Powered By Blogger

Jumat, 30 Juli 2021

IBADAH KURBAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI MASA PANDEMI COVID-19

Sumber Gambar: https://cdn-radar.jawapos.com/uploads/radarkudus/news/2021/07/19/ada-ppkm-darurat-salat-idul-adha-di-blora-ditiadakan_m_276386.jpg

 

IBADAH KURBAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP 

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 

DI MASA PANDEMI COVID-19

 

Oleh :

Agung Nugroho Catur Saputro

 

Pandemi Covid-19 telah melanda dunia selama satu tahun lebih. Telah dilakukan berbagai upaya untuk menghentikan menyebarnya pandemi ini dengan menelan biaya yang sangat besar, tetapi hingga detik ini belum juga terlihat tanda-tanda akan segera berakhir. Setelah dilakukan vaksinasi yang diharapkan akan mampu menekan angka jumlah orang yang terpapar virus corona, tetapi hasilnya belum juga terlihat. Bahkan di pertengahan tahun 2021 ini angka jumlah orang yang terpapar virus corona justru menunjukkan kecenderungan naik terus. Menurut data pantauan virus Corona di Indonesia update tanggal 24 Juli 2021 pukul 02:45 WIB, jumlah orang yang positif bertambah 49.071 orang sehingga total jumlah orang yang positif sebanyak 3.082.410 orang dan jumlah orang yang meninggal bertambah 1.566 orang sehingga total jumlah orang meninggal karena Covid-19 sebanyak 80.598 orang. Walaupun angka ini memiliki penafsiran makna yang relatif, akan tetapi tetap menuntut keprihatinan kita bersama. Setiap hari terdapat ribuan orang meninggal karena virus covid-19 ini. Kondisi ini menuntut rasa empati kita terhadap orang-orang yang sedang menjalani isoma (isolasi mandiri) akibat terpapar virus corona dan menuntut kepedulian kita bersama untuk saling menjaga diri dan masyarakat dari bahaya virus corona dengan mengingatkan terus untuk menjaga kesehatan dan mematuhi protokol kesehatan.

Di masa pandemi Covid-19 ini, banyak sektor kehidupan yang terdampak, mulai dari mahalnya harga barang-barang kebutuhan terkait prokes, banyaknya usaha yang gulung tikar karena minim pelanggan hingga terjadinya PHK secara besar-besaran. Maka yang terjadi adalah meningkatnya angka pengangguran dan angka kemiskinan serta menurunnya tingkat kesejahteraan hidup masyarakat. Banyak masyarakat kecil yang kesulitan untuk mendapatkan makanan pokok karena tidak memiliki uang untuk membeli bahan makanan kebutuhan pokok akibat sudah tidak bekerja lagi.  Rakyat kecil sangat membutuhkan bantuan dan uluran tangan dari pemerintah maupun orang-orang yang mampu.

Berkaitan dengan kondisi rakyat kecil di masa pandemi Covid-19 yang sangat memperihatinkan tersebut, peringatan hari raya Idul adha atau Idul Kurban justru menemukan momentumnya. Penyembelihan hewan Kurban (kambing, sapi, atau kerbau) sangat berkaitan erat dengan kondisi dan situasi saat ini. Oleh karena itu, peringatan hari raya Idul Adha di masa pandemi Covid-19 ini harusnya dilakukan dengan lebih semangat (semangat untuk berkurban) dan bermakna oleh sebagian umat Islam yang memiliki kemampuan harta kekayaan. Di masa pandemi Covid-19 ini jumlah calon penerima daging hewan Kurban akan semakin banyak dibandingkan sebelum masa pandemi akibat meningkatkan jumlah orang yang masuk kategori prasejahtera (miskin) karena kehilangan mata pencahariannya atau karena kena PHK.

Daging hewan Kurban merupakan makanan sumber protein yang tinggi. Daging adalah bahan makanan simbol kemakmuran. Masyarakat yang kehidupannya makmur dicirikan dari makanannya yang banyak mengandung protein dari daging. Sebaliknya, masyarakat prasejahtera  dicirikan dari makanannya yang rendah protein atau jarang makan daging. Maka penyembelihan hewan Kurban di hari raya Idul Adha dan membagikannya ke masyarakat sekitar merupakan perwujudan dari upaya mewujudkan ketahanan pangan di bidang daging. Setiap tahun siapapun, baik orang kaya maupun orang miskin bisa menikmati daging kambing ataupun daging sapi dengan mudah. Hanya saat peringatan hari raya Idul Adha sajalah semua lapisan masyarakat secara serentah makan makanana olahan dari daging kambing atau daging sapi. Maka momentum peringatan hari raya Idul Adha inilah saat rakyat kecil bergembira dan berbahagia karena bisa menikmati makanan yang biasanya hanya dinikmati oleh orang-orang kaya saja. Perayaan hari raya Idul Adha merupakan wujud dari adanya keadilan dan kepedulian sosial dalam ajaran agama Islam.

  Ibadah Kurban menjadi momentum yang menggembirakan, baik secara ibadah maupun sosial. Distribusi daging kurban pun menjadi kebahagiaan tersendiri bagi masyarakat prasejahtera di masa Covid-19 ini. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar memiliki potensi kurban yang signifikan. Pada tahun 2020, Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan bahwa potensi ekonomi kurban Indonesia mencapai setara dengan 117 ribu ton daging yang berasal dari 2,3 juta orang pekurban.  Fakta ini menunjukkan bahwa potensi ekonomi dari ibadah tahunan kurban tidak dapat dipandang kecil. Asumsi berat kambing atau domba antara 20-80 kg dengan berat karkas 42,5 persen. Sementara asumsi berat sapi atau kerbau antara 250-750 kg dengan berat karkas 50 persen (ACT News, 2020).

