Powered By Blogger

Selasa, 30 April 2024

KARTINI DAN EMANSIPASI WANITA

 


KARTINI DAN EMANSIPASI WANITA

Oleh:

Agung Nugroho Catur Saputro

 

 

Manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama selaku makhluk Tuhan. Setiap bayi yang dilahirkan ke dunia ini membawa misi yang sama, yaitu menjalankan perannya sebagai khalifah Allah di bumi. Tugas setiap manusia adalah mengelola bumi dan segala isinya untuk kebaikan umat manusia. Setiap orang memiliki kelebihan dan keunikan masing-masing. Manusia tidak bisa dibanding-bandingkan hanya menggunakan satu indikator saja karena manusia merupakan makhluk Tuhan yang istimewa dan kompleks. Bahkan para ahli kesulitan untuk merumuskan satu definisi tentang pengertian hakikat manusia yang mengakomodir semua komponen dalam diri manusia. Alexis Carell (1873-1944), dokter ahli Bedah Perancis, seorang peletak dasar humaniora, menjelaskan tentang kesulitan yang dihadapi dalam menyelidiki hakikat manusia (Karman, 2018). Para ahli hanya mampu membuat definisi tentang manusia dengan memotret sebagian saja dari komponen penyusun diri manusia.  

            Manusia diciptakan Allah SWT dalam dua jenis gender, yaitu laki-laki dan perempuan atau pria dan wanita. Laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Karena kondisi tersebutlah, fitrahnya laki-laki dan perempuan saling berpasangan untuk melengkapi satu dengan yang lainnya. Dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing tersebut, laki-laki dan perempuan memiliki kodrat kehidupan sendiri-sendiri. Kodrat kehidupan ini berkaitan dengan peran bawaan dari Allah SWT yang mana tidak dapat digantikan oleh jenis gender lain. Sebagai misal kodrat perempuan adalah mengandung, melahirkan dan menyusui bayi. Peran perempuan ini tidak bisa digantikan oleh laki-laki karena laki-laki tidak bisa mengandung, melahirkan dan menyusui. Oleh karena itu, mengandung, melahirkan dan menyusui merupakan kodrat perempuan.

            Berbicara tentang kodrat perempuan (kodrat wanita), biasanya dikaitkan dengan terminologi emansipasi wanita. Emansipasi wanita umumnya dimaknai sebagai kesetaraan gender, yaitu persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Sebagai misal, laki-laki mempunyai hak kebebasan untuk menuntut ilmu (bersekolah), maka wanita seharusnya juga memiliki hak kebebasan untuk bersekolah setinggi-setingginya sebagaimana laki-laki. Laki-laki bisa bekerja di luar rumah, maka wanita juga bisa bekerja di luar rumah.

Kesetaraan gender merupakan sebuah gagasan yang sangat penting bagi hak asasi manusia dan masyarakat yang damai dan telah dibuktikan oleh berbagai penelitian dimana hal tersebut sangat penting untuk memberikan perkembangan di segala aspek. Secara sederhana, kesetaraan gender adalah keadaan di mana akses terhadap hak atau peluang tidak dipengaruhi oleh gender. Kesetaraan gender tidak berarti bahwa perempuan dan laki-laki akan memiliki atau membutuhkan sumber daya yang sama persis, tetapi hak, tanggung jawab, dan peluang perempuan, laki-laki, transgender, dan orang yang beragam gender tidak akan bergantung pada gender yang ditetapkan saat mereka lahir (Admin Swiss Cham, 2022). Konsep kesetaraan gender sekilas mudah dipahami dan diterima oleh akal sehat sehingga seharusnya mudah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Banyak di masyarakat para wanita mendapatkan perlakuan yang tidak adil yaitu berupa pembatasan ruang gerak mereka untuk mengekspresikan diri dan beraktivitas.

Fenomena terjadinya perlakuan yang tidak adil terhadap wanita tersebut hampir terjadi di seluruh belahan dunia manapun sebelum konsep emansipasi wanita dan persamaan hak asasi manusia diterima oleh negara-negara di dunia. Banyak para wanita yang perannya terpinggirkan oleh aturan adat budaya dan aturan agama (kepercayaan). Ada agama atau aliran kepercayaan tertentu yang memandang wanita memiliki kedudukan di bawah laki-laki. Doktrin-doktrin ajaran agama dan/atau kepercayaan maupun tradisi budaya di masyarakat begitu kuat membelenggu kebebeasan para wanita untuk mengembangkan potensi diri dan mengekspresikannya dalam aktivitas sehari-hari.

Kondisi yang demikian tersebut juga dialami oleh R.A. Kartini, nama seorang wanita Indonesia yang namanya sering disebut dalam nyanyian lagu nasional dan diperingati setiap tanggal 21 April yaitu peringatan Hari Kartini. R.A. Kartini adalah salah satu wanita Indonesia yang memperoleh gelar ‘Pahlawan Nasional” berdasarkan Keppres No.108 Tahun 1964 yang ditetapkan pada 2 Mei 1964 dan menetapkan tanggal 21 April sebagai Hari Kartini (Anonim, n.d.). R.A. Kartini ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan hari kelahirannya setiap tahun diperingati sebagai Hari Kartini dikarenakan gagasan-gagasan pemikirannya tentang kesetaraan gender atau emansipasi wanita telah menginspirasi para wanita Indonesia. Kartini adalah simbol emansipasi wanita di Indonesia. Perjuangan dan pemikiran gagasan emansipasi wanita oleh Kartini telah membukakan pandangan bangsa Indonesia tentang pentingnya memperlakukan dan mendudukan wanita setara dengan laki-laki.

