KITAB FIQH KARYA ULAMA WANITA
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Agama Islam diturunkan Allah Swt ke
dunia ini melalui Rasul-Nya bertujuan untuk memberikan rambu-rambu aturan bagi
umat manusia dalam menjalani kehidupan. Aturan atau hukum-hukum agama tidak
hanya mengatur kehidupan laki-laki tetapi juga mengatur kehidupan wanita. Wanita
merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki keistimewaan yang berbeda
dengan kaum laki-laki. Hanya kaum wanita saja yang bisa memahami jalan pikiran
dan perilaku para wanita. Apa yang terjadi atau dialami oleh kaum wanita tidak
dialami oleh kaum laki-laki. Maka wanitalah yang paling tahu dan paling paham
dengan diri mereka sendiri dan kaumnya.
Hukum agama Islam itu terbagi menjadi
dua, yaitu hukum yang secara jelas dinyatakan oleh Allah SWT melalui firman-Nya
dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan hukum yang dirumuskan (hasil ijtihad) ulama untuk
menjelaskan atau menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an yang tidak jelas maknanya. Ijtihad adalah
proses penetapan hukum syariat dengan menggunakan semua pikiran dan tenaga
secara bersungguh-sungguh. Proses ijtihad bertujuan menciptakan solusi dalam
pertanyaan hukum yang belum dijelaskan di dalam Al-Quran dan hadis. Karenanya,
hanya para ulama yang dapapt berijtihad terkait hukum Islam. Ijtihad
memiliki banyak manfaat seperti membantu umat Islam saat menghadapi masalah
yang belum jelas hukumnya. Ini agar hukum tersebut dapat disesuaikan dengan
keadaan, waktu, serta perkembangan zaman. Selain itu ijtihad dapat digunakan
untuk menentukan dan menetapkan fatwa atas segala masalah yang tidak berhubungan
dengan halal dan haram (Wisnu, 2022). Hukum-hukum
agama Islam hasil ijtihad para ulama inilah yang kemudian dikenal sebagai ilmu Fiqh.
Jadi ilmu Fiqh adalah ilmu buatan manusia (ulama) yang mencoba
memahami/menafsirkan ayat-ayat Allah SWT yang belum jelas maksudnya.
Dikarenakan hukum agama baik yang berupa
hukum asli dari Allah SWT maupun hukum hasil ijtihat ulama bertujuan untuk
mengatur kehidupan manusia, maka tentunya juga mengatur tentang perikehidupan wanita.
Ilmu Fiqh yang dihasilkan oleh para ulama umumnya ditulis oleh ulama laki-laki.
Masih jarang atau sedikit sekali ditemukan kitab ilmu Fiqh yang ditulis oleh
ulama wanita. Hal ini berdampak pada pandangan subjektivitas ulama laki-laki
ketika mereka berijtihat menentukan aturan agama atau hukum yang berkaitan
dengan kaum wanita.
Sebagai contoh pandangan Fiqh yang
menyatakan bahwa wanita adalah aurat, bahkan suaranya pun juga aurat yang tidak
boleh diperdengarkan kepada para laki-laki. Kaum wanita dianggap sumber fitnah,
maka mereka harus memakai pakaian hijab agar aurat mereka tidak menganggu kaum
laki-laki. Ternyata perintah agar wanita menutup aurat dengan pakaian tertutup
(hijab) tidak diiringi dengan perintah agar laki-laki menundukkan pandangan
matanya. Seharusnya perintah wanita memakai pakaian hijab dan laki-laki
menundukkan pandangan adalah satu paket (satu kesatuan) karena kedua belah
pihak bisa menjadi penyebab terjadinya perzinahan. Tetapi mengapa tidak
demikian?
