Powered By Blogger

Senin, 06 Oktober 2025

MENJADI PENDIDIK YANG DIRINDUKAN

Pendidikan Profesional, pendidik yang dirindukan 


MENJADI PENDIDIK YANG DIRINDUKAN

  Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.

 

 

PENDAHULUAN

Siapa yang tidak ingin selalu dirindukan orang yang dicintai? Siapa yang tidak bahagia jika namanya selalu diingat oleh orang yang dicintainya? Siapa yang tidak bangga ketika orang yang dicintainya berhasil mewujudkan cita-citanya karena terinspirasinya olehnya? Dan siapa yang tidak bersukur ketika harapan dan keinginannya pada orang yang dicintai terealisasi? Saya kira semua orang akan setuju dengan jawaban ini “semua orang menginginkan seperti yang ditanyakan di atas”. Bagaimana dengan anda?

Demikian pula dalam dunia pendidikan. Seorang pendidik pastilah sangat mencintai dan menyayangi anak didiknya. Tidak ada seorang pun pendidik yang tidak peduli dengan masa depan anak didiknya. Semua pendidik pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk membuat anak didiknya berhasil dan sukses dalam belajarnya. Seorang pendidik yang profesional akan menempatkan dirinya layaknya orang tua sendiri bagi peserta didik. Peserta didik bagi seorang pendidik professional bagaikan anak kandung sendiri yang sangat disayangi. Setujukah anda dengan pernyataan-pernyataan ini?

Mendidik merupakan aktivitas yang mulia. Menjadi pendidik adalah sebuah pilihan hidup yang tidak main-main. Dalam konteks yang lebih umum, tahukah kita, siapakah yang dimaksud pendidik itu? K.H.R. Zainuddin Fananie dalam bukunya yang berjudul Pedoman Pendidikan Modern (2011) - buku yang ditulis tahun 1934 dan diterbitkan kembali setelah 76 tahun - memberikan gambaran siapakah sebenarnya yang dimaksud dengan pendidik. Menurut K.H.R. Zainuddin Fananie, tempat pendidikan dibagi menjadi tiga macam, yaitu rumah, sekolah, dan pergaulan masyarakat umum. Atas dasar pembagian ini, maka pengertian pendidik menyesuaikan konteks tempat pendidikan. Dalam lingkungan rumah, ibu bapaklah yang menjadi pendidik. Dalam lingkungan sekolah, gurulah yang mempunyai tanggungjawab. Lantas, dalam dunia pergaulan, siapakah yang menjadi pendidik? Dalam dunia pergaulan, hanya diri sendirilah yang menjadi pendidik, yang mempunyai kewajiban mengatur diri dan bertanggungjawab atas segala halnya sendiri. Itulah pendidik yang paling berkuasa dan yang paling penting.

Saat ini kita berada di era disrupsi yang ditandai dengan kemajuan yang pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi, yang sangat signifikan mempengaruhi bentuk dan pola layanan jasa. Hal ini berdampak pula di bidang pendidikan. Berkaitan dengan hal itu, maka dunia pendidikan harus berbenah sesegera mungkin dalam berbagai aspek. Keterlambatan dan ketidaksiapan dunia pendidikan dalam mempersiapkan diri mengakibatkan gagalnya pendidikan. Produk pendidikan akan menjadi kadaluarsa dan hanya akan menjadi beban peradaban. Barisan akademisi dan intelektual  produk pendidikan yang tidak disiapkan untuk hidup di era disrupsi  akan mengalami keterasingan di kancah persaingan global. Oleh karena itu, dunia pendidikan, dalam hal ini adalah para pendidik harus memahami situasi di era disrupsi dan mampu mensikapi dengan bijaksana serta juga mampu membekali anak-anak didiknya dengan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan.

 

Strategi PENDIDIK Menghadapi Era disrupsi

Era disrupsi yang ditandai dengan kecepatan akses informasi dan kompetisi seyogyanya disadari oleh setiap guru agar ia mampu membekali peserta didik dengan kemampuan dan ketrampilan yang diperlukan untuk hidup di era disrupsi tersebut. Beberapa kompetensi dan  keterampilan (skill) yang harus dimiliki oleh setiap peserta didik (artinya menjadi tugas guru untuk mengajarkannya dalam pembelajaran) agar nantinya mereka mampu eksis di era disrupsi antara lain kemampuan penguasaan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), penguasaan bahasa asing (pendukung kemampuan berkomunikasi), jiwa kompetitor dan kemandirian, kemampuan penalaran, berpikir kritis, kreatif, inovatif, dan mampu bekerja sama dalam teamworks.