Kartini menyuarakan pentingnya kesetaraan gender untuk masyarakat bangsanya. Kartini sampai menyuarakan pentingnya kesetaraan gender karena di masyarakat kedudukan wanita masih ditempatkan di bawah kedudukan laki-laki. Peran wanita dalam kehidupan bermasyarakat dibatasi, demikian pula dalam kehidupan di rumah atau keluarga. Wanita dianggap tidak layak dihormati sebagaimana penghormatan kepada laki-laki. Di masyarakat Jawa, wanita dianggap “konco wingking” yang artinya teman di belakang yang hanya mengurusi urusan di belakang seperti masak, bersih-bersih rumah, dan teman tidur di kasur. Sedangkan yang menyangkut urusan-urusan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas, lebih banyak diserahkan ke laki-laki karena laki-laki dianggap lebih mampu dibandingkan wanita. Wanita dianggap makhluk yang tugasnya hanya melayani laki-laki.

Kartini adalah wanita yang berani menyuarakan apa yang dianggapnya kurang tepat terkait tradisi dan keyakinan masyarakatnya terhadap kedudukan wanita. Kartini berpandangan bahwa wanita juga punya hak yang sama seperti laki-laki dalam mengenyam pendidikan. Karena di masyarakatnya, para wanita sangat terbatas untuk mengakses pendidikan (baca: sekolah), maka ia berencana mendirikan sekolah agar para wanita dapat sekolah. Tujuan yang mulia ini ternyata mendapat dukungan dari orang tuanya dan saudaranya. Bahkan saudara laki-lakinya yang berkesempatan sekolah ke Belanda sering mengirimkan buku-buku bacaan dan majalah kepada Kartini. Dengan membaca buku-buku yang diberikan kakak laki-lakinya tersebut, Kartini semakin terbuka pikirannya dan semakin menyadari bahwa ada yang kurang dengan pandangan masyarakatnya terkait kedudukan dan status wanita.

Kartini banyak menyampaikan gagasan-gagasan pemikirannya melalui surat-surat yang dikirimkan kepada temannya di Belanda. Kumpulan surat-surat Kartini yang berisi keluhan kondisi para wanita di negerinya dan pandangan-pandangannya tentang bagaimana seharusnya wanita diperlakukan, di kemudian hari diterbitkan menjadi buku yang berjudul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku habis gelap terbitlah terang merupakan dokumen berharga tentang kisah seorang wanita pribumi yang walaupun berada di rumah pingitan dan dibatasi ruang geraknya dalam beraktivitas dan berinteraksi dengan dunia luar, dia tetapi berusaha mengenal dunia melalui aktivitas membaca buku-buku. Pandangan gagasan pemikirannya tentang kondisi wanita di masayarakatnya yang sangat memperihatinkan beliau sampaikan ke sahabatnya di Belanda melalui surat-suratnya. Melalui bantuan sahabat di negeri Belanda tersebulah, akhirnya dunia mengenal sosok Kartini. Pemikiran dan pandangannya yang luar biasa dan visioner telah menjadikan sosok Kartini sebagai idola dan contoh model wanita yang merdeka. Gagasan-gagasannya tentang emansipasi wanita telah menggerakan para wanita di negerinya dan negara lain untuk memperjuangkan kesetaraan gender bahwa wanita dan laki-laki memiliki hak yang sama dalam mengaktualisasikan diri.

Kartini beragama Islam dan ia adalah seorang santriwati dari seorang ulama besar. Selain menyoroti kondisi para wanita di masyarakatnya, konon Kartini juga mengkritik tentang metode pembelajaran dalam dakwah Islam. Dia mempertanyakan mengapa dia tidak diperbolehkan mengetahui terjemahan dan penafsiran dari ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca. Menurut pendapatnya, jika ayat-ayat Al-Qur’an hanya dibaca saja tanpa disertai terjemahnya dan tafsirnya, maka bacaan ayat-ayat Al-Qur’an tersebut tidak bermanfaat. Membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an tanpa memahami maksudnya adalah tidak bermanfaat. Al-Qur’an harus dapat dipahami sehingga dapat menjadi pedoman hidup umat manusia, tidak hanya sekadar bacaan rutin setiap hari saja.

Beberapa informasi tersebut di atas menjadi bukti bahwa Kartini sangat peduli dengan kondisi masyarakat dan agamanya (maksudnya pengamalan ajaran agama). Kartini tiddak hanya mengeluhkan kondisi masyarakat wanita yang mendapatkan perlakuan tidak adil dan terpinggirkan dalam mengakses pendidikan dan peran-peran strategis di masyarakat. Tidak hanya masalah kondisi wannita di masyarakat, Kartini juga mempertanyakan mengapa umat Islam dilarang membaca terjemahan dan tafsir dari ayat-ayat Al-Qur’an. Pemikiran-pemikiran Kartini sangat visioner jika dinilai pada masa itu karena tidak banyak wanita pribumi yang memiliki pandangan maju dan visioner seperti dia. Oleh karena itu, pantaslah kalau beliau dianugerahi gelar sebagai pahlawan nasional dan tanggal kelahirannya setiap tahun diperingati sebagai Hari Kartini.

 

 

Daftar Bacaan

Admin Swiss Cham. (2022, July 26). Apa yang Dimaksud Dengan Kesetaraan Gender? Penjelasan Lengkap dan 3 Contohnya - B20 Indonesia Sustainability 4.0. https://indonesiasustainability.com/apa-yang-dimaksud-dengan-kesetaraan-gender/, https://indonesiasustainability.com/apa-yang-dimaksud-dengan-kesetaraan-gender/

Anonim. (n.d.). Profil R A Kartini—VIVA. Retrieved April 17, 2023, from http://www.viva.co.id/siapa/read/401-r.a.-kartini

Karman, K. (2018). Tafsir Ayat-ayat Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya.

 

Gumpang Baru, 30 April 2024

Postingan Populer