KARTINI DAN EMANSIPASI WANITA
Oleh:
Agung Nugroho Catur Saputro
Manusia memiliki hak
dan kewajiban yang sama selaku makhluk Tuhan. Setiap bayi yang dilahirkan ke
dunia ini membawa misi yang sama, yaitu menjalankan perannya sebagai khalifah
Allah di bumi. Tugas setiap manusia adalah mengelola bumi dan segala isinya untuk
kebaikan umat manusia. Setiap orang memiliki kelebihan dan keunikan
masing-masing. Manusia tidak bisa dibanding-bandingkan hanya menggunakan satu
indikator saja karena manusia merupakan makhluk Tuhan yang istimewa dan
kompleks. Bahkan para ahli kesulitan untuk merumuskan satu definisi tentang
pengertian hakikat manusia yang mengakomodir semua komponen dalam diri manusia.
Alexis Carell (1873-1944), dokter ahli Bedah Perancis, seorang peletak dasar
humaniora, menjelaskan tentang kesulitan yang dihadapi dalam menyelidiki
hakikat manusia (Karman, 2018). Para ahli hanya
mampu membuat definisi tentang manusia dengan memotret sebagian saja dari
komponen penyusun diri manusia.
Manusia
diciptakan Allah SWT dalam dua jenis gender, yaitu laki-laki dan perempuan atau
pria dan wanita. Laki-laki dan perempuan masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Karena kondisi tersebutlah, fitrahnya laki-laki dan perempuan
saling berpasangan untuk melengkapi satu dengan yang lainnya. Dengan kelebihan
dan kekurangannya masing-masing tersebut, laki-laki dan perempuan memiliki
kodrat kehidupan sendiri-sendiri. Kodrat kehidupan ini berkaitan dengan peran
bawaan dari Allah SWT yang mana tidak dapat digantikan oleh jenis gender lain.
Sebagai misal kodrat perempuan adalah mengandung, melahirkan dan menyusui bayi.
Peran perempuan ini tidak bisa digantikan oleh laki-laki karena laki-laki tidak
bisa mengandung, melahirkan dan menyusui. Oleh karena itu, mengandung,
melahirkan dan menyusui merupakan kodrat perempuan.
Berbicara
tentang kodrat perempuan (kodrat wanita), biasanya dikaitkan dengan terminologi
emansipasi wanita. Emansipasi wanita umumnya dimaknai sebagai kesetaraan
gender, yaitu persamaan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Sebagai
misal, laki-laki mempunyai hak kebebasan untuk menuntut ilmu (bersekolah), maka
wanita seharusnya juga memiliki hak kebebasan untuk bersekolah
setinggi-setingginya sebagaimana laki-laki. Laki-laki bisa bekerja di luar
rumah, maka wanita juga bisa bekerja di luar rumah.
Kesetaraan gender
merupakan sebuah gagasan yang sangat penting bagi hak asasi manusia dan
masyarakat yang damai dan telah dibuktikan oleh berbagai penelitian dimana hal
tersebut sangat penting untuk memberikan perkembangan di segala aspek. Secara
sederhana, kesetaraan gender adalah keadaan di mana akses terhadap hak atau
peluang tidak dipengaruhi oleh gender. Kesetaraan gender tidak berarti bahwa
perempuan dan laki-laki akan memiliki atau membutuhkan sumber daya yang sama
persis, tetapi hak, tanggung jawab, dan peluang perempuan, laki-laki,
transgender, dan orang yang beragam gender tidak akan bergantung pada gender
yang ditetapkan saat mereka lahir (Admin Swiss Cham, 2022). Konsep kesetaraan
gender sekilas mudah dipahami dan diterima oleh akal sehat sehingga seharusnya
mudah diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi kenyataannya
tidaklah demikian. Banyak di masyarakat para wanita mendapatkan perlakuan yang
tidak adil yaitu berupa pembatasan ruang gerak mereka untuk mengekspresikan
diri dan beraktivitas.
