SANTRI, LITERASI, DAN TRADISI MENULIS
Oleh:
Dr. Agung
Nugroho Catur Saputro, M.Sc.
Santri dan Pondok
Pesantren
Setiap tanggal 22
Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Peringatan Hari Santri
Nasional (HSN) menjadi momentum penting untuk mengingatkan bangsa Indonesia
tentang peran penting dan jasa-jasa para santri dalam ikut berjuang untuk mendirikan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banyak tokoh-tokoh nasional pendiri bangsa
Indonesia yang memiliki latar belakang seorang santri. Oleh karena itu,
keberadaan bangsa Indonesia tidak bisa dilepaskan dari keberadaan santri dan
pondok pesantren.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata 'santri' setidaknya mengandung dua
makna. Arti pertama, santri adalah orang yang mendalami agama Islam, dan
pemaknaan kedua santri adalah orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh atau
orang yang saleh. Istilah santri selama ini digunakan untuk menyebut
orang-orang yang sedang atau pernah memperdalam ajaran agama Islam di pondok
pesantren (Nasir, 2024).
Santri dapat dimaknai secara
makna sempit maupun makna luas. Dalam makna sempit, santri merujuk kepada
orang-orang yang menuntut ilmu agama dan tinggal di pesantren. Namun, apabila
dimaknai lebih luas, santri tidak selalu merujuk kepada mereka yang tinggal di
lingkungan pesantren. Siapa saja yang menjalankan ilmu agama Islam maka dapat juga
disebut sebagai santri. Pada intinya, santri yang belajar di lingkungan
pesantren maupun tidak tetap dipandang sebagai orang yang memiliki pengetahuan
agama lebih dan taat menjalankannya (Kasim, 2023).
Santri identik dengan
pondok pesantren. Santri adalah julukan yang diberikan kepada seseorang yang
belajar agama Islam di pondok pesantren. Santri diidentikan dengan ciri-ciri
bersarung dan memakai kopiah bagi santri laki-laki dan berjilbab bagi santri
perempuan atau santriwati. Jadi santri adalah orang yang tinggal atau mondok di
pondok pesantren untuk khusus mempelajari ilmu-ilmu agama Islam.
Pondok pesantren dapat
dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu pondok pesantren salafi dan pondok
pesantren modern. Apa perbedaan dari kedua jenis pondok pesantren tersebut?
Pondok pesantren salafi atau sering disebut pondok pesantren tradisional adalah
jenis pondok pesantren yang penyelenggaraan proses belajar mengajarnya
dilakukan secara tradisional. Kurikulum pendidikan di pondok pesantren salafi
hanya khusus mengkaji ilmu agama Islam. Adapun pondok pesantren modern telah
menerapkan metode-metode pembelajaran modern dalam proses pembelajaran dan
kurikulum pendidikannya juga telah memasukkan mata pelajaran umum selain tetap
mempelajari ilmu-ilmu agama Islam. Di pondok pesantren modern, para santri
dibekali dengan ilmu agama Islam dan juga ilmu pengetahuan umum seperti sains,
teknik, humaniora.
Tradisi
Menulis di Pondok Pesantren
Sistem pendidikan di
pondok pesantren telah memfasilitasi aktivitas menulis bagi para santrinya.
Para santri yang belajar ilmu agama Islam di pondok pesantren setiap hari
dilatih untuk belajar menulis. Aktivitas literasi terkait menulis
terimplementasi dalam aktivitas belajar saat santri mengkaji kitab.
Saat mengkaji sebuah
kitab, ustadz membacakan arti terjemahan setiap kata dalam kitab dan
menjelaskan maknanya. Para santri mendengarkan penjelasan gurunya sambil
menuliskan arti setiap kata di kitabnya. Ketika belajar mengkaji kitab-kitab
agama Islam, santri juga membawa kitabnya. Jadi dalam proses pembelajarannya
terjadi aktivitas aktif, tidak pasif. Santri tidak hanya mendengarkan penjelasn
gurunya saja, tetapi mereka juga dituntut aktif untuk menuliskan penjelasan
gurunya di kitab sendiri. Kemampuan mendengarkan dan menulis sekaligus ini
bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Perlu konsentrasi yang tinggi dan
kecepatan yang tinggi dalam menuliskan penjelasan guru di kitab santri.
Aktivitas mengkaji
kitab-kitab agama Islam di pondok pesantren (biasanya disebut kitab kuning)
merupakan aktivitas yang berkaitan dengan literasi. Santri dituntut mampu
membaca, memahami, dan menulis kitab. Aktivitas membaca dan menulis secara
aktif tersebut mendorong para santri menjadi terbiasa untuk menulis. Dampaknya
adalah banyak para santri yang akhirnya menjadi penulis-penulis yang hebat. Banyak
para pemikir dan penulis buku-buku yang ternyata berlatar belakang santri
pondok pesantren.
Tradisi literasi di
sistem pendidikan pondok pesantren yang telah berlangsung bertahun-tahun sejak berdirinya
pondok pesantren di Indonesia telah melahirkan tokoh-tokoh penting pendiri
bangsa Indonesia. Para tokoh-tokoh nasional yang berlatar belakang pendidikan
pondok pesantren tersebut menampakan kemampuan yang tinggi berkaitan dengan
dunia literasi. Para tokoh-tokoh pendiri bangsa Indonesia tersebut umumnya
adalah sosok-sosok pembaca ulung dan penulis buku yang produktif. Gagasan-gagasan
pemikiran tentang model penyelenggaraan negara Indonesia dapat mudah ditemukan
dalam buku-buku karya para pahlawan bangsa Indonesia.