Kompetensi-kompetensi yang diperlukan di era disrupsi tersebut harus ditanamkan ke setiap peserta didik dan itu tugas setiap guru sebagai bentuk tanggungjawabnya terhadap pemberian jaminan mutu terhadap anak didiknya. Untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut tidaklah mudah dan sederhana karena tidak semua guru mampu melaksanakannya. Hanya guru-guru yang memiliki jiwa pendidik sejati dan memiliki kepribadian seorang pembelajar sejati-yaitu menjadi pribadi yang memiliki semangat untuk terus belajar dan meningkatkan kompetensi- sajalah yang mampu mewujudkannya. Jadi untuk mensukseskan program penyaiapan peserta didik menjadi generasi yang siap menghadapi era disrupsi, maka harus diawali dari pendidiknya dulu. Dalam hal ini menjadi tugas pemerintah (Kemendikbud) untuk menyiapkan guru-guru yang memiliki mental pembelajar sejati. Perlu ada program berkesinambungan untuk mengubah mindsite para guru agar memiliki mindsite pembelajar sejati.

Dalam implementasinya di kelas, setiap guru hendaknya mampu menyelenggarakan proses pembelajaran yang mengakomodir dan memfasilitasi peserta didik untuk berlatih dan membiasakan kompetensi-kompetensi era disrupsi.  Melalui pemberian aktivitas-aktivitas belajar (disesuaikan dengan metode pembelajaran yang diterapkan) yang dapat melatih peserta didik untuk mensimulasikan kompetensi-komptensi era disrupsi akan mampu menghasilkan generasi yang siap menghadapi era disrupsi.

 

MENJADI PENDIDIK YANG MULTISKILLS, HARUSKAH?

Era disrupsi dikenal dengan era kompetitif dan era multiskills (memiliki beberapa keahlian). Artinya orang yang sukses hidup di era disrupsi adalah mereka-mereka yang memiliki jiwa pejuang dan didukung dengan multiskills yang dimilikinya. Di era disrupsi, setiap orang dituntut untuk tidak hanya memiliki satu jenis kompetensi atau keahlian, tetapi seyogyanya memiliki beberapa keahlian. Oleh karena itu, di dalam keprofesian pendidik pun seorang guru juga seharusnya tidak hanya memiliki satu keahlian saja karena tugas keprofesiannya berkaitan dengan upaya mendidik, membimbing, mengajar, mentauladani dan menyiapkan peserta didik agar nantinya mereka dapat eksis di kehidupan di era disrupsi. Di era disrupsi guru tidak cukup hanya ahli bidang ilmu, tetapi juga harus ahli komunikasi, ahli psikologi, ahli bersosialisasi, dan ahli menghibur.

Seorang guru profesional harus mampu melaksanakan pembelajaran dalam kondisi dan situasi yang bagaimanapun. Jika seorang guru bertugas mengajar di kelas yang siswa-siswinya pendiam dan cenderung pasif, maka ia harus mampu mengaktifkan siswanya untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran dengan metode-metode mengajar yang kreatif dan inovatif. Ketika ia kebetulan bertugas mengajar di jam terakhir dimana siswa-siswinya kecenderungannya kurang semangat dan kurang antusias dalam mengikuti pelajaran, maka ia harus mampu membangkitkan antusiasme dan semangat belajar siswa dengan cara-cara yang kreatif dan menyenangkan (menghibur) sehingga siswa kembali bergairah untuk belajar.

Seorang guru juga harus pintar dalam berkomunikasi dengan siswa ketika mengajar di kelas, ia harus mampu menjadikan dirinya sebagai pusat perhatian seluruh sisiwa di kelas, ia harus mampu menampilkan diri bak seorang model atau artis terkenal sehingga menarik perhatian seluruh siswa di kelas. Ketika menjelaskan materi pelajaran, seorang guru harus berupaya mampu berbicara sejelas mungkin dan semenarik mungkin bagaikan seorang pembaca berita professional atau artis host acara di TV. Jadi kalimat “di era disrupsi guru tidak cukup hanya ahli bidang ilmu, tetapi juga harus ahli komunikasi, ahli psikologi, ahli bersosialisasi, dan ahli menghibur” memiliki makna bahwa di era disrupsi seorang guru harus mampu beradaptasi (menyesuaikan diri dengan lingkungan belajarnya) dan menampilkan diri sebagai sosok pendidik professional yang dapat mendidik siswa dengan berbagai kondisi dan karakteristiknya sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal. Guru adalah sebuah profesi yang multiskills dan adaptif.