Seorang peneliti di Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS), Askar Muhammad menyatakan bahwa potensi ekonomi kurban nasional tahun 2020 diperkirakan dapat mencapai Rp 20,5 triliun, yang berasal dari 2,3 juta orang pekurban (Shahibul Qurban) di seluruh Indonesia. Angka Rp. 20,5 triliun tersebut bersumber dari perkiraan 62,4 juta keluarga Muslim, dimana 9 persen (5,6 juta keluarga) di antaranya adalah kelas menengah-atas dengan pengeluaran per kapita di atas Rp 2,5 juta per bulan, yang merupakan keluarga Muslim sejahtera (Sandi, 2020).

Berdasarkan data potensi ekonomi dari penyembelihan hewan kurban setiap tahun saat perayaan hari raya Idul Adha di atas, maka jika dikelola dengan baik akan sangat berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Pelaksanaan ibadah kurban setiap tahun mampu menggerakkan roda perekonomian masyarakat, baik masyarakat kelas atas-menengah maupun masyarakat kelas bawah. Peternak kambing, domba, sapi dan kerbau akan mendapatkan keuntungan besar karena banyak pembeli yang membeli hewan peliharaannya. Masyarakat kelas atas-menengah akan diuntuungkan dengan harga daging kambing maupun sapi yang relatif lebih murah karena ketersediaan daging di masyarakat yang melimpah sehingga menurunkan tingkat  pembelian daging oleh masyarakat sehingga berakibat menurunnya harga daging. Sedangkan masyarakat kelas bawah dan kelas prasejahtera juga diuntungkan dengan mendapatkan daging hewan kurban secara gratis sehinga mereka bisa ikut merasakan nikmatnya masakan daging kambing atau daging sapi yang belum tentu bisa mereka rasakan setiap harinya.

Dalam konteks hubungan kemasyarakatan, hari raya Idul Adha atau Idul Kurban adalah hari raya bersama, tidak hanya hari raya khusus umat Islam saja. Mengapa? Karena masyarakat non muslim pun juga dapat ikut merasakan kebahagiaan dan keberkahan dari hari raya Idul Kurban dari pembagian daging kurban yang diberikan kepada semua anggota masyarakat. Berbeda dengan harta zakat yang hanya boleh diberikan kepada orang-orang tertentu saja sesuai aturan agama, maka daging hewan kurban boleh diberikan kepada siapapun, bahkan kepada umat non muslim. Hal ini menunjukkan bahwa ibadah kurban merupakan bentuk ibadah yang lebih berorientasi kepada ibadah sosial. Pelaksanaan ibadah kurban di hari raya Idul Adha di samping menunjukkan ketaatan umat Islam dalam menjalankan ibadah juga memberikan dampak positif terhadap tingkat kesejahteraan umat Islam dan masyarakat pada umumnya serta menggerakkan roda perekonomian masyarakat. []

 

Referensi

ACT News. (2020). Potensi Kurban dalam Perekonomian dan Ketahanan Pangan. Retrieved July 27, 2021, from ACT News website: https://news.act.id/berita/potensi-kurban-dalam-perekonomian-dan-ketahanan-pangan

Sandi, F. (2020, July 15). Diam-Diam Potensi Kurban Bisa Putar Ekonomi Tembus Rp 20 T. Retrieved July 27, 2021, from CNBC Indonesia website: https://www.cnbcindonesia.com/news/20200715154806-4-172947/diam-diam-potensi-kurban-bisa-putar-ekonomi-tembus-rp-20-t

 

 Gumpang Baru, 28 Juli 2021

 

 _____________________________________

 

Biodata Penulis

Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd., M.Sc. adalah dosen di Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS). Pendidikan dasar dan menengah dijalani di madrasah, yaitu MI Al-Islam 1 Ngesrep, MTs Nurul Islam 2 Ngesrep, dan MAN 1 Surakarta. Pendidikan sarjana (S.Pd) ditempuh di Universitas Sebelas Maret dan pendidikan pascasarjana tingkat Master (M.Sc.) ditempuh di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mulai tahun 2018 penulis tercatat sebagai mahasiswa doktoral di Program Studi S3 Pendidikan Kimia PPs Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Selain aktif sebagai dosen, beliau juga seorang pegiat literasi dan penulis yang telah menerbitkan lebih dari 60 judul buku (baik buku solo maupun buku antologi), Peraih Juara 1 Nasional bidang kimia pada lomba penulisan buku pelajaran MIPA di Kementerian Agama RI (2007), Penulis buku non fiksi yang telah tersertifikasi Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Konsultan penerbitan buku pelajaran Kimia dan IPA, Reviewer jurnal ilmiah terakreditasi SINTA 2 dan SINTA 3, Indomindmap Certified Trainer-ICT (Indonesia), Internatioal Certified ThinkBuzan iMindMap Leader (UK), International Certified ThinkBuzan Facilitator in Applied Innovation (UK), International Certified ThinkBuzan Practitioner in Speed Reading (UK), dan International Certified ThinkBuzan Practitioner in Memory (UK). Penulis dapat dihubungi melalui nomor WhatsApp +6281329023054 dan email : anc_saputro@yahoo.co.id. Tulisan-artikel penulis dapat dibaca di akun Facebook : Agung Nugroho Catur Saputro, website : https://sahabatpenakita.id dan blog : https://sharing-literasi.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Postingan Populer