Beberapa
tokoh pahlawan nasional yang berlatar belakang santri adalah:
a.
KH Hasyim Asy'ari: Pendiri
Nahdlatul Ulama (NU) yang mengeluarkan Resolusi Jihad untuk mempertahankan
kemerdekaan.
b.
KH Ahmad Dahlan: Pendiri
Muhammadiyah yang berperan penting dalam pendidikan dan gerakan Islam
modern.
c.
Pangeran Diponegoro: Memiliki
latar belakang santri yang erat dengan ulama dan pernah belajar di pondok
pesantren.
d.
KH Wahid Hasyim: Putra
KH Hasyim Asy'ari, seorang anggota BPUPKI dan PPKI, serta pelopor masuknya ilmu
pengetahuan ke dunia pesantren.
e.
KH Zainal Arifin: Tokoh
Hizbullah yang pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri.
f.
KH Zainal Mustafa: Penggagas
pemberontakan di Singaparna dan Wakil Rais Syuriyah NU.
g.
KH Noer Ali: Dikenal
sebagai simbol keberanian dan perjuangan di Bekasi.
h.
Agus Salim: Seorang
diplomat dan politikus yang juga dikenal sebagai seorang santri yang
cerdas.
i.
Buya Hamka: Seorang
ulama dan sastrawan terkemuka dengan pendidikan agama yang mendalam. (Yulianti, 2025)
Peranan
Santri di Era Digital
Perubahan
zaman menjadi era digital seperti sekarang ini telah berdampak pada adanya
tuntutan dunia pondok pesantren untuk menyesuaikan muatan pendidikannya. Pondok
pesantren di era digital ini harus mau mengubah metode dan orientasi system
pendidikannya. Para santri selain diajarkan dengan ilmu-ilmu agama Islam
melalui mengkaji kitab-kitab agama Islam klasik hasil karya ulama-ulama
terdahulu, juga harus dibekali dengan kemampuan dan keterampilan abad 21. Kemampuan
dan keterampilan abad 21 seperti berpikir kritis, kreatif, analitis,
kolaboratif, dan berkomunikasi harus diajarkan kepada para santri.
Tantangan
ke depan untuk para santri di pondok pesantren adalah bagaimana mereka nantinya
dituntut untuk mampu mengimplementasikan pengetahuan ilmu agamanya ke dalam
kehidupan bermasyarakat. Para santri diharapkan mampu membumikan ilmu agama
sebagai solusi permasalahan di masyarakat dengan pendekatan yang humanis dan
logis. Menjadi tugas bagi para santri untuk mendekatkan masyarakat dengan
nilai-nilai religius.
Di zaman ketika
kemuliaan nilai-nilai spiritualisme sudah mulai pudar dan ditinggalkan
orang-orang era modern ini, maka para santri alumni pondok pesantren diharapkan
mampu memberikan kontribusi positifnya dalam menyadarkan masyarakat kepada
pentingnya nilai-nilai spiritual dalam mendukung berlangsung kehidupan. Manusia
adalah makhluk sempurna yang mengandung komponen jasmani dan rohani. Maka di
samping perlu pemenuhan kebutuhan fisik jasmani, manusia juga membutuhkan
dipenuhinya kebutuhan psikis rohani, seperti ketenangan, ketenteraman, kedamaian,
dll. Melalui strategi dan pendekatan yang tepat yang tidak ada kecenderungan
memaksa dan menggurui, maka masyarakat kemungkinan besar bisa tersadarkan
kembali untuk kembali kepada nilai-nilai spiritual.
Di era digital seperti
sekarang ini, menuntut para santri juga menyesuaikan dalam memdesain metode dan
strategi dakwahnya. Santri era digital juga harus mengambil peran aktif dalam menyediakan
konten-konten dakwah yang dapat diterima dan diakses oleh semua kalangan
netizen. Konten-konten dakwah yang mengedepankan humanisme dan toleransi dalam beragama
perlu diperbanyak. Hal ini agar misi dakwah yang santun, adem, damai, dan menentramkan
dapat terlaksana. Para santri diharapkan mampu menghasilkan karya-karya tulis seputar
dakwah Islam yang damai dan menyejukkan yang dapat diakses secara bebas oleh
semua orang di berbagai penjuru dunia. []
Referensi:
Kasim, Y. U.
(2023, Oktober). Apa Arti Kata Santri? Ternyata Punya Makna yang Luas.
https://www.detik.com/sulsel/berita/d-6995453/apa-arti-kata-santri-ternyata-punya-makna-yang-luas
Nasir, M. F.
(2024, Oktober). Memaknai Kata Santri. NU Online.
https://jatim.nu.or.id/opini/memaknai-kata-santri-8bBoD
Yulianti, T. E.
(2025, Oktober). 10 Santri yang Jadi Pahlawan dan Tokoh Nasional, Dari
Pesantren untuk Indonesia. detikjabar.
https://www.detik.com/jabar/jabar-gaskeun/d-8171486/10-santri-yang-jadi-pahlawan-dan-tokoh-nasional-dari-pesantren-untuk-indonesia


Tidak ada komentar:
Posting Komentar