Pandangan bahwa wanita adalah aurat dan
sumber fitnah adalah produk dari penafsiran ulama laki-laki. Pandangan seperti
ini jelas sangat subjektif dan tidak imbang karena hanya mendasarkan pada satu
pandangan saja yaitu dari sisi pandangan laki-laki. Pandangan sepihak tersebut
hanya menguntungkan satu pihak, yaitu laki-laki, sedangkan pihak wanita
dirugikan. Mengapa aturan agama berkaitan dengan pencegahan tindak asusila
(perzinahan) hanya dikaitkan dengan wanita sebagai pihak tertuduh penyebab
terjadinya perzinahan? Mengapa laki-laki seakan-akan tidak bisa terlibat
sebagai aktor penyebab terjadinya perzinahan? Mestinya hukum Fiqh mengatur tentang
bagaimana wanita harus berperilaku (berpakaian) agar tidak mengundang fitnah dan
bagaimana upaya laki-laki agar tidak terjerumus ke tindakan perzinahan. Seharusnya
hukum Fiqh produk hasil ijtihad ulama bersifat adil dalam menentukan aturan
hukumnya, bukan hanya menyalahkan satu pihak saja yaitu wanita. Hal itu kemungkian
besar karena mayoritas ulama penulis kitab-kitab Fiqh adalah ulama laki-laki
sehingga subjektivitas penghukuman terjadi. Maka ke depannya perlu ada evaluasi
ulang agar penetapan hukum agama benar-benar bisa berlaku adil dalam
menyelesaikan permasalahan kehidupan.
Fenomena adanya produk hukum agama hasil
ijtihad ulama yang cenderung menguntungkan pihak laki-laki tersebut dapat terjadi
kemungkian besar dikarenakan para ulama penulis kitab-kitab ilmu Fiqh adalah
mayoritas laki-laki. Andaikan ada ulama wanita yang juga menulis kitab ilmu Fiqh,
mungkin hukum atau aturan agama yang diyakini umat Islam berbeda dengan
pandangan sekarang ini. Berdasarkan kasus hukum di atas, maka menurut pandangan
penulis, saat ini sangat urgen munculnya kitab-kitab ilmu Fiqh yang ditulis
oleh para ulama wanita. Kaum wanita dalam agama Islam memiliki hak dan
kesempatan yang sama dalam menuntut ilmu agama dan demikian pula harusnya hak
dalam menafsirkan ayat-ayat Allah SWT menjadi produk hukum agama dalam kitab Fiqh.
Mengapa sejarah Islam zaman dulu jarang
menyebutkan nama-nama ulama wanita? Hal itu kemungkian besar memang zaman dulu
tidak banyak wanita yang menjadi ulama. Bisa jadi hal itu disebabkan pengaruh
dari tradisi atau budaya bangsa Arab pra-Islam yang berpandangan bahwa wanita
itu derajatnya lebih rendah dari laki-laki. Akibatnya kaum wanita tidak diberi
hak dan kesempatan yang sama untuk belajar dan menuntut ilmu agama. Hal yang
berbeda dialami oleh para kaum laki-laki yang memperoleh hak yang sebebas-bebasnya
untuk belajar ilmu agama dan menuliskannya dalam bentuk produk kitab ilmu
agama, khususnya kitab ilmu Fiqh.
Sebenarnya sejarah telah mencatatkan bahwa
zaman dahulu sudah ada ulama wanita yang terlibat dalam penyiaran dakwah Islam.
Di masa sahabat, ada nama ummul mukminin sayyidah Aisyah binti Abu Bakar yang
menjadi salah satu referensi umat pasca wafatnya Nabi SAW. Beliau adalah
seorang ahli fikih sekaligus ahli hadis dari kalangan wanita yang mendapat
bimbingan langsung dari Nabi Muhammad saw. Kepakarannya di bidang fikih dan
fatwa membuat nama beliau dimasukkan dalam kategori sahabat yang banyak
memberikan fatwa; al-muksirun fi al-fatwa. Pada abad kedua, ada nama Sayyidah Nafisah binti Hasan, salah
satu cucu rasulullah saw yang dijuluki nafisah al-ilmi karena
kedalaman ilmunya. Banyak ulama yang menimba ilmu dan meriwayatkan hadis dari
beliau. Salah satunya adalah Bisyr bin Harist al-Hafi. Bahkan ulama besar
sekaliber Imam Syafi’i juga dikenal sebagai murid dari Sayyidah Nafisah. Saking
seringnya beliau ngaji, para ulama menobatkan imam Syafi’i sebagai orang yang
paling sering mujalasah dengan sayyidah Nafisah. Oleh karena
itu, wajar jika Sayyidah Nafisah disebut-sebut sebagai sosok yang banyak
mempengaruhi pemikiran imam Syafi’i di Mesir (Isdianto, 2021).