Fenomena terjadinya perlakuan
yang tidak adil terhadap wanita tersebut hampir terjadi di seluruh belahan
dunia manapun sebelum konsep emansipasi wanita dan persamaan hak asasi manusia
diterima oleh negara-negara di dunia. Banyak para wanita yang perannya
terpinggirkan oleh aturan adat budaya dan aturan agama (kepercayaan). Ada agama
atau aliran kepercayaan tertentu yang memandang wanita memiliki kedudukan di
bawah laki-laki. Doktrin-doktrin ajaran agama dan/atau kepercayaan maupun
tradisi budaya di masyarakat begitu kuat membelenggu kebebeasan para wanita
untuk mengembangkan potensi diri dan mengekspresikannya dalam aktivitas
sehari-hari.
Kondisi yang demikian
tersebut juga dialami oleh R.A. Kartini, nama seorang wanita Indonesia yang
namanya sering disebut dalam nyanyian lagu nasional dan diperingati setiap
tanggal 21 April yaitu peringatan Hari Kartini. R.A. Kartini adalah salah satu
wanita Indonesia yang memperoleh gelar ‘Pahlawan Nasional” berdasarkan Keppres
No.108 Tahun 1964 yang ditetapkan pada 2 Mei 1964 dan menetapkan tanggal 21
April sebagai Hari Kartini (Anonim, n.d.). R.A. Kartini
ditetapkan sebagai pahlawan nasional dan hari kelahirannya setiap tahun
diperingati sebagai Hari Kartini dikarenakan gagasan-gagasan pemikirannya
tentang kesetaraan gender atau emansipasi wanita telah menginspirasi para
wanita Indonesia. Kartini adalah simbol emansipasi wanita di Indonesia.
Perjuangan dan pemikiran gagasan emansipasi wanita oleh Kartini telah
membukakan pandangan bangsa Indonesia tentang pentingnya memperlakukan dan
mendudukan wanita setara dengan laki-laki.
Kartini menyuarakan
pentingnya kesetaraan gender untuk masyarakat bangsanya. Kartini sampai
menyuarakan pentingnya kesetaraan gender karena di masyarakat kedudukan wanita
masih ditempatkan di bawah kedudukan laki-laki. Peran wanita dalam kehidupan
bermasyarakat dibatasi, demikian pula dalam kehidupan di rumah atau keluarga. Wanita
dianggap tidak layak dihormati sebagaimana penghormatan kepada laki-laki. Di
masyarakat Jawa, wanita dianggap “konco
wingking” yang artinya teman di belakang yang hanya mengurusi urusan di
belakang seperti masak, bersih-bersih rumah, dan teman tidur di kasur. Sedangkan
yang menyangkut urusan-urusan yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang
lebih luas, lebih banyak diserahkan ke laki-laki karena laki-laki dianggap
lebih mampu dibandingkan wanita. Wanita dianggap makhluk yang tugasnya hanya
melayani laki-laki.
Kartini adalah wanita
yang berani menyuarakan apa yang dianggapnya kurang tepat terkait tradisi dan
keyakinan masyarakatnya terhadap kedudukan wanita. Kartini berpandangan bahwa
wanita juga punya hak yang sama seperti laki-laki dalam mengenyam pendidikan. Karena
di masyarakatnya, para wanita sangat terbatas untuk mengakses pendidikan (baca:
sekolah), maka ia berencana mendirikan sekolah agar para wanita dapat sekolah. Tujuan
yang mulia ini ternyata mendapat dukungan dari orang tuanya dan saudaranya. Bahkan
saudara laki-lakinya yang berkesempatan sekolah ke Belanda sering mengirimkan
buku-buku bacaan dan majalah kepada Kartini. Dengan membaca buku-buku yang
diberikan kakak laki-lakinya tersebut, Kartini semakin terbuka pikirannya dan
semakin menyadari bahwa ada yang kurang dengan pandangan masyarakatnya terkait
kedudukan dan status wanita.
