Powered By Blogger

Sabtu, 01 November 2025

SANTRI, LITERASI, DAN TRADISI MENULIS

 

SANTRI, LITERASI, DAN TRADISI MENULIS

Oleh:
Dr. Agung Nugroho Catur Saputro, M.Sc.

 

 

Santri dan Pondok Pesantren

Setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) menjadi momentum penting untuk mengingatkan bangsa Indonesia tentang peran penting dan jasa-jasa para santri dalam ikut berjuang untuk mendirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banyak tokoh-tokoh nasional pendiri bangsa Indonesia yang memiliki latar belakang seorang santri. Oleh karena itu, keberadaan bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari keberadaan santri dan pondok pesantren.

            Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata 'santri' setidaknya mengandung dua makna. Arti pertama, santri adalah orang yang mendalami agama Islam, dan pemaknaan kedua santri adalah orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh atau orang yang saleh. Istilah santri selama ini digunakan untuk menyebut orang-orang yang sedang atau pernah memperdalam ajaran agama Islam di pondok pesantren (Nasir, 2024).

Santri dapat dimaknai secara makna sempit maupun makna luas. Dalam makna sempit, santri merujuk kepada orang-orang yang menuntut ilmu agama dan tinggal di pesantren. Namun, apabila dimaknai lebih luas, santri tidak selalu merujuk kepada mereka yang tinggal di lingkungan pesantren. Siapa saja yang menjalankan ilmu agama Islam maka dapat juga disebut sebagai santri. Pada intinya, santri yang belajar di lingkungan pesantren maupun tidak tetap dipandang sebagai orang yang memiliki pengetahuan agama lebih dan taat menjalankannya (Kasim, 2023).

Santri identik dengan pondok pesantren. Santri adalah julukan yang diberikan kepada seseorang yang belajar agama Islam di pondok pesantren. Santri diidentikan dengan ciri-ciri bersarung dan memakai kopiah bagi santri laki-laki dan berjilbab bagi santri perempuan atau santriwati. Jadi santri adalah orang yang tinggal atau mondok di pondok pesantren untuk khusus mempelajari ilmu-ilmu agama Islam.

Pondok pesantren dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pondok pesantren salafi dan pondok pesantren modern. Apa perbedaan dari kedua jenis pondok pesantren tersebut? Pondok pesantren salafi atau sering disebut pondok pesantren tradisional adalah jenis pondok pesantren yang penyelenggaraan proses belajar mengajarnya dilakukan secara tradisional. Kurikulum pendidikan di pondok pesantren salafi hanya khusus mengkaji ilmu agama Islam. Adapun pondok pesantren modern telah menerapkan metode-metode pembelajaran modern dalam proses pembelajaran dan kurikulum pendidikannya juga telah memasukkan mata pelajaran umum selain tetap mempelajari ilmu-ilmu agama Islam. Di pondok pesantren modern, para santri dibekali dengan ilmu agama Islam dan juga ilmu pengetahuan umum seperti sains, teknik, humaniora.

Tradisi Menulis di Pondok Pesantren

Sistem pendidikan di pondok pesantren telah memfasilitasi aktivitas menulis bagi para santrinya. Para santri yang belajar ilmu agama Islam di pondok pesantren setiap hari dilatih untuk belajar menulis. Aktivitas literasi terkait menulis terimplementasi dalam aktivitas belajar saat santri mengkaji kitab.

Saat mengkaji sebuah kitab, ustadz membacakan arti terjemahan setiap kata dalam kitab dan menjelaskan maknanya. Para santri mendengarkan penjelasan gurunya sambil menuliskan arti setiap kata di kitabnya. Ketika belajar mengkaji kitab-kitab agama Islam, santri juga membawa kitabnya. Jadi dalam proses pembelajarannya terjadi aktivitas aktif, tidak pasif. Santri tidak hanya mendengarkan penjelasn gurunya saja, tetapi mereka juga dituntut aktif untuk menuliskan penjelasan gurunya di kitab sendiri. Kemampuan mendengarkan dan menulis sekaligus ini bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Perlu konsentrasi yang tinggi dan kecepatan yang tinggi dalam menuliskan penjelasan guru di kitab santri.

Aktivitas mengkaji kitab-kitab agama Islam di pondok pesantren (biasanya disebut kitab kuning) merupakan aktivitas yang berkaitan dengan literasi. Santri dituntut mampu membaca, memahami, dan menulis kitab. Aktivitas membaca dan menulis secara aktif tersebut mendorong para santri menjadi terbiasa untuk menulis. Dampaknya adalah banyak para santri yang akhirnya menjadi penulis-penulis yang hebat. Banyak para pemikir dan penulis buku-buku yang ternyata berlatar belakang santri pondok pesantren.

Tradisi literasi di sistem pendidikan pondok pesantren yang telah berlangsung bertahun-tahun sejak berdirinya pondok pesantren di Indonesia telah melahirkan tokoh-tokoh penting pendiri bangsa Indonesia. Para tokoh-tokoh nasional yang berlatar belakang pendidikan pondok pesantren tersebut menampakan kemampuan yang tinggi berkaitan dengan dunia literasi. Para tokoh-tokoh pendiri bangsa Indonesia tersebut umumnya adalah sosok-sosok pembaca ulung dan penulis buku yang produktif. Gagasan-gagasan pemikiran tentang model penyelenggaraan negara Indonesia dapat mudah ditemukan dalam buku-buku karya para pahlawan bangsa Indonesia.

