkomunikasi dengan siswa ketika mengajar di kelas, ia harus mampu menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian seluruh sisiwa di kelas, ia harus mampu menampilkan diri bak seorang model atau artis terkenal sehingga menarik perhatian seluruh siswa di kelas. Ketika menjelaskan materi pelajaran, seorang guru harus berupaya mampu berbicara sejelas mungkin dan semenarik mungkin bagaikan seorang pembaca berita professional atau artis host acara di TV. Jadi kalimat “di era disrupsi guru tidak cukup hanya ahli bidang ilmu, tetapi juga harus ahli komunikasi, ahli psikologi, ahli bersosialisasi, dan ahli menghibur” memiliki makna bahwa di era disrupsi seorang guru harus mampu beradaptasi (menyesuaikan diri dengan lingkungan belajarnya) dan menampilkan diri sebagai sosok pendidik professional yang dapat mendidik siswa dengan berbagai kondisi dan karakteristiknya sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Guru adalah sebuah profesi yang multiskills dan adaptif.

 

MENJADI PENDIDIK YANG AHLI MERANCANG PEMBELAJARAN

Guru yang profesional adalah sosok pendidik yang profesional dalam segala aspek. Seorang pendidik yang kompeten di bidang professional (materi pelajaran) dituntut mampu memilah-memilih materi utama dan materi prasyarat. Guru yang professional harus mampu menyusun hierarkis konsep materi pelajaran sehingga materi pelajaran dapat diajarkan secara runtut dan sistematis. Guru yang professional harus mampu mengajarkan nilai-nilai karakter dalam setiap pembelajarannya. Oleh karena itu, setiap guru professional harus memiliki kemampuan mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam setiap materi pelajaran yang diajarkannya.

Di samping itu, setiap guru profesional harus mampu mendisain pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa melatih dan mempraktikkan ketrampilan-ketrampilan era disrupsi dalam kegiatan belajarnya. Oleh karena itu, guru yang professional harus mampu merancang aktivitas-aktivitas belajar yang mengakomodir ketrampilan-ketrampilan era disrupsi sehingga siswa dapat melatihnya di kegiatan belajarnya.

Strategi yang dapat dilakukan guru agar dapat mengajarkan materi pelajaran, karakter dan ketrampilan tanpa kehabisan waktu pelajaran adalah:

1. Menyusun hierarkis konsep-konsep pelajaran sehingga dapat mengajarkan materi pelajaran dengan runtut dan sistematis, mengetahui mana konsep yang menjadi prasyarat dan mana konsep yang menjadi materi utama pelajaran.

2. Mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam setiap penyajian materi pelajaran.

3. Merancang aktivitas-aktivitas belajar siswa yang mengakomodir ketrampilan-ketrampilan era disrupsi dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

Penerapan suatu metode, model ataupun pendekatan dalam proses pembelajaran memang harus sama persis dengan langkah-langkah dalam metode tersebut. Seorang pendidik professional harus mampu memodifikasi langkah-langkah metode tersebut disesuaikan dengan kondisi peserta didiknya. Dengan memodifikasi aktivitas dalam langkah-langkah metode pembelajaran yang dipergunakan maka diharapkan akan diperoleh hasil belajar yang maksimal sesuai yang diharapkan.

Sebagai contoh, metode Discovery Learning bagus digunakan untuk melatih siswa belajar menemukan konsep-konsep pelajaran sesuai materi pelajaran yang diajarkan. Metode ini akan berhasil dengan maksimal jika siswa yang dikenai perlakuan memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi dan memiliki jiwa suka tantangan serta kemandirian untuk melakukan proses belajar. Lantas, bagaimana jika ada seorang guru yang akan menerapkan metode Discovery Learning sedangkan siswanya belum mampu belajar mandiri, rasa ingin tahunya rendah dan kurang menyukai tantangan? Nah, di sinilah kreativitas dan improvisasi guru   diperlukan.

Metode Discovery Learning tetap dapat diterapkan dengan memodifikasi beberapa aktivitas belajarnya tanpa perlu mengubah sintaks (langkah-langkah) metode pembelajaran. Berbeda dengan siswa yang sudah mampu belajar mandiri, maka untuk siswa yang belum mampu belajar mandiri perlu ada pendampingan dari guru. Misalnya pada tahap “Problem Statement”, guru tidak dapat hanya  memberi kesempatan siswa untuk bertanya atau mengindentifikasi masalah karena siswa belum mampu, maka guru perlu memancing dan memicu siswa untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam paparan data eksperimen. Cara guru untuk memancing dan membangkitkan rasa ingin tahu siswa dapat dilakukan dengan cara memberikan panduan/arahan/petunjuk tentang bagian-bagian mana dari paparan data yang harus diperhatikan siswa dengan diiringi kata-kata yang bernada memancing, misalnya “Ada yang aneh gak dengan data ini?”, “Ada yang janggal gak dengan data ini?”, “Menurut kalian data ini wajar gak?”, dll. Dengan strategi seperti ini maka tanpa menggurui siswa, maka siswa dengan sendirinya akan lebih fokus memperhatikan data eksperimen dan menemukan masalah-masalah yang ada.

Demikian sumbangsih kecil penulis terhadap dunia pendidikan yang berupa gagasan pemikiran tentang bagaimana menjadi guru (pendidik) yang profesional. Menjadi pendidik yang profesional bukanlah hal yang tidak mungkin. Melalui semangat meningkatkan kompetensi dan menjiwai profesinya akan mampu menghasilkan sosok-sosok pendidik yang profesional dan dirindukan oleh para peserta didik. []

 

MENGENAL SOSOK GURU INSPIRATIF

 


MENGENAL SOSOK GURU INSPIRATIF

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.




Guru atau pendidik adalah sebuah profesi terhormat. Profesi guru tidak akan pernah hilang dan akan tetap eksis sampai kapanpun. Tidak ada profesi lain yang dapat menggantikan profesi guru. Mengapa? Karena di setiap zaman pasti ada orang-orang yang tidak mampu belajar secara mandiri atau autodidak. Walaupun saat ini terus dikembangkan teknologi bagaimana siswa dapat belajar mandiri dengan memanfaatkan kemajuan teknologi IT, saya percaya bahwa pengembangan teknologi tersebut bukan untuk menggantikan profesi pendidik.

Profesi guru bukanlah profesi sembarangan. Profesi guru adalah profesi terhormat yang sangat berkaitan dengan nasib peradaban dunia di masa depan. Tanpa keberadaan guru-guru yang hebat, niscaya peradaban manusia akan mengalami kemunduran yang signifikan. Akankah peristiwa ini akan terjadi? Saya sangat berharap peristiwa kemunduran peradaban dunia tersebut tidak akan benar-benar terjadi. InsyaAllah. Amin. Oleh karena itu diperlukan sosok-sosok guru yang hebat dalam mendidik.

Terkait istilah "guru", orang Jawa mengatakan, guru itu digugu lan ditiru (guru itu dipercaya dan diikuti). Jadi dapat dipahami bahwa profesi guru itu bukan profesi sembarangan. Tidak semua orang bisa jadi guru. Hanya orang-orang yang memiliki jiwa atau spirit mengajarkan kebaikan dan mampu memberikan contoh yang baik lewat dirinya sendiri yang layak disebut guru. Guru harus bisa menjadi tauladan yang baik bagi anak didiknya.

Apakah setiap orang yang mengajar di lembaga pendidikan bisa dipanggil guru? Secara formal iya karena guru sangat dekat lembaga pendidikan formal. Tetapi secara hakikat pendidikan, orang-orang tersebut belum tentu layak diakui sebagai guru. Masih banyak orang-orang yang baru mengajar tapi belum mendidik. Mereka baru sebatas mentransfer knowledge kepada siswa-siswinya tapi belum membangun karakter dan kepribadian siswa melalui pemberian contoh nyata karakter yang baik. Karakter yang baik tidak hanya berkaitan dengan moral character tapi juga performance character. Guru yang baik harus mampu menjadi tauladan dalam sikap moral maupun kinerja yang baik.

Untuk layak menjadi seorang guru, seseorang haruslah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri, maksudnya dia sudah selesai dalam mencari jati diri dan ilmu kebajikan karena ia akan membagi atau mencontohkan kebaikan-kebaikan kepada siswa-siswinya. Orang yang masih proses pencarian jati diri bagaimana mungkin akan mampu membimbing siswa menemukan potensi dirinya yang masih laten? Itulah mengapa, seorang guru haruslah orang-orang yang sudah "menep" hatinya dan sudah mumpuni ilmu dan pandangan hidupnya.

Menjadi guru bukan sekadar bisa mengajar. Menjadi guru bukan hanya bisa mentransfer knowledge. Tetapi menjadi guru itu memerlukan banyak kompetensi dan keterampilan. Menjadi guru harus mampu menjadi panutan bagi siswa-siswinya. Menjadi guru harus mampu menjadi suri tauladan bagi siswa-siswinya. Menjadi guru harus bisa menjadi inspirasi dan sumber motivasi bagi siswa-siswinya. Menjadi guru harus memiliki pengetahuan tentang perkembangan peserta didik. Menjadi guru harus mampu bersikap sebagai teman dan sekaligus orang tua bagi siswa-siswinya.

Seorang guru atau pendidik yang profesional harus memahami betul apa tujuan pendidikan. Haidar Bagir (2019) menegaskan bahwa tujuan setiap upaya pendidikan adalah memanusiakan manusia. Beliau menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu kegiatan untuk mengaktualkan potensi manusia sehingga benar-benar menjadi manusia sejati. Sedangkan John A. Laska (1976) mendefinisikan Pendidikan sebagai upaya sengaja yang dilakukan pelajar (yang disertai) orang lainnya untuk mengontrol (atau memandu, mengarahkan, mempengaruhi dan mengelola) situasi belajar agar dapat meraih hasil belajar yang diinginkan.

Berdasarkan definisi tersebut di atas, tampak jelas bahwa proses pendidikan berfokus pada siswa. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa dalam menjalankan profesinya, seorang guru harus mengutamakan kepentingan anak didiknya agar mereka dapat mengenali, mengembangkan, dan mengaktualkan potensi dirinya. Untuk dapat memotivasi dan menggerakkan siswa-siswi agar mau mengembangkan potensi dirinya, diperlukan sosok-sosok guru yang menginspirasi. Sudahkah kita menjadi guru inspiratif? []



Keterangan gambar:
Foto bersama guru-guru saya yang hebat dan inspiratif di Program Studi Doktor Pendidikan Kimia FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.

Postingan Populer