Kartini banyak
menyampaikan gagasan-gagasan pemikirannya melalui surat-surat yang dikirimkan
kepada temannya di Belanda. Kumpulan surat-surat Kartini yang berisi keluhan
kondisi para wanita di negerinya dan pandangan-pandangannya tentang bagaimana
seharusnya wanita diperlakukan, di kemudian hari diterbitkan menjadi buku yang
berjudul ‘Habis Gelap Terbitlah Terang”. Buku habis gelap terbitlah terang
merupakan dokumen berharga tentang kisah seorang wanita pribumi yang walaupun
berada di rumah pingitan dan dibatasi ruang geraknya dalam beraktivitas dan
berinteraksi dengan dunia luar, dia tetapi berusaha mengenal dunia melalui
aktivitas membaca buku-buku. Pandangan gagasan pemikirannya tentang kondisi
wanita di masayarakatnya yang sangat memperihatinkan beliau sampaikan ke
sahabatnya di Belanda melalui surat-suratnya. Melalui bantuan sahabat di negeri
Belanda tersebulah, akhirnya dunia mengenal sosok Kartini. Pemikiran dan
pandangannya yang luar biasa dan visioner telah menjadikan sosok Kartini
sebagai idola dan contoh model wanita yang merdeka. Gagasan-gagasannya tentang
emansipasi wanita telah menggerakan para wanita di negerinya dan negara lain
untuk memperjuangkan kesetaraan gender bahwa wanita dan laki-laki memiliki hak
yang sama dalam mengaktualisasikan diri.
Kartini beragama Islam
dan ia adalah seorang santriwati dari seorang ulama besar. Selain menyoroti
kondisi para wanita di masyarakatnya, konon Kartini juga mengkritik tentang metode
pembelajaran dalam dakwah Islam. Dia mempertanyakan mengapa dia tidak
diperbolehkan mengetahui terjemahan dan penafsiran dari ayat-ayat Al-Qur’an
yang dibaca. Menurut pendapatnya, jika ayat-ayat Al-Qur’an hanya dibaca saja
tanpa disertai terjemahnya dan tafsirnya, maka bacaan ayat-ayat Al-Qur’an
tersebut tidak bermanfaat. Membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an tanpa memahami
maksudnya adalah tidak bermanfaat. Al-Qur’an harus dapat dipahami sehingga
dapat menjadi pedoman hidup umat manusia, tidak hanya sekadar bacaan rutin
setiap hari saja.
Beberapa informasi
tersebut di atas menjadi bukti bahwa Kartini sangat peduli dengan kondisi
masyarakat dan agamanya (maksudnya pengamalan ajaran agama). Kartini tiddak
hanya mengeluhkan kondisi masyarakat wanita yang mendapatkan perlakuan tidak
adil dan terpinggirkan dalam mengakses pendidikan dan peran-peran strategis di
masyarakat. Tidak hanya masalah kondisi wannita di masyarakat, Kartini juga
mempertanyakan mengapa umat Islam dilarang membaca terjemahan dan tafsir dari
ayat-ayat Al-Qur’an. Pemikiran-pemikiran Kartini sangat visioner jika dinilai
pada masa itu karena tidak banyak wanita pribumi yang memiliki pandangan maju
dan visioner seperti dia. Oleh karena itu, pantaslah kalau beliau dianugerahi
gelar sebagai pahlawan nasional dan tanggal kelahirannya setiap tahun
diperingati sebagai Hari Kartini.
Daftar
Bacaan
Admin Swiss Cham. (2022, July 26). Apa yang
Dimaksud Dengan Kesetaraan Gender? Penjelasan Lengkap dan 3 Contohnya - B20
Indonesia Sustainability 4.0.
https://indonesiasustainability.com/apa-yang-dimaksud-dengan-kesetaraan-gender/,
https://indonesiasustainability.com/apa-yang-dimaksud-dengan-kesetaraan-gender/
Anonim. (n.d.). Profil R A Kartini—VIVA.
Retrieved April 17, 2023, from
http://www.viva.co.id/siapa/read/401-r.a.-kartini
Karman, K. (2018). Tafsir Ayat-ayat Pendidikan.
PT. Remaja Rosdakarya.
Gumpang Baru, 30 April 2024
Tidak ada komentar:
Posting Komentar