Beberapa tokoh pahlawan nasional yang berlatar belakang santri  adalah:

a.         KH Hasyim Asy'ari: Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang mengeluarkan Resolusi Jihad untuk mempertahankan kemerdekaan. 

b.         KH Ahmad Dahlan: Pendiri Muhammadiyah yang berperan penting dalam pendidikan dan gerakan Islam modern. 

c.          Pangeran Diponegoro: Memiliki latar belakang santri yang erat dengan ulama dan pernah belajar di pondok pesantren. 

d.         KH Wahid Hasyim: Putra KH Hasyim Asy'ari, seorang anggota BPUPKI dan PPKI, serta pelopor masuknya ilmu pengetahuan ke dunia pesantren. 

e.          KH Zainal Arifin: Tokoh Hizbullah yang pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri. 

f.          KH Zainal Mustafa: Penggagas pemberontakan di Singaparna dan Wakil Rais Syuriyah NU. 

g.          KH Noer Ali: Dikenal sebagai simbol keberanian dan perjuangan di Bekasi. 

h.         Agus Salim: Seorang diplomat dan politikus yang juga dikenal sebagai seorang santri yang cerdas. 

i.           Buya Hamka: Seorang ulama dan sastrawan terkemuka dengan pendidikan agama yang mendalam.  (Yulianti, 2025)

 

Peranan Santri di Era Digital

            Perubahan zaman menjadi era digital seperti sekarang ini telah berdampak pada adanya tuntutan dunia pondok pesantren untuk menyesuaikan muatan pendidikannya. Pondok pesantren di era digital ini harus mau mengubah metode dan orientasi system pendidikannya. Para santri selain diajarkan dengan ilmu-ilmu agama Islam melalui mengkaji kitab-kitab agama Islam klasik hasil karya ulama-ulama terdahulu, juga harus dibekali dengan kemampuan dan keterampilan abad 21. Kemampuan dan keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, kreatif, analitis, kolaboratif, dan berkomunikasi harus diajarkan kepada para santri.

            Tantangan ke depan untuk para santri di pondok pesantren adalah bagaimana mereka nantinya dituntut untuk mampu mengimplementasikan pengetahuan ilmu agamanya ke dalam kehidupan bermasyarakat. Para santri diharapkan mampu membumikan ilmu agama sebagai solusi permasalahan di masyarakat dengan pendekatan yang humanis dan logis. Menjadi tugas bagi para santri untuk mendekatkan masyarakat dengan nilai-nilai religius.

Di zaman ketika kemuliaan nilai-nilai spiritualisme sudah mulai pudar dan ditinggalkan orang-orang era modern ini, maka para santri alumni pondok pesantren diharapkan mampu memberikan kontribusi positifnya dalam menyadarkan masyarakat kepada pentingnya nilai-nilai spiritual dalam mendukung berlangsung kehidupan. Manusia adalah makhluk sempurna yang mengandung komponen jasmani dan rohani. Maka di samping perlu pemenuhan kebutuhan fisik jasmani, manusia juga membutuhkan dipenuhinya kebutuhan psikis rohani, seperti ketenangan, ketenteraman, kedamaian, dll. Melalui strategi dan pendekatan yang tepat yang tidak ada kecenderungan memaksa dan menggurui, maka masyarakat kemungkinan besar bisa tersadarkan kembali untuk kembali kepada nilai-nilai spiritual.

Di era digital seperti sekarang ini, menuntut para santri juga menyesuaikan dalam memdesain metode dan strategi dakwahnya. Santri era digital juga harus mengambil peran aktif dalam menyediakan konten-konten dakwah yang dapat diterima dan diakses oleh semua kalangan netizen. Konten-konten dakwah yang mengedepankan humanisme dan toleransi dalam beragama perlu diperbanyak. Hal ini agar misi dakwah yang santun, adem, damai, dan menentramkan dapat terlaksana. Para santri diharapkan  mampu menghasilkan karya-karya tulis seputar dakwah Islam yang damai dan menyejukkan yang dapat diakses secara bebas oleh semua orang di berbagai penjuru dunia. []

Referensi:

Kasim, Y. U. (2023, Oktober). Apa Arti Kata Santri? Ternyata Punya Makna yang Luas. https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6995453/apa-arti-kata-santri-ternyata-punya-makna-yang-luas

Nasir, M. F. (2024, Oktober). Memaknai Kata Santri. NU Online. https://jatim.nu.or.id/opini/memaknai-kata-santri-8bBoD

Yulianti, T. E. (2025, Oktober). 10 Santri yang Jadi Pahlawan dan Tokoh Nasional, Dari Pesantren untuk Indonesia. detikjabar. https://www.detik.com/jabar/jabar-gaskeun/d-8171486/10-santri-yang-jadi-pahlawan-dan-tokoh-nasional-dari-pesantren-untuk-indonesia

Tidak ada komentar:

Postingan Populer