 

MENJADI PENDIDIK YANG AHLI MERANCANG PEMBELAJARAN

Guru yang profesional adalah sosok pendidik yang profesional dalam segala aspek. Seorang pendidik yang kompeten di bidang professional (materi pelajaran) dituntut mampu memilah-memilih materi utama dan materi prasyarat. Guru yang professional harus mampu menyusun hierarkis konsep materi pelajaran sehingga materi pelajaran dapat diajarkan secara runtut dan sistematis. Guru yang professional harus mampu mengajarkan nilai-nilai karakter dalam setiap pembelajarannya. Oleh karena itu, setiap guru professional harus memiliki kemampuan mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam setiap materi pelajaran yang diajarkannya.

Di samping itu, setiap guru profesional harus mampu mendisain pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa melatih dan mempraktikkan ketrampilan-ketrampilan era disrupsi dalam kegiatan belajarnya. Oleh karena itu, guru yang professional harus mampu merancang aktivitas-aktivitas belajar yang mengakomodir ketrampilan-ketrampilan era disrupsi sehingga siswa dapat melatihnya di kegiatan belajarnya.

Strategi yang dapat dilakukan guru agar dapat mengajarkan materi pelajaran, karakter dan ketrampilan tanpa kehabisan waktu pelajaran adalah:

1. Menyusun hierarkis konsep-konsep pelajaran sehingga dapat mengajarkan materi pelajaran dengan runtut dan sistematis, mengetahui mana konsep yang menjadi prasyarat dan mana konsep yang menjadi materi utama pelajaran.

2. Mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam setiap penyajian materi pelajaran.

3. Merancang aktivitas-aktivitas belajar siswa yang mengakomodir ketrampilan-ketrampilan era disrupsi dalam kegiatan pembelajaran yang dilakukan.

Penerapan suatu metode, model ataupun pendekatan dalam proses pembelajaran memang harus sama persis dengan langkah-langkah dalam metode tersebut. Seorang pendidik professional harus mampu memodifikasi langkah-langkah metode tersebut disesuaikan dengan kondisi peserta didiknya. Dengan memodifikasi aktivitas dalam langkah-langkah metode pembelajaran yang dipergunakan maka diharapkan akan diperoleh hasil belajar yang maksimal sesuai yang diharapkan.

Sebagai contoh, metode Discovery Learning bagus digunakan untuk melatih siswa belajar menemukan konsep-konsep pelajaran sesuai materi pelajaran yang diajarkan. Metode ini akan berhasil dengan maksimal jika siswa yang dikenai perlakuan memiliki rasa ingin tahu (curiosity) yang tinggi dan memiliki jiwa suka tantangan serta kemandirian untuk melakukan proses belajar. Lantas, bagaimana jika ada seorang guru yang akan menerapkan metode Discovery Learning sedangkan siswanya belum mampu belajar mandiri, rasa ingin tahunya rendah dan kurang menyukai tantangan? Nah, di sinilah kreativitas dan improvisasi guru   diperlukan.

Metode Discovery Learning tetap dapat diterapkan dengan memodifikasi beberapa aktivitas belajarnya tanpa perlu mengubah sintaks (langkah-langkah) metode pembelajaran. Berbeda dengan siswa yang sudah mampu belajar mandiri, maka untuk siswa yang belum mampu belajar mandiri perlu ada pendampingan dari guru. Misalnya pada tahap “Problem Statement”, guru tidak dapat hanya  memberi kesempatan siswa untuk bertanya atau mengindentifikasi masalah karena siswa belum mampu, maka guru perlu memancing dan memicu siswa untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang terkandung dalam paparan data eksperimen. Cara guru untuk memancing dan membangkitkan rasa ingin tahu siswa dapat dilakukan dengan cara memberikan panduan/arahan/petunjuk tentang bagian-bagian mana dari paparan data yang harus diperhatikan siswa dengan diiringi kata-kata yang bernada memancing, misalnya “Ada yang aneh gak dengan data ini?”, “Ada yang janggal gak dengan data ini?”, “Menurut kalian data ini wajar gak?”, dll. Dengan strategi seperti ini maka tanpa menggurui siswa, maka siswa dengan sendirinya akan lebih fokus memperhatikan data eksperimen dan menemukan masalah-masalah yang ada.

Demikian sumbangsih kecil penulis terhadap dunia pendidikan yang berupa gagasan pemikiran tentang bagaimana menjadi guru (pendidik) yang profesional. Menjadi pendidik yang profesional bukanlah hal yang tidak mungkin. Melalui semangat meningkatkan kompetensi dan menjiwai profesinya akan mampu menghasilkan sosok-sosok pendidik yang profesional dan dirindukan oleh para peserta didik. []

 

Tidak ada komentar:

Postingan Populer