Tetapi mengapa nama-nama ulama wanita
hampir tidak dikenal dalam khazanah ilmu agama Islam? Apakah karena jumlahnya
sangat sedikit-walau ada, ataukah karena mereka para ulama wanita tidak menulis
kitab-kitab ilmu agama sehingga sejarah tidak mencatatkan nama-nama mereka? Jika
melihat fakta sejarah bahwa memang ada beberapa ulama wanita yang terlibat
dalam syiar dakwah agama Islam, dan bahkan di antara mereka ada yang menjadi
guru dari ulama-ulama besar yang dikenal masyarakat zaman sekarang, sementara
sejarah juga tidak banyak yang menceritakan keberadaan dan kiprah para ulama wanita
dalam menghasilkan produk-produk pemikiran terkait penetapan hukum agama, maka
penulis berpendapat bahwa akar penyebab mengapa dunia Islam kurang mengenal
ulama wanita dikarenakan hampir tidak ditemukan kitab ilmu agama yang merupakan
karangan para ulama wanita.
Dunia Islam sekarang tidak atau hampir
jarang sekali menemukan kitab-kitab ilmu agama Islam, khususnya kitab ilmu Fiqh
yang merupakan hasil dari karangan ulama wanita. Hal ini mengakibatkan munculnya
anggapan bahwa sejak dulu tidak ada ulama wanita. Hukum-hukum agama Islam yang
ada di kitab-kitab ilmu Fiqh hanya ditulis oleh para ulama laki-laki, sedangkan
hasil pemikiran dan penafsiran (ijtihad) para ulama wanita tidak terdokumentasi
dalam bentuk kitab yang berakibat hasil pemikiran mereka tidak sampai ke generasi-generasi
berikutnya dan hingga generasi sekarang.
Permasalahan lain yang muncul berkaitan
dengan peran wanita dalam perumusan hukum-hukum agama Islam adalah mengapa
jumlah ulama wanita jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah ulama laki-laki? Jika
benar bahwa ulama terdahulu tak pernah membedakan antara laki-laki dan wanita
dalam soal keilmuan (Isdianto, 2021), tetapi mengapa
dalam dunia keilmuan Islam hampir tidak mengenal sosok-sosok ulama wanita? Melihat
fenomena ini, penulis berpendapat bahwa walaupun agama Islam tidak
membeda-bedakan antara wanita dan laki-laki dalam menuntut ilmu agama, tetapi
pengaruh budaya dan tradisi bangsa Arab pra-Islam yang memandang rendah derajat
wanita bahkan ada anggapan jika memiliki anak wanita dianggap sebuah kesialan, masih
sangat kuat mempengaruhi pola kehidupan umat Islam zaman dulu sehingga berdampak
pada masih sedikit sekali wanita-wanita yang menuntut ilmu agam secara serius
dan tekun hingga menjadi ulama besar.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat
ditarik benang merah bahwa akar permasalahan mengapa dunia keilmuan Islam
hampir tidak mengenal keberadaan ulama wanita yang berdampak pada produk hukum
agama yang mayoritas didominasi oleh hasil ijtihad ulama laki-laki adalah
karena masih kuatnya pengaruh budaya Arab pra-Islam yang memandang derajat wanita
lebih rendah dari laki-laki sehingga membatasi para wanita untuk belajar ilmu
agama dan menjadi ulama. Penyebab kedua mengapa kurang dikenalnya ulama wanita
dalam khazanah keilmuan agama Islam adalah karena para ulama wanita tidak atau
hampir tidak meninggalkan karya-karya tulis produk hukum agama Islam yang
merupakan hasil ijtihad mereka dalam bentuk kitab-kitab hukum Islam. []
Surakarta, 31 Januari 2023
Referensi
Isdianto, W.
(2021, April 7). Ulama Perempuan. Swara Rahima.
https://swararahima.com/2021/04/07/ulama-perempuan/
Wisnu. (2022,
July 20). Pengertian Ijtihad Menurut Bahasa serta Fungsi dan Contoh.
Media Indonesia.
https://mediaindonesia.com/humaniora/508237/pengertian-ijtihad-menurut-bahasa-serta-fungsi-dan